Anda di halaman 1dari 25

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP


DI RS. DKT JEMBER

SKRIPSI

Oleh :

ANA TRILIA ROSMAWATI


15010146

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL
Jl. Dr. Soebandi No. 99 Jember, Telp/Fax: 0331 483536 Email:
jstikesdr.soebandi@yahoo.com.
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Depkes RI (2009) rumah sakit merupakan institusi
pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri dan
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan
teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat
agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
Tingkat kepuasan pasien tergantung pada mutu pelayanan yang diberikan
rumah saklt kepada pasien. (Supranto,2001). Ada tiga tingkat kepuasan, bila
penampilan kurang dari harapan pasien tidak dipuaskan. Bila penampilan
sebanding dengan harapan, pasien puas. Apabila penampilan melebihi harapan,
pasien amat puas atau senang (Wijono, 2002).
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai
akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien
membandingkan dengan apa yang diharapkannya (Pohan, 2007). Kepuasan akan
tercapai apabila diperoleh hasil yang optimal bagi setiap klien dan keluarganya,
ada perhatian terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan tanggap kepada atau
memprioritaskan kebutuhan klien (Supranto, 2006).
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien yaitu
komunikasi, karena dalam pelayanan keperawatan komunikasi sangat penting dan
dibutuhkan sebagai sarana untuk menggali kebutuhan pasien. Karena komunikasi
dalam keperawatan bertujuan untuk terapi maka komunikasi dalam keperawatan
disebut komunikasi terapeutik (Suryani, 2005). Komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto, 1994 dalam Mundakir, 2006).
Perawat sebagai petugas yang selalu berhubungan dengan pasien harus
memiliki banyak ketrampilan, salah satunya adalah ketrampilan interpersonal
yaitu ketrampilan dalam berkomunikasi dengan pasien. Komunikasi merupakan

2
proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk
berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya (Potter dan Perry, 2009).
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang “hubungan
komunikasi terapeutik perawat Terhadap tingkat kepuasan pasien Di rs. Dkt
jember “. Penilitian yang dilakukan oleh Haryanto Adi Nugroho, Septyani Aryati
(2009) mengenai “hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan
kepuasan pasien di rumah sakit islam kendal” tahun 2009 hasil analisis didapatkan
nilai rata-rata 55,80 (lima puluh lima koma delapan enam) median 58,00 (lima
puluh delapan) berarti perawat sering melakukan komunikasi terapeutikterhadap
pasien. Responden yang merasa puas dengan komunikasiterapeutik perawat di
dapatkan nilai rata+ata 29,523 (dua puluh sembilan koma lima dua tiga) median
3A,04 (tiga puluh). Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai r = 0,225 (nol koma
dua-dua lima) dan p = 0,010 (nol koma nol sepuluh), data ini menunjukkan bahwa
hubungan tersebut signifikan pada taraf signifikasi 0,05 (ebih kecil dari 0,05).
Nilai r sebesar 0,225 (nol koma dua-dua lima) berarti kekuatan hubungan tersebut
lemah. Pola hubungan linier positif yang berarti semakin baik komunikasi
terapeutik perawat maka pasien akan semakin puas. Penilitian yang dilakukan
oleh Ibrahim N. Bolla, (2007) mengenai “Hubungan pelaksanaan komunikasi
terapeutik perawat dengan tingkat kepuasan pasien di ruang rawat inap melati
rsud subang” tahun 2007 Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi
terapeutik perawat baik yaitu sebanyak 9 perawat (56,3%), sedangkan untuk
kepuasan pasien yaitu sebanyak 10 orang (62,5%) pasien merasa puas. Dari hasil
analisis bivariat menunjukkan bahwa nilai probabilitas 0,011 (p < 0,05), hal ini
berarti ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat
kepuasan pasien. Selain itu juga didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,618 maka
hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kepuasan pasien
dalam kategori kuat.
Dipilihnya komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat kepuasan pasien
ini karena komunikasi sangat penting untuk di terapkan dan juga menjadi salah
satu alat untuk membuat pasien merasa nyaman dan percaya terhadap perawat ,
komunikasi terapeutik selain menjadi alat , juga berhubungan dengan tingkat

