Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA


PADA ERA REFORMASI

Disusun oleh:

Ulliyah Sumanjaya (NIM. 14303241020)


Andriani Wulansari (NIM. 14303241021)
Very Ega Efrika (NIM. 14307141059)
Denny Hadya K. (NIM. 14307144002)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA PADA ERA REFORMASI”
ini tanpa ada halangan suatu apapun.
Penyusunan laporan ini tidak lain dengan adanya bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Suripno, S.H., selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan.
2. Orang tua, yang senantiasa memberikan dukungan dan dorongan kepada
kami.
3. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan berkah, rahmat, dan perlindungan-
Nya atas semua budi luhur dan nama baik dari semua pihak tersebut diatas
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yoyakarta, 16 Oktober 2014


Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Demokrasi telah menjadi istilah yang sangat diagungkan dalam sejarah
pemikiran manusia tentang tatanan sosio-politik yang ideal. Ajaran demokrasi
merupakan ide besar para filsuf untuk mengkonstruksi rasionalitas kekuasaan
yang sulit dijinakkan. Kekuasaan menjadi tema sentral dalam ide demokrasi.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sudah sejak lama
menerapkan demokrasi sebagai dasar pemerintahan Indonesia. Namun
samapai saat ini, negara Indonesia belum memiliki kejelasan yang tepat
tentang arti demokrasi itu sendiri. Jika kita melihat sistem demokrasi dalam
struktur pemerintahan Indonesia dari level negara, provinsi, kabupaten,
hingga kecamatan hampir dapat dipastikan demokrasi ini hanya sampai pada
pembuatan kebijakan. Sementara jika mencari demokrasi yang merupakan
ciri bahwa negara Indonesia mempunyai ciri demokrasi itu sendiri dapat
dilihat di level desa.
Hal ini sebagaimana seperti yang ditulis oleh Moh. Hatta, “Di desa-desa
sistem yang demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat
istiadat yang hakiki.” Dasarnya adalah pemilikan tanah yang komunal yaitu
setiap orang yang merasa bahwa ia harus bertindak berdasarkan persetujuan
bersama. Struktur demokrasi yang hidup dalam diri bangsa Indonesia harus
berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa. Gambaran dari tulisan ini
tidak lain merupakan pola-pola demokrasi tradisional yang dilambangkan
oleh musyawarah dalam pencapaian keputusan dan gotong royong dalam
pelaksanaan keputusannya tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa demokrasi
desa memuat baik kepemimpinan.
Mungkin jika kita menanyakan tentang arti demokrasi, kebanyakan
orang akan mengatakan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat. Hal ini sering diartikan sebagai semua keinginan rakyat adalah
yang paling benar. Dan ada juga yang mengatakan bahwa kehendak rakyat
adalah kehendak Tuhan. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan konsep
demokrasi itu sendiri. Sebagai contoh bila ada dua pendapat yang saling
bertentangan dari rakyat, pastinya kedua pendapat itu tidak mesti
dilaksanakan. Oleh karena itu, perlu adanya sosok pemimpin yang dapat
memimbing dan memutuskan pendapat yang terbaik yang bisa digunakan.
Untuk itu, makalah yang kami susun ini akan membahas tentang
bagaimana pelaksanaan demokrasi di Indonesia saat ini, yang berdasarkan
pada Undang-Undang Dasar 1945.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalah ini antara lain:
1. Apakah pengertian dari demokrasi itu?
2. Bagaimana perkembangan demokrasi di Indonesia?
3. Bagaimana pelaksanaan demokrasi di Indonesia saat ini?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian demokrasi.
2. Mengetahui perkembangan demokrasi di Indonesia.
3. Mengetahui bagaimana pelaksanaan demokrasi di Indonesia saat ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN DEMOKRASI
Beberapa pengertian demokrasi menurut para ahli secara lengkapnya
dijelaskan seperti dibawah ini:
1. Menurut Henry B. Mayo
Kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-
wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan
yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan
dalam suasana di mana terjadi kebebasan politik.
2. Menurut Samuel Huntington
Demokrasi ada jika para pembuat keputusan kolektif yang paling
kuat dalam sebuah sistem dipilih melalui suatu pemilihan umum yang
adil, jujur dan berkala dan di dalam sistem itu para calon bebas bersaing
untuk memperoleh suara dan hampir seluruh penduduk dewasa dapat
memberikan suara.
3. Menurut Yusuf Al-Qardhawi
Demokrasi adalah wadah masyarakat untuk memilih sesorang
untuk mengurus dan mengatur urusan mereka. Pimpinanya bukan orang
yang mereka benci, peraturannya bukan yang mereka tidak kehendaki,
dan mereka berhak meminta pertanggungjawaban penguasa jika
pemimpin tersebut salah. Merekapun berhak memecatnya jika
menyeleweng, mereka juga tidak boleh dibawa ke sistem ekonomi,
sosial, budaya, atau sistem politik yang tidak mereka kenal dan tidak
mereka sukai
4. Menurut Hans Kelsen
Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat.
Yang melaksanakan kekuasaan negara ialah wakil-wakil rakyat yang
terpilih. Dimana rakyat telah yakin, bahwa segala kehendak dan
kepentingannya akan diperhatikan didalam melaksanakan kekuasaan
negara.
5. Menurut John L. Esposito
Pada dasarnya kekuasaan adalah dari dan untuk rakyat. Oleh
karenanya, semuanya berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif
maupun mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain
itu, tentu saja lembaga resmi pemerintah terdapat pemisahan yang jelas
antara unsur eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
6. Menurut Sidney Hook
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-
keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak
didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari
rakyat dewasa.
7. Menurut Kranenburg
Demokrasi terbentuk dari dua pokok kata yang berasal dari bahasa
Yunani yaitu Demos (rakyat) dan Kratein (memerintah) yang maknanya
adalah “ cara memerintah oleh rakyat”.
8. Menurut Prof. Mr. Koentjoro Poerbobranoto
Demokrasi adalah suatu negara yang pemerintahannya dipegang
oleh rakyat. Maksudnya, suatu sistem dimana suatu negara diikutsertakan
dalam pemerintahan negara.
9. Menurut Abraham Lincoln
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat (Democracy is government of the people, by the people, and for
the people). Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi
ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara
yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan.
10. Menurut International Commission of Jurist
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk
membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga
negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang
bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang
bebas.
11. Menurut Merriam, Webster Dictionary
Demokrasi dapat didefinisikan sebagai pemerintahan oleh rakyat;
khususnya, oleh mayoritas pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi
tetap pada rakyat dan dilakukan oleh mereka baik langsung atau tidak
langsung melalui sebuah sistem perwakilan yang biasanya dilakukan
dengan cara mengadakan pemilu bebas yang diadakan secara periodik.
Berdasarkan berbagai pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
demokrasi adalah suatu paham yang menegaskan bahwa pemerintahan suatu
negara di pegang oleh rakyat, karena pemerintahan tersebut pada hakikatnya
berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

