Anda di halaman 1dari 9

BUDIDAYA AIR TAWAR MENGGUNAKAN

SISTEM BIOFLOK

PAPER

BAROLI SADRI

NPM.1502101010208

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

2018
BUDIDAYA AIR TAWAR

Budidaya ikan secara intensif memiliki keunggulan yaitu kepadatan

penebaran tinggi sehingga tingkat produksi tinggi. Namun juga memiliki

kekurangan yaitu menghasilkan limbah budidaya yang tinggi. Limbah tersebut

merupakan akumulasi dari residu organik yang berasal dari pakan yang tidak

termakan, ekskresi amoniak, dan feses (Putri et al., 2015). Masalah utama yang

dihadapi pembudidaya ikan saat ini adalah lambatnya produktifitas ikan patin

serta kualitas daging yang kurang baik (berbau lumpur) karena lingkungan

budidaya ikan yang kurang terkontrol. Selain itu banyaknya buangan limbah

pakan yang tidak termanfaatkan oleh ikan berdampak secara signifikan terhadap

penurunan kualitas air budidaya (Zidni et al., 2017). Selain itu permasalahan

dalam sistem budidaya secara intensif adalah konsentrasi limbah budidaya

(ammonia, nitrat dan nitrit) mengalami peningkatan yang sangat cepat dan

beresiko terhadap kematian ikan.

Penggunaan sistem resirkulasi diharapkan bisa meningkatkan daya dukung

media budidaya, karena air yang digunakan dapat dikontrol dengan baik, efektif

dalam pemanfaatan air dan lebih ramah lingkungan untuk kehidupan maupun

pertumbuhan ikan. Perlakuan dengan komposisi filter batu karang, krikil, pasir,

dan ijuk pada sistem resirkulasi memberikan pertumbuhan dan kelangsungan

hidup terbaik bagi ikan (Zidni et al., 2017).

Berbagai upaya untuk mengembangkan perikanan budidaya terutama pada

sistem intensif hingga kini masih terus dilakukan mengingat sistem tersebut masih

terkendala oleh berbagai masalah di antaranya buangan limbah akuakultur,


penggunaan tepung ikan sebagai bahan baku pakan buatan serta penyebaran

penyakit. Teknologi bioflok merupakan sistem pemanfaatan limbah nitrogen pada

budidaya ikan oleh bakteri heterotrof. Bakteri heterotrof merupakan golongan

bakteri yang mampu memanfaatkan bahan-bahan organik sebagai bahan

makanannya (Setiawan et al., 2016).

BIOFLOK

Bioflok merupakan suatu agregat yang tersusun atas bakteri pembentuk

flok, bakteri filamen, mikroalga (fitoplankton), protozoa, bahan organik serta

pemakan bakteri. Teknologi bioflok merupakan salah satu alternatif baru dalam

mengatasi masalah kualitas air dalam akuakultur yang diadaptasi dari teknik

pengolahan limbah domestik secara konvensional. Prinsip utama yang diterapkan

dalam teknologi ini adalah manajemen kualitas air yang didasarkan pada

kemampuan bakteri heterotrof untuk memanfaatkan N-organik dan N-anorganik

yang terdapat di dalam air (Putri et al., 2015).

Bakteri heterotrof merupakan penyusun utama bioflok. Di alam, bakteri

heterotrof mendominasi ketersediaan mikroorganisme dengan jenis yang

bervariasi. Namun demikian, bakteri heterotrof sebagai pembentuk bioflok dapat

pula diperoleh dari biakan murni atau dalam bentuk produk komersil (probiotik).

Efektivitas kemampuan sumber bakteri berbeda dalam sistem bioflok belum

diketahui secara pasti. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai

efektivitas penggunaan beberapa sumber bakteri dalam sistem bioflok terhadap

keragaan ikan nila (Oreochromis niloticus) (Putri et al., 2015). Prinsip dasar

bioflok yaitu mengubah senyawa organik dan anorganik yang mengandung


senyawa karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N) dan sedikit fosfor

(P) menjadi massa sludge berupa bioflok dengan memanfaatkan bakteri

pembentuk flok yang mensintesis biopolymer sebagai bioflok. Teknologi bioflok

dalam budidaya perairan yaitu memanfaatkan nitrogen anorganik dalam kolam

budidaya menjadi nitrogen organik yang tidak bersifat toksik. Nitrogen anorganik

dapat diubah menjadi protein sel tunggal dengan adanya penambahan materi

karbon di perairan dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan atau udang.