3
kepuasan pasien karena dengan komunikasi pasien akan merasakan suasana yang
dapat membuat pasien merasa diterima dalam mengungkapkan perasaan dan
merasa lebih dekat pada perawat , Berdasarkan latar belakang permasalahan yang
telah diungkapkan diatas maka hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “hubungan komunikasi terapeutik perawat
Terhadap tingkat kepuasan pasien Di RS. Dkt jember “.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang di uraikan di atas, maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah : “hubungan komunikasi terapeutik
perawat Terhadap tingkat kepuasan pasien Di RS. Dkt jember “

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat Terhadap tingkat
kepuasan pasien Di RS. Dkt jember
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui komunikasi pada perawat
2. Mengetahui tingkat kepuasan pasien
3. Mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat Terhadap
tingkat kepuasan pasien Di RS. Dkt jember
1.4 Manfaat penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat membirikan manfaat berupa :
a. Bagi tempat peneliti
Hasil penelitian dapat di gunakan sebagai bahan masukan bagi instansi
RS/pegawai/kepala ruangan/perawat pelaksana RS.Dkt jember untuk lebih
memperhatikan tingkat kepuasan pasien terhadap komunikasi perawat
sehingga di harapkan dapat memberikan kepuasan pasien dengan
pelayanan RS melalui komunikasi terapeutik perawat
b. Bagi institusi STIKES dr.Soebandi Jember

4
1. Hasil peneliti dapat dijadikan bahan evaluasi yang berkaitan
dengan kepuasan pasien terhadap komunikasi terapeutik perawat
Di RS. Dkt jember
2. Sebagai sumber bacaan dan referensi bagi perpustakaan di instansi
STIKES dr.Soebandi Jember
c. Bagi peneliti
Merupakan penerapan dari ilmu yang di peroleh selama proses
pembelajaran sehingga menanamkan pengetahuan peneliti dalam
melakukan penelitian.

1.5 Keaslian penelitian


Penelitian – penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan perilaku caring
perawat terhadap tingkat kepuasan pasien di ruang rawat inap adalah sebagai
berikut :
Tabel 1.1 Penelitian jurnal terkait :
Peneliti, judul Metode Hasil
penelitian, tahun
Hariyanto adi Metode pengambilan data hasil analisis didapatkan
nugroho , hubungan kuantitatil dilakukan dengan nilai rata-rata 55,80
antara komunikasi wawancara tersetruktur (lima puluh lima koma
terapeutik menggunakan kuesioner Delapan enam) median
perawat terhadap yang telah diuji validitas dan 58,00 (lima puluh
kepuasan pasien di reliabilitas, Uji hubungan delapan) berarti perawat
Rumah Sakit lslam menggunakan uji korelasi sering melakukan
Kendal (2009) Rank Spearman, Penelitian komunikasi terapeutik
ini dilahukan di Rumah terhadap pasien.
Sakit lslam Kendal pada Responden yang merasa
bulan Mei 2008 dengan puas dengan komunikasi
pendekatan Cros Sectional terapeutik perawatdi
terhadap 130 responden.. dapatkan nilai rata-rata
29,523 (dua puluh

5
sembilan koma lima
dua tiga) median 3A,04
(tiga puluh). Berdasarkan
uji statistik diperoleh
nilai r = 0,225 (nol koma
dua-dua lima) dan p =
0,010 (nol koma nol
sepuluh), data ini
menunjukkan bahwa
hubungan tersebut
signifikan pada taraf
signifikasi 0,05 (lebih
kecil dari 0,05). Nilai
r sebesar 0,225 (nol
koma dua-dua lima)
berarti kekuatan
hubungan tersebut lemah.
Pola hubungan linier
positif yang berarti
semakin baik komunikasi
terapeutik perawat maka
pasien akan semakin
puas.
Penti Sari Ningsih, Penelitian deskriptif nilai = 0,354 dan nilai p
hubungan antara korelasional. Pengumpulan = 0,001 karena nilai p<
komunikasi terapeutik data menggunakan 0,05 berarti hipotesis
perawat dengan kuesioner. Responden dalam diterima, artinya ada
tingkat kepuasan penelitian ini berjumlah 48 hubungan antara
pasien rawat inap orang dengan menggunakan komunikasi terapeutik
kelas III di RSU PKU purposive sampling perawat dengan tingkat
Muhammadiyah

6
Yogyakarta Unit II. kepuasan pasien rawat
(2015) inap kelas III di RSU
PKU Muhammadiyah
Yogyakarta Unit II. Saran
untuk Manajer
keperawatan PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta Unit II perlu
merencanakan program
peningkatan kemampuan
komunikasi terapeutik
perawat melalui
pelatihan.

