Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengetahuan tentang kelarutan dan fenomena distribusi dari suatu sediaan obat sangat penting untuk
seorang farmasis, sebab hal ini dapat membantu memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat
atau kombinasi obat. Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana suatu senyawa terdistribusi
ke dalam senyawa yang tidak saling bercampur, dimana hal ini bergantung pada interaksi fisika dan
kimia antara pelarut dan senyawa terlarut. Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat
terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam
mililiter pelarut yang dapat melarutkan suatu gram zat, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat
dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika dan kimia zat-zat tersebut serta formulasinya.(Martin, 1990).

Daya kelarutan suatu zat memegang peranan penting dalam formulasi suatu obat. Lebih dari 50%
senyawa kimia baru yang ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan klinik dari obat-obatan
hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan mengakibatkan
kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh. Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1
mg/mL mempunyai tingkat disolusi yang kecil karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi
obat tersebut sangat berkaitan.

Untuk menentukan suatu jenis pelarut, harus mengetahui sifat polaritas dari zat terlarut tersebut.
Dalam farmasi fisika, ada istilah yang disebut denganlike dissolve like, maksud dari istilah ini adalah
suatu kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur yang menyebabkan interaksi timbal
balik zat pelarut dan zat terlarut.

Untuk melarutkan suatu zat, sering juga ditemukan zat-zat pelarut yang tidak saling bercampur.
Dalam sistem dua cairan yang tidak saling bercampur, dapat berlaku hukum distribusi. Hukum ini
menyatakan bahwa, jika kedalam sistem dua cairan tidak saling bercampur ditambahkan senyawa
ketiga, maka senyawa ini akan terdistribusi masuk ke dalam dua cairan tersebut. Hukum ini
digunakan hanya untuk konsentrasi zat yang umum pada kedua fase, yaitu monomer atau molekul
sederhana dari zat.
BAB II

TEORI PENUNJANG

A. Kelarutan

Secara kuantitatif kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut di dalam larutan
jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu, kelarutan dinyatakan dalam mililiter pelarut yang dapat
melarutkan suatu gram zat, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat
fisika dan kimia zat-zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat diabsorbsi setelah zat
aktifnya larut dalam cairan tubuh sehingga salah satu usaha mempertinggi efek farmakologinya dari
sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya (Martin, 1990).

Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solute yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu
larutan jenuh dalam sejumlah tertentu solven (Moechtar, 1989).

Larutan jenuh merupakan larutan yang zat terlarutnya berada dalam kesetimbangan dengan fase
padat. Larutan tidak jenuh adalah suatu larutan yang mengandung konsentrasi di bawah konsentrasi
yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur. Larutan lewat jenuh suatu larutan yang
mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak dari pada yang seharusnya ada pada
temperatur tertentu, sehingga ada zat terlarut yang tidak larut. Kelarutan suatu senyawa bergantung
pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan,
pH, larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut
(Martin,1990).

Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah
berikut (Ditjen POM, 1979) :
ISTILAH JUMLAH PELARUT*

Sangat mudah larut <1

Mudah larut 1 – 10

Larut 10 – 30

Agak sukar larut 30 – 100

Sukar larut 100 – 1000

Sangat sukar larut 1000 – 10.000

Praktis tidak larut >10.000

*Bagian pelarut (g) yang dibutuhkan 1gr bagian zat terlarut.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kelarutan suatu zat

1. Pengaruh pH

Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat organik yang
bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Sedangkan basa-
basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila
pH larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut
dalam air.

2. Pengaruh temperatur (suhu)

Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada temperatur. Kelarutan suatu zat padat
dalam air akan semakin tinggi bila suhunya dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin
renggangnya jarak antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat padat
menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya
tarik molekul-molekul air. Berbeda dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan
menyebabkan kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang terlarut di dalam
air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.

3. Pengaruh jenis pelarut


Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan lebih baik
zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti
perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar
suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan
mekanisme sebagai berikut :

- Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.

- Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini bersifat amfiprotik.

- Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.

Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion karena konstanta
dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk
jembatan hidrogen.

4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel

Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel suatu zat. Konfigurasi molekul
dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak
simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.

5. Pengaruh konstanta dielektrik

Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta
dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula
sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut
lain.

C. Interaksi pelarut – zat terlarut

Ø Pelarut polar

· Polaritas pelarut (momen dipol)

· Air + alkohol larut dalam segala perbandingan

· Ikatan hidrogen
PELARUT MOMEN DIPOL KELARUTAN*

Nitrobenzen 4,2.10-18 esu.cm 0,0155 mol/kg

Fenol 1,7.10-18 esu.cm 0,95 mol/kg

*Dalam pelarut air

· Sifat asam-basa lewis (donor-akseptor elektron)

· Struktur molekul

Misal: Perbandingan gugus polar terhadap gugus non polar

- Alkohol alifatik (R panjang) → S↓

- t-butil alkohol → campur air

- n-butil alkohol → 8 g/100 ml

Ø Mekanisme pelarutan

· Pelarutan polar →↓ gaya tarik-menarik ion kristal (NaCl)

Pelarut Tetapan dielektrik Senyawa ionik*

Air 78,5 Larut

Kloroform 4,80 Praktis tidak larut

Benzen 2,27 Praktis tidak larut

*misal NaCl

· Memutuskan ikatan kovalen (rx asam-basa)

- HCl + H2O → H3O+ + Cl-

- RCOOH + H2O → dapat diabaikan

- RCOOH + NaOH → RCOO- + Na+

· Solvasi molekul dan ion

- Gaya interaksi dipol

- Ikatan hidrogen
Ø Pelarut non-polar

· Interaksi dipol induksi

· Gaya van der Waals-London

Misal: minyak/lemak larut dalam benzen

Ø Pelarut semipolar

Sebagai perantara bercampurnya cairan polar dan non-polar melalui Induksi Derajat Polaritas molekul
pelarut non-polar.

Misal: Aseton → S dalam eter↑

D. Fenomena Distribusi

Suatu zat dapat larut dalam dua macam pelarut yang keduanya tidaksaling bercampur. Jika ada
kelebihan cairan atau suatu zat padat ditambahkan kedalam campuran dari dua cairan tidak
bercampur, zat itu akan mendistribusikan diri diantara dua fase sehingga masing-masing menjadi
jenuh. Jika zat itu ditambahkan kedalam pelarut tidak bercampur dalam jumlah yang tidak cukup
untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut akan didistribusikan diantara kedua lapisan dengan
konsentrasi tertentu (Mirawati, 2014).

Air adalah pelarut yang baik untuk garam, gula dan senyawa sejenis, sedang minyak mineral dan
benzene biasanya merupakan pelarut untuk zat yang biasanya hanya sedikit larut dalam air. Penemuan
empiris ini disimpulkan dalam pernyataan like dissolve like. Kelarutan bergantung pada pengaruh
kimia, listrik, struktur yang menyebabkan interaksi timbal balik zat pelarut dan zat terlarut (Martin,
1993).

Koefisien partisi (P) menggambarkan rasio pendistribusian obat kedalam pelarut sistem dua fase,
yaitu pelarut organik dan air. Bila molekul semakin larut lemak, maka koefisien partisinya semakin
besar dan difusi trans membran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa organisme terdiri
dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat tinggi ataupun sangat rendah maka hal
tersebut merupakan hambatan pada proses difusi zat aktif (Ansel, 1989).

Untuk memproduksi suatu respon biologis, molekul obat pertama-tama harus menyeberangi suatu
membran biologis beraksi sebagai suatu pembatas lemak untuk kebanyakan obat-obat dan
mengizinkan absorbsi zat-zat yang larut dalam lemak dengan difusi pasif sedangkan zat-zat yang tidak
larut dalam lemak dapat mendifusi menyeberangi pembatasan hanya dengan kesulitan yang besar, jika
tidak sama sekali. Hubungan antara konstanta disolusi, kelarutan dalam lemak, dan pH pada tempat
absorbsi serta karakteristik absorbsi dari berbagai obat merupakan dasar dari teori pH-partisi.
Penentuan derajat disosiasi atau harga pKa dari zat obat merupakan suatu karakteristik fisika-kimia
yang relatif penting terhadap evaluasi dari efek-efek yang mungkin pada absorbsi dari berbagai
tempat pemberian (Ansel,2005).

Pengetahuan tentang koefisien partisi atau koefisien distribusi sangat penting diketahui oleh seorang
farmasis. Prinsip dari koefisien ini sangat banyak berhubungan dengan ilmu farmasetik, termasuk
disini adalah pengawetan system minyak-air, kerja obat di tempat yang tidak spesifik, absorbsi dan
distribusi obat ke seluruh tubuh (Martin,1993).

Sebagai molekul terdisosiasi dalam ion-ion salah satu dari fase tersebut. Hukum distribusi digunakan
hanya untuk yang umum konsentrasinya pada kedua fase, yaitu monomer atau molekul sederhana dari
zat tersebut (Martin,1993).

Koefisien partisi minyak-air adalah suatu petunjuk sifat lipofilik atau hidrofobik dari molekul obat.
Lewatnya obat melalui membran lemak dan interaksi dengan makro molekul pada reseptor kadang-
kadang berhubungan baik dengan koefisien partisi oktanol/air dari obat (Martin, 1993).

Pada umumnya obat-obat bersifat asam lemah atau basa lemah. Jika obat tersebut dilarutkan dalam air
sebagian akan terionisasi. Besarnya fraksi obat yang terionkan tergantung pada pH larutannya. Obat-
obat yang tidak terionkan lebih mudah larut dalam lipida, sebaliknya yang dalam bentuk ion
kelarutannya kecil atau bahkan praktis tidak larut. Dengan demikian pengaruh pH sangat besar
terhadap kecepatan absorpsi obat yang bersifat asam lemah atau basa lemah (Sardjoko, 1987).

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi Fenomena Distribusi

Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh sifat kelarutan bahan obat
terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa senyawa yang larut baik dalam bentuk lemak
terkonsentrasi dalam jaringan yang mengandung banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil
hampir tidak diambil oleh jaringan lemak karena itu ditentukan terutama dalam ekstrasel (Ernest,
1999).

F. Pengaruh Distribusi

Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat terarah kepada tempat
kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita mengharapkan distribusi dapat diatur artinya
konsentrasi obat pada tempat kerja lebih besar dari pada konsentrasi di tempat lain pada organisme,
walaupun demikian kemungkinan untuk mempengaruhi pada distribusi dalam bentuk hal kecil, pada
kemoterapi tumor ganas sebagian dicoba melalui penyuntikan atau infus sitostatika ke dalam arteri
memasok tumor untuk memperoleh kerja yang terarah (Ernest, 1999).

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan makalah yang telah kami susun, dapat disimpulkan bahwa:

1. Secara kuantitatif kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut di dalam larutan
jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu, kelarutan dinyatakan dalam mililiter pelarut yang dapat
melarutkan suatu gram zat, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat
fisika dan kimia zat-zat tersebut serta formulasinya.

2. Larutan terbagi menjadi tiga, yaitu:

a. Larutan jenuh, merupakan larutan yang zat terlarutnya berada dalam kesetimbangan dengan
fase padat.

b. Larutan tidak jenuh, adalah suatu larutan yang mengandung konsentrasi di bawah konsentrasi
yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur.

c. Larutan lewat jenuh, suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih
banyak dari pada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu, sehingga ada zat terlarut yang tidak
larut.

3. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pengadukan, suhu, luas permukaan,
fikositas, ukuran partikel, pH larutan, dan polimerfisme (Ditjen POM, 1979).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh sifat kelarutan bahan
obat terhadap distribusi menunjukkan bahwa senyawa yang larut baik dalam bentuk lemak
terkonsentrasi dalam jaringan yang mengandung banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil
hampir tidak diambil oleh jaringan lemak karena itu ditentukan terutama dalam ekstrasel.
5. Pengaruh distribusi telah disebut pengaruh obat artinya membawa bahan obat terarah kepada
tempat kerja yang diinginkan dari segi terapeutik kita mengharapkan distribusi dapat diatur artinya
konsentrasi obat pada tempat kerja lebih besar dari pada konsentrasi di tempat lain pada organisme.

DAFTAR PUSTAKA

http://sunarti-syam.blogspot.co.id/2014/04/laporan-praktikum-farfis-fenomena.html

http://silviasabihipharmacy.blogspot.co.id/2014/10/kelarutan-dan-distribusi-obat_42.html

http://documents.tips/documents/kelarutan-gejala-distribusi-56241222358e2.html#

Anda mungkin juga menyukai