Anda di halaman 1dari 4

REVIEW JURNAL

RISPERIDONE VS OLANZAPINE DALAM PENGOBATAN SCHIZOFRENIA :

UJI KLINIS DOUBLE BLIND

Untuk memenuhi Tugas Farmakoterapi 3

Disusun Oleh :

Massoumeh Ebtekar I1C015072

Medi Khairun I1C016002

Nanda Ajeng Ramdhany I1C016006

Annisa Muslimah Annadhafah I1C016022

Bela Silfiana Anggraeni I1C016038

Lie Clarissa Jelita I1C016042

Adam Hamid I1C0160…

Ayu Mulya Subagia I1C016060

Ellyana Nur Handini I1C016074

M. Khoirul Fahmi I1C016092

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2019
1. TUJUAN
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membandingkan keamanan dan keefektifan
risperidone dibandingkan olanzapine pada pasien skizofrenia.

2. METODE
Secara acak dipilih 60 pasien wanita di bangsal penyakit kronis rumah sakit. Pasien diberikan
risperidone atau olanzapine (n = 30 dalam setiap kelompok). Pasien diidentifikasi skizofrenia menurut
diagnostik dan Statistik Manual Gangguan Mental, edisi ke-4. Riwayat perawatan sebelumnya yaitu
serangkaian FGA seperti chlorpromazine, haloperidol, trifluperazine dan perphenazine. Penelitian ini
menggunakan metode double-blind selama dua belas minggu.
Kedua obat diresepkan regimen: 1mg/hari risperidone atau 5mg/hari olanzapine pada awal hingga
2mg/hari risperidone dan 10mg/hari olanzapine di akhir minggu pertama. Peningkatan interval mingguan
2 mg untuk risperidone dan 5mg untuk olanzapine hingga maksimum 8mg dan 25mg untuk risperidone
dan olanzapine pada minggu ke lima. Pada minggu ke-5 dosis tetap dipertahankan hingga akhir
penelitian. Kriteria eklusinya yaitu diagnosis lain pada aksis I kecuali skizofrenia, penyakit medis atau
saraf, konsumsi SGA lain atau obat simultan seperti antidepresa, dan yang menggunakan antipsikotik
depot. Pasien dinilai dengan SANS dan SAPS pada titik awal (minggu 0), minggu keempat, kedelapan
dan dua belas.
Analisis Statistik
Analisis utama dilakukan sesuai dengan Intention-To-Treat (ITT), pendekatan Last-Observastion-
Carried-Forward (LOCF), dan menggunakan uji T. Sementara signifikansi statistik didefinisikan sebagai
nilai 2 sisi p ≤ 0,05, efektivitas pengobatan diuji T dan analisis varians pengukuran berulang (ANOVA)
yang membandingkan kedua kelompok selama dua belas minggu.

3. HASIL
Penilaian efektivitas antara olanzapine dan risperidone dilihat dari data pasien yaitu berdasarkan
usia saat penyakit terdiagnosis, lama penyakit, pasien yang tidak ada riwayat sebelumnya, pasien yang
mengalami gejala positif, gejala negatif, berdasarkan pengetahuan pasien, dan berdasarkan simpson
terakhir. Jumlah pasien yang diteliti yaitu masing-masing obat sebanyak 30 pasien. Penilaian efektivitas
antara olanzapine dan risperidone dilihat dari data pada Tabel 1 berikut.

Hasil menunjukan gejala negatif pasien skizofrenia hanya menunjukkan perbaikan yang
signifikan oleh olanzapine dengan nilai p<0,001. Sedangkan gejala positif baik olanzapine ataupun
risperidone secara signifikan efektif menangani perbaikan (p<0,0001 dan p< 0,001). Olanzapin memiliki
afinitas berikatan yang tinggi dengan reseptor dopamine (D2) dijalur mesolimbik sebagai antagonis
sehingga dapat menghalangi aksi dopamine yang memiliki aksi pada reseptor pasca-sinaptik. Efek pada
reseptor D2 mengarah pada penurunan gejala positif pada pasien, termasuk halusinasi, delusi, dan ucapan,
pikiran, dan perilaku yang tidak teratur (Tollens et al., 2018). Begitu juga dengan risperidone yang
mempunyai afinitas terhadap reseptor dopamine (ÜÇOk & Gaebel, 2008). Penilaian SAI menunjukkan
peningkatan signifikan pada olanzapine (p<0,02) dan risperidone tidak signifikan (p<0,31). Pada SAS
menunjukan intensifikasi efek samping ekstrapiramidal kenaikan sekitar 31,91% dan 12,19% ditunjukan
dengan nilai p pada risperidon (p<0,0001) dan olanzapin (p<0,06). Hal tersebut disebabkan karena kedua
obat tersebut dapat berikatan dengan reseptor dopamine (D2) yang dapat menyebabkan terjadinta efek
samping ekstrapiramidal (Divac et al., 2014).

Gambar 1 menunjukkan penurunan skor total rata-rata SAPS adalah risperidone 5,65% dan
olanzapine 13,59%. Sedangkan, gambar 2 menunjukkan peningkatan gejala negatif sekitar 2,23%
risperidone dan 7,41% olanzapine.

Analisis melalui uji-T pada minggu ke dua belas mengungkapkan keunggulan signifikan
olanzapine dibandingkan risperidone mengenai SANS (p<0,04) dan SAPS (p<0,001) Peningkatan SANS
pada olanzapine lebih besar dibandingkan dengan risperidone karena olanzapin bekerja pada reseptor
serotonin 5HT2A dengan afinitas yang tinggi di korteks frontal sebagai antagonis. Serotonin dihambat
akan menurunkan gejala negatif berupa anhedonia, efek datar, alogia, avolition, kurang perhatian
terhadap sekitar dan tidak mau bergaul (Tollens et al., 2011). Dosis rata-rata risperidone dan olanzapine
adalah 6,32±1,68mg/hari dan 20,49±4,51mg/hari. Efek samping ekstrapiramidal 16,66% pasien
kelompok olanzapine dan 48,33% pada kelompok risperidone (p<0,03). Kenaikan berat badan secara
signifikan pada kelompok olanzapine (46,66%) dibandingkan risperidone (16,66%) (p <0,03) karena
berkaitan dengan afinitas pada reseptor serotonin, dopamine, histamine, dan muskarinik
(Madhubhashinee et al., 2017). Kenaikan berat badan rata-rata sekitar 0,7±0,2 kg pada kelompok
risperidone dan 3,4±0,8 kg pada kelompok olanzapine (p<0,0001).

4. PEMBAHASAN
Terlepas dari kenyataan bahwa obat antipsikotik efektif dalam pengobatan skizofrenia akut dan
untuk terapi pemeliharaan serta gangguan psikotik lainnya. SGA tidak jauh berbeda dalam hal
farmakokinetik, khasiat/efektivitas, namun pemberian kepada pasien harus dilihat dari segi respon dan
tolerabilitas. Respon yang berbeda ini menandakan bahwa tidak ada antipsikotik lini pertama yang cocok
untuk semua gangguan psikotik. Sementara itu, FGA dan SGA adalah golongan yang berikatan dengan
reseptor dopamin D2 dalam sifat farmakologisnya dengan perbedaan yaitu tingkat selektivitas dan
pengenalan agonisme parsial yang lebih baru sebagai variasi pada subjek, sangat dipahami bahwa obat-
obatan ini tidak menjangkau ke semua spektrum terhadap penyakit ini, juga tidak semua pasien dapat
merespons obat-obatan ini. Oleh karena itu tetap ada kebutuhan pasien yang sangat besar yang tidak
terpenuhi, dan perlunya pendekatan baru untuk mengendalikan obat-obat tersebut. Menurut penilaian
secara komparatif pasien yang diuji adalah pasien yang telah gagal diterapi dengan SGA. Lalu secara
acak digantikan dengan SGA yang berbeda menunjukkan bahwa kasus yang diubah menjadi risperidon
atau olanzapin lebih baik daripada yang telah dilakukan sebelumnya. beralih ke quetiapin atau ziprasidon.
Keefektifan yang lebih baik ini telah didukung oleh survei baru yang telah membandingkan sejumlah
SGA dengan FGA dan menyimpulkan bahwa kecuali clozapin yaitu hanya olanzapine, risperidone, dan
amisulpride yang lebih unggul daripada FGA secara efikasi dan sekali lagi oleh satu penelitian yang
membandingkan SGA di antara mereka yang mengusulkan bahwa risperidon dan olanzapin mungkin
lebih efektif daripada yang lain, dan tidak ada perbedaan yang signifikan di antara yang lain dari segi
efektivitas. Hal ini menunjukkan bahwa jika seorang pasien belum mencoba risperidon atau olanzapin
sejauh ini, hal tersebut akan menjadi pilihan rasional untuk beralih ke obat-obatan risperidon atau
olanzapin asalkan efek samping yang lebih kecil.
Menurut hasil penilaian saat ini, kedua antipsikotik itu efisien dalam mengurangi ketatnya gejala
psikotik umum, meskipun pasien yang diobati dengan olanzapine menunjukkan hasil yang sedikit lebih
memuaskan dibandingkan dengan obat atipikal lain, berdasarkan peningkatan yang lebih baik pada
SANS, SAPS dan sampai batas tertentu SAI, dan jumlah amplifikasi SAS yang lebih sedikit. Menurut
hasil penilaian saat ini, kedua antipsikotik itu efisien dalam mengurangi gejala psikotik secara umum,
meskipun pasien yang diobati dengan olanzapine menunjukkan hasil yang sedikit lebih memuaskan
dibandingkan dengan obat atipikal lain, hal tersebut dilihat berdasarkan peningkatan yang lebih baik pada
SANS, SAPS dan sampai batas tertentu SAI, dan jumlah amplifikasi SAS yang lebih sedikit. Pasien yang
dirawat oleh olanzapine merespons dengan peningkatan setidaknya 20% pada SANS dan SAPS. Uji coba
diatas, juga menceritakan bahwa jumlah yang jauh lebih besar dari kasus yang dirawat oleh olanzapine
menunjukkan peningkatan yang luar biasa dalam Skala Gejala Positif dan Negatif (PANSS), peningkatan
yang superior dalam SANS dan yang terasa lebih kecil dari efek samping ekstrapiramidal. Sebaliknya,
ada uji coba lain dengan hasil variabel. Misalnya, dalam sebuah studi untuk membandingkan risperidone
dengan olanzapine dalam pengelolaan pasien yang menderita gangguan schizoafektif atau skizofrenia,
tidak ada perbedaan substansial pada subjek efektivitas atau efek samping ekstra-piramidal yang terlihat
jelas.

5. KESIMPULAN
Kedua antipsikotik atipikal sangat penting dalam manajemen schizophrenia yang menunjukkan
bahwa olanzapine lebih efektif dibandingkan dengan risperidone.

6. DAFTAR PUSTAKA
Dayabandara, M., Hanwella, R., Ratnatunga, S., Seneviratne, S., Suraweera, C. and de Silva, V.A., 2017.
Antipsychotic-associated weight gain: management strategies and impact on treatment
adherence. Neuropsychiatric disease and treatment, 13, p.2231.
Divac, N., Prostran, M., Jakovcevski, I. and Cerovac, N., 2014. Second-generation antipsychotics and
extrapyramidal adverse effects. BioMed research international, 2014.
Shafti, S. S., & Gilanipoor, M. 2018. Risperidone vs olanzapine in treatment of schizophrenia: a double
blind clinical trial. MOJ Addict Med Ther, 5(2), 66-71.
Tollens F, Gass N, Becker R, Schwarz AJ, Risterucci C, Künnecke B, Lebhardt P, Reinwald J, Sack M,
Weber-Fahr W, Meyer-Lindenberg A, Sartorius A. The affinity of antipsychotic drugs to
dopamine and serotonin 5-HT2 receptors determines their effects on prefrontal-striatal functional
connectivity. Eur Neuropsychopharmacol. 2018 Sep;28(9):1035-1046.
ÜÇOk, A.L.P. and Gaebel, W., 2008. Side effects of atypical antipsychotics: a brief overview. World
psychiatry, 7(1), pp.58-62.

Anda mungkin juga menyukai