DAFTAR PUSTAKA
Depatemen Kesehatan .2009. Sistem kesehatan nasional. Jakarta.
Potter dan Perry. 2009. Fundamental of nursing, EGC, Jakarta
Pohan, Imbolo, 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Penerbit Buku
Kedokteran ECG, Jakarta
Purwanto, Heri, 1993, Komunikasi untuk Perawat, Jakarta:EGC Purwanto, Heri,
1994, Komunikasi untuk Perawat, Jakarta:EGC
Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan
Pangsa Pasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik : Teori Dan Praktik . Jakarta: Egc
Wijono, Djoko, Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan,
(Surabaya,Airlangga University Press : 1997).

7
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Keperawatan
2.1.1 Definisi Keperawatan
Menurut WHO (1947) , definisi kesehatan secara luas tidak hanya meliputi
aspek medis saja , tetapi juga aspek mental dan sosial , dan bukan hanya suatu
keadaan yang bebas dari penyakit saja. Henrik L Blum (1997) , menggambarkan
fakto-fakto yeng memengaruhi kesehatan berdasarkan besarnya pengaruh meliputi
secara berurutan , faktor lingkungan , faktor perilaku , faktor pelayanan kesehatan
dan faktor keturunan.
Depkes RI (2008) menetapkan indikator mutu pelayanan keperawatan
meliputi: 1) Keselamatan pasien Pasien aman dari kejatuhan, dekubitus, kesalahan
pemberian obat dan cidera akibat restrain. 2) Perawatan diri Kebersihan dan
perawatan diri merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi agar
tidak menimbulkan masalah lain, misalnya penyakit kulit, rasa tidak nyaman,
infeksi saluran kemih, dan lain-lain.
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan berbentuk pelayanan biopsikosisial dan spiritual kompreshensif,
ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pada hakekatnya keperawatan
merupakan suatu ilmu dan kiat profesi yang berorientasi pada pelayanan,
memiliki empat tingkatan klien (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat)
serta pelayanan yang mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan secara
keseluruhan. Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan di
mana dalam menentukan tindakannya didasari pada ilmu pengetahuan serta
memiliki keterampilan yang jelas dalam keahliannya. Selain itu sebagai profesi
keperawatan mempunyai otonomi dalam kewenangan dan tanggung jawab dalam
tindakan serta adanya kode etik dalam bekerja dan berorientasi pada pelayanan
dengan pemberian asuhan keperawatan kepada individu, kelompok dan
masyarakat. (Hidayat, 2008).

8
(Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta:
Salemba Medika)
2.1.2 Fungsi Perawat
Menurut Hidayat (2008) fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan
sesuai dengan perannya. Fungsi dapat berubah dan disesuaikan dengan keadaan
yang ada. Dalam menjalankan perannya, perawat akan menjalankan berbagai
fungsi diantaranya fungsi independen, fungsi dependen, dan fungsi interdependen.
1. Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, di mana
perawat dalam melaksanakan tugasnya dillakukan secara sendiri dengan
keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi
kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis
(pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit, pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktifitas
dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan,
pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri
dan aktualisasi diri.
2. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksankan kegiatannya atas pesan
atau instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan
tugas yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis
kepada perawat umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
3. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan di antara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi
apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian
pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita
yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi
dengan tim perawat saja melainkan juga dokter ataupun lainnya, seperti
dokter dalam memberikan tindakan pengobatan bekerja sama dengan
perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan.