Menurut putri et al. (2015), penggunaan sumber bakteri yang berbeda

dalam sistem bioflok memberikan pengaruh yang nyata terhadap keragaan ikan

nila namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap Feed Conversion

Ratio dan Survival Rate. Penggunaan bakteri Lactobacillus casei dalam

pembentukan bioflok menghasilkan pertumbuhan berat mutlak tertinggi sebesar

3,89gr±0,19, nilai FCR 1,05± 0,11 dan nilai SR 88% ± 0,05. Teknik pengolahan

limbah dengan bioflok diadopsi pada kegiatan budidaya perikanan untuk

mereduksi bahan-bahan organik dan senyawa beracun hasil dari sisa-sisa pakan

yang tak termakan, kotoran ikan/udang padat terakumulasi di dasar kolam oleh

flok mikroba. Perkembangan pesat bakteri flok akan memungkinkan terjadinya

gumpalan-gumpalan yang dapat dimanfaatkan kembali oleh biota sebagai pakan

tambahan (Haditomo et al., 2015).

Menurut setiawan et al. (2016), secara umum dapat dikatakan bahwa

media pemeliharaan yang mengaplikasikan teknik bioflok menunjukkan kondisi

yang lebih baik dan relatif ideal untuk budidaya lele. Hal ini juga diperkuat

dengan relatif rendahnya tingkat kematian benih selama pemeliharaan, yaitu


<10%. Secara umum dapat dikatakan bahwa media pemeliharaan yang

mengaplikasikan teknik bioflok menunjukkan kondisi yang lebih baik dan relatif

ideal untuk budidaya lele. Hal ini juga diperkuat dengan relatif rendahnya tingkat

kematian benih selama pemeliharaan, yaitu <10%.

Menurut Zidni et al. (2017), pertumbuhan merupakan proses

bertambahnya ukuran volume dan berat suatu organisme yang dapat dilihat dari

perubahan ukuran panjang dan berat dalam kurun waktu tertentu. Berdasarkan

hasil penelitian terjadi peningkatan pertumbuhan yang dicirikan dengan

bertambahnya bobot ikan. Perbedaan sistem budidaya memberikan perbedaan

yang nyata terhadap bobot mutlak benih ikan patin selama penelitian.

Pertambahan bobot mutlak tertinggi terdapat pada perlakuan B (menggunakan

sistem bioflok), sedangkan pertambahan bobot terendah terdapat pada perlakuan

C (kontrol). Pertambahan bobot pada sistem bioflok dan sistem resirkulasi tidak

memberikan perbedaan yang nyata. Hal ini dipengaruhi oleh sistem budidaya

yang mendukung pertumbuhan benih ikan patin.

KELEBIHAN BIOFLOK

Kegiatan atau cara budidaya ikan lele sistem bioflok mempunyai beberapa

prinsip sebagai keunggulan cara budidaya ini. prinsip prinsip ini di temukan

sebagai hasil dari riset yang dilakukan oleh kementerian kelautan dalam hal ini

Dirjen perikanan Budidaya.

PRINSIP BIOFLOK

Keuntungan jika anda penerapan cara budidaya ikan lele sistem bioflok

sebagai berikut
1. Sedikit pergantian air, karena flok harus terjaga agar tetap menjadi

gumpalan.

2. Efisien pakan (FCR bisa mencapai 0,7)

3. Pada tebar bisa lebih tinggi (mencapai 3000 ekor/m3)

4. Produktivitas tinggi

Menurut Haditomo et al. (2015), bahwa konsep dan metode pada system

bioflok adalah pendekatan konsep sistem bioflok, macam dan jenis teknologi

sistem bioflok, persyaratan media teknologi sistem bioflok, peralatan teknologi

sistem bioflok, dan instalasi teknologi sistem bioflok .