B. SEJARAH DEMOKRASI
Kata “demokrasi” pertama muncul pada mazhab politik dan filsafat
Yunani kuno di negara-kota Athena. Dipimpin oleh Cleisthenes, warga
Athena mendirikan negara yang umum dianggap sebagai negara demokrasi
pertama pada tahun 508-507 SM. Cleisthenes disebut sebagai “Bapak
Demokrasi Athena”.
Demokrasi Athena berbentuk demokrasi langsung dan memiliki dua ciri
utama: pemilihan acak warga biasa untuk mengisi jabatan administratif dan
yudisial di pemerintahan, dan majelis legislatif yang terdiri dari semua warga
Athena. Semua warga negara yang memenuhi ketentuan boleh berbicara dan
memberi suara di majelis, sehingga tercipta hukum di negara-kota tersebut.
Demokrasi Athena tidak hanya bersifat langsung dalam artian
keputusan dibuat oleh majelis, tetapi juga sangat langsung dalam artian
rakyat, melalui majelis, boule, dan pengadilan, mengendalikan seluruh proses
politik dan sebagian besar warga negara terus terlibat dalam urusan publik.
Meski hak-hak individu tidak dijamin oleh konstitusi Athena dalam arti
modern (bangsa Yunani kuno tidak punya kata untuk menyebut “hak”),
penduduk Athena menikmati kebebasan tidak dengan menentang pemerintah,
tetapi dengan tinggal di sebuah kota yang tidak dikuasai kekuatan lain dan
menahan diri untuk tidak tunduk pada perintah orang lain.
Pemungutan suara kisaran pertama dilakukan di Sparta pada 700 SM.
Apella merupakan majelis rakyat yang diadakan sekali sebulan. Di Apella,
penduduk Sparta memilih pemimpin dan melakukan pemungutan suara
dengan cara pemungutan suara kisaran dan berteriak. Setiap warga negara
pria berusia 30 tahun boleh ikut serta. Aristoteles menyebut hal ini kekanak-
kanakan, berbeda dengan pemakaian kotak suara batu layaknya warga
Athena. Tetapi Sparta memakai cara ini karena kesederhanaannya dan
mencegah pemungutan bias, pembelian suara, atau kecurangan yang
mendominasi pemilihan-pemilihan demokratis pertama.

C. PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI
Dalam menjalankan demokrasi dalam suatu negara, harus mengacu
pada prinsip prinsip dasar demokrasi sebagaimana berikut ini:
1. Pemerintahan berdasarkan konstitusi.
2. Pemilihan Umum yang bebas, jujur, dan adil.
3. Adanya jaminan Hak Asasi Manusia (HAM).
4. Diakuinya persamaan kedudukan di hadapan hukum.
5. Terciptanya peradilan yang bebas dan tidak memihak.
6. Dijaminya kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
7. Kebebasan pers.

D. UNSUR-UNSUR DEMOKRASI
1. Partisipasi masyarakat dalam kehidupan bernegara
Dalam demokrasi, setiap warga negara berhak menentukan
kebijakan publik, seperti penentuan anggaran, peraturan peraturan, dan
kebijakan-kebijakan publik lainya. Namun karena secara praktis tidak
mungkin melibatkan semua warga suatu negara dalam pengambilan
keputusan, maka digunakan prosedur pemilihan wakil rakyat. Warga
negara memilih wakil-wakil mereka di pemerintahan.
Para wakil inilah yang diberi mandat untuk mengelola masa depan
bersama warga negara melalui berbagai kebijakan dan peraturan
perundang-undangan. Pemerintahan demokratis diberi kewenangan
membuat keputusan melalui mandat yang diperoleh lewat pemilu.
2. Kebebasan
Unsur ke dua dan bahkan lebih mendasar dalam demokrasi adalah
kebebasan, yaitu kebebasan berekspresi, berkumpul, berserikat, dan
media (koran, radio, TV). Kebebasan memungkinkan demokrasi
berfungsi. Kebebasan memberi oksigen agar demokrasi dapat bernafas.
a. Kebebasan berekspresi memungkinkan segala masalah bisa
diperdebatkan, memungkinkan pemerintah dikritik, dan
memungkinkan adanya pilihan-pilihan lain.
b. Kebebasan berkumpul memungkinkan rakyat berkumpul untuk
melakukan diskusi.
c. Kebebasan berserikat memungkinkan orang-orang untuk bergabung
dalam suatu partai atau kelompok penekan untuk mewujudkan
pandangan atau cita-cita politik mereka.
Ketiga kebebasan ini memungkinkan rakyat mengambil bagian
dalam proses demokrasi. Media yang bebas artinya media tidak
dikendalikan oleh penguasa, membantu rakyat mendapatkan informasi
yang diperlukan untuk membuat pilihan mereka sendiri. Tanpa Media
yang bebas dan tanpa kebebasan berekspresi yang luas (melalui
percakapan, buku buku, film film, dan bahkan poster-poster dinding),
rakyat sering kali sulit mengetahui apa yang sesungguhnya sedang
terjadi, dan bahkan sulit membuat keputusan yang berbobot mengenai
apa yang harus mereka pilih demi mencapai suatu keadaan masyarakat
yang mereka inginkan.
3. Supremasi hukum (Daulat hukum)
Unsur penting lainya, yang sering kali dianggap sudah semestinya
ada di negara negara yang tradisi demokrasinya sudah lama adalah
supremasi hukum (rule of law). Tidak ada gunanya pemerintah
membiarkan semua kebebasan yang disebut di atas bertumbuh apabila
pemerintah menginjak-injaknya. Pengalaman yang banyak negara
menunjukan banyak pengkritik dijebloskan ke dalam penjara, banyak
demonstran yang menentang kebijakan pemerintah dibubarkan dengan
cara kekerasan, dan bahkan ada banyak diantara mereka ditembak mati
secara diam-diam oleh agen-agen rahasia negara.
Agar kebebasan dapat tumbuh subur, rakyat harus yakin bahwa
kebebasan itu berlaku tetap. Rakyat baru yakin akan hal itu apabila
pihak-pihak yang bertugas untuk menegakkannya, terutama para hakim
dan polisi, tidak dikendalikan oleh penguasa.
4. Pengakuan akan kesamaan warga negara
Dalam demokrasi semua warga negara diandaikan memiliki hak-
hak politik yang sama, jumlah suara yang sama, hak pilih yang sama, dan
akses atau kesempatan yang sama untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
Tidak seorang pun mempunyai pengaruh lebih besar dari pada orang lain
dalam proses pembuatan kebijakan. Kesamaan disini juga termasuk
kesamaan di depan hukum dari rakyat jelata sampai pejabat tinggi.
Semuanya sama di hadapan hukum.
a. Di bidang ekonomi, setiap individu memiliki hak yang sama
melakukan usaha ekonomi (berdagang, bertani, berkebun, menjual
jasa, dsb.) untuk memenuhi dan meningkatkan taraf hidupnya.
b. Di bidang budaya, setiap individu mempunyai kesamaan hak dalam
mengembangkan seni, misalnya berkreasi dalam seni tari, seni lukis,
seni musik, seni pahat, seni bangunan, dan sebagainya.
c. Di bidang politik, setiap orang memilih hak politik yang sama, yakni
setiap individu berhak secara bebas memilih, menjadi anggota salah
satu partai politik, atau mendirikan partai politik baru sesuai
perundang-undangan yang berlaku. Juga memiliki hak dalam
pengambilan keputusan baik dalam lingkup keluarga atau
masyarakat melalui mekanisme yang disepakati dengan tidak
membedakan status, kedudukan, jenis kelamin, agama, dan
sebagainya.
d. Di bidang hukum, setiap individu memiliki kedudukan yang sama,
yakni berhak untuk mengadakan pembelaan, penuntutan, berperkara
di depan pengadilan.
e. Di bidang pertahanan dan keamanan, setiap individu mepunyai hak
dan kewajiban yang sama dalam pembelaan negara.
5. Pengakuan akan supremasi sipil atas militer
Dalam sebuah negara yang benar-benar demokratis, sipil mengatur
militer, bukan sebaliknya. Hal ini mengandung dua arti. Pertama, sipil
mengendalikan militer. Kedua, militer aktif tidak diperkenankan menjadi
pejabat negara (lurah, camat, walikota, bupati, gubernur, presiden, dan
sebaliknya). Militer hanya bertanggung jawab mengamankan negara
terhadap ancaman dari luar.
BAB III
PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA


Dalam sejarah Negara Republik Indonesia, perkembangan demokrasi
telah mengalami pasang surut. Masalah pokok yang dihadapi bangsa
Indonesia adalah bagaimana meningkatkan kehidupan ekonomi dan
membangun kehidupan sosial politik yang demokratis dalam masyarakat.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dibagi dalam empat periode:
1. Demokrasi pada masa Revolusi (1945-1950)
Tahun 1945-1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda
yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi
belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya
revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi
kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang
berbunyi sebelum MPR, DPR, dan DPA dibentuk menurut UUD ini
segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan dibantu oleh KNIP.
Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang
absolut pemerintah mengeluarkan:
a. Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP
berubah menjadi lembaga legislatif.
b. Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang
Pembentukan Partai Politik.
c. Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan
sistem pemerintahn presidensiil menjadi parlementer.
2. Demokrasi pada masa Orde Lama
a. Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)
Masa demokrasi liberal atau parlementer, presiden sebagai
lambang atau berkedudukan sebagai kepala negara bukan sebagai
kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen akuntabilitas
politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik.
Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal
disebabkan:
1) Dominannya partai politik.
2) Landasan sosial ekonomi yang masih lemah.
3) Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti
UUDS 1950.
Atas dasar kegagalan itu maka presiden mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959:
1) Bubarkan konstituante.
2) Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUDS 1950.
3) Pembentukan MPRS dan DPAS.
b. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No.
VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan
musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua
kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan
nasakom dengan ciri:
1) Dominasi presiden.
2) Terbatasnya peran partai politik.
3) Berkembangnya pengaruh PKI.
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
1) Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang
dipenjarakan.
2) Peranan parlemen lemah bahkan akhirnya dibubarkan oleh
presiden dan presiden membentuk DPRGR.
3) Jaminan HAM lemah.
4) Terjadi sentralisasi kekuasaan.
5) Terbatasnya peranan pers.
6) Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok
Timur).
Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965
oleh PKI yang menjadi tanda akhir dari pemerintahan Orde Lama.
3. Demokrasi pada masa Orde Baru (1966-1998)
Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat
Perintah 11 Maret 1966. Orde Baru bertekad akan melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Awal Orde baru
memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui
Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil
menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987,
1992, dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini
dianggap gagal sebab:
a. Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada.
b. Rekrutmen politik yang tertutup.
c. Pemilu yang jauh dari semangat demokratis.
d. Pengakuan HAM yang terbatas.
e. Tumbuhnya KKN yang merajalela.
Sebab jatuhnya Orde Baru:
a. Hancurnya ekonomi nasional (krisis ekonomi).
b. Terjadinya krisis politik.
c. TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba.
d. Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden
Soeharto untuk turun jadi Presiden.
4. Demokrasi pada masa Reformasi (1998-sekarang)
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan
kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada
tanggal 21 Mei 1998.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang
demokratis antara lain:
a. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-
pokok reformasi.
b. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang
Referandum.
c. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara
yang bebas dari KKN.
d. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan
Presiden dan Wakil Presiden RI.
e. Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV.
f. Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum
sudah dua kali yaitu tahun 1999 dan tahun 2004.

