Anda di halaman 1dari 10

KELAS A-08

Tutor : Dr. Amanda Yufika M,Sc

Skenario 2

Bu Salmah Tidak Sadar

I. IDENTIFIKASI ISTILAH
 Afasia : adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan otak. Baik
karena trauma, lesi atau cedera otak.
 Anisokor : adalah suatu kondisi di mana pupil pada satu mata berbeda ukurannya dengan
pupil mata sebelahnya nya. Pupil adalah lingkaran hitam di tengah mata Anda, dan mereka
biasanya memiliki ukuran yang sama
 Facial paresis : adalah kelumpuhan pada saraf wajah, seingga wajah tidak bisa di gerakkan.
 Hemiparesis : kelemahan parsial tubuh, yang terjadi karena kerusakan salah satu sisi otak,
sehingga tubuh sulit digerakkan
 GCS : glasgow Coma Scale yaitu skala yang digunaakan untuk pengukuran kesadaran dengan
parameter eye, verba dan motorik.

Konsep : KELEMAHAN ANGGOTA GERAK DAN PENURUNAN KESADRAN

II. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Bagaimana etiopatogenesis pada kasus tersebut ?
2. Bagaimana patofisiologi kelemahan anggota gerak, tidak bisa berbicara, muntah dan
penurunan kesadaran ?
3. Bagaimana melakukan diagnosis klinis menggunakan skoring?
4. Apa artinya mata anisokor?
5. Bagaimana mekanisme peningkatan tekanan intra kranial?
6. Bagaimana diagnosis pasien di skenario?

III. ANALISA MASALAH


1. Bagaimana etiopatogenesis pada kasus tersebut?
 Penyebab dari kasus skenario “ Bu Salmah Tidak Sadar “ adalah riwayat Hipertensi dan
tekanan darah saat pemeriksaan adalah 260/130 mmHg. Riwayat hipetensi dan
hipertensi tidak terkendali dapat menyebabkan berbagai komplikasi, dari skenario
diduga karena tekana darah tinggi memicu pengerasan arteri, yang kemudian disertai
dengan penimbunan lemak di dinding pembuluh darah. Kondisi ini disebut
aterosklerosis. Aterosklerosis ini dapat menimbulkan serangan jantung, stroke, dan
penyakit arteri perifer. Dan hipertensi yang tidak terkendali dapat menyebabkan
pembuluh darah menjadi tipis dan mengembang sehingga mengakibatkan terbentuknya
anurisma ( pembuluh darah yan bengkak). Aneurisma ini biasanya tidak menyebabkan
tanda atau gejala selama bertahun-tahun. Namun, jika aneurisma terus membesar dan
akhirnya pecah, dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat
menekan struktur bagian dalam otak akan menimbulkan berbagaimacam keluhan di
skenario.
2. Bagaimana patofisiologi kelemahan anggota gerak, tidak bisa berbicara, muntah dan
penurunan kesadaran ?
 Penurunan kesadaran
Terjad karena peningkatan tekana intrakranial yang dapat menekan pusat kesadaran
yang terletak dikedua hemisfer serebri dan di Ascanding Reticular Activating System
(ARAS) di batang otak.
 kelemahan anggota gerak
Adanya lesi ata sumbatan pada otak dapat menyebabkan terjadinya hambatan pada
neurotransmitter yang dilepaskan ke sel neuron yang lain sehingga terjadinya gangguan
penghantaran impuls atau hambatan fungsional dari otak ke otot sehingga terjadinya
kelemahan pada pasien.
 Tidak bisa berbicara
atau afasia, afasia terjadi karena kerusakan atau lesi yang terjadi pada area bahasa di
otak. Peningkatan tekanan intrakranial pada otak dapat mempengaruhi arteri serebri
media yang memperdarahi area broca dan wernick, sehingga pasien terhambat dalam
proses berbicaranya. Dan terjadi kerusakan nervus kranialis XII (nervus hipoglosus)
 Muntah
Ruptur anurismayang dapat meningkatkan tekanan intrakranial menyebabkan
penekanan pada batang otak, dimana batang otak terdapat pusat muntah di formatio
reticularis, bila tertekan dapat menyebabkan kontraksi pada duodenum dan antrum
lambung sehingga terjadi peningkatan tekanan intrabdominal tejadilah rektograde
peristaltik, lambung penuh dan diafragma naik dan terjadi tekanan intra toraks, sfingter
esofagus terbuka dan terjadi muntah.
3. Bagaimana melakukan diagnosis klinis menggunakan skoring ?
 Berdasarkan unsyiah scoring:
- GCS : < 14 = 2
14-15 = 0
- Nyeri kepala : ya = 1
Tidak = 0
- Muntah : ya = 1
Tidak = 0
- Diastolik : >95 = 1
<95 = 0