PEMBUATAN BIOFLOK
Pada dasarnya kolam lele untuk sistem bioflok termasuk kedalam jenis

kolam dari terpal. Penggunaan kolam terpal tidak hanya memangkas biaya dalam

budidaya, selain itu penggunaan kolam terpal di tujukan agar kegiatan budidaya

bisa dilakukan dilahan yang terbatas.

Berikut beberapa tahapan dalam persiapan air

1. Pertama-tama kolam disis air sebanyak 80% dari ketinngian kolam

2. Selanjutnya mencampurkan probiotik (bakteri pathogen) seperti POC BMW

5 ml/m3, hal ini dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan

mikroorganisme di air.

3. Jangan lupa juga campurkan molase atau air gula merah dengan tambahan

dolomit (kapur barus).

4. setelah prebiotik tercampur semua simpan air dalam kolam kurang lebih 7

saampai 10 hari dan amati perkembangannya.

5. Jika terjadi perubahan warna kehijauan atau kemerahan, berarti tahap

persiapan kolam berhasil, yang ditandakan tumbuh berkembangnya bakteri

sebagai pakan alami dari kolam.

6. Jika warna tidak menunjukan perubahan atau malah menjadi hitam berati

tahap persaiapan kolam gagal, dan saran saya ulangi dari awal sebari

memperhatikan beberapa faktor seperti, cahaya matahari, suhu dan

kelembaban.

Setelah tahap persiapan air dalam sistem bioflok berhasil saatnya pada

tahap penebaran benih dikolam terpal.


PENEBARAN BENIH

Setelah tahap pertama dan kedua berhasil di lewati maka tahap selanjutnya

dalam sistem budidaya bioflok adlaah penebaran benih untuk dibesarkan.

Sebelum menebarkan benis alangkah baiknya pilih benih yang baik dengan ciri-

ciri sebagai berikut :

 Gerakannya aktif dan lincah

 Warna dan ukuran seragam

 Lengkapnya organ tubuh dan tidak cacat.

 Ukuran benih sekitar 4-7 cm merupakan pilihan yang proporsional.

Setelah memastikan kualitas benih yang akan di tebar benar benar benih

unggu saatnya menebar benih. Berikut cara menebar benih agar tidak terjadi

kematian.

 Masukan benih yang masih dalam wadah (pelastik) kedalam kolam

budidaya

 Campurkan air kolam kedalam wadah pelastik secara perlahan

 Simpan beberapa saat agar benih beradaptasi yang dikenal dengan proses

aklimatisasi

 Setelah benih beradaptasi baru kemudian dorong benih dari pelastik agar

keluar semua.

 Setelah benih satu hari baru kemudian campurkan lagi probiotik kedalam

kolam.
Daftar Pustaka

Putri, B., Wardiyanto. dan Supono. (2015). Efektivitas penggunaan beberapa


sumber bakteri dalam sistem bioflok terhadap keragaan ikan nila
(Oreochromis niloticus). e-JRTB. 4(1): 433-438.
Zidni, I., Yustiati. A, Iskandar. dan Andriani. Y. 2017. Pengaruh modifikasi
sistem budidaya terhadap kualitas air dalam budidaya ikan patin (Pangasius
hypophthalmus) (The Effect of Modified Aquaculture System on Water
Quality in Cultivation of Catfish (Pangasius hypophthalmus). Jurnal
Perikanan dan Kelautan. 7(2): 125-135.
Setiawan, A., Ariqoh. R, Tivani. P, Pipih, L. dan Pudjiastuti. I. 2016. Bioflokulasi
sistem” teknologi budidaya lele tebar padat tinggi dengan kapasitas
1m3/750 ekor dengan flock forming bacteria. Inovasi Teknik Kimia. 1(1):
45-49.
Haditomo, A.H.C., Pambudi. L.T. dan Sudaryono. A. 2015. Budidaya ikan lele
dalam kolam terpal di dak rumah lantai 2 sebagai solusi pemanfaatan lahan
wilayah perkotaan. Info. 17(3): 111-124.

Anda mungkin juga menyukai