9
(Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta:
Salemba Medika)
2.1.3 Faktor – Faktor Mempengaruhi Pelayanan Keperawatan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Perawat Menurut Gibson, et al.
(1989:51-70),variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja adalah individu,
perilaku, psikologi dan organisasi. Variabel individu terdiri dari kemampuan dan
ketrampilan, latar belakang, dan demografi. Variabel demografis mempunyai efek
tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. Variabel psikologis terdiri dari
persepsi, sikap, dan kepribadian. Adapun uraian dari masing-masing variabel
adalah sebagai berikut:
1. Ketrampilan dan kemampuan
Ketrampilan dan kemampuan diartikan sebagai suatu tingkat pencapaian
individu terhadap upaya untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik
dan efisien. Ketrampilan fisik didapatkan dari belajar dengan
menggunakan skill dalam bekerja. Pengembangan ketrampilan ini dapat
dilakukan dalam bentuk training.
2. Latar belakang (keluarga, tingkat sosial dan pengalaman)
Perilaku seseorang sangat dipengaruhi bagaimana dan apa yang
didapatkan dari lingkungan keluarga. Keluarga berperan dan berfungsi
sebagai pembentukan sistem nilai yang akan dianut oleh masing-masing
anggota keluarga. Dalam hal tersebut keluarga mengajarkan bagaimana
untuk mencapai hidup dan apa yang seharusnya kita lakukan untuk
menghadapi hidup. Pengalaman (masa kerja) biasanya dikaitkan dengan
waktu mulai bekerja dimana pengalaman kerja juga ikut menentukan
kinerja seseorang. Semakin lama masa kerja maka kecakapan akan lebih
baik karena sudah menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.
3. Demografis (umur, jenis kelamin dan etnis)
Hasil kemampuan dan ketrampilan seseorang seringkali dihubungkan
dengan umur, sehingga semakin lama umur seseorang maka pemahaman
terhadap masalah akan lebih dewasa dalam bertindak. Etnis diartikan
sebagai sebuah kelompok masyarakat yang mempunyai ciri-ciri karakter

10
yang khusus. Masyarakat sebagai bagian dari pembentukan nilai dan
karakter individu maka pada budaya tertentu mempunyai sebuah
peradaban yang nantinya akan mempengaruhi dan membentuk sistem nilai
seseorang. Pengaruh jenis kelamin dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh
jenis pekerjaan yang akan dikerjakan. Misalnya mencangkul dan mengecat
tembok maka jenis kelamin laki-laki sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan kerja, namun ada sisi lain yang positif dalam karakter wanita
yaitu ketaatan dan kepatuhan dalam bekerja, hal ini akan mempengaruhi
kinerja secara personal.
4. Persepsi Persepsi
didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan
dan menginterprestasikan impresi sensorinya supaya dapat memberikan
arti kepada lingkungan sekitarnya, meskipun persepsi sangat dipengaruhi
oleh pengobyekan indra maka dalam proses ini dapat terjadi penyaringan
kognitif atau terjadi modifikasi data. Persepsi diri dalam bekerja
mempengaruhi sejauh mana pekerjaan tersebut memberikan tingkat
kepuasaan dalam dirinya.
5. Sikap dan kepribadian
Merupakan sebuah itikat dalam diri seseorang untuk tidak melakukan atau
melakukan pekerjaan tersebut sebagai bagian dari aktivitas yang
menyenangkan. Sikap yang baik adalah sikap dimana dia mau
mengerjakan pekerjaan tersebut tanpa terbebani oleh sesuatu hal yang
menjadi konflik internal. Perilaku bekerja seseorang sangat dipengaruhi
oleh sikap dalam bekerja. Sedangkan sikap seseorang dalam memberikan
respon terhadap masalah dipengaruhi oleh kepribadian seseorang.
Kepribadian ini dibentuk sejak lahir dan berkembang sampai dewasa.
Kepribadian seseorang sulit dirubah karena elemen kepribadiannya yaitu
id, ego dan super ego yang dibangun dari hasil bagaimana dia belajar saat
di kandungan sampai dewasa. Sikap merupakan faktor penentu perilaku,
karena sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian, dan motivasi.
Sikap (attitude) adalah kesiap-siagaan mental yang dipelajari dan