B. DEMOKRASI ERA REFORMASI


Sampai saat ini, hampir seluruh negara di dunia mengklaim menjadi
penganut paham demokrasi. Demokrasi yang dilaksanakan di masing-masing
negara tentunya berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lainnya.
Demokrasi dilaksanakan harus berdasarkan kedaulatan rakyat, artinya
kekuasaan negara dikelola oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat.
Prinsip demokrasi di Indonesia tercantum dalam suatu Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yang berbunyi:
“….maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Selain tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945, prinsip demokrasi
Indonesia juga tercantum dalam Pancasila sila keempat serta secara eksplisit
tercantum dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi, “kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.” Selain itu juga
tercantum dalam Pasal UUD 1945 hasil amandemen dengan mewujudkan
sistem penentuan kekuasaan pemerintahan negara secara langsung dalam
memilih presiden dan wakil presiden, Pasal 6A ayat (1).
Sistem demokrasi dalam penyelenggaraan negara Indonesia diwujudkan
dalam penentuan kekuasaan negara yaitu dengan menentukan dan
memisahkan tentang kekuasaan eksekutif Pasal 4-16, legislatif Pasal 19-22,
dan yudikatif Pasal 24 UUD 1945.
Secara filosofis, demokrasi Indonesia mendasarkan pada rakyat sebagai
asal mula kekuasaan negara dan sebagai tujuan kekuasaan negara. Rakyat
merupakan penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial.

C. PEMILU SEBAGAI PERWUJUDAN DEMOKRASI


Salah satu perwujudan pelaksanaan demokrasi di Indonesia adalah
dengan diadakannya Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilihan Umum
merupakan suatu ajang aspirasi rakyat sebagai perwujudan dari kedaulatan
rakyat. Masalah Pemilu diatur dalam UUD 1945 tentang Pemilihan Umum
Bab VII B Pasal 22E sebagai hasil dari amandemen UUD 1945 ke-3 Tahun
2001 yang berbunyi:
1. Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
2. Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil
Presiden, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3. Peserta Pemilihan Umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Partai
Politik.
4. Peserta Pemilihan Umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah adalah perseorangan.
5. Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum
yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
6. Ketentuan lebih lanjut tentang Pemilu diatur dengan Undang-Undang.
Tujuan diselenggarakannya Pemilu adalah untuk memilih wakil rakyat
dan wakil daerah serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis,
kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mencapai tujuan
nasional sesuai dengan UUD 1945.
Pemilu diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri. Komisi ini bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan pemilu dan dalam pelaksanaannya menyampaikan laporan
kepada Presiden dan DPR.

