Anda di halaman 1dari 20

SKENARIO

Cidera Bermain Bola

Pasien laki – laki berusia 25 tahun datang ke UGD RS Unila dengan keluhan nyeri
hebat pada bagian belakang pergelangan kaki kanan. Tiga jam sebeum masuk rumah
sakit saat bermain bola tiba – tiba pasien langsung teratuh dan merasakan sakit pada
bagian betis bawah. Saat berjalan pasien merasakan lutut kanan tidak stabil.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan Darah 110/70 mmHg, Nadi 100x/menit,
Pernafasan 20x/menit, Suhu 36,2 C. Pemeriksaan pergelangan kaki kanan bagian
belakang didapatkan edema, nyeri tekan (+). Deformitas (-). Dilakukan test
Thompson Simmonds, plantar fleksi kaki kanan (-). Lalu pasien dirujuk ke dokter
bedah orthopedi dengan membawa hasil pemeriksaan radiologi dan disarankan
dilakukan penyambungan tendon yang putus. Pasien bertanya “kapan saya bisa
bermain bola lagi dokter?”

STEP 1: Mencari kata sulit.

1. Test Thompson Simmonds = test yang digunakan yg digunakan untuk


memeriksa ekstremitas untuk menguji ada tidaknya ruptur tendon achilles.

2. Plantar flexi = Gerakan meluruskan kaki / ekstensi kaki.

STEP 2: Merumuskan masalah.

1. Apa diagnosis dan diagnosis banding dari pasien tersebut?

2. Bagaimana etiologi dari penyakit yang diderita pasien tersebut?

3. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit tersebut?

4. Bagaimana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan


diagnosis penyakit tersebut?
5. Apa saja faktor risiko dari penyakit tersebut?

6. Bagaimana komplikasi dari penyakit tersebut?

7. Bagimana tatalaksana, dan kapan pasien bisa bermain bola lagi?

STEP 3: Brainstorming.

1. Berdasarkan skenario didapatkan pergelangan kaki kanan pasien terdapat edema,


pada saat dilakukan tes Thompson Simmonds tidak terdapat plantar fleksi pada
kaki kanan pasien. Diagnosis: Ruptur Tendon Achilles.

Pasien juga merasakan lutut kanan tidak stabil. Diagnosis: Anterior Cruciate
Ligament Injury.

Ruptur Tendon Achilles

Tendon achilles atau tendon calcaneus adalah tendon pada bagian belakang
tungkai bawah dan fungsinya untuk meletakkan otot gastronemius dan otot soleus
ke salah satu tulang penyusunan pegelangan kaki, calcaneus. Tendon achilles
berasal gabungan dari tiga otot yaitu gastrocnemius,soleus,dan otot plantaris kaki.

Ruptur adalah putusnya suatu organ atau jaringan. Ruptur tendo Achilles adalah
putusnya tendo Achilles atau cedera yang mempengaruhi bagian bawah
belakang kaki.

Diagnosis Banding:
 Achilles tendoncitis: Cedera ini biasanya terjadi saat kontraksi kuat dari
otot seperti ketika berjalan/ berlari, achiles tendoncitis adalah sebuah
strain kekerasan yang dapat membuat trauma tendon achilles dan betis.
Untuk menyingkirkan dd tersebut, Achilles tendoncitis merupakan salah
satu inflamasi, pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda inflamasi seperti
kalor, dolor, rubor, tumor.

 Achilles tendinopathy atau tendonosis: Kronis yang berlebihan bisa


berpengaruh pada perubahan tendon achilles yang jugamenyebabkan
degenerasi dan penebalan tendon.

 Paratendinitis akut: Peradangan akut dan pembengkakkan di dalam


paratendo.