11
diperoleh melalui pengalaman, serta mempunyai pengaruh tertentu atas
cara tanggap seseorang terhadap orang lain, obyek, dan situasi yang
berhubungan dengannya
2.2 Komunikasi
2.2.1 Definisi Komunikasi
Definisi komunikasi pada bahasa latin seperti “communis” yang artinya
membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih
. (suyoto .S.M , 2018).
Pergaulan manusia merupakan salah satu peristiwa komunikasi. Komunikasi
berasal dari bahasa Latin “communis” yang berarti “bersama”. Sedangkan
menurut kamus, definisi komunikasi dapat meliputi ungkapan-ungkapan seperti
berbagi informasi atau pengetahuan, member gagasan atau bertukar pikiran,
informasi atau yang sejenisnya dengan tulisan atau ucapan. Definisi lain terbatas
pada situasi stimulus-response. Pesan dengan sengaja disampaikan untuk
mendapatkan respon seperti pertanyaan yang diajukan memerlukan jawaban,
instruksi yang diberikan perlu bukti (Machfoedz, 2009:1)
(Machfoedz, M. 2009. Komunikasi Keperawatan (Komunikasi Terapeutik).
Yogyakarta : Penerbit Ganbika.)
Pengertian lain menurut Liliweri (2008:47) yaitu komunikasi yang
berkaitan dengan proses pertukaran pengetahuan, meningkatkan konsesus,
mengidentifikasi aksi aksi yang berkaitan dengan kesehatan yang mungkin
dapat dilakukan secara efektif. Melalui proses dialog tersebut maka informasi
kesehatan yangdipertukarkan antara dua pihak itu bertujuan membangun
pengertian bersama demi penciptaan pengetahuan baru, dari beberapa definisi
komunikasi kesehatan diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi kesehatan
meliputi unsur (Liliweri, 2008:48) :
1. proses komunikasi manusia demi mengatasi masalah kesehatan
2. komunikasi yang sama dengan komuniksai pada umumnya, yaitu ada
komunikator kesehata komunikan, pesan, media, efek, ada konteks
komunikan kesehatan,

12
3. beroprasi pada level atau konteks komunikasi seperti komunikasi
antar personal, kelompok, organisasi, publik dan komuniksai massa.
4. Belajar memanfaatkan strategi komuniksai
5. Belajar tentang peranan teori komunikasi dalam penelitian dan
praktik yang berkaitan dengan promosi kesehatan dan pemeliharaan
kesehatan
6. Penyebarluasan informasi tentang kesehatan
7. Keterpengaruhan dari individu dan komunitas dalam pembuatan keputusan
yang berkaitan dengan kesehatan
(Liliweri, Alo. 2008. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka
pelajar.)
2.2.2 Tujuan Komunikasi
Pelaksana komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien memperjelas
dan mengurangi beban pikiran dan perasaan untuk dasar tindakan guna mengubah
situasi yang ada apabila pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan. Komunikasi
dengan pasien pada umumnya diawali sosial secara singkat. Pesan yang
disampaikan bersifat umum,belum membahas sesuatu secara rinci.interaksi pada
tahap ini membuat kedua belah pihak merasa aman karena dalam perbincangan
yang dilakukan tidak terdapat niat yang bertujuan menyingkap tabir rahasia
seseorang. Mampu terapeutik berarti seseorang mampu melakukan atau
mengkomunikasikan perkataan, perbuatan, atau ekspresi yang memfasilitasi
proses kesembuhan.
Menurut Liliweri (2011:124) komunikasi manusia disebut komunikasi
antarpribadi adalah proses di mana individu berhubungan dengan orang-orang lain
di dalam kelompok, organisasi, masyarakat. Hubungan ini bertujuan untuk
menciptakan dan menggunakan informasi yang bersumber dari lingkungannya itu
demi memahami kemanusiaan bersama. Tujuan umum komunikasi menurut
Stanton (1982) dalam Liliweri (2011:128), yaitu :
1. Mempengaruhi orang lain
2. Membangun atau mengelola relasi antar personal
3. Meentukan perbedaan jebis pengetahuan

13
4. Membantu orang lain
5. Bermain atau bergurau
(Liliweri,Alo. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Cetakan ke-1.
Jakarta : Kencana Prenada Media Group)
Menurut Machfoedz (2008:105) pelaksanaan komunikasi theraupetic
bertujuan membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban pikiran dan
perasaan untuk dasar tindakan guna mengubah situasi yang ada apabila pasien
percaya pada hal-hal yang diperlukan.
(Machfoedz, M. 2009. Komunikasi Keperawatan (Komunikasi Terapeutik).
Yogyakarta : Penerbit Ganbika)
2.2.3 Jenis – jenis komunikasi
Menurut (suyoto .S.M , 2018) jenis – jenis komunikasi antara lain :
1. Komukasi tertulis
hal – hal yang perlu diperhatikan pada komunikasi adalah untuk
mengetahui apa yang ingin di sampaikan , gunakan kata aktif , gunakan
kata yang sederhana , gunakan seminimal mungkin kata yang tidak
penting , gunakan paragraf untuk mempermudah pembaca .
2. Komunikasi secara langsung atau verbal
Suatu cara komunikasi yang memberikan kesempatan bagi individu untuk
mengekspresikan perasaan nya secara langsung , jujur dan dengan cara
yang sesuai tanpa menyinggung perasaan lawan .
3. Kommunikasi non verbal
Komunikasi gengan mengguanakan ekspresi wajah , gerakan tubuh dan
sikiap tubuh .
2.2.4 Faktor Penghambat Komunikasi
1. Status sosial
Komunikasi juga berpengarung dengan lingkungan keluarga , maupun
lingkungan luar seperti pergaulan .
2. Status psikologi
Seseorang komunikator harus mempersiapkan kondisi psikologisnya
sehingga apa yang akan disampaikan sesuai dengan pesan . seorang