D. INDEKS DEMOKRASI INDONESIA (IDI)


Pembangunan demokrasi dan politik merupakan hal yang sangat
penting dan terus diupayakan oleh pemerintah. Pembangunan demokrasi
memerlukan data empirik untuk dapat dijadikan landasan pengambilan
kebijakan dan perumusan strategi yang spesifik dan akurat. Oleh karena itu,
untuk memberikan gambaran mengenai perkembangan demokrasi di
Indonesia sejak tahun 2009, Badan Pusat Statistik (BPS) bersama stakeholder
lainnya merumuskan pengukuran Indeks Demokrasi Indonesia (IDI).
IDI adalah indikator komposit yang menunjukkan tingkat
perkembangan demokrasi di Indonesia. Tingkat capaiannya diukur
berdasarkan pelaksanaan dan perkembangan sejumlah aspek demokrasi,
diantaranya adalah Kebebasan Sipil (Civil Liberty), hak-Hak Politik (Political
Rights), dan Lembaga-Lembaga Demokrasi (Institution of Democracy).
Pada dasarnya IDI bertujuan untuk mengukur secara kuantitatif tingkat
perkembangan demokrasi. Dari indeks tersebut akan terlihat perkembangan
demokrasi sesuai dengan ketiga aspek yang diukur. Di samping level
nasional, IDI juga dapat memberikan gambaran perkembangan demokrasi di
level provinsi seluruh Indonesia.
Tahun 2013, Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) nasional sebesar 63,72
dari skala 0 sampai 100, angka ini naik 1,09 poin dibandingkan dengan IDI
nasional tahun 2012 sebesar 62,63. Meskipun mengalami peningkatan,
tingkat demokrasi Indonesia masih tetap berada pada kategori sedang.
Berikut disajikan grafik perkembangan IDI nasional tahun 2009 sampai
dengan 2013.
Grafik Perkembangan IDI Nasional, 2009 – 2013

(Sumber: Berita Resmi Statistik BPS No. 55/07/Th. XVII, 04 Juli 2014)
Perkembangan IDI dari tahun 2009 hingga 2013 mengalami fluktuasi
(2009 sebesar 67,30; 2010 sebesar 63,17; 2011 sebesar 65,48; 2012 sebesar
62,63; dan 2013 sebesar 63,72). Meskipun demikian, tingkat demokrasi
Indonesia berdasarkan perhitungan indeks sejak tahun 2009 hingga 2013
masih tetap berada pada kategori sedang.
Jika kita bandingkan dengan indeks pada tahun 2009, nilai indeks pada
tahun 2013 justru lebih rendah sebesar 3,58 dibandingkan IDI pada tahun
2009. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh adanya kecenderungan
penyampaian aspirasi dalam bentuk demonstrasi yang dilakukan dengan cara-
cara kekerasan seperti merusak, memblokir, membakar, dan melakukan
penyegelan terhadap kantor-kantor pemerintah, dll.

E. KECACATAN DAN SISI GELAP DEMOKRASI


Satu poin yang perlu dicermati dari sistem demokrasi adalah penentuan
calon pemimpin atau wakil rakyat yang kelak menyuarakan kehendak rakyat.
Demokrasi tidak mengatur detil dari poin ini. Semua diserahkan pada negara
atau wilayah guna menyesuaikan sesuai dengan kepentingan. Mengingat azas
kebebasan yang berlaku dalam sistem demokrasi, maka setiap warga negara
punya hak dipilih dan memilih sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Celakanya jika dalam penetapan ini bermuatan kepentingan segelintir
orang atau kelompok, maka akan dibuat kriteria selonggar mungkin. Ini yang
terjadi ketika Aburrahman Wahid (Gus Dur) dicalonkan sebagai presiden RI.
Atau standar minimum pendidikan SMA pada penetapan calon anggota
legislatif indonesia. Itulah muncul kekhawatiran dari beberapa kalangan akan
munculnya sosok-sosok boneka. Mereka yang sebenarnya jauh dari kompeten
namun memenuhi syarat minimal berhak mencalonkan diri.
Sisi lain yang tak kalah menakutkan adalah proses pra pemilihan
umum. Mengingat calon harus memenangkan suara terbanyak untuk bisa
duduk di tempat yang ia inginkan, maka mau tak mau harus ada usaha untuk
merebut hati rakyat. Kampanye sebagai mekanisme beriklan harus
dimanfaatkan betul. Mereka yang lolos “Fit and Proper Test” ini dan
berkampanye, membutuhkan dana yang tidak sedikit. Diperbolehkan
menggalang dana dan mencari sponsor dari individu atau kelompok. Dan
tentu saja harus ada “transaksi” atau semacam kesepakatan antara kedua
belah pihak. Intinya harus ada simbiosis mutualisme antara kerduanya.
Maka jadilah kampanye tidak sekedar pra pesta demokrasi melainkan
pesta bisnis di sisi lain. Inilah poin berbahaya yang dimaksud. Celah ini
sangat dipahami betul para pemilik modal. Mereka yang ingin
mempertahankan hegemoni bisnisnya rela merogoh kocek lebih dalam guna
mendukung salah satu calon yang dianggap menguntungkan bisnisnya kelak.
Uang dan kekuatan sering menjadikan proses Pemilihan Umum
menjadi tidak fair. Afiliasi kekuatan militer dan industri menjadi sangat
digdaya, terlebih setelah mengadopsi semboyan “perang melawan terorisme”.
Lobi dan korupsi mencemari berbagai proses pemerintahan. Singkat kata,
demokrasi tengah berada dalam kondisi yang tidak baik alias sakit (Simon
Jenkins, mantan editor The Times, Guardian, 2010).
Analisa Simon Jenkins di atas memberikan gambaran jelas tentang
cacat demokrasi. Selain prosesnya sering tidak fair, mekanisme dan hasilnya
pun tak jarang menimbulkan petaka. Namun sayangnya kehebatan media dan
“marketing” demokrasi yang dimiliki tangan-tangan tersembunyi, membuat
demokrasi seolah batu karang gagah yang tak tergoyahkan.
Di sisi lain, pelaku-pelaku politik yang sudah jauh tenggelam dalam
dahaga duniawi dan kekuasaan semakin banyak bermunculan. Individu hasil
didikan tangan-tangan inilah yang akan dijadikan boneka dan atau wayang.
Inilah cacat bawaan dan sisi gelap demokrasi yang sudah banyak memakan
korban. Pelan tapi pasti, dunia saat ini sedang berjalan ke arah proses
destruktif massal. Satu per satu negara teracuni. Satu per satu pula negara-
negara tersebut dikuasai secara kasat mata melalui tangan-tangan tersembunyi
lewat mekanisme pemilu dalam sistem demokrasi.

F. KONDISI DEMOKRASI SAAT INI


Tahun 2014 menjadi tahun ketiga pelaksanaan pemilu Presiden dan
Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat, yang sebelumnya telah
dilaksanakan pada tahun 2004 dan 2009. Selain itu juga telah dilaksanakan
Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD yang juga dilakukan
secara langsung oleh rakyat. Hal ini telah mencerminkan bahwa negara
Indonesia telah berhasil menerapkan paham demokrasi terutama Demokrasi
Pancasila yang telah diterapkan oleh negara Indonesia.
Namun yang menjadi titik perhatian saat ini adalah pro-kontra di
Gedung DPR atas diputuskannya Pilkada melalui DPRD atau tidak langsung
saat sidang paripurna anggota DPR akhir-akhir ini. Hal ini tentunya sangat
bertentangan dengan sistem demokrasi yang diterapkan oleh negara Indonesia
yaitu Demokrasi Pancasila. Apalagi keputusan diambil melalui proses voting,
bukan musyawarah mufakat sesuai dengan Demokrasi Pancasila. Mekanisme
pengambilan keputusan anggota DPR seperti itu justru lebih mengarah
kepada sistem liberal barat, bukan Pancasila.
Menurut Ahmad Amran Nur, Sekertaris Komite Nasional Pemuda
Indonesia (KNPI) Provinsi Sulawesi Barat, pilkada langsung dengan
melibatkan rakyat lebih sesuai dengan perwujudan Demokrasi Pancasila.
Pancasila memiliki jiwa dan semangat integrasi bangsa, yang dibutuhkan oleh
bangsa Indonesia bukan lagi mengenai jumlah sila yang terdapat dalam
pancasila, lebih dari itu yang perlu dijalankan adalah implementasi dari
makna yang terkandung dalam kelima sila itu sendiri.
“Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa
bukanlah ideologi yang ingin menguasai bangsa di atas bangsanya sendiri,
sehingga semangat DPR memutuskan pilkada tidak lansung bertentangan
dengan nilai demokrasi dalam pancasila, karena tidak melibatkan masyarakat
secara utuh,” katanya. Sila keempat Pancasila, kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, sebenarnya dapat
dipahami bahwa keputusan sejatinya diambil melalui proses berpikir secara
kolektif seluruh masyarakat.
Kesimpulannya, dengan diputuskannya RUU Pilkada lewat DPR atau
tidak langsung ini, tentunya telah menghilangkan hak-hak rakyat untuk ikut
serta dalam mewujudkan negara Indonesia yang demokratis sesuai dengan
yang telah dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan makalah yang telah kami susun, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Demokrasi adalah suatu paham yang menegaskan bahwa pemerintahan
suatu negara di pegang oleh rakyat, karena pemerintahan tersebut pada
hakikatnya berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
2. Demokrasi di Indonesia mengalami perubahan dari waktu ke waktu yang
terbagi menjadi empat periode, yakni: Demokrasi Parlementer (1945-
1959), Demokrasi Terpimpin (1959-1966), Demokrasi Pancasila Era
Orba (1966-1999), dan Demokrasi Pancasila Era Reformasi (1999-
sekarang).
3. Pelaksanaan demokrasi di Indonesia sudah cukup baik sesuai dengan
yang tercantum dalam UUD 1945. Namun, pada akhir-akhir ini
demokrasi di Indonesia sedikit mengalami kecacatan dengan keputusan
DPR yang telah mengusulkan pilkada tidak langsung. Sehingga hak
kedaulatan rakyat untuk menentukan pemimpinnya akan hilang.

B. SARAN
Sebagai warga negara Indonesia yang telah menerapkan Demokrasi
Pancasila, hendaknya kita dapat menjalankan hak dan kewajibannya serta
berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Sudah
seharusnya kita saling bergotong royong demi mewujudkan bangsa Indonesia
yang demokratis seperti yang telah dicita-citakan oleh pahlawan-pahlawan
bangsa ini.
DAFTAR PUSTAKA

Amal, Ikhlasul. 2011. Makalah Implementasi Demokrasi Pancasila Sebagai


Perwujudan Kedaulatan Rakyat. Yogyakarta: STMIK AMIKOM.
Azizah, Abu. 2013. Cacat dan Sisi Gelap Demokrasi. [Online]. Tersedia:
http://www.eramuslim.com/berita/analisa/cacat-dan-sisi-gelap-
demokrasi.htm#.VD9m71f_Rzs [16 Oktober 2014].
Badan Pusat Statistik. 2014. Berita Resmi Statistik: Indeks Demokrasi Indonesia
(IDI) 2013. No. 55/07/Th. XVII, 04 Juli 2014.
Magnis, Franz, dan Suseno SJ. 1995. Mencari Sosok Demokrasi: Sebuah Telaah
Filosofis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Nurtjahjo, Hendra. 2006. Filsafat Demokrasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Putra, Febrianto. 2014. Hakikat Demokrasi: Pengertian dan Prinsip. [Online].
Tersedia: http://www.febrian.web.id/2014/03/hakikat-demokrasi-
pengertian-dan-prinsip.html [15 Oktober 2014].
Rochimudin. 2013. Pengertian dan Prinsip-Prinsip Budaya Demokrasi. [Online].
Tersedia: http://pkndisma.blogspot.com/2013/09/pengertian-dan-prinsip-
prinsip-budaya.html [15 Oktober 2014].
Sunarso, dkk. 2013. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: UNY Press.
Tim Eska Media. 2002. Edisi Lengkap UUD 1945. Jakarta: Eska Media. Hlm 51.
Undang-Undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum anggota DPR,
DPD, dan DPRD. Hlm 1.
Wikipedia Bahasa Indonesia. 2013. Demokrasi. [Online]. Tersedia:
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi [15 Oktober 2014].
_______. 2012. Pengertian Demokrasi Menurut Para Ahli. [Online]. Tersedia:
http://www.beritaterhangat.net/2012/11/pengertian-demokrasi-menurut-
para-ahli.html [15 Oktober 2014].

Anda mungkin juga menyukai