Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang


membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva menghubungkan
antara bola mata dan kelopak mata. Konjungtiva divaskularisasi oleh arteri ciliaris
anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan
bersama banyak vena1

Pterigium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah beriklim


panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor
yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat dengan ekuator yaitu daerah <37⁰
lintang utara dan selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi mencapai 22% di daerah
dekat ekuator dan <2% pada daerah di atas lintang 400. Hubungan ini terjadi
untuk tempat-tempat yang prevalensinya meningkat dan daerah-daerah elevasi
yang terkena penyinaran ultraviolet untuk daerah di bawah garis lintang utara ini1

Gambar 1 anatomi konjungtiva1

Di daerah tropis seperti Indonesia, dengan paparan sinar matahari tinggi,


risiko timbulnya pterigium 44x lebih tinggi dibandingkan daerah non tropis,
dengan prevalensi untuk orang dewasa >40 tahun adalah 16,8%, laki-laki 16,1%,
dan perempuan 17,6%. Hasil survei morbiditas oleh Departmen Kesehatan
Republik Indonesia pada tahun 19931996, angka kejadian sebesar 13,9% dan
menempati urutan kedua sebagai penyakit mata1. Di Sulawesi Selatan, pterigium
menduduki peringkat kedua dari sepuluh macam penyakit utama dengan insidens
sekitar 8,2% 2.

Hingga saat ini etiologi pasti pterigium masih belum diketahui secara
pasti. Beberapa faktor resiko pterigium antara lain adalah paparan ultraviolet,
mikro trauma kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus. Selain itu beberapa
kondisi kekurangan fungsi lakrimal film baik secara kuantitas maupun kualitas,
konjungtivitis kronis dan defisiensi vitamin A juga berpotensi timbulnya
pterigium3
BAB II

LATAR BELAKANG

A. Definisi
Pterigium adalah suatukondisi degenerasi elatoik subkonjungtiva.
Merupakansuatu perluasan pinguekula ke kornea, seperti daging berbentuk
segitiga, danumumnya bilateral di sisi nasal. Keadaan ini diduga merupakan
suatufenomena iritatif akibat sinar ultra violet, lingkungan yang kering,
danberangin5
Pterigium merupakan suatu pertembuhan fibrovaskular konjungtiva
yang bersifat degenerative dan infasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak
pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtivayang meluar ke
kornea berbentuk segitig dengan puncang di bagian sentral atau di daerah
kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, akan berwarna
merah dapat mengenai kedua mata.4

B. Etiologi
Pterigium di duga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar
matahari, dan udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan
di duga merupakan suatu neoplasma, radang, dan degenerasi4

C. Epidemiologi
Prevalensi kejadian pterigium akan meningkat dengan umur, terutama
dekade ke 2 dan 3 kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20-49 tahun.
Pterigium rekuren sering terjadi pada umur muda dibandingkan dengan umur
tua. Laki-laki 4 kali lebih berisiko daripada perempuan dan berhubungan
dengan merokok, pendidikan rendah dan riwayat paparan lingkungan di luar
rumah3

D. Klasifikasi
Berdasarkan stadium pterigium dibagi menjadi 4 derajat yaitu4:
1. Derajat I : jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
2. Derajat II : jika pterigium sudah melewati limbus dan belum mencapai
pupil, tidak lebih dari 2 mm melewati kornea.
3. Derajat III : jika pterigium sudah melebihi derajat II tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil
sekitar 3-4 mm).
4. Derajat IV :jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.
Gambar 2, Stadium Pterigium

E. Tanda dan Gejala


Gejala klinis pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa
keluhan sama sekali. Beberapa keluhan yang sering dialami pasien seperti
mata sering berair dan tampak merah, merasa seperti ada benda asing, dapat
timbul astigmatisme akibat kornea tertarik, pada pterigium lanjut stadium 3
dan 4 dapat menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam penglihatan
menurun. Pterigium memiliki tiga bagian4 :
1. Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada
kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area ini menginvasi dan
menghancurkan lapisan Bowman pada kornea. Garis zat besi (iron
line/Stocker’s line) dapat dilihat pada bagian anterior kepala. Area ini
juga merupakan area kornea yang kering.
2. Bagian whitish.Terletak langsung setelah cap, merupakan sebuah lapisan
vesikuler tipis yang menginvasi kornea seperti halnya kepala.
3. Bagian badan atau ekor, merupakan bagian yang mobile (dapat bergerak),
lembut, merupakan area vesikuler pada konjungtiva bulbi dan merupakan
area paling ujung. Badan ini menjadi tanda khas yang paling penting
untuk dilakukannya koreksi pembedahan.

F. Penegakan Diagnosa Pterigium


Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaanfisik.
1. Anamnesis
Penegakan diagnosis pada pterigium umumnya pada anamnnesis di
dapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah, gatal, mata sering
berair, ganguan penglihatan. Selain itu perlu juga ditanyakan adanya
riwayat mata merah berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan
pada daerah dengan pajanan sinar mathari yang tinggi, serta dapat pula
ditanyakan riwayat trauma sebelumnya4.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik mata, inspeksi pterigium terlihat sebagai jaringan
fibrovaskular pada permukaan konjuntiva. Pterigium dapat memberikan
gambaran yang vaskular dan tebal tetapi ada juga pterigium yang
avaskuler dan flat. Perigium paling sering ditemukan pada konjungtiva
nasal dan berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat pula ditemukan
pterigium pada daerah temporal. Pemeriksaan tambahan yang dapat
dilakukan pada pterigium adalah topografi kornea untuk menilai seberapa
besar komplikasi berupa astigmatisme ireguler yang disebabkan oleh
pterigium4.
Diagnosis banding
1. Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan
pada orangtua, terutama yang matanya sering mendapatkan rangsangan
sinar matahari, debu, dan angin panas. Yang membedakan pterigium
dengan pinguekula adalah bentuk nodul, terdiri atas jaringan hyaline dan
jaringan elastic kuning, jarang bertumbuh besar, tetapi sering meradang4.
Gambar 3, pinguekula
2. Pseudopterigium
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang
cacat.Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak
kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterigium juga
sering dilaporkan sebagai dampak sekunder penyakit peradangan pada
kornea.Pseudopterigium dapat ditemukan dibagian apapun pada kornea
dan biasanya berbentuk oblieq4.

Gambar 4, pseudopterigium
G. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Pada pterigium derajat 1‐2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat di
berikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari
selama 5‐7 hari. Di perhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid
tidak di benarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau
mengalami kelainan pada kornea4.
2. Bedah
Pada pterigium derajat 3‐4 dilakukan tindakan bedah berupa eksisi
pterigium. Sedapat mungkin setelah eksisi pterigium maka bagian
konjungtiva bekas pterigium tersebut ditutupi dengan cangkok
konjungtiva yang diambil dari konjugntiva bagian superior untuk
menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium
yaitu memberikan hasil yang baik secara kosmetik, mengupayakan
komplikasi seminimal mungkin, angka kekambuhan yang rendah.
Penggunaan Mitomycin C (MMC) sebaiknya hanya pada kasus pterigium
yang rekuren,mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup
berat4
3. Konseling dan edukasih
Lindungi mata dengan pterigium dari sinar matahari, debu, dan
udarakering dengan kacamata pelindung4.
4. Criteria rujukan
Pterigium derajat 3-4

H. Prognosis
- Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan
- Bonam-Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap
fungsi organatau fungsi manusia dalam melakukan tugasnya
- Bonam-Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh
totalsehingga dapat beraktivitas seperti biasa :ad bonam4
BAB III

REFLEKSI KASUS

A. Identitas pasien
Nama : ny. hamsia
Umur : 42 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : URT
Alamat : Jl. Sukarno hata
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Periksa : 19 september 2019
Tempat Pemeriksaan : Poli Mata RSUD UNDATA
B. Anamnesis Keluhan Utama
Mata merah dan terasa tidak nyaman pada mata kiri
Anamnesis Terpimpin
Seorang pasien Perempuan usia 42 tahun, datang ke Poli Mata RSUD
UNDATA dengan keluhan mata merah dan rasa tidak nyaman pada mata kiri.
Keluhan ini dialami sejak kurang lebih 2 hari yang lalu, ketika bercermin
pasien melihat seperti ada sesuatu yang tumbuh pada mata kiriya. Awalnya
kecil yang lama kelamaan makin mendekati bagian mata hitam pasien. Pasien
kadang merasakan mata berair, terasa panas (+), nyeri (-), Gatal (-), pasien
juga tidak mengeluhkan rasa silau, tidak ada kotoran mata, ataupun tidak ada
penurunan penglihatan. Pasien biasa mengucek matanya dan sering terkena
debu ataupun paparan sinar matahari
Riwayat penyakit dahulu
HT (-), DM (-), Kolesterol (-), Merokok (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada
Riwayat pemakaian kacamata
Tidak ada
Riwayat Pengobatan
Tidak ada

C. STATUS GENERAL
Kesadaran : compesmentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,7
Respirasi Rate : 20x/ menit

D. Status Lokalisasi Oftalmologis


1. Pemeriksaan inspeksi
OD OS
Palpebra Edem(-) Edem (-)
Silia Secret (-) Secret (-)
Apparatus Lacrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+), terdapat
jaringan fibrovaskular
dari tepi limbus hingga
tepi kornea
Bola mata Normal Normal
Kornea Jernih Jernih
Bilik mata depan Kesan normal Kesan normal
Iris Coklat, kripte Coklat, kripte (+)
(+)
Lensa Jernih Jernih
2. Pemeriksaan palpasi
Palpasi OD OS
TIO Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Nyeri tekan + +
Tumor Massa (-) Massa (-)
3. Tonomettri
Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Visus
VOD : 6/6
VOS : 6/6
5. Pemeriksaan Slit Lamp
SLOD : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih (+), MBD kesan normal,
iris coklat kripte (+), pupil bulat sentral, RCL (+), lensa jernih.
SLOS : Konjungtiva terdapat jaringan fibrovaskular dari tepi limbus
sampai ke tepi korne, konjungtiva hiperemis (+), kornea jernih, BMD
kesan normal, iris coklat kripte (+), pupil bulat sentral, RCL (+), Lensa
jernih.

E. Resume
Seorang pasien perempuan usia 42 tahun, dating ke Poli Mata RSUD
UNDATA dengan keluhan mata merah (+), mata berair (+, mata terasa panas
(+) dan rasa tidak nyaman pada mata kiri. Pada pasien lacrimasi (-), secret (-),
penurunan visus (-), keluhan ini di alami sejak kurang lebih 2 hari yang lalu.
Riwayat penyakit sistemik (-), riwayat pengobatan tidak ada.
Pada oftalmologi visus ditemukan VOD : 6/6, VOS : 6/6. Selain itu
pada OS konjungtiva hiperemis dan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga
yang suda melewati limbus tapi belum mencapai pupil.

F. Diagnose Kerja
OS Pterigium Grade II
G. Diagnosa Banding
 Pseudopterigium
 Pinguekula
 Episkleritis nodular

H. Terapi
Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya, rencana pengobatan,
juga komlikasi yang bisa terjadi
- Menyarankan pakai kaca mata hitam atau topi lebar saat beraktifitas di
luar rumah saat siang hari agar tidak terpapar langusung dengan sinar
matahari
Medikamentosa

I. Prognosa
Quo ad vitam : bonam
Qua ad sanationam : dubia ad bonam
Qua ad functionam : dubia ad bonam
Qua ad cosmeticam : dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Pterigium merupakan kelainan pada konjungtiva bulbi berupa


pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif.
Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah
kornea. Gejala yang timbul adalah mata merah, gatal, panas, perih, dan mata
kabur pada satu mata atau kedua mata, timbulnya bentukan daging yang menjalar
ke kornea.4 Pandangan mata kabur dapat disebabkan oleh kelainan yang timbul
mulai dari bagian mata anterior, mata posterior, dan jaras visual neurologik. Jadi,
harus dipertimbangkan terjadinya pengeruhan atau gangguan pada media,
perdarahan dalam vitreus, gangguan fungsi retina, nervus optikus atau jaras visual
intrakranial atau pembentukan fibrovaskular6

Pada anamnesis didapatkan keluhan mata kiri mengganjal dan berselaput


secara perlahan selama ±2 hari terakhir. Keluhan lain yang dirasakan pasien
adalah mata sering berair dan terasa panas, merah jika terkena debu. Keluhan
subjektif penderita pterigium bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai
timbulnya gejala berupa adanya bayangan hitam di depan mata, sesuatu yang
mengganjal, perih, gatal, dan sering keluar air mata. Gatal atau perih dapat terjadi
bila terjadi iritasi pada pterigium 6

Perasaan yang mengganjal bisa diakibatkan adanya peradangan di


palpebra, adneksa, ataupun segmen anterior. Pada pasien tidak ditemukan adanya
edema pada palpebra dan adneksa, ataupun peradangan pada konjungtiva. Tidak
ditemukan adanya sekret yang berlebih. Pada pasien ditemukan adanya penebalan
konjungtiva bulbi hingga kornea dimana hal ini dapat mengakibatkan ada rasa
ganjalan pada mata saat berkedip 6

Pada pemeriksaan dengan menggunakan penlight didapatkan pada Okuli


Dekstra (OD): kornea jernih, permukaan rata, Kamera Okuli Anterior (KOA)
kedalaman cukup dan lensa jernih, OS (Okuli Eksterna): kornea jernih,
permukaan tidak rata ditutupi oleh selaput putih berbentuk segitiga yang
puncaknya melewati limbus <2 mm), KOA kedalaman cukup dan lensa jernih.
Gambaran ini muncul akibat beberapa faktor risiko seperti herediter, sinar UV dan
inflamasi kronik. Faktor tersebut kemudian akan mengganggu keseimbangan
oksidanantioksidan tubuh sehingga akan merubah struktur jaringan konjungtiva6

Pada penderita ini didiagnosa mata kiri pterigium stadium II okulus


sinistra bagian nasal, karena pterigium berada di bagian nasal dengan puncak
melewati limbus dan kurang dari 2 mm. Pertumbuhan jaringan pada konjungtiva
bulbi bisa diakibatkan oleh suatu penyakit akibat pinguekula, pseudopterigium,
dan pterigium. Pinguekula dapat disingkirkan karena dapat di tepis dari bentuk
pingekuela yang bentuk puncak segitiganya berada di nasal, berkebalikan dengan
pterigium. Sedangkan pseudopterigium dapat ditepis karena pasien tidak memiliki
riwayat trauma pada mata sebelumnya dan uji sonde (-).6 Pterigium merupakan
diagnosis yang tepat pada pasien ini karena tampak penebalan pada konjungtiva
bulbi dari arah temporal yang berbentuk segitiga dengan bagian puncak pterigium
hampir melewati pinggir pupil. Tampakan klinis ini merupakan gambaran khas
dari Pterigium, yang pertumbuhannya biasanya dari arah nasal (paling sering) dan
dari arah temporal dengan apex atau puncaknya tumbuh ke arah sentral (ke arah
kornea).

Penanganan yang diberikan pada penderita ini meliputi pemberian tetes


mata............. Penatalaksanaan pada pasien ini dinilai sudah tepat, Pada pterigium
yang ringan, tidak perlu diobati. Untuk pterigium derajat 1-2 yang mengalami
inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid
6 kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa penggunaan kortikosteroid
tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau
mengalami kelainan pada kornea.2,4 Pada pasien tidak terdapat gangguan
penglihatan sehingga tidak memerlukan tindakan operatif6.