2. Etiologinya
 Dorsofleksi yag pasif. Pada skenario pasien bermain bola, bisa terjadi saat
kontraksi yang berlebihan.
 Aliran darah yang kurang dapat memperbesar resiko terjadinya rupture
tendon Achilles.
 Obesitas dapat juga menjadi faktor terjadinya ruptur tendon achilles.
 Peningkatan faktor aktifitas, seperti berlari. Bisa terjadi sewaktu
pemanasan yang tidak diimbangi waktu relaksasi.
 Ketidaknyamanan saat menggunakan alas kaki.
 Fleksibilitas tendon yang rendah.

3. Manifestasi Klinis:
 Adanya rasa sakit mendadak pada pergelangan kaki.
 Adanya bengkak dan memar.
 Tumit tidak bisa digerakkan naik dan turun.

Tingkatan derajat keparahan rupture tendon Achilles:

 Tipe I, rupture parsial ≤ 50%


 Tipe II, rupture komplit dengan celah tendon ≤ 3 cm.
 Tipe III, rupture komplit dengan celah tendon 3-6 cm.
 Tipe IV, rupture komplek dengan defek >6 cm.

4. Pemeriksaan Fisik.
Look : Ada pembengkakan pada bagian pergelangan kaki.
Feel : Ada rasa sakit pada pergelangan kaki, ada nyeri tekan.
Move : Tidak bisa plantar fleksi.

Thompson test

 Posisi pasien tengkurap, kemudian betis pasien diremas.


 Apabila tendo achilles normal, maka akan terjadi plantar fleksi tendo
Achilles. Namun apabila terjadi ruptur, maka tidak ada pergerakan.
Obrien’s Test
 Posisi pasien tengkurap, kemudian pada daerah midline 10 cm proksimal
daricalcaneus masukkan jarum berukuran 25.
 Lakukan gerak dorso fleksi secara pasif, apabila gerak jarum seperti
plantar fleksi pertanda bahwa tendo achilles tidak mengalami cedera.
 Bila jarum tidak bergerak, menandakan tendo achilles yang mangalami
ruptur.
 Tidak disarankan untuk dilakukan pada pasien dalam keadaan sadar

Copeland Test

 Posisi pasien tengkurap, kemudian pada betis dipasang sphygomamometer


dan dipompa 100 mmHg.
 Pergelangan kaki dilakukan dorsofleksi secara pasif.
 Apabila tendo utuh, maka tekanan akan naik sekitar 35-60 mmHg. Namun
bila tendo mengalami ruptur, tekanan hanya naik sedikit atau tidak
bergerak sama sekali.
Tes Matles

Posisi pasien pronasi, lutut fleksi 90o pada ankle yang tendon achilesnya ruptur,
maka posisinya akan lebih dorsofleksi dibanding sisi yang normal. Hal ini karena
tidak ada tegangan tendon yang menghubungkan kompleks otot gastrocnemius
soleus dengan kalkaneus, sehingga efek gravitasi membuat kaki lebih dorsofleksi
pada bagian yang cedera.

Pemeriksaan Penunjang

 Foto Rontgen
Untuk mengidentifikasi secara tidak langsung robekan tendon Achilles.
 MRI
Untuk membedakan rupture tidak lengkap dan degenerasi dari tendon
Achilles.
MRI bias membedakan paretonitis, tendinosis, bursitis.
 Muskuloskeletal USG
Untuk menentukan ketebalan tendon, karakter, dan adanya robekan.

5. Faktor Risiko
 Umur: Usia puncak untuk ruptur tendon Achilles 30 sampai 40.
 Jenis Kelamin: Ruptur tendon Achilles hingga lima kali lebih
mungkin terjadi pada pria dibandingkan pada wanita.
 Obesitas: Pound ekstra dapat meningkatkan stres ditempatkan pada
Achilles tendon
 Olahraga yang berlebihan
 Obat-obatan: kortikosteroid dan antibiotic dapat meningkatkan risiko
rupture tendon Achilles
 Trauma benda tajam
 Penyakit tertentu: Arthritis, DM.
6. Komplikasi
 Tatalaksanannya salah satunya rekonstruksi bedah, bila tendonnya terlalu
tegang dapat membuat masalah, dan terlalu renggang bisa mengakibatkan
gerakan tidak adekuat.
 Komplikasi rupture tendon Achilles yaitu infeksi. Infeksi adalah adanya
suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai dengan
gejala klinis masuk dan berkembang biaknya bibit penyakit atau parasit
mikroorganisme kedalam tubuh manusia. Penyakit yang disebabkan oleh
suatu bibit penyakit seperti bakteri, virus, jamur dan lain-lainnya.

7. Tata Laksana.
Konservatif.
 Imobilisasi langsung untuk ruptur tendo Achilles baik secara
parsial,maupun seluruhnya.
 Latihan bergerak sangan penting dalam proses pemuliahn rupture tendo
Achilles
 Pemakaian boot orthosis yang bisa dilepas dengan sisipan untuk tumit
agar ujung tendon dapat berdekatan bersama-sama. Kelebihan dari
pemakaian boot ini adalah pasien dapat bergerak.
 Pada robekan parsial dilakukan pemasangan gips sirkuler di atas lutut
selama 4-6minggu dalam posisi fleksi 30°-40° pada lutut dan fleksi plantar
pada pergelangankaki.
 Fisioterapi.

Operatif

 Tindakan operasi dapat dilakukan, dimana ujung tendon yang terputus


disambungkan kembali dengan teknik penjahitan. Tindakan
pembedahan dianggap paling efektif dalam penatalaksanaan tendon
yang terputus.
STEP 4: Mind Mapping

etiologi

manifestasi
tata laksana
klinis
Ruptur
Tendon
Achilles

pemeriksaan pemeriksaan
penunjang fisik

STEP 5: Merumuskan Learning Objectives

1. Cari gambaran visualisasinya bagaimana ruptur tendon achilles


2. Membandingkan antara ruptur achilles dan cidera ACL dan strain dan sprain
(anamnesis pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang)
3. Siapkan file saja, gambaran fraktur, gambaran stain dan sprain,
4. Siapkan video, pemeriksaan Thompson simmond, dan manuver yg dilakukan
pada pemeriksaan ACL
5. Siapkan video: Mengapa dorsofleksi pasif dapat menyebabkan ruptur tendon
achilles (bisa didukung video)

STEP 6 : Belajar Mandiri


STEP 7 : Laporan Belajar Mandiri

1. Visualisasi Ruptur Tendon Achilles.


2. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Ruptur Tendon
Achilles, Ruptur ACL, Sprain, dan Strain.
 Ruptur Tendon Achilles

Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang


Look : 1. Tes Thompson 1. MRI
Pada fase awal cedera, - Posisi pasien pronasi Magnetic Resonance
kaki terlihat bengkak dengan kedua kaki Imaging (MRI) dapat
dan dapat timbul memar diletakkan di bagian menunjukkan secara
area belakang baah kaki. ujung meja pemeriksaan. detail kondisi ujung-
Depresi dapat dilihat 2 - Betis pasien diremas, ujung tendon yang ruptur.
cm di atas tulang tumit dan apabila tendon MRI adalah alat yang
achiles intak, maka kaki bermanfaat untuk
Feel : akan bergerak dengan mengkonfirmasi
Adanya keluhan nyeri gerakan plantarfleksi. diagnosis klinis serta
tekan ( tenderness) - Hal ini disebabkan menilai jumlah defek
karena tendon achiles fungsional pada tendon
Move : menghubungkan Achilles untuk
Ketidakmampuan (tumit kompleks otot perencanaan operasi.
tidak dapat digerakkan gastrocnemius soleus ke
turun atau naik) dan kalkaneus.
nyeri hebat dalam - Ketika terdapat
plantar fleksi. robekan pada tendon,
maka tidak akan
ditemukan gerakan
plantarfleksi yang cukup
kuat seperti yang terjadi
pada kaki yang sehat.

2. Tes Matles
- Posisi pasien pronasi,
lutut fleksi 90 derajat
pada ankle yang tendon
achilesnya ruptur, maka
posisinya akan lebih
dorsofleksi dibanding
sisi yang normal.
- Hal ini karena tidak ada
tegangan tendon yang
menghubungkan
kompleks otot
gastrocnemius soleus
dengan kalkaneus,
sehingga efek gravitasi
membuat kaki lebih
dorsofleksi pada bagian
yang cedera.

3. Tes Copeland
- Manset
sphygmomamometer di
pasang melingkar di
tengah betis pada pasien
yang berbaring pronasi.
- Manset di pompa
hingga 100 mmHg
dengan kaki plantar
fleksi. Kaki
didorsofleksikan oleh
pemeriksa.
- Jika tekanan meningkat
hingga 140 mmHg, unit
muskulotendinious dapat
diperkirakan intak.

4. Tes Obrien
- Posisi pasien
tengkurap, pada
daerah midline 10
cm dari calcaneus
masukkan jarum
ukuran 25.
- Lakukan dorsofleksi
secara pasif, apabaila
gerakan jarum seperti
plantar fleksi, tendo
Achilles tidak
cedera.
- Bila jarum tidak
bergerak, meandakan
tendo Achilles
mengalami rupture.

 Cedera Anterior Cruciate Ligament

Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang


Look : 1. Lachman Test 1. MRI
Hemoarthrosis yang -Posisi lutut difleksikan Dilakukan untuk
disebabkan perdarahan 30 derajat. Femur mengevaluasi ACL untuk
ligamen. distabilasikan dengan memeriksa tanda cedera
Suara pop pada lutut. satu tangan pada ligament.
menggerakkan tibia ke
Feel : anterior.
Pasien nyeri dibagian -Jika ACL robek, end
luar dan belakang lutur. point dari translasi
anterior tibia tidak jelas
Move : dan infrapattelar slope
Lutut tidak stabil/ terasa menghilang.
longgar.
2. Pivot Shift Test
-Lutut difleksikan 5
derajat dan valgus stress
diberikan sambil
memberi gaya internal
rotasi pada tibia,
kemudia lutut fleksi 30-
4- derajat.
-Tes positif jika lutut
tereduksi ke posterior.

3. Drawer Test
-Lutut difleksikan 90
derajat, kaki
distabilasikan oleh
pemeriksa dan tibia
ditarik kea rah anterior.
Tes Positif jika translasi
lebih dari 6mm atau
tibia didorong ke
posterior, translasi jauh
ke posterior.
 Sprain

Sprain adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada ligament
(jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul t sendi, yang
memberikan stabilitas sendi.

ANAMNESIS

1. Terdapat nyeri yang terjadi secara mendadak


2. Nyeri meningkat ketika digerakkan

GEJALA KLINIS

1. Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.


2. Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.
3. Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.
4. Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan

TINGKATAN CEDERA SPRAIN

 Tingkat 1

Nyeri tanpa pembengkakan, tidak ada memar, kisaran pembengkakan aktif dan
pasif, menimbulkan nyeri, prognosis baik tanpa adanya kemungkinan instabilitas
atau gangguan fungsi.

 Tingkat 2

Pembengkakan sedang dan memar, sangat nyeri, dengan nyeri tekan yang lebih
menyebar dibandingkan derajat I. Kisaran pergerakan sangat nyeri dan tertahan,
sendi mungkin tidak stabil, dan mungkin menimbulkan gangguan fungsi.

 Tingkat 3

Pembengkakan hebat dan memar, instabilitas stuktural dengan peningkatan


kirasan gerak yang abnormal (akibat putusnya ligamen), nyeri pada kisaran
pergerakan pasif mungkin kurang dibandingkan derajat yang lebihh rendah
(serabut saraf sudah benar-benar rusak). Hilangnya fungsi yang signifikan yang
mungkin membutuhkan pembedahan untuk mengembalikan fungsinya.

TATA LAKSANA

Penatalaksanaan sprain adalah

1. Pembedahan
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya.
Pengurangan-pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak

2. Kemotherapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk meredakan nyeri
dan peradangan. Kadang diperlukan Narkotik (codeine 30-60 mg peroral
setiap 4 jam) untuk nyeri hebat.

3. Elektromekanis
1. Penerapan dingin
Dengan kantong es 24 °C

2. Pembalutan / wrapping ekstemal


Dengan pembalutan, cast atau pengendongan (sung).

3. Posisi ditinggikan
Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.

4. Latihan ROM
Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat dan perdarahan.Latihan
pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringan yang sakit.
5. Penyangga beban
Menghentikan penyangga beban dengan penggunaan kruk selama 7hari atau
lebih tergantung jaringan yang sakit.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Foto rontgen/ radiologi.

yaitu pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk membantu menegakkan


diagnosa. Hasil pemeriksaan di temukan kerusakan pada ligamen dan sendi.

2. MRI ( Magnetic Resonance Imaging)

Yaitu pemeriksaan dengan menggunakan gelombang magnet dan gelombang


frekuensi radio, tanpa menggunakan sinar x atau bahan radio aktif, sehingga
dapat diperoleh gambaran tubuh yang lebih detail.

 Strain

Strain adalah bentuk cidera berupa penguluran ataukerobekan pada struktur muskulo-
tendinous (otot dan tendon). Strain akut pada struktur muskulo
tendinous terjadi pada persambungan antara otot dantendon. Strain terjadi ketika otot
terulur dan berkontraksi secara mendadak,seperti pada pelari atau pelompat.

ANAMNESIS

1. Terdapat nyeri yang terjadi secara mendadak


2. Nyeri meningkat ketika digerakkan
GEJALA KLINIS

1. Kelemahan
2. Perdarahan yang ditandai dengan :
o Perubahan warna
o Bukaan pada kulit
o Perubahan mobilitas, stabilitas dan kelonggaran sendi.
o Nyeri
o Odema
3. Nyeri otot
4. Keterbatasan Lingkup Gerak Sendi
5. Kram hebat

TINGKATAN CEDERA STRAIN

1. Tingkat 1
Terjadi regangan yang hebat,tetapi belum sampai robekan pada jaringan
otot/tendon

2. Tingkat 2
Terjadi robekan pada tendon dan terjadi penurunan kekuatan pada otot

3. Tingkat 3
Terjadi robekan total pada muskulotendineous dan memerlukan tindakan
bedah
TATA LAKSANA

Penatalaksaan strain adalah

1. Kemotherapi

Dengan analgetik seperti Aspirin (300– 600 mg/hari) atau Acetaminofen

(300 – 600 mg/hari)

2. Elektromekanis

1. Penerapan dingin

Dengan kantong es 24°C

2. Pembalutan atau wrapping ekstemal

Dengan pembalutan atau pengendongan bagian yang sakit.

3. Posisi ditinggikan atau diangkat

Dengan ditinggikan jika yang sakit adalah ekstremitas.

4. Latihan ROM

Latihan pelan-pelan dan penggunaan semampunya sesudah 48 jam.

3. Pembedahan

Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya. Pengurangan-


pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang robek.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. X-Ray
Dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya fraktur
2. Ultrasonografi / USG
Dilakukan untuk kondisi musculoskeletal darurat dan menvisualisasi jaringan
lunak

3. Gambaran Fraktur,Strain dan Sprain

 Fraktur

 Strain

 Sprain
REFERENSI

Corwin, Elizabeth.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi Jakarta : EGC

Helmi, ZN. 2016. Buku ajar gangguan musculoskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.

Firmansyah, Rahmadian, dan Hermansyah. 2018. Repair rupture tendon achiles


neglected dengan teknik lindholm modifikasi. Jurnal Kesehatan Andalas, 7(3).

Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Edisi V, Jilid II. Jakarta :
EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medical Bedah Edisi
VIII, Jilid I. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai