Anda di halaman 1dari 15

A.

JUDUL PERCOBAAN
Titrimetri

B. TUJUAN PERCOBAAN
Pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan memahami dan terampil
dalam :
1. Mengetahui dan memahami cara pembuatan larutan standar HCl dan
penentuan karbonat.
2. Mengetahui dan memahami cara standarisasi larutan HCl.
3. Menentukan campuran karbonat dan bikarbonat.

C. LANDASAN TEORI
Kimia analitik merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari dasar-
dasar analisis kimia. Secara garis besar pekerjaan analisis kimia dapat digongkan
dalam dua kategori besar yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Melalui
analisis kualitatif dan kuantitatif kita dapat mendeteksi dan mengidentifikasi jenis
dan jumlah dari komponen penyusun bahan yang dianalisis atau lebih dikenal
sebagai analit. Tujuan utama analisis kualitatif adalah mengidentifikasi komponen
dalam zat kimia. Analisis kualitatif menghasilkan data kualitatif, seperti
terbentuknya endapan, warna, gas maupun data non numerik lainnya. Umumnya
dari analisis kualitatif hanya dapat diperoleh indikasi kasar dari komponen
penyususn suatu analit (Ibnu, 2004:1).
Analisis titrimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif yang
dilakukan dengan menentukan volume larutan standar yang digunakan untuk
bereaksi secara kuantitatif dengan larutan analit. massa analit dihitung dari
volume larutan standar yang digunakan sampai terjadi reaksi sempurna dan
stiokometri (Pursitasari, 2004: 60).
Analisis titrimetrik adalah salah satu divisi besar dalam kimia analitik.
Perhitungan yang tercakup didalamnya didasarkan pada hubungan stoikometrik
dari rekasi kimia yang sederhana. Analisis dengan metode titrimetrik didasarkan
pada reaksi kimia seperti berikut:
Aa + tT produk
Dimana a molekul analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi, T. Pereaksi T
disebut dengan titran, ditambahkan secara kontinyu biasanya dari sebuah buret
dalam wujud larutan yang konsentrasinya diketahui. Larutan ini disebut dengan
larutan standar, dan konsentrasinya ditentukan dengan sebuah proses yang
dinamakan standarisasi (Day, 1998: 43).
Pada dasarnya cara titrimetri ini terdiri dari pengukuran volume larutan
pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stokiometri dengan zat yang akan
ditentukan. larutan pereaksi itu biasanya diketahui kepekatannya dengan pasti,
dan disebut peniter atau larutan baku. Sedangkan proses penambahan peniter ke
dalam larutan zat yang akan ditentukan disebut titrasi. dalam proses itu bagian
demi bagian peniter ditambahkan ke dalam larutan zat yang akan ditentukan
dengan bantuan alat yang disebut buret sampai tercapai titik kesetaraan. titik
kesetaraan adalah titik pada saat pereaksi dan zat yang ditentukan bereaksi
sempurna secra stokiometri (Rivai, 1995: 49).
Istilah titrasi untuk penambahan titran kedalam analit didasarkan pada
proses pengukuran volume titran untuk mencapai titik ekuivalen. Istilah metode
titrimetri lebih cocok diterapkan untuk analisis kuantitatif dibandingkan metode
volumetri, sebab pengukuran volume tidak selalu berkaitan dengan titrasi. Jenis
metode titrimetri didasarkan pada jenis reaksi kimia yang terlibat dalam proses
titrasi. Berdasarkan jenis reaksinya, maka metode titrimetri dapat dibagi menjadi 4
golongan, yaitu: asidi-alkalimetri, oksidimetri, kompleksometri dan titrasi
pengendapan (Ibnu, 2004: 93).
Menurut Pursitasari (2004: 60-61) Beberapa hal atau persyaratan yang
harus dipenuhi agar kita dapat menentukan kuantitas suatu zat dengan cara titrasi
yaitu:
1. Reaksi antara titran dengan anlit harus stoikiometri. Artinya reaksi
keduanya dapat ditulis dalam persamaan reaksi sederhana yang telah
diketahui dengan pasti
2. Reaksi antara titran dengan anlit harus berlangsung dengan cepat
3. Tidak ada reaksi lain yang mengganggu reaksi antara titran dan analit
4. Bila reaksi antara titran dengan analit berjalan berjalan sempurna (artinya
titran dan analit telah habis bereaksi) maka harus ada ssesuatu yang dapat
dipergunakan untuk memastikan hal tersebut.
5. Kesetimbangan reaksi harus mengarah ke pembentukan produk, sehingga
dapat diukur secara kuantitatif.
Oleh karena semua perhitungan dalam titrimetri didasarkan pada
kepekatan peniter, maka kepekatan peniter itu harus diketahui secara teliti. Karena
persyaratan yang sangat penting ini harus dipenuhi maka peniter disebut larutan
baku. Kepekatan larutan baku ini sering dinyatakan sebagai kenormalan,
kemolaran atau titer (kepekatan bobot/ volume, b/v) (Rivai, 1995: 55).
Menurut Day (2002: 45) sebuah reaksi harus memenuhi beberapa
persyaratan sebelum reaksi tersebut dapat dipergunakan:
1. reaksi tersebut harus diproses sesuai persamaan kimiawi tertentu.
seharusnya tidak ada reaksi sampingan.
2. reaksi tesebut harus diproses sampai benar-benar selesai pada titik
ekivalensi.
3. harus tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalen
tercapai. harus tersedia indikator atau mtode instrumental agar analis dapat
menghentikan penambahan dari titran.
4. diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi dapat
diselesaikan dalam beberapa menit
Titrasi asam-basa, jumlah relatif asam dan basa yang diperlukan untuk
mencapai titik ekivalen ditentukan oleh perbandingan mol asam (H+) dan basa
(OH-) yan bereaksi. Untuk reaksi antara HCl dengan NaOH titik ekivalen tercapai
pada perbandingan mol 1:1 tetapi untuk reaksi antara H2SO4 dengan NaOH
diperlukan perbandingan mol 1:2 untuk mencapai titik ekivalen.
H2SO4(aq) + 2NaOH(aq) Na2SO4(aq) +2H2O(l)
Dalam titrasi asam-basa perubahan pH sangat kecil hingga hampir tercapai titik
ekivalen. Pada saat tercapai titik ekivalen penambahan sedikit asam atau basa
akan menyebabkan perubahan pH yang sangat besar. Perubahan pH yang besar ini
seringkali dideteksi dengan zat yang dikenal sebagai indikator dalam suatu
senyawa (organik) yang akan berubah warnanya dalam rentang pH tertentu.
Semua masalah yang berkaitan dengan titrasi asam-basa dapat dipecahkan dengan
konsep stoikiometri dan konsentrasi larutan dinyatakan dengan mol, perbandingan
mol, molaritas (Ibnu, 2004: 100).
Dalam praktek, titik kesetaraan ditentukan dengan berbagai cara,
tergantung pada sifat reaksinya. biasanya, titik kesetaraan tidak disertai oleh
perubahan sifat yang dapat dilihat. Karena itu, diperlukan zat tambahan yang
dapat menunjukkan perubahan yang dapat dilihat pada atau dekat titik kesetaraan.
zat tambahan itu disebut indikator. Indikator ini berubah warnanya di sekitar titik
kesetaraan. karena biasanya indikator adalah senyawa yang sangat jelas warnanya,
maka ia harus ditambahkan dalam bentuk larutan yang sangat encer. Dengan
demikian, kehadiran indikator dalam sistem tidak atau hanya sedikit berpengaruh
pada volume kesetaraan titrasi. saat terjadinya perubahan warna indikator dalam
proses titrasi disebut titik akhir titrasi (Rivai, 1995: 50).
Titrasi dilakukan untuk menetapkan molaritas suatu larutan dengan
menggunakan larutan lain yang telah diketahui molaritasnya. Larutan peniter itu
kita sebut larutan standar. Ketepatan (akurasi) dari konsentrasi larutan yang
dititer, salah satunya bergantung pada kepastian molaritas dari larutan peniter.
Jika molaritas larutan peniter tidak pasti, maka molaritas larutan yang dititer
pastilah tidak akurat (Susiloningsih, 2013: 1142).
