Anda di halaman 1dari 3

TINJAUAN PUSTAKA

Proses infiltrasi merupakan bagian yang penting dalam siklus hidrologi maupun dalam
proses pengalihragaman hujan menjadi aliran di sungai. Dengan adanya proses infiltrasi, maka
kebutuhan vegetasi terhadap air termasuk transpirasi, menyediakan air untuk evaporasi, mengisi
kembali reservoir tanah dan menyediakan aliran sungai pada saat musim kemarau akan dapat
terpenuhi, selain itu manfaat dari infiltrasi adalah dapat mengurangi terjadinya erosi tanah dan
mengurangi terjadinya banjir (Arsyad, 2000).

Laju infiltrasi sangat berhubungan dengan karakteristik fisik tanah meliputi tekstur, bahan
organik, total ruang pori dan kadar air. Karakteristik fisik tanah tersebut dapat berkorelasi positif
maupun negatif terhadap laju infiltrasi. Infiltrasi sangat bergantung pada hujan, sifat fisik dan
hidraulik kolom tanah, kondisi permukaan tanah dan pemanfaatan lahannya. Diketahui secara
umum bahwa pemanfaatan lahan dengan berbagai variasinya, sangat berpengaruh terhadap
infiltrasi. Besar kecilnya efek pemanfaatan lahan terhadap infiltrasi sangat ditentukan oleh
pemanfaatan lahan itu sendiri. Suatu macam pemanfaatan lahan berperan memperbesar infiltrasi,
tetapi beberapa pemanfaatan lahan lain mungkin menghambatnya (Arsyad, 2000).

Laju infiltrasi dapat diukur di lapangan dengan mengukur curah hujan, aliran permukaan,
dan menduga faktor-faktor lain dari siklus air, atau menghitung laju infiltrasi dengan analisis
hidrograf. Mengingat cara tersebut memerlukan biaya yang relatif mahal, maka penetapan
infiltrasi sering dilakukan pada luasan yang sangat kecil dengan menggunakan suatu alat yang
dinamai infiltrometer.Ada beberapa macam infiltrometer yang dapat digunakan untuk
menetapkan laju infiltrasi, yaitu: (1) ring infiltrometer (single atau double/concentric-ring
infiltrometer); (2) wells, auger hole permeameter; (3) pressure infiltrometer; (4) closed-top
permeameter; (5) crust test; (6) tension and disc infiltrometer; (7) driper; dan (8) rainfall
(Clothier, 2001; Reynold et al., 2002). Metode yang akan diuraikan dalam bab ini adalah
pengukuran infiltrasi dengan menggunakan single ring infiltrometer.
Keunggulan dari penggunaan ring infiltrometer dibandingkan dengan beberapa alat lainnya
adalah relatif murah, mudah untuk menggunakan dan menganalisis datanya, serta tidak
memerlukan keterampilan yang tinggi dari penggunanya. Kelemahan dari alat ini adalah peluang
untuk terjadinya gangguan terhadap tanah relatif tinggi (Clothier, 2001), sehingga untuk
mendapatkan hasil pengukuran yang mewakili, diperlukan ulangan pengukuran yang relatif
banyak, baik ulangan secara spasial maupun temporal. Ring infiltrometer utamanya digunakan
untuk menetapkan infiltrasi kumulatif, laju infiltrasi, sorptivitas, dan kapasitas infiltrasi. Ada dua
bentuk ring infiltrometer, yaitu single ring infiltrometer dan double atau concentric-ring
infiltrometer.

Laju infiltrasi pada awalnya tinggi, dengan masuknya air lebih dalam dan lebih dalamnya
profil tanah yang basah, maka hisapan matriks tanah berkurang dan akhirnya hanya tinggal tarikan
gravitasi yang berpengaruh terhadap pergerakan air, menyebabkan laju infiltrasi semakin menurun
dengan berjalannya waktu mendekati kondisi kesetimbangan (steady-state). Kandungan air tanah
pada saat mulai terjadinya infiltrasi juga berpengaruh terhadap laju infiltrasi. Oleh karena itu
Sharma et al. (1980) menyatakan bahwa secara tidak langsung infiltrasi dipengaruhi oleh
evapotranspirasi melalui pengaruhnya terhadap kadar air tanah awal.

Pada pengukuran laju infiltrasi dengan menggunakan ring infiltrometer, istilah steady state
seringkali diganti dengan quasi-steady state/kesetimbangan semu. Istilah ini digunakan karena
dalam beberapa kasus ”true”steady-state (kesetimbangan yang sesungguhnya) dapat menjadi
sangat lambat untuk menuju ke asymptote. Young (1987) menyatakan bahwa waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai laju infiltrasi dalam kondisi kesetimbangan (quasi-steady-state
infiltration rate) semakin berkurang dengan semakin kecilnya ukuran/diameter ring yang
digunakan. Namun demikian, penggunaan ring yang terlalu kecil juga menyebabkan semakin
tingginya tingkat kesalahan (error) pengukuran (Tricker, 1978).
DAFTAR PUSTAKA

Clothier, B. 2001. Infiltration. p. 237-277. In Soil and Environmental Analyses:


Physical methods. In Smith et al. (Eds.). Marcel Dekker, Inc. United States
of America.

Reynold, W. D., D. E. Elrick, dan E. G. Young. 2002. Ring or cylinder infiltrometer


(Vadose Zone). p. 804-808. In Method of Soil Analysis Part 4-Physical
Method. (Eds. Dane and Topp). Soil Sccience Society of America, Inc.
Madison, Wisconsin, USA.
Sharma, M. L., G. A. Gander, dan C. G. Hunt. 1980. Spatial variabilty of infiltration
in watershed. Journal of Hydrology. 45: 101-122. Elsevier Scientific
Publishing Company. Amsterdam.
Tricker, A. S. 1978. The infiltration cylinder: Some comments on its use. Journal
of Hydrology. 36: 383-391. Esevier Scicientific Publishing Company,
Amsterdam.
Young, E. G. 1987. Estimating hydraulic conductivity values from ring infiltrometer
easurement. J. Sci. 38: 623-632.
Arsyad, S. 2000. Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai