Anda di halaman 1dari 6

2

Indikasi ibu meliputi adanya perdarahan pervaginam, distosia jaringan lunak,

penyakit yang menyertai ibu dan menyulitkan (penyakit jantung, paru, hipertensi)

(Solikhah, 2011).

Menurut World Health Organisation (WHO), standar rata-rata sectio

caesarea disebuah Negara adalah sekitar 5-15% per 1000 kelahiran di dunia,

rumah sakit pemerintah rata-rata 11% sementara di rumah sakit swasta bisa lebih

dari 30% (Gibbons,2010). Menurut NCBI (2005) di Asia Tenggara jumlah yang

melakukan tindakan sectio caesarea sebanyak 9550 kasus per 100.000 kasus pada

tahun 2005 (Ferry, 2012).

Tindakan SC dilakukan jika kelahiran pervaginam mungkin akan

menyebabkan resiko pada ibu ataupun janin seperti proses persalinan lama atau

kegagalan proses persalinan normal, plasenta previa, panggul sempit, distosia

servik, pre eklamsi berat, rupture uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban

pecah dini, janin letak lintang, letak bokong, fetal distres dan janin besar melebihi

4.000 gram.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di ruang dahlia

Rumah Sakit Tk II Udayana Denpasar menunjukkan bahwa ibu yang menjalani

operasi sectio caesarea pada tahun 2017 yaitu dari bulan Januari sampai bulan

Juni adalah sebanyak 629 orang, dimana pada bulan Januari terdapat 59 orang,

pada bulan Februari 64 orang, pada bulan Maret sebanyak 156 orang, pada bulan

April sebanyak 109 orang, kemudian pada bulan Mei sebanyak 118 orang dan

pada bulan Juni sebanyak 123 orang. Berdasarkan uraian di atas, dimana operasi

sectio caesarea kemungkinan memiliki resiko lima kali lebih besar dibandingkan
3

persalinan pervaginam, maka untuk menekan jumlah resiko komplikasi pada ibu

dan bayi diperlukan peningkatan dan keterampilan tenaga keperawatan dalam

memberikan asuhan keperawatan.

Masalah paling umum terjadi post operasi SC adalah nyeri karena

kerusakan kontinuitas jaringan yang disebabkan pelepasan mediator kimia yang

kemudian mengaktivasi nosiseptor dan memulai transmisi nosiseptif (Whalley,

dkk. 2008). Nyeri yang tidak teratasi dapat mengakibatkan berbagai masalah pada

ibu, yaitu Activity Daily Living (ADL) dan mobilisasi ibu menjadi terbatas karena

adanya peningkatan intensitas nyeri apabila ibu bergerak.

Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu farmakologis

dan non farmakologis. Secara farmakologis dengan menggunakan obat analgesik,

sedangkan non farmakologis dapat diberikan terapi Guided Imagery ( Relaksai

dan Teknik Imajinasi). Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari

ketegangan dan stres. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika

terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik dan emosi pada nyeri. Teknik

relaksasi dapat dipergunakan dalam kondisi sehat atau sakit. Teknik relaksasi

digunakan untuk mempertahankan dinding abdomen tidak tegang, mengikuti

timbulnya kontraksi uterus tanpa penekanan yang kuat pada dinding abdominal

(Solikhah, 2011). Teknik Imagery merupakan tindakan yang berkonsentrasi pada

suatu obyek atau membawa masuk sensori untuk memperkaya kortek, ibu diberi

foto atau gambar seseorang yang sangat berarti baginya. Pada terapi ini terapi ini

sebaiknya pasien tidak diajak untuk berbicara karena akan dapat memecah

konsentrasi dari pasien. (Solikhah,2011)


4

Saat klien melakukan teknik ini, perawat mengarahkan klien untuk

melokalisasi setiap daerah yang mengalami ketegangan otot, berpikir bagaimana

rasanya, menegangkan otot sepenuhnya, dan kemudian merelaksasikan otot-otot

tersebut. Kegiatan ini menciptakan sensasi melepaskan ketidaknyamanan dan

stres. Saat klien mencapai relaksasi penuh, maka persepsi nyeri berkurang dan

rasa cemas terhadap pengalaman nyeri menjadi minimal.

Berikut ini penelitian yang dilakukan oleh Aditya Yayang Sucipto

(2012), dimana penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adakah pengaruh teknik

guided imagery untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien post SC. Aditya Yayang

Sucipto, (2012) mendapatkan hasil bahwa pengaruh guided imagery memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap tingkat nyeri pada pasien post SC di RSD dr.

Soebandi Jember.

Studi pendahuluan yang dilakukan dengan cara wawancara dengan

salah satu petugas kesehatan (Bidan) di ruang dahlia Rumah Sakit Tk II Udayana

Denpasar dimana didapatkan hasil bahwa di ruang dahlia Rumaha Sakit Tk II

Udayana belum menerapkan teknik guided imagery dalam penanganan nyeri post

SC untuk terapi non farmakologi. Teknik yang biasanya dipergunakan untuk

mengatasi nyeri post SC di Rumah Sakit Tk II Udayana adalah teknik relaksasi

nafas dalam, dan Rumah Sakit Tk II Udayana belum mengetahui dan belum

pernah menerapkan teknik guided imagery ini dalam penanganan nyeri pada ibu

post SC .
5

Berdasarkan hal itu penulis tertarik untuk meneliti “ pemberian terapi

guided imagery dalam mengurangi nyeri pada pasien post SC Di Ruang Dahlia

Rumah Sakit Tk II Udayana Denpasar”

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada ibu post sectio

caesarea dalam pemenuhan kebutuhan nyeri dengan pemberian teknik guided

imagery?

1.3 Tujuan Studi Kasus

1.3.1 Tujuan Umum

Menggambarkan asuhan keperawatan pada ibu post sectio caesarea dalam

pemenuhan kebutuhan nyeri dengan pemberian teknik guided imagery.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari kasus ibu post sectio caesarea dalam pemenuhan

kebutuhan nyeri dengan teknik guided imagery

a. Melaksanakan pengkajian pada ibu post sectio caesarea dalam

pemenuhan kebutuhan nyeri dengan teknik guided imagery

b. Menyusun analisis data dan diagnose keperawatan pada ibu post

sectio caesarea dalam pemenuhan kebutuhan nyeri dengan teknik

guided imagery

c. Menyusun rencana keperawatan pada ibu post sectio caesarea dalam

pemenuhan kebutuhan nyeri dengan teknik guided imagery

d. Mengaplikasikan tindakan keperawatan pada ibu post sectio caesarea

dalam pemenuhan kebutuhan nyeri dengan teknik guided imagery


6

e. Melaksanakan evaluasi atas tindakan yang akan dilakukan pada ibu

post sectio caesarea dalam pemenuhan kebutuhan nyeri dengan teknik

guided imagery