Dalam proses titrasi ada yang disebut dengan larutan standar. Larutan
standar yang digunakan sebagai titran harus diketahui dengan tepat
konsentrasinya. Biasanya, larutan standar dibuat dengan cara melarutkan sejumlah
berat tertentu bahan kimia pada sejumlah tertentu pelarut yang sesuai. Cara ini
mudah dilakukan, tetapi hasilnya seringkali kurang tepat, karena hanya sedikit
jenis zat kimia bahan titran yang diketahui dalam keadaan murni. Zat kimia yang
benar-benar murni bila ditimbang dengan tepat dan dilarutkan dalam sejumlah
tertentu pelarut yang sesuai menghasilkan larutan standar primer. Larutan standar
lain yang ditetapkan konsentrasinya melalui titrasi dengan menggunakan larutan
standar primer dikenal sebagai larutan standar sekunder. Pada umumnya larutan
sekunder juga digunakan untuk titran dibuat denga cara melarutkan atau
mengencerkan, kemudian dititrasi dengan larutan standar primer untuk
mengetahui konsentrasinya secara tepat (Ibnu, 2004: 97).
Larutan standar HCl biasanya dibuat dengan mengencerkan larutan HCl
pekat. Standarisasi larutan HCl karena larutan standar HCl bukan merupakan
larutan standar primer, maka perlu distandarisasi. Standarisasi biasanya
menggunakan natrium boraks. Menurut reaksi:
Na2B4O7. 10H2O + 2HCl 2NaCl + H3BO3 + 5H2O
Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat selain dengan cara titrasi dua
indikator pp dan MO, dapat juga ditentukan lebih akurat dengan cara mengambil
dua bagian sampel. Bagian pertama dititrasi dengan larutan standar HCl pada
indikator MO langsung, untuk menentukan total basa dalam sampel. Bagian
kedua, ditambahkan BaCl2 berlebih untuk mengendapkan karbonat, kemudian
dititrasi dengan larutan standar HCl 0,1 N dengan indikator MO juga, untuk
menentukan bikarbonat dalam sampel (Tim Dosen, 2017: 11-12).
Adapun syarat bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan membuat
larutan standar primer harus memenuhi 3 (tiga) persyaratan berikut:
1. benar-benar ada dalam keadaan murni dengan kadar pengotor <0,02%.
2. stabil secara kimiawi, mudah dikeringkan dan tidak bersifat higroskopis.
3. memiliki berat ekivalen besar, sehingga menimalkan kesalahan akibat
penimbangan.
larutan standar primer untuk menitrasi larutan basa yaitu kalium hidrogen phtalat
(KHC8H4O4), asam sulfamat HSO3NH2 dan lain-lain. Bahan kimia larutan standar
primer untuk menitrasi larutan asam adalah natrium karbonat, Na2CO3,
tris(hidroksimetil) aminometana, (CH2OH)3CNH2 dan lain-lain (Ibnu, 2004: 98).
Adapun contohnya yaitu uji nilai permanganat (zat organik) dilakukan
secara titrimetri. Prinsip uji permanganat yaitu dengan mengoksidasi zat organik
dalam air menggunakan KMnO4 serta direduksi oleh asam oksalat berlebih.
Kelebihan asam oksalat dititrasi kembali dengan KMnO4, selanjutnya dilakukan
yaitu uji kesadahan total kalsium dan magnesium sampel. Metode ini dilakukan
dengan titrasi yang melibatkan reaksi garam dinatrium etilen diamin tetra asetat
(EDTA) dengan logam, terbentuk senyawa kompleks (A’idah: 2018: 94 dan 95).
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Neraca analitik 10 buah
b. Labu erlenmeyer 250 mL 2 buah
c. Buret 50 mL 2 buah
d. Pipet volume 25 mL 1 buah
e. Gelas kimia 50 mL 1 buah
f. Labu takar 100 mL 1 buah
g. Bulb pipet 1 buah
h. Corong biasa 4 buah
i. Batang pengaduk 1 buah
j. Statif dan klem 1 set
k. Botol semprot 1 buah
l. Pipet tetes 2 buah
m. Lap kasar 2 buah
n. Lap halus 2 buah
2. Bahan
a. Kristal boraks (Na₂B₄O₇.10H₂O)
b. Aquades (H₂O)
c. Indikator metil orange (MO)
d. Asam klorida 0,1 N (HCl)
e. Larutan barium diklorida 10 % (BaCl₂)
f. Larutan sampel campuran (CO₃²ˉ + HCO₃ˉ)
g. Kertas saring
h. Tissue
i. Label

E. PROSEDUR KERJA
1. Standarisasi larutan HCl
a. 0,4 gram kristal boraks ditimbang.
b. Kristal boraks dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL
c. Kristal boraks dilarutkan dengan sedikit aquades dan dikocok.
d. Larutan diencerkan sampai volume 100 mL atau sampai mencapai tanda
batas.
e. Larutan dimasukkan ke dalam labu takar hingga tanda batas.
f. 25 mL larutan boraks diambil dengan mengggunakan pipet ukur 25 mL dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.
g. 2 tetes indikator metil orange ditambahkan pada larutan.
h. Larutan dititrasi dengan larutan standar HCl 0,1 N hingga terjadi perubahan
warna dan dicatat volume titran yang digunakan.
i. Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali dengan 3 sampel dan dihitung rata-rata
dari volume titran yang digunakan.
j. Konsentrasi larutan standar HCl 0,1 N dihitung.
2. Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat.
a. Titrasi dengan larutan HCl pada indikator MO langsung.
1) 25 mL larutan sampel campuran diambil dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 mL.
2) 2 tetes indikator metil orange ditambahkan ke dalam larutan.
3) Larutan dititrasi dengan larutan standar HCl 0,1 N hingga terjadi perubahan
warna dan dicatat volume titran yang digunakan.
4) Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali dengan 3 sampel dan dihitung volume
rata-rata dan dicatat volume titran yang digunakan sebagai V1.
b. Reaksi yang ditambahkan BaCl2.
1. Sebanyak 25 mL larutan sampel campuran diambil dan dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer 250 mL.
2. Setetes demi setetes larutan BaCl210% ditambahkan sampai tidak terbentuk
endapan lagi.
3. Larutan didiamkan hingga endapannya turun.
4. Larutan disaring ke dalam erlenmeyer 250 mL.
5. Filtrat ditambahkan dengan 2 tetes indikator metil orange dan dititrasi
dengan larutan standar HCl 0,1 N hingga terjadi perubahan warna.
6. Volume titran yang digunakan dicatat.
7. Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali dengan 3 sampel dan dicatat volume titran
rata-rata yang digunakan sebagai V2.
8. Kadar karbonat dan bikarbonat yang ada dalam sampel campuran dihitung.

F. HASIL PENGAMATAN
No. Aktivitas Hasil Pengamatan
1. Standarisasi larutan HCl

0,4 gram boraks + 100 mL aquades Larutan tak berwarna


(putih) (tak berwarna)
25 mL larutan sampel + 2 tetes indikator MO Larutan berwarna kuning
(tak berwarna) (orange)
25 mL larutan sampel + 2 tetes indikator MO Larutan berwarna merah
(tak berwarna) (orange) Volume titran:
+ titrasi HCl V1= 3,9 mL
(tak berwarna) V2= 3,8 mL
V3= 4,0 mL
V rata-rata= 3,90 mL
2. Penentuan kadar karbonat (CO₃²ˉ)

25 mL larutan sampel + 2 tetes indikator MO Larutan berwarna kuning


(tak berwarna) (orange)
25 mL larutan sampel + 2 tetes indikator MO Larutan berwarna merah
(tak berwarna) (orange) Volume titran:
+ titrasi HCl V1= 43,0 mL
(tak berwarna) V2= 42,5 mL
V3= 42,0 mL
V rata-rata (V₁) = 42.5 mL
3. Penentuan kadar bikarbonat (HCO₃ˉ)

25 mL larutan sampel + beberapa tetes larutan Larutan keruh terdapat


(tak berwarna) (tak berwarna) endapan putih
BaCl₂ 10 %
25 mL larutan sampel + beberapa tetes larutan Larutan tak berwarna
BaCl₂ 10 % (disaring)
Larutan bikarbonat + 2 tetes indikator MO Larutan berwarna kuning
(tak berwarna) (orange)
Larutan bikarbonat + 2 tetes indikator MO Larutan berwarna merah
(tak berwarna) (orange) Volume titran:
+ titrasi HCl V1: 12,6 mL
(tak berwarna) V2: 9,4 mL
V3: 7,1 mL
V rata-rata (V₂) = 9,7 mL
G. ANALISIS DATA
1. StandarisasiLarutanHCl
Dik : W = 0,4 gram = 400 mg
BM Boraks = 381 g/mol
V1 = 3,90 mL
V2 = 3,80 mL
V3 = 4,00 mL
̅
V = 3,90 mL
Dit : N HCl = …..?
Penyelesaian :
VBoraks WBoraks (mg)
×2 ×
100 BMBoraks
N HCl =
̅
V
25 mL 400 mg
100
×2 × mg
381
mmol
=
3,90 mL
= 0,1345 N
2. Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat
Dik : N HCl = 0,1345 N
V1 = 42,50 mL
V2 = 9,7 mL
Dit : a. Kadar CO3- =….?
b. Kadar HCO3- =….?
Penyelesaian:
(V1 – V2) ×N HCl
a. Kadar CO3²ˉ=
2 ×25 ml
(42,50 – 9,70 )mL ×0,1345 N
=
50 mL
32,80 mL ×0,1345 N
=
50 mL
= 0,0882 M
= 0,0882 mmol/mL
V2 (mL)×N HCl
b. Kadar HCO3ˉ =
25 mL
9,70 mL × 0,1345 N
=
25 mL
= 0,0521 M
= 0,0521 mmol/mL

H. PEMBAHASAN
Analisis titrimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif yang
dilakukan dengan menentukan volume larutan standar yang digunakan untuk
bereaksi secara kuantitatif dengan larutan analit. massa analit dihitung dari
volume larutan standar yang digunakan sampai terjadi reaksi sempurna dan
stiokometri (Pursitasari, 2004: 60).
Prinsip dasar dari titrimetri yaitu pencapaian reaksi titik akhir ekivalen
harus berlangsung stoikiometri. Titik ekuivalen adalah titik pada saat senyawa
yang ditambahkan telah tepat bereaksi dengan analit. Titik ekuivalen ini biasanya
berhimpitan dengan titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana
analit mengalami perubahan warna Adapun prinsip kerjanya yaitu pencampuran,
pengocokan, proses titrasi, dan pengamatan. Adapun percobaan yang dilakukan
yaitu:
1. Standarisasi Larutan HCl
Tujuan pada percobaan ini yaitu standarisasi larutan HCl dan untuk
mengetahui konsentrasi pada larutan standar HCl berdasarkan hasil percobaan.
HCl merupakan larutan standar sekunder. Larutan standar sekunder adalah larutan
yang memiliki konsentrasi mudah merubah–ubah dan tidak stabil dalam
penyimpanannya. Larutan boraks (digunakan karena memiliki konsentrasi yang
tetap dan stabil dalam penyimpanannya. Selain itu, boraks merupakan basa lemah
yang mampu bereaksi dengan HCl.
Standarisasi larutan HCl dilakukan dengan cara melarutkan kristal boraks
dengan aquades. Setelah itu larutan boraks yang telah dibuat, direaksikan dengan
indikator metil orange menghasilkan larutan berwarna kuning, warna ini
merupakan warna yang timbul akibat penambahan indikator MO. Indikator MO
berfungsi untuk memberikan tanda perubahan pada saat titrasi berakhir yang
ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada larutan yang dititrasi yaitu dari
kuning menjadi merah. Menurut Ibnu (2004: 112) indikator metil orange
digunakan karena trayek pH indikator metil orange (3,1- 4,4) yang bersifat asam
sesuai dengan larutan sifat larutan yang distandarisasi (HCl). Larutan kuning yang
dihasilkan dititrasi dengan larutan standar HCl menghasilkan larutan berwarna
merah. Ini menandakan bahwa larutan yang dititrasi telah melewati titik ekuivalen
atau dengan kata lain telah mencapai titik akhir titrasi yang ditandai dengan
perubahan warna larutan dari kuning menjadi merah.
Perubahan warna menandakan bahwa larutan analit telah kelebihan asam
dan warna merah menandakan bahwa indikator MO berada pada larutan yang
bersifat asam karena indikator MO akan berwarna merah dalam suasana asam.
Titrasi ini dilakukan sebanyak 3 kali agar diperoleh hasil yang lebih akurat.
Volume rata-rata titran yang diperoleh adalah 3,90 mL sedangkan normalitas HCl
sebesar 0,1345 N, hasil yang diperoleh sesuai dengan konsentrasi HCl yang
sebenarnya. Reaksinya, sebagai berikut:
Na2B4O7.10H2O(l) + 2HCl(l) 2NaCl(l) + 4H3BO3(l) + 5H2O(aq)
2. Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan kadar karbonat
dan bikarbonat. Prinsip kerjanya yaitu pengukuran, penambahan indikator, titrasi,
dan pengamatan. Penentuan kadar karbonat yaitu dengan cara mereaksikan larutan
sampel campuran karbonat dan bikarbonat dengan indikator metil orange
kemudian dititrasi dengan larutan standar HCl sehingga menghasilkan larutan
yang berwarna orange. Dalam percobaan ini yang menjadi titran adalah HCl yang
berfungsi untuk membuat cuplikan dalam keadaan setimbang. HCl dipilih sebagai
larutan standar karena telah memenuhi beberapa persyaratan yaitu (1) asam itu
harus kuat, yakni sangat disosiasi; (2) asam tersebut tidak mudah menguap; (3)
larutan asam harus stabil; (4) garam dari asam tersebut harus mudah larut; dan (5)
asam tersebut bukan pengoksidasi yang cukup kuat untuk menghancurkan
senyawa-senyawa organik yang digunakan sebagai indikator. sedangkan yang
menjadi analit atau titer yaitu sampel campuran karbonat dan bikarbonat.
Adapun indikator yang digunakan yaitu indikator metil orange ini
dikarenakan produk yang terbentuk adalah asam lemah, sehingga kesetimbangan
tercapai pada pH < 7 dimana trayek dari MO ini adalah (3,1 - 4,4). Titrasi ini
dilakukan sebanyak 3 kali agar diperoleh hasil yang lebih akurat. Volume HCl
rata-rata yang digunakan pada titrasi sebesar 42,5 mL. Adapun kadar karbonat
yang diperoleh berdasakran hasil percobaan yang telah dilakukan yaitu sebesar
0,0521 mmol/mL, yang berarti dalam 1 mL pelarut terdapat 0,0521 mmol
karbonat.
Percobaan kedua yaitu penentuan kadar bikarbonat. Prinsip kerjanya yaitu
pengukuran, pengendapan, penyaringan, penambahan indikator, titrasi, dan
pengamatan. Dilakukan dengan mereaksikan larutan sampel campuran dengan
larutan BaCl2 10% sampai tidak terbentuk endapan barium karbonat lagi. BaCl2
10% berfungsi untuk mengendapkan ion CO32- sampai membentuk BaCO3
sehingga yang tersisa hanya bikarbonatnya. Larutan dengan endapan putih yang
dihasilkan kemudian disaring dengan corong biasa yang dilengkapi dengan kertas
saring, kemudian filtrat yang diperoleh ditambahkan indikator metil orange yang
berfungsi untuk memberikan tanda perubahan saat titik akhir titrasi tercapai yang
ditandai dengan berubahnya larutan kuning menjadi larutan merah.
Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali agar diperoleh hasil yang lebih
akurat. Volume titran yang diperoleh pada titrasi I dan II adalah 12,6 mL dan 9,4
mL dan 7,1, dan volume rata-ratanya adalah 9,7 mL. Berbedanya volume titran
yang diperoleh dikarenakan setiap satu kali titrasi dilakukan oleh orang yang
berbeda dimana setiap orang memiliki tingkat kepekaan dan kecakapan yang
berbeda dalam melakukan titrasi. Kadar bikarbonat yang diperoleh adalah 0,0882
mmol/ml, yang berarti dalam 1 mL pelarut terdapat 0,0882 mmol bikarbonat.
Reaksinya yaitu :
CO32-(aq) + BaCl2 (aq) BaCO3(s) + 2Cl-(aq)
(ion karbonat) (barium klorida) (barium karbonat) (ion klorida)

HCO32-(aq) + HCl(aq) H2CO3(aq) + Cl-(aq)


(ion bikarbonat) (asam klorida) (asam karbonat) (ion klorida)
I. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat ditarik
kesimpulan:
a. Standarisasi adalah penentuan konsentrasi larutan standar sekunder yang
menggunakan bantuan larutan standar primer. Larutan standar primer yang
digunakan yaitu borak, sedangkan larutan standar sekunder yaitu HCl.
Adapun normalitas larutan HCl yang diperoleh dari hasil standarisasi
adalah 0,0933 N.
b. Kadar karbonat dalam larutan sampel campuran yang digunakan adalah
0,0521 mmol/mL sedangkan kadar bikarbonat sebesar 0,0882 mmol/mL.
2. Saran
Diharapkan untuk praktikan selanjutnya agar lebih fokus pada saat melakukan
titrasi, dimana pengocokannya dilakakuan secara konstan agar volume titran yang
diperoleh sama, serta berhati-hati pada saat memasukkan larutan ke dalam buret.
DAFTAR PUSTAKA

A’idah, Erwita, Lia Destiarti, dan Nora Idiawati. 2018. Penentuan Karakteristik
Air Gambut di Kota Pontianak dan Kabupaten Kuburaya. Jurnal Kimia
Khatulistiwa. ISSN 2303-1077.

Day, R. A JR, Dan A L Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi


Keenam. Jakarta : Erlangga.

Ibnu, Sodiq, Endang Budiasih, Hayuni Retno Widarti, Dan Munzil. 2004. Kimia
Analitik 1. Malang: Universitas Negeri Malang.

Pursitasari, Dwi indariani. 2014. Kimia Analitik Dasar. Bandung: Alfabeta.

Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI-Press.

Susiloningsih, Endang, Dan Indah Puji Rahayu. 2013. Eksplanasi Materi Acara
Praktikum Asam Basa Dengan Produk Media Transvisi Untuk
pembelajaran Kimia. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia. Vol 7 No 2.

Tim Dosen Kimia Analitik. 2017. Penuntun Praktikum Kimia Analitik I.


Makassar: Universitas Negeri Makassar.

Anda mungkin juga menyukai