Interpretasi : persentase dari tingkat pendarahannya


- 0 = 1,3
- 1 = 9,7 – 13,16
- 2 = 52,7 – 63,5
- 3 = 84,2 – 90,6
- 4 = 92,5 – 95,1
- 5 = 99,3
 Berdasarkan siriraj :
Srj : ( 2,5 x kesadaran ) + ( 2 x muntah ) + ( 2 x nyeri kepala ) + ( 0,1 x diastolik ) – ( 2 x
ateroma ) – 12
- Komposmentis : 0 ( 15 = 0 )
- Somnolen : 1 ( 9 – 14 )
- Semi koma / koma : 2 ( 3 – 8 )
- Muntah / nyeri kepala dalam 2 jam ( + ) = 1 ; ( - ) = 0
- Ateroma : ( - ) = 0 ; ( + ) = 1

Interpretasi
- > 1 : stroke haemoragik
- < 1 : stroke iskemik
- - 1 – 1 : tidak jelas, butuh pemeriksaan lanjutan

Skenario :
Srj : ( 2,5 x 2 ) + ( 2 x 1 ) + ( 2 x 0 ) + ( 0,1 x 130 ) – ( 3 x 0 ) – 12 = 8 ( stroke hemoragik )

4. Apa arti mata anisokor


Artinya adalah lebar pupil yang tidak sama besar, yang normalnya yaitu 3 – 4 mm. Dimana
kalau kurang dari 3 mm disebut miosis ( penyempitan ) dan kalau melebihi 4 mm disebut
midriasis ( pelearan ). Pelebaran pupil ini menandakan adanya peningkatan tekanan
intraranial pada otak, salah satu penyebabnya yaitu gagalnya persarafan parasimpatis yang
menyebabkan pupil relatik dilatasi akan bereaksi.
Terjadi penekanan pada chiasma opticum, sehingga terganggu N. Oculomotorius sehingga
terjadi dilatasi pupil maksimal.
Dimana otor sfingter akan dominan pada cahaya sehingga berkontrksi dan otot dilator
akan dominan pada gelap dan akan berkontriksi.
5. Bagaimana mekanisme peningkatan tekanan intrakranial ?

6. Bagaimana diagnosis kasus di skenario?


Dari alur skenario pasien sedang menanam bunga kemudian mengalami kelemahan tubuh
sebelah kanan dan afasia,kemudian tidak sadarkan diri selama 4 jam dibawa ke RSUD ZA
dan mengalami lengan dan tangan kananya lemah tidak bisa diangkat tapi masih bisa
digeser, mulutnya miring ke kiri disertai muntah satu kali dan merasa gelisah, 2 jam
kemudian sulit dibangunkan dan ada suara ngorok.
Pada anamnesis dilakukan pada orang terdekat (alloanamnesi) karena pasien tidak dapat
berbicara, informasi yang di peroleh yaitu pasien memiliki riwayat hipertensi tanpa
penyakit jantung dan DM, dan informasi sebelum pasien masu rs.
Dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan : TD : 260/130 mmHg, GCS : E2M4V2, pupil OD : 2
mm, dan OS : 4 mm pupil anisokor, wajah pasien di lihat mengalami facial paresis dan
ftubuh pasien mengalami hemiparesus dekstra dan dilakukan uji patologis positif di
sebelah kanan.

Diagnosis bandingnya : pendarahan intrakranial, stroke iskemik

Diagnosisnya : Stroke hemoragik


IV. STRUKTURISASI

Kelemahan anggota gerak dan


penurunan kesadaran

Definisi Faktor Resiko

Epidemiologi Etiologi

Stroke haemoragik
STROKE
Prognosis Klasifikasi

Komplikasi Patofisiologi

Penatalaksanaan Diagnosis Manifestasi Klinis

V. LEARNING OBJEKTIV
1. Mengetahui definisi Stroke hemoragik
2. Mengetahui etiologi Stroke hemoragik
3. Mengetahui epidemiologi Stroke hemoragik
4. Mengetahui faktor resiko Stroke hemoragik
5. Mengetahui klasifikasi Stroke hemoragik
6. Mengetahui patofisiologi Stroke hemoragik
7. Mengetahui Manifestasi klinis stroke hemoragik
8. Mengetahui Diagnosis Stroke hemoragik
9. Mengetahui tatalaksana stroke hemoragik
10. Mengetahui komplikasi Stroke hemoragik
11. Mengetahui prognosis Stroke hemoragik
12. Mengetahui pencegahan stroke hemoragik

VI. HASIL BELAJAR MANDIRI


1. Definisi Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh pendarahan intraserebral
atau pendaragan subaraknoid karena pecahnya pembuluh darah otak pada area tertentu
sehingga darah memenuhi jaringan otak, salah satu faktor resikonya adalah hipertensi
2. Etiologo Stroke Hemoragik
aneurisma berry karena defek kongenital, aneurisma fusisformis karena arterosklerosis
akibat dari penurunan elastisitas pembuluh darah, anurisma mioklonic, malformasi
arterosklerosis karena arteri dan venanya tersambung, ruptur arteri serebral, trauma atau
cedera otak, pemberian anti koagulan, lesi pada otak, 80 persen karena hipertensi, stroke
iskemik karena trobosis dan emboli, pendarahan subaracnoid dan pendarahan
intraserebral.
3. Epidemiologi stroke hemoragik
AS : ke – 3 setelah jantung dan kanker sekiat 700.000 orang pertahunnya,
WHO : 2000 orang dari 1,1 juta penduduk pada perkiaan tahun 2005
Dapat bertambah seiring peningkatan usia
Di indonesia : 4,3 persen stroke hemoragik menyebabkan kecacatan hebat di indonesia
stroke hemoragik menduduki peringkat ke-3 setelah penyakit jantung dan kanker pada
tahun 2007 sebanyak 8 persen dan 2013 meningkat menjadi 10 persen dan 45.000 orang AS
megalami pendarahan intraserebral.
4. Faktor resiko Stroke Hemoragik
Dapat di modifikasi : Penyakit jantung, DM, Alkoholik, dislipidemia dan perokok
Tidak dapat di modifikasi : laki laki lebih banyak dibanding wanita, karena wanita ada
hormon estrogen.
5. Klasifikasi Stroke hemoragik
- Perdarahan Intraserberal
Perdarahan intaserebral dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan intaserebral primer dan
perdarahan intraserebral sekunder. Perdarahan intraserbral primer disebabkan oleh
hipertensi kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibta pecahnya
pembuluh darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder terjadi aakibat adanya anomaly
vaskular congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulitis, maupun akibat obat-obat
antikoagulan. Diperkirakan sekitar 50% dari penyebab perdarahan intraserebral adalah
hipertensi kronik. 4
- Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid terjadi bila keluarnya darah ke ruang subarachnoid sehingga
menyebakan reaksi yang cukup hebat berupa sakit keapala yang hebat dan bahkan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat terjadi akibat pecahnya aneurisma
sakuler.
6. Patogenesis Stoke Hemoragik
Perdarahan intraserebral terjadi dalam 3 fase, yaitu fase initial hemorrhage, hematoma
expansion dan peri-hematoma edema. Fase initial hemmorhage terjadi akibat rupturnya
arteri serebral. hipertensi kronis, akan menyebabkan perubahan patologi dari dinding
pembuluh darah. Perubahan patologis dari dinding pembuluh darah tersebut dapat berupa
hipohialinosis, nekrosis fibrin serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Kenaikan tekanan
darah dalam jumlah yang mencolok dan meningkatnya denyut jantung, dapat menginduksi
pecahnya aneurisma, sehingga dapat terjadi perdarahan. Perdarahan ini akan menjadi awal
dari timbulnya gejala-gejala klinis (fase hematoma expansion). 1,2,12 Pada fase hematoma
expansion, gejala-gejala klinis mulai timbul seperti peningkatan tekanan intracranial.
Meningkatnya tekanan intracranial akan mengganggu integritas jaringan-jaringan otak dan
blood brain-barrier. Perdarahan intraserebral lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya
inflamasi sekunder dan terbentuknya edema serebri (fase peri-hematoma edema). Pada fase
ini defisit neurologis, yang mulai tampak pada fase hematoma expansion, akan terus
berkembang. Kerusakan pada parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
akan mengakibatkan peninggian tekanan intracranial dan menyebabkan menurunnya
tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang
keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-
neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya menjadi lebih tertekan dan defisit
neurologis pun akan semakin berkembang.

7. Gejala Stroke Hemoragik


Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulakan defisist neurologi yang bersifat akut, baik
deficit motorik, deficit sensorik, penurnan kesadaran, gangguan fungsi luhur, maupun gangguan
pada batang otak. 6
Gejala klinis dari stroke hemoragik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Gejala perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral umumnya terjadi pada usia 50-75 tahun. Perdarahan
intraserebral umunya akan menunjukkan gejala klinis berupa:
a. Terjadi pada waktu aktif
b. Nyeri kepala , yang diikuti dengan muntah dan penurunan kesadaran
c. Adanya riwayat hipertensi kronis
d. Nyeri telinga homolaterlal (lesi pada bagian temporal), afasia (lesi pada thalamus)
e. Hemiparese kontralateral
2. Gejala perdarahan subarachnoid
Pada perdarahan subarachnoid akan menimbulakan tanda dan gejala klinis berupa:
a. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak
b. Hilangnya kesdaran
c. Fotofobia
d. Meningismus
e. Mual dan muntah
f. Tanda-tanda perangsangan meningeal, seperti kaku kuduk.
8. Diagnosis Stroke Hemoragik4,5
1. Anamnesis
Pada anamnesa akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak, mulut mengot atau bicara pelo yang
terjadi secara tiba-tiba pada saat sedang beraktivitas. Selain itu, pada anamnesa juga perlu
ditanyakan penyakit-penyakit tedahulu seperti diabetes mellitus atau kelainan jantung. Obat-obatan
yang dikonsumsi, riwayat penyakit dalam keluarga juga perlu ditanyakan pada anamnesa.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi seperti tingkat kesadaran,
ketangkasan gerakan, kekuatan otot, refleks tendon, refleks patologis dan fungsi saraf kranial.
Refleks patologis dapat dijumpai pada sisi yang hemiparetik. Refleks patologis yang dapat dilakukan
pada tangan ialah refleks Hoffmann–Tromner. Sedangkan refleks patologis yang dapat dibangkitkan
di kaki ialah refleks Babinsky, Chaddock, Oppenheim, Gordon, Schaefer dan Gonda.4
3. Pemeriksaan Penunjang
- CT scan
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark
dengan stroke perdarahan. Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum
adalah didapatkan gambaran hipodens sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan
gambaran hiperdens. Pada intracranial hemorrhage, pada fase akut (<24 jam), gambaran
radiologi akan terlihat hyperdense, sedangkan jika fase subakut (24 jam – 5 hari) akan
terlihat isodense, sedangkan pada fase kronik (> 5hari) akan terlihat gambaran hypodense.
Perdarahan terjadi di intracerebral sehingga gambaran CSF akan terlihat jernih.
Subarachnoid Hemorrhage Pada subarachonid hemorrhage, gambaran radiologi akan
memperlihatkan ruangan yang diisi dengan CSF menjadi isodens.
- Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini sangat baik untuk menentukan adanya lesi di batang otak (sangat sensitif).
Secara umum juga lebih sensitif dibandingkan CT scan, terutama untuk mendeteksi
pendarahan posterior.
- Pemeriksaan Angiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi pada sistem karotis atau
vertebrobasiler, menentukan ada tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada
pembuluh darah.
- Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan ekstra kranial, menentukan ada
tidaknya stenosis arteri karotis.
- Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak ada CT scan atau MRI. Pada stroke perdarahan
intraserebral didapatkan gambaran LCS seperti cucian daging atau berwarna kekuningan.
Pada perdarahan subaraknoid didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark
tidak didapatkan perdarahan (jernih).
9. Tatalaksana Stroke Hemoragik
1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan resusitasi
serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini,
pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau
salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer
lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk
elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah
memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar
tetap tenang.
2. Stadium Akut
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan
intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah
harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg,
diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal
jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2
menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per
6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat,
posisi kepala dinaikkan 30º, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat
penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). 4,5,16
Terapi umum:
a. Letakkan kepala pasien pada posisi 30º, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi
tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya,
bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas
darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten).
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan
menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.
c. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg%
dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula
darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv
sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
d. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg,
diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan
obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg,
diastolik ≤70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4
jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi,
yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
e. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per
hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang
muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
f. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk
dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan
intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda
peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada perdarahan subaraknoid, dapat
digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous
malformation, AVM). 1,2,15
3. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder
training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan
penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien,
mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
b. Penatalaksanaan komplikasi,
c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi
kognitif, dan terapi okupasi,
d. Prevensi sekunder
e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning
10. Komplikasi stroke hemoragik
Depresi, ulkus dekubitus, atrofi otot
11. Prognosis
Jika score GCS nya rendah maka rpognosisnya buruk
Dan prognosisnya tergantung tingkat cedera atau les atau pendarahannya dan cepat atau
tidak tatalaksananya.
12. Pencegahan stroke hemoragik
Menjaga polamakan dan berolahraga

Ada pencegahan premordial dimana kita mencegah faktor resikonya dan pencegahan
modifikasi yaitu life stylenya dijaga, kurangin alkohol, kurangin garam dan manipuasi diri

Ada pencegahan primer dimana untuk penderita yang belum terkena stroke dengan
mencegah faktor resiko dan menjaga pola hidup sehat, pencegahan sekunder yaitu orang
yang sudah pernah stroke, maka dimodifikasi gaya hidup sehatnya untuk mencegak stroke
datang kembali, pencegahan tersier dimana untuk penderita stroke yang sudah lumpuh
maka dikendalikan tingkat psikologisnya dan melatih untuk dapat menjalani aktivitas sehari
harinya, terapi fisik dan terapi bicaranya serta mematuhi minum obatnya.

Anda mungkin juga menyukai