Anda di halaman 1dari 25

LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


UNIVERSITAS HASANUDDIN

1. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari penulisan laporan ini, yaitu:

a. Praktikan dapat mengetahui proses pembuatan assembly chart, precedence

chart, dan operation process chart beserta aplikasinya dalam pengendalian

proses.

b. Praktikan dapat merencanakan dan menganalisis keseimbangan lintasan

produksi yang efisien.

c. Praktikan dapat menentukan Cycle time, line efficiency, idle time, balance

delay dan smooting index dalam pengerjaan produk dalam suatu lintasan

produksi.

2. Landasan Teori

2.1. Process Planning

2.1.1. Perencanaan Proses

Perencanaan proses adalah fungsi di dalam proses manufacturing

yang menetapkan proses dan parameter apa yang digunakan untuk

merubah part awal menjadi part akhir, yang didahului adanya

gambar teknik (Chang, 1998).

Process planning merupakan penentuan proses perakitan dan

pembuatan dan pengurutan dimana proses ini harus diselesaikan

untuk menyelesaikan produk dari bentuk awal sampai bentuk akhir

(Groover, 2001). Langkah-langkah dari process planning meliputi :

a. Interpretasi gambar rancangan

b. Proses dan urutan

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

c. Pemilihan peralatan

d. Pemilihan tools, dies, mold, dan gages

e. Metode Analisa

f. Standar kerja

g. Cutting tools dan cutting condition

2.1.2. Peta Rakitan

Peta Rakitan (assembly chart) adalah gambaran grafis dari urutan-

urutan aliran komponen dan rakitan-bagian (sub assembly) ke

rakitan suatu produk. Akan terlihat bahwa peta rakitan menunjukkan

cara yang mudah untuk memahami:

a. Komponen-komponen yang membentuk produk.

b. Bagaimana komponen-komponen ini bergabung bersama.

c. Komponen yang menjadi bagian suatu rakitan-bagian.

d. Aliran komponen ke dalam sebuah rakitan.

e. Keterkaitan antara komponen dengan rakitan-bagian.

f. Gambaran menyeluruh dari proses rakitan.

g. Urutan waktu komponen bergabung bersama.

h. Suatu gambaran awal dari pola aliran bahan.

Standar Pengerjaan dari Assembly Chart adalah sebagai berikut:

a. Operasi terakhir yang menunjukkan rakitan suatu produk

digambarkan dengan lingkaran berdiameter 12 mm dan harus

dituliskan operasi itu di sebelah kanan lingkaran tersebut.

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

b. Gambarkan garis mendatar dari lingkaran kearah kiri, tempatkan

lingkaran berdiameter 6 mm pada bagian ujungnya, tunjukkan

setiap komponen (nama, nomor komponen, jumlah, dsb) yang

dirakit pada proses tersebut.

c. Jika yang dihadapi adalah rakitan-bagian, maka buat garis tadi

sebagian dan akhiri dengan lingkaran berdiameter 9 mm, garis

yang menunjukkan komponen mandiri harus ditarik ke sebelah

kiri dan diakhiri dengan diameter 6 mm.

d. Jika operasi rakitan terakhir dan komponen-komponennya selesai

dicatat, gambarkan garis tegak pendek dari garis lingkaran 9 mm

ke atas, memasuki lingkaran 12 mm yang menunjukkan operasi

rakitan sebelum operasi rakitan yang telah digambarkan pada

langkah 2 dan langlah 3.

e. Periksa kembali peta tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh

komponen telah tercantum, masukkan nomer-nomor operasi

rakitan bagian ke dalam lingkaran (jika perlu), komponen yang

terdaftar di sebelah kiri diberi nomor urut dari atas ke bawah

bagian subassembly.

f. Lingkaran yang menunjukkan rakitan atau rakitan-bagian tidak

selalu harus menunjukkan lintasan stasiun kerja atau lintasan

rakitan atau bahkan lintasan orang, tapi hanya benar-benar

menunjukkan urutan operasi yang harus dikerjakan. Waktu yang

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

diperlukan oleh tiap operasi akan menetukan apa yang harus

dilakukan operator.

g. Tujuan utama dari peta rakitan adalah untuk menunjukkan

keterkaitan antara komponen, yang dapat juga digambarkan oleh

sebuah ‘gambar-terurai’. Teknik-teknik ini dapat juga digunakan

untuk mengajar pekerja yang tidak ahli untuk mengetahui urutan

suatu rakitan yang rumit.

Gambar 2.1 Assembly Chart

2.1.3. Precedence Diagram

Precedence Diagram Method (PDM) diperkenalkan oleh J. W.

Fondahl dari Universitas Stanford USA pada awal dekade 60-an.

PDM adalah jaringan kerja yang umumnya berbentuk segi empat,

sedangkan anak panahnya hanya sebagai petunjuk kegiatan-kegiatan

yang bersangkutan. Dengan demikian, dummy pada PDM tidak

diperlukan. (Luthan & Syafriandi, 2006)

Pada PDM sebuah kegiatan dapat dikerjakan tanpa menunggu

kegiatan pendahulunya selesai 100%. Hal tersebut dapat dilakukan

dengan cara tumpang tindih (overlapping). Cara tersebut dapat

mempercepat waktu selesainya pelaksanaan proyek.

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Pada sistem manufaktur, precedence diagram digunakan sebelum

melangkah pada penyelesaian dengan metode keseimbangan

lintasaan. Precedence diagram sebenarnya merupakan gambaran

grafis dari urutan operasi kerja, serta ketergantungan pada operasi

kerja lainnya yang tujuannya untuk mempermudah pengontorolan

dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya.

Adapun tanda yang dipakai dalam precedence diagram adalah:

a. Simbol lingkaran dengan huruf atau angka di dalamnya untuk

mempermudah identifikasi asli dari suatu proses operasi.

b. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses

operasi

c. Angka di atas simbol lingkaran merupakan waktu standar yang

diperlukan untuk menyelesaikan setiap proses operasi.

Gambar 2.2 Precedence Diagram

2.1.4. Peta Proses Operasi

a. Pengertian Peta Proses Operasi

Peta proses operasi merupakan suatu diagram yang

menggambarkan langkah-langkah proses yang dialami bahan

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

baku sampai menjadi produk jadi, baik yang berkaitan dengan

urutan operasi pengerjaan maupun pemeriksaan untuk

memperoleh suatu urutan pengerjaan, waktu dan keseluruhan

proses dan hubungan antar aktivitas. Peta proses operasi juga

membuat informasi-informasi untuk analisa lebih lanjut, seperti

waktu yang diperlukan untuk mengerjakan produk dari awal

hingga akhir, material yang digunakan juga bahan baku atau

material yang digunakan juga bahan atau material tambahan

yang akan diperlukan suatu saat.

Peta proses operasi (operation process chart) merupakan suatu

diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang

akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan proses dan

pemeriksaan. Sejak dari awal proses sampai menjadi produk utuh

maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-

informasi yang dibutuhkan. Informasi-informasi yang bisa

didapatkan dalam peta proses operasi adalah sebagai berikut:

1) Bahan baku dan bahan penunjang yang dibutuhkan

(dipresentasikan dengan garis panah horizontal)

2) Operasi yang dibutuhkan pada masing-masing komponen atau

bagian dari bahan baku (direpresentasikan dalam lingkaran)

3) Waktu yang dibutuhkan dalam proses

4) Mesin atau alat yang digunakan dalam operasi

5) Scrap (geram) yang dihasilkan (dibuang) dalam proses

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

6) Dalam setiap peta proses operasi kegiatan dalam bentuk

lambang atau

Simbol yang telah dibakukan adalah sebagai berikut:

1) Operasi

Yaitu suatu kegiatan operasi yang terjadi apabila benda kerja

mengalami perubahan sifat, baik fisik maupun kimiawinya.

Operasi merupakan kegiatan yang paling banyak terjadi dalam

suatu proses yang biasanya terjadi di suatu mesin atau stasiun

kerja yang disimbolkan dengan lingkaran.

Contoh: membuat benda dengan mesin bubut, mengecat benda

kerja dan merakit benda kerja.

2) Pemeriksaan (Inspeksi)

Yaitu suatu kegiatan pemeriksaan terhadap benda kerja atau

peralatan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang

dilambangkan dengan simbol kotak. Lambang ini digunakan

untuk melakukan pemeriksaan terhadap suatu objek tertentu

agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Contoh: mengukur dimensi benda kerja sesuai spec,

memeriksa warna benda dan merakit benda kerja.