14
perawat harus bisa mengesampingkan kondisi amarah rasa kecewa ,
kecemasan , perasaan iri hati , kebingungan dan kekalutan saat
berkomunikasi dengan pasien .
3. Sosial budaya
Manusia berada pada tingkat keanekaragaman budaya , ras ,norma ,
kebiasaan , bahasa, gaya hidup , potur tubuh dan warna kulit
4. Lingkungan
Lingkungan yang bising dan tidak bersahabat akan menghambat dalam
upaya menerjemahkan isi pesan . isi pesan menjadi bias atau tidak sesuai
dengan pesan yang disampaikan . hal ini di karenakan mengganggu
konsentrasi dalam mempersiapkan isi pesan yang di sampaikan .
2.2.5 Tahapan Komunikasi Terapeutik
1. Fase pra-interaksi
Prainteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien. Perawat
mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi perasaan, fantasi dan
ketakutan diri dan membuat rencana pertemuan dengan klien.
2. Fase orientasi atau perkenalan
Fase Orientasi atau Perkenalan Fase ini dimulai ketika Pekerja sosial
dengan klien bertemu untuk pertama kalinya. Hal utama yang perlu dikaji
adalah alasan klien meminta pertolongan yang akan mempengaruhi
terbinanya hubungan Pekerja sosial klien.
3. Fase kerja
Pada kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang dilakukan adalah
memberi kesempatan pada klien untuk bertanya, menanyakan keluhan
utama, memulai kegiatan dengan cara baik, melakukan kegiatan sesuai
rencana.
4. Fase terminasi
Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir
2.3 Kepuasan
2.3.1 Definisi Kepuasan

15
Kepuasan pasien adalah sesuatu yang penting. Tanpa adanya kepuasan
dalam barang dan jasa, maka harapan organisasi untuk tetap tumbuh dan
bertahan akan sangat sulit terwujud. Kesenjangan penelitian kepuasaan
pelanggan merujuk pada studi McDougall dan Levesquel yang sejauh ini
masih terdapat perdebatan pada penelitian akan anteseden dan konsekuensi dari
kepuasan pelanggan. Penelitian Yi tahun 1990 berpendapat dalam studinya
bahwa belum jelas keberadaan kepuasan pelanggan sebagai sikap pelanggan
yang konstruktif atau sebagai evaluasi hasil bagi perusahaan dalam.
Sedangkan kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari
perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk dengan
harapannya (Nursalam; 2011).
Kotler (dalam Nursalam; 2011) menyebutkan bahwa kepuasan adalah perasan
senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara
persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-
harapannya.
Menurut Cadotte, Woodru ff & Jenkins (1987) dalam Tjiptono (2011),
menyatakan kepuasan dikonseptualisasikan sebagai perasaan yang timbul
setelah mengevaluasi pengalaman pemakaian produk.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan kepuasan pasien terjadi apabila
apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, atau harapan pasien dapat terpenuhi.
Kepuasan pasien adalah perasaan senang atau puas bahwa produk atau jasa
yang diterima telah sesuai atau melebihi harapan pasien ( Novianti , 2014)

(Tjiptono, F,. & Chandra, G. 2011. Service, Quality, & Satisfication.


Yogyakarta: ANDI Yogyakarta)
(Novianti, Eka. 2014. Gambaran Tingkat Kepuasan Pasien Pada Mutu Pelayanan
Fisioterapi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2013.
Skripsi tidak diterbitkan.Makassar: Universitas Hasanuddin)
(Nursalam.(2011). Proses dan dokumentasi keperawatan, konsep dan
praktek.Jakarta : Salemba Medika.)
2.3.2 Aspek – Aspek Kepuasan

16
Aspek – aspek yang memengaruhi kepuasan pasien yang di temukan dalam
studi kepuasan pasien tersebut :
1. Kesembuhan
2. Ketersediaan obat puskesmas
3. Keleluasaan pribadi atau privasi sewaktu berada dalam kamar periksa
4. Kebersihan lingkungan puskesmas
5. Mendapatkan informasi yang menyeluruh
6. Komunikasi dengan baik
7. Kesinambungan petugas kesehatan
8. Tersedianya toilet
9. Biaya pelayanan
2.3.3 Faktok – Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien
Menurut Budiastuti (dalam Nooria; 2008), faktor yang mempengaruhi
kepuasan pasien yaitu:
1. Kualitas produk atau jasa, pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi
mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas.
Persepsi pasien terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua
hal yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa dan komunikasi perusahaan,
dalam hal ini rumah sakit dalam mengiklankan tempatnya.
2. Kualitas pelayanan, pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh
pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.
3. Faktor emosional, pasien merasa bangga, puas dan kagum terhadap rumah
sakit yang dipandang “rumah sakit mahal”.
4. Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan
yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi
berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.
5. Biaya, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak
perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, maka pasien
cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.
Selain itu, menurut Moison, Walter dan White (dalam Nooria; 2008)
menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien, yaitu:

17
1. Karakteristik produk, karakteristik produk rumah sakit meliputi
penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang
disediakan beserta kelengkapannya.
2. Harga, semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan
yang lebih besar.
3. Pelayanan, meliputi pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan
dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan
pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien maupun orang lain yang
berkunjung di rumah sakit.
4. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya.
Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam
memilih rumah sakit.
5. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang
mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan
semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit
tersebut.
6. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian
kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana,
tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap.
7. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian perawat terhadap lingkungan
8. Desain visual, tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan
kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus
diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau
konsumen.
9. Suasana, suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan
sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya.
Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi
orang lain yang berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan
memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi
pengunjung rumah sakit tersebut.

18
10. Komunikasi, bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat
diterima oleh perawat.
(Nooria, Widoningsih. 2008. Pengaruh Persepsi Kualitas Jasa Pelayanan Terhadap
Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan di RSU Saras Husada Purworejo. Skripsi
(Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta)

2.3.4 Indikator Kepuasan Pasien


Menurut Likert dalam Novianti, Eka (2014), skala pengukuran
kepuasan yang dikenal dengan istilah skala Likert, kepuasan pasien
dikategorikan menjadi sangat puas, puas, cukup puas, tidak puas dan sangat
tidak puas.
Menurut parasuraman (2008)terdapat 10 indikator untuk mengukur kepuasan
pasien . Dalam perkembangan selanjutnya kesepuluh faktor tersebut di rangkum
menjadi lima dimensi mutu pelayanan sebagai penentu kualitas jasa , yaitu :
1. Tangibles (kenyataan atau terwujud ) adalah segala sesuatu yang termasuk
seperti peralatan , fasilitas , kenyamanan ruang , dan sifat petugas .
2. Reliability ( kehandalan ) adalah elemen yang berkaitan dengan kesediaan
petugas dalam membantu dan memberikan pelayanan yang dapat di
andalkan
3. Responsiveness (daya tanggap ) adalah elemen yang yang berkaitan
dengan kesediaan petugas dalam membantu dan memberikan pelayanan
yang terbaik bagi pasien , petugas dapat memberikan informasi yang jelas
petugas dapat memberikan layanan dengan segera dan tepat waktu ,
petugas memberikan pelayan dengan baik .
4. Assurance ( jaminan ) adalah hal yang mencangjup pengetahuan ,
kemampuan kesopanan dan sifat dapat di percaya petugas . selain itu ,
bebas dari bahaya saat pelayanan merupakan jaminan juga .
5. Emphaty ( empati ) meliputi perhatian pribadi dalam memahami
kebutuhan para pasien .
(Novianti, Eka. 2014. Gambaran Tingkat Kepuasan Pasien Pada Mutu Pelayanan
Fisioterapi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2013.

19
Skripsi tidak diterbitkan.Makassar: Universitas Hasanuddin).
2.4 Kerangka teori

Jenis-jenis komunikasi Tujuan komunikasi terapeutik :


terapeutik :
1. Mempengaruhi orang
1. Komukasi tertulis lain
2. Komunikasi secara 2. Membangun atau
langsung atau verbal mengelola relasi antar
3. Kommunikasi non personal
verbal 3. Meentukan perbedaan
jebis pengetahuan
4. Membantu orang lain
5. Bermain atau bergurau

Kepuasan Pasien

Tahap-tahap komnikasi Indikator kepuasan :


terapeutik : 1. Tangibles
1. Fase pra – interaksi 2. Reliability
2. Fase orientasi atau 3. Responsiveness
perkenalan 4. Assurance
3. Fase kerja 5. Emphaty
4. Fase terminasi

Gambar 2.4 teori sumber : Liliweri,Alo. (2011) , Suyoto .S.M (2018) , Novianti,
Eka (2014)

20
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta:
Salemba Medika
Liliweri, Alo. 2008. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka
pelajar
Machfoedz, M. 2009. Komunikasi Keperawatan (Komunikasi Terapeutik).
Yogyakarta : Penerbit Ganbika
Nooria, Widoningsih. 2008. Pengaruh Persepsi Kualitas Jasa Pelayanan Terhadap
Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan di RSU Saras Husada Purworejo. Skripsi
(Tidak Diterbitkan). Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Novianti, Eka. 2014. Gambaran Tingkat Kepuasan Pasien Pada Mutu Pelayanan
Fisioterapi di Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar Tahun
2013.Skripsi tidak diterbitkan.Makassar: Universitas Hasanuddin
Nursalam.(2011). Proses dan dokumentasi keperawatan, konsep dan
praktek.Jakarta : Salemba Medika
Tjiptono, F,. & Chandra, G. 2011. Service, Quality, & Satisfication.
Yogyakarta: ANDI Yogyakarta

21
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka konsep
Kerangka konseptual penelitian menurut Sapto Haryoko dalam Iskandar
(2008: 54) menjelaskan secara teoritis model konseptual variabel-variabel
penelitian, tentang bagaimana pertautan teori-teori yang berhubungan dengan
variabel-variabel penelitian yang ingin diteliti, yaitu variabel bebas dengan
variabel terikat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Faktor-faktor penghambat kepuasan pasien :
komunikasi terapeutik : 1. Karakteristik produk
1. Status sosial 2. Harga
2. Status psikologi 3. Pelayanan
3. Sosial budaya 4. Lokasi
4. Lingkungan 5. Fasilitas
6. Image
7. Desain visual
KOMUNIKASI
8. Suasana
TERAPEUTIK
9. Komunikasi

Tahap-tahap komunikasi
terapeutik : KEPUASAN
1. Fase pra interaksi
2. Fasi orientasi atau
TINGKAT KEPUASAN
perkenalan
3. Fase kerja
4. Fase terminasi

Kurang Sangat
Sangat
Puas tidak puas
puas puas
Keterangan :

KEPUASAN
: diteliti

KEPUASAN
: tidak diteliti

22
3.2 Hipotesis
1. Hipotesis diturunkan melalui teori. Hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap masalah penelitian. Hipotesis adalah suatu pernyataan
yang masih harus diuji kebenarannya secara empiris. (Iskandar, 2008 : 56).
(Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif
dan Kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press.)
Jenis hipotesis mnurut (suharsimi arikunto , 2009) di bagi menjadi dua
jenis hipotesis , yaitu :
Ho : tidak ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat
kepuasan pasien di RS . DKT jember
Ha : ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat
kepuasan pasien di RS . DKT jember
(Suharsimi Arikunto. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta)
2. Hipotesis statistik adalah pernyataan atau dengan mengenai keadaan
populasi yang sifatnya masih sementara atau lemah tingkat kebenarannya
(hidayat , 2017)
Ho : p = 0. 0 artinya tidak ada hubungan
Ha : p ≠ 0. 0 artinya dapat lebih besar atau kurang dari nol , yang
berarti ada hubungan , p = nilai korelasi .

23
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan
Kualitatif).Jakarta: GP Press
Hidayat A.A . 2017 . Metodologi Penelitian Keperawatan Dan Kesehatan .Jakarta:
Salemba Medika
Suharsimi Arikunto. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta. Rineka Cipta

24
25

Anda mungkin juga menyukai