Apabila pterigium mencapai grade 3-4, akan ditemukan gangguan


penglihatan sehingga diperlukan tindakan operatif. Teknik pembedahan pterigium
dapat dilakukakan dengan beberapa cara yaitu Bare sclera berupa tidak adanya
jahitan dan benang absorabable yang digunakan untuk melekatkan konjungtiva ke
supervisial sclera didepan insersi tendon rectus, Simple closure berupa tepi
konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika hanya defek konjungtiva
sangat kecil), Sliding flap berupa suatu insisi berbentuk L dibuat di sekitar luka
kemudian flap konjungtiva digeser untuk menutup defek, Rotational flap berupa
insisi berbentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah konjungtiva yang
dirotasi pada tempatnya, Conjungtiva graft berupa suatu free graft biasanya dari
konjungtiva superior, dieksisi sesuai dengan besar luka dan kemudian dipidahkan
dan dijahit, Amnion membran transplantasi yaitu mengurangi frekuensi rekuren
dan mengurangi fibrosis, Lamellar keratoplasty berupa terapi baru dengan
menggunakan gabungan angiostatik dan steroid. Teknik yang dapat digunakan
adalah teknik bare sclera karena pada teknik operasi ini tidak perlu dilakukan
pejahitan meskipun tingkat rekuren masih sekitar 40-50%6

Prognosis pada penderita ini adalah ad bonam. Pterigium dapat tumbuh


secara progresif ataupun statik. Tidak terdapat data atau perkiraan pasti kapan
pterigium akan berkembang. Umumnya pterigium bertumbuh secara perlahan atau
bahkan tidak tumbuh sama sekali dan jarang sekali menyebabkan kerusakan yang
bermakna. Oleh karena itu prognosis pada kasus ini adalah baik.

Pada penderita ini dianjurkan untuk selalu memakai kacamata pelindung


atau topi pelindung bila keluar rumah. Selain itu juga diharapkan agar penderita
sedapat mungkin menghindari faktor pencetus timbulnya pterigium seperti sinar
matahari dan debu. Hal ini sesuai kepustakaan bahwa untuk mencegah pterigium
terutama bagi mereka yang sering beraktifitas di luar rumah dapat menggunakan
kacamata atau topi pelindung untuk menghindari kontak dengan sinar matahari,
debu, udara panas dan angin6
BAB V

KESIMPULAN

Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang


bersifat degeneratif dan invasif. Prognosis pada kasus ini adalah ad bonam.
Umumnya pterigium bertumbuh secara perlahan dan jarang sekali menyebabkan
kerusakan yang bermakna sehingga prognosis pada kasus adalah baik. Keluhan
belum mengganggu penglihatan sehingga dilakukan pengobatan secara
konservatf. Tindakan pembedahan baru dapat dipilih setelah terdapat gangguan
pada penglihatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Syintia, djajaksuli., Syawal, Rukiyah., dkk. 2010. The Profile of Tear Mucin
Layer and Impression Cytology in Pterygium Patients. Jurnal Oftalmologi
Indonesia.Vol. 7., N0. 4 Desember 139-143

2. Putri, Gladis Clara Dea. 2015. Pterigium Oculi Dextra stage III. Volume 2.
Nomor 1. Februari

3. Spm., Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas., SpM., dr.Sri Rahayu Yulianti. 2015. Ilmu
Penyakit Mata. Badan penerbit fakultas kedokteran universitas Indonesia.
Jakarta

4. Lestari, Dwi Jayanti Tri., Sari, Dian Resita., 2017., Pterigium Derajat IV
pada Pasien Geriatri. Bagian Ilmu Kesehatan Mata, Rumah Sakit Abdul
Moeloek, Provinsi Lampung., volume 1., nomor 7

5. Novitasari., dr. Andra., 2015., Buku Ajar Sistem Indra Mata. Fakultas
Kedokteran Universitas Muhamadiyah Semarang

6. Aninda, Melly., Wibowo, Adityo., 2017., Wanita Usia 48 Tahun dengan


Pterigium Stadium 2., Fakultas Kedokteran Universitas lampung., Volum 7
Nomor 3
ILMU KESEHATAN MATA Laporan Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN September 2019

UNIVERSITAS TADULAKO

Pterigium Stadum II

Disusun Oleh :

Nur Evayanti

N111 17 140

Pembimbing

dr. Neneng H. S. Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU 2019

Anda mungkin juga menyukai