3) Aktifitas gabungan

Yaitu suatu kegiatan yang terjadi apabila aktivitas operasi dan

pemeriksaan dilakukan secara bersamaan atau pada satu

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

tempat benda. Aktifitas gabungan dilambangkan dengan

simbol kotak yang terdapat lingkaran di dalamnya.

Contoh: memeriksa benda kerja kemudian dimasukkan

kedalam box karton.

4) Penyimpanan

Yaitu suatu kegiatan menyimpan benda kerja untuk waktu

yang cukup lama yang dilambangkan dengan simbol segitiga.

Jika benda kerja tersebut akan diambil kembali biasanya

melakukan prosedur perizinan tertentu.

Contoh : bahan baku yang disimpan dalam gudang.

Gambar 2.3 Operation Process Chart

b. Prinsip-prinsip Penyusunan OPC

1) Pada baris paling atas terdapat kepala peta “Operation

Process Chart”, dan identifikasi lain: nama objek yang

dipetakan, nama pembuat peta, tanggal dipetakan, cara lama

atau cara sekarang, nomor peta, dan nomor gambar.

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

2) Material yang akan diproses diletakkan di atas garis

horizontal, untuk menunjukkan bahwa material tersebut

masuk ke dalam proses.

3) Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang

menunjukkan terjadinya perubahan proses.

4) Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan

secara berurutan, sesuai dengan urutan operasi yang

dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut, atau sesuai

dengan proses yang terjadi.

5) Penomoran terhadap suatu kegiatan inspeksi diberikan

secara tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran

untuk kegiatan operasi.

6) Pada bagian bawah OPC dibuat ringkasan yang memuat

informasi: jumlah operasi, jumlah inspeksi, serta jumlah waktu

yang diperlukan.

Ada empat hal yang harus diperhatikan/dipertimbangkan agar

diperoleh suatu proses kerja yang baik melalui analisa peta proses

operasi sebagai berikut:

1) Bahan-bahan

Kita harus mempertimbangkan semua alternatif dari bahan

yang digunakan, proses penyelesaiaan dan toleransi

sedemikian rupa sehingga sesuai dengan fungsi, reabilitas,

pelayanan dan waktunya.

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

2) Operasi

Dalam hal ini perlu diperhatikan mengenai semua alternatf

yang mungkin untuk proses pengolahan, pembuatan,

pengerjaan dengan mesin atau metode perakitannya, beserta

alat-alat dan perlengkapan yang digunakan. Perbaikan yang

mungkin bisa dilakukan misalnya dapat menghilangkan,

menggabungkan, mengubah atau menyederhanakan operasi-

operasi yang terjadi.

3) Pemeriksaan

Proses pemeriksaaan bisa dilakukan dengan baik pada teknik

sampling atau satu persatu dari semua objek yang yang dibuat

dengan teknik sampling atau satu persatu dari semua objek

yang dibuat tentunya cara terakhir tersebut dilaksanakan

apabila jumlah produksinya sedikit.

4) Waktu

Untuk mempersingkat waktu penyelesaian, kita harus

mempertimbangkan semua alternatif mengenai metoda,

peralatan dan tentunya penggunaan perlengkapan-

perlengkapan khusus.

Operation Process Chart (OPC) adalah salah satu teknik yang paling

berguna dalam perencanaan produksi. Kenyatannya peta ini adalah

gambaran tentang proses, dan telah digunakan dalam bebagai cara

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

sebagai alat perencanaan dan pengendalian. Dengan tambahan data

lain, peta ini dapat digunakan sebagai alat manajemen.

Beberapa keuntungan dan kegunaan dari Operation Process Chart

(OPC) ini adalah sebagai berikut :

a. Mengkombinasikan lintasan produksi dan peta rakitan sehingga

memberikan informasi yang lebih lengkap.

b. Menunjukkan operasi yang harus dilakukan untuk tiap

komponen.

c. Menunjukkan urutan operasi pada tiap komponen.

d. Menunjukkan urutan fabrikasi dan rakitan dari tiap komponen.

e. Menunjukkan kerumitan nisbi dari fabrikasi tiap komponen.

f. Menunjukkan hubungan antar komponen.

g. Menunjukkan panjang dari lintas fabrikasi dan ruang yang

dibutuhkannya.

h. Menunjukkan titik tempat komponen memasuki proses.

i. Menunjukkan tingkat kebutuhan sebuah rakitan-bagian.

j. Membedakan antara komponen yang dibuat dengan yang dibeli.

k. Membantu perencanaan tempat kerja mandiri.

l. Menunjukkan jumlah pekerja yang dibutuhkan.

Standar pengerjaan Peta Proses Operasi adalah:

a. Pilih komponen pertama yang akan digambarkan, jika peta akan

digunakan sebagai dasar bagi sebuah jalur rakitan bagian yang

mempunyai komponen paling banyak sebaiknya dipilih pertama

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

kali, mulai dari sudut kanan kertas, catat operasi rakitan.

Komponen-komponen yang dibeli dalam keadaan jadi

digambarkan dengan garis pendek ke kiri.

b. Jika semua operasi rakitan dan pemeriksaan pada bagian utama

sudah masuk, lanjutkan ke operasi fabrikasi, dalam urutan

terbalik, gambarkan garis mendatar pada bagian kanan atas peta

ke kanan, untuk menuliskan bahan baku, uraian tentang bahan

langsung dicatat pada garis tersebut yang dapat dibuat selengkap-

lengkapnya.

c. Ke sebelah kanan dari lambang operasi, buat uraian operasi,

waktu penyelesain pekerjaan, dan lain-lain.

d. Cirikan komponen terakhir pada operasi tersebut. Gambar garis

mendatar jauh ke kiri, tunjukkan dengan lingkaran 12 mm untuk

operasi dan segi empat untuk pemeriksaan dalam urutan terbalik

kearah atas. Masukkan nomor operasi dari lintasan produksi

tersebut.

e. Lanjutkan sampai semua komponen terselesaikan dipetakan, baik

komponen yang dibuat dan yang dibeli harus tercantum di dalam

peta.

f. Rakitan bagian digambarkan sedemikian rupa seperti cara pada

peta rakitan.

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

2.1.5. Bill of Material (BOM)

Bill of material atau yang biasa dikenal dengan BOM merupakan

daftar dari semua material, parts, dan subassemblies, serta kuantitas

dari masing-masing yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit

produk atau parent assembly. Tiga jenis BOM yang yang digunakan

dalam dunia perindustrian, yaitu:

a. Phantom Bill, merupakan jenis bill yang digunakan untuk

material yang tidak untuk disimpan atau untuk material yang

hanya lewat saja.

b. Modular Bill, digunakan untuk material yang menyusun produk

dengan sejumlah option yang berbeda.

c. Pseudo Bill, digunakan untuk menyusun daftar kebutuhan

material yang bukan untuk disusun menjadi produk melainkan

untuk dikelompokkan berdasarkan kriteria tertentu.

Jenis bill dapat juga dibagi berdasarkan tingkatan level yang

disampaikannya, yaitu single level BOM dan multilevel BOM. Jenis

bill lainnya adalah planning bill, yang merupakan jenis bill yang

digunakan untuk keperluan peramalan dan perencanaan. Planning

bill terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Planning bills dengan item yang dijadwalkan merupakan

komponen atau sub assembly untuk pembuatan produk akhir..

b. Planning bills dengan item yang dijadwalkan memiliki produk

akhir sebagai komponen-komponennya.

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Manfaat dari BOM diantaranya adalah sebagai alat pengendali

produksi yang menspesifikasikan bahan-bahan kandungan yang

penting dari suatu produk, pesanan yang harus digabungkan dan

seberapa banyak yang dibutuhkan untuk membuat satu batch, bill of

material juga digunakan untuk peramalan barang yang keluar masuk

dari inventori maupun transaksi produksi, serta menjamin bahwa

jumlah bahan yang tepat telah dikirim ke tempat yang tepat pada

waktu yang tepat.

2.2. Line Balancing

2.2.1. Lini Produksi

Lini produksi adalah penempatan area-area kerja dimana operasi-

operasi diatur secara berturut-turut dan material bergerak secara

kontinu melalui operasi yang terangkai seimbang. Menurut

karakteristiknya proses produksinya, lini produksi dibagi menjadi

dua:

a. Lini fabrikasi, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas

sejumlah operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau

mengubah bentuk benda kerja

b. Lini perakitan, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas

sejumlah operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun

kerja dan digabungkan menjadi benda assembly atau

subassembly.

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari perencanaan lini

produksi yang baik sebagai berikut:

a. Jarak perpindahan material yang minim diperoleh dengan

mengatur susunan dan tempat kerja

b. Aliran benda kerja (material), mencakup gerakan dari benda kerja

yang kontinu. Alirannya diukur dengan kecepatan produksi dan

bukan oleh jumlah spesifik

c. Pembagian tugas terbagi secara merata yang disesuaikan dengan

keahlian masing-masing pekerjaan

d. Pengerjaan operasi yang serentak yaitu setiap operasi dikerjakan

pada saat yang sama di seluruh lintasan produksi

e. Operasi unit Gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set-up dari

lintasan dan bersifat tetap

f. Proses memerlukan waktu yang minimum.

Persyaratan yang harus diperhatikan untuk menunjang kelangsungan

lintasan produksi antara lain:

a. Pemerataan distribusi kerja yang seimbang di setiap stasiun kerja

yang terdapat di dalam suatu lintasan produksi fabrikasi

b. Pergerakan aliran benda kerja yang kontinu pada kecepatan yang

seragam

c. Arah aliran material harus tetap sehingga memperkecil daerah

penyebaran dan mencegah timbulnya waktu menunggu (idle

time)

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

d. Produksi yang kontinu guna menghindari adanya penumpukan

benda kerja di stasiun lain.

Keseimbangan lintasan, proses penyusunannya bersifat teoritis.

Dalam praktik persyaratan di atas mutlak untuk dijadikan dasar

pertimbangan.

2.2.2. Pengertian Line Balancing

Line balancing yaitu suatu metode penugasan sejumlah pekerjaan

kedalam serangkaian stasiun kerja dalam suatu lintasan produksi

sehingga setiap stasiun kerja yang ditangani oleh seorang atau lebih

operator memiliki waktu kerja (beban kerja) yang tidak melebihi

waktu siklus dari stasiun kerja tersebut.

Konsep line balancing bertujuan memaksimumkan efisiensi atau

meminimumkan balance delay / idle time (waktu menganggur).

Dalam konsep ini, elemen-elemen operasi akan digabung menjadi

beberapa stasiun kerja. Tujuan umum penggabungan ini adalah

untuk mendapatkan rasio delay / idle (menganggur) yang serendah

mungkin dan dicapai suatu efisiensi kerja yang tinggi di tiap stasiun

kerja.

2.2.3. Konsep Line Balancing

a. Elemen beban kerja adalah sejumlah pekerjaan yang mempunyai

tujuan tertentu yang terbatas (elemen kerja)


𝒏𝒆𝒌

𝑻𝑾𝑪 ∑ 𝑻𝒆𝒌
𝒌=𝟏

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Tek : waktu penyelesaian elemen kerja k

Ne : jumlah elemen kerja, k = 1,2,3…,n

Asumsi tentang elemen kerja :

1) Waktu elemen bersifat konstan

2) Nilai Tek bersifat aditif (penambahan dan akumulasi)

b. Kendala Precedence (Precedence Constraint)

1) Precedence Constraint

Precedence Constraint merupakan batasan terhadap urutan

pengerjaan elemen kerja yang digambarkan secara grafis

dalam bentuk diagram precedence. Dimana pada proses

assembling ada dua kondisi yang biasa muncul, yaitu :

a) Tidak ada ketergantungan dari komponen-komponen dalam

proses pengerjaan, jadi setiap komponen mempunyai

kesempatan untuk dilaksanakan pertama kali dan disini

dibutuhkan prosedur penyeleksian untuk menentukan

prioritas.

b) Apabila satu komponen telah dipilih untuk dilakukan

assembly maka urutan untuk mengassembly komponen lain

dimulai. Precedence diagram digunakan sebelum

melangkah pada penyelesaian menggunakan metode

keseimbangan lintasan. Precedence diagram merupakan

gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja, serta

ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

untuk memudahkan pengontrolan dan perencanaan

kegiatan yang terkait di dalamnya. Untuk menggambarkan

kondisi ini secara efektif dengan menggunakan diagram

Precedence.

Precedence diagram dapat disusun menggunakan dua

simbol dasar, yaitu :

a) Elemen Simbol adalah lingkaran dengan nomor atau huruf

elemen yang terkandung di dalamnya. Elemen akan diberi

nomor/huruf berurutan untuk menyatakan identifikasi.

Gambar 2.4. Elemen Proses

b) Hubungan antar simbol, biasanya menggunakan anak

panah untuk menyatakan hubungan dari elemen simbol

yang satu terhadap elemen simbol lainnya. Precedence

dinyatakan dengan perjanjian bahwa elemen pada ekor

panah harus mendahului elemen pada kepala panah.

Gambar 2.5. Hubungan Antar Simbol

2) Zoning Constraint

Pengalokasian dari elemen-elemen kerja pada stasiun kerja

juga dibatasi oleh zoning constraint yang menghalangi atau

mengharuskan pengelompokkan elemen kerja tertentu pada

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

stasiun tertentu. Zoning Constraint yang negatif menghalangi

pengelompokkan elemen kerja pada stasiun yang sama.

2.2.4. Istilah – istilah dalam Line Balancing

a. Waktu Siklus (Cycle Time)

Waktu Siklus adalah waktu yang tersedia pada masing-masing

stasiun kerja untuk menyelesaikan satu unit produk, dimana

waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu operasi

terbesar untuk menghindari bottle neck.

𝒅
𝑻𝒄 = 𝒎𝒊𝒏𝒖𝒕𝒆
𝒑𝒓𝒐𝒅𝒖𝒄𝒕𝒊𝒐𝒏 𝒕𝒊𝒎𝒆

b. Waktu Stasiun

Waktu stasiun merupakan waktu yang diberikan kepada setiap

stasiun kerja untuk melakukan pekerjaannya dan sudah

memperhitungkan waktu repositioning.

c. Waktu Menganggur (Idle Time)

Idle Time yaitu waktu menganggur selama jam kerja (berth

working time), yang disebabkan oleh berbagai faktor. Waktu

menganggur (idle time) terjadi jika dari stasiun pekerjaan yang

ditugaskan padanya membutuhkan waktu yang sedikit daripada

waktu siklus yang telah diberikan.

d. Keseimbangan waktu senggang (Balance Delay)

Balance Delay merupakan ukuran dari ketidakefisienan lintasan

yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya yang

disebabkan karena pengalokasian yang kurang sempurna di

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

antara stasiun-stasiun kerja. Balance Delay dapat dirumuskan

sebagai berikut :

(𝑤)𝐶𝑇 − 𝑁
𝑥100%
(𝑤)𝐶𝑇

Keterangan :

N = jumlah total waktu tiap elemen

w = jumlah stasiun kerja

CT = waktu stasiun kerja maksimum

e. Efisiensi Stasiun Kerja

Efisiensi stasiun kerja merupakan rasio antara waktu operasi tiap

stasiun kerja (Wi) dan waktu operasi stasiun kerja terbesar (Ws).

𝑾𝒊
𝑬𝒃 = 𝒙𝟏𝟎𝟎%
𝑪𝑻

f. Efisiensi Lintasan Produksi (Line Efficiency)

Efisiensi Lintasan Produksi merupakan rasio dari total waktu

stasiun kerja dibagi dengan siklus dikalikan jumlah stasiun kerja.

Line Efficiency menunjukan tingkat efisiensi suatu lintasan.

𝑁
𝐿𝐸 = 𝑥100%
𝑤 𝑥 𝐶𝑇

Keterangan :

N = jumlah total waktu tiap elemen

S = jumlah stasiun kerja

TS max = waktu stasiun kerja maksimum

g. Smoothest Index

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Smoothest Index merupakan indeks yang menunjukkan

kelancaran relatif atau cara untuk mengukur tingkat waktu tunggu

relatif dari penyeimbangan lini perakitan tertentu. Nilai SI = 0

adalah nilai keseimbangan lintasan yang sempurna.

𝑺𝑰 = √𝚺(𝑻𝑺𝒎𝒂𝒙 − 𝑻𝑺𝒊 )𝟐

Keterangan :

TSmax = waktu stasiun kerja maksimum

TSi = waktu stasiun kerja ke-i

h. Work Station

Work Station merupakan tempat pada lini perakitan di mana

proses perakitan dilakukan. Setelah menentukan interval waktu

siklus, maka jumlah stasiun kerja yang efisien dapat ditetapkan

dengan rumus:

∑𝑻𝒊
𝒘=
𝑪𝑻

Keterangan :

Ti = waktu operasi (seluruh elemen kerja)

CT = waktu siklus

2.2.5. Metode Line Balancing

Untuk Line Balancing ada beberapa teori yang dikemukakan oleh

para ahli yang meneliti bidang ini. Secara garis besar Line Balancing

bisa dioptimalkan oleh dua metode yaitu :

a. Metode Analitis

b. Metode Heuristik

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Berikut ada penjelasan beberapa metode yang umum dipakai dalam

pemecahan masalah dalam Line Balancing:

a. Metode Helgeson dan Birnie / Ranked Positional Weight (RPW)

b. Metode Kilbridge and Wester Heuristic (Region Approach)

c. Metode Largest Candidate Rules

2.2.6. Flexible Line Balancing

Flexible Line Balancing adalah sebuah pendekatan untuk

mendapatkan penyelesaian dari masalah industri manufaktur pada

umunya yaitu dengan konsep line balancing. Dengan menggunakan

software ini maka efisiensi suatu lini perakitan dapat dianalisis

sehingga diharapkan dapat diperoleh lini yang seimbang.

Cara menggunakan software ini adalah membuat skenario sebuah

lini perakitan yang akan dianalisis berisi tentang segala informasi

yang akan diperlukan seperti aktivita yang dilakukan selama lini

perakitan tersebut (Selanutnya disebut element task), waktu standar

tiap – tiap element task tersebut, hingga hubungan dari element task

, setelah selesai membuat skenario tersebut maka software FLB akan

secara otomatis menghitung efisiensi dari lini perakitan yang telah

didesain setelah kriteria yang tersedia diisi terlebih dahulu. Hasil dari

analisis skenario yang dilakuan oleh software ini berupa grafik yang

berisi jumlah workstation dan standard time serta efisiensi dari lini

perakitan tersebut. Setelah dihitung maka dapat dilakukan perubahan

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

– perubahan pada skenario tersebut untuk memperoleh efisiensi yang

terbaik.

3. Alat dan Bahan

a. Laptop/ Komputer

b. Spesimen Praktikum

c. Belt Conveyor

d. Stopwatch

e. Software Flexible Line Balancing

4. Prosedur Praktikum

Adapun prosedur praktikum pada modul ini adalah sebagai berikut:

4.1. Process Planning

a. Menyiapkan Spesimen praktikum (tamiya)

b. Mengikuti arahan dari asisten

c. Menyusun BOM (Bill Of Material)

d. Membuat Tabel dan Bagan Bill Of Material

e. Membuat Assembly Process Chart

f. Membuat Precedence Diagram

g. Membuat Operation Process Chart

4.2. Line Balancing

a. Membuat Precedence Diagram perakitan Spesimen praktikum (tamiya)

b. Membagi proses-proses prakitan menjadi beberapa element task

c. Melakukan pengelompokan element task menjadi beberapa workstation

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

d. Menghitung waktu kerja setiap element task dengan menggunakan

stopwatch

e. Menghitung waktu siklus perakitan tamiya

f. Menghitung Line efficiency, Smoothness Index, Efisiensi Stasiun kerja,

dan menghitung Balance Delay, idle time

g. Menghitung Line efficiency, Smoothness Index, Efisiensi Stasiun kerja,

dan menghitung Balance Delay, idle time, dengan menggunakan

metode Metode Helgeson-Birnie / Ranked Positional Weight (RPW)

h. Menghitung Line efficiency, Smoothness Index, Efisiensi Stasiun kerja,

dan menghitung Balance Delay, idle time, dengan menggunakan

Metode Kilbridge and Wester Heuristic (Region Approach)

i. Menghitung Line efficiency, Smoothness Index, Efisiensi Stasiun kerja,

dan menghitung Balance Delay, idle time, dengan menggunakan

Metode Largest Candidate Rules

j. Melakukan simulasi perakitan dengan menggunakan software Flexible

Line Balancing.

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011
LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Referensi

Mikell P.Groover, 2001, Automation Production System and Computer integrated

manufacturing; Prectice Hall International,Inc , United States of Amerika

A.Luthan Putri Lynna & Syafriandi (2006), Aplikasi Microsoft Project Untuk

Penjadwalan Teknik Sipil. Yogyakarta: Andi

Bedworth, D. Integrated Production Control System. New York: John Willey and

Sons Inc. 1982.

Gasperz, Vincent. Production Planning And Inventory Control. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama. 2004.

LINE BALANCING
MUSTIA DEVI / D221 15 011

Anda mungkin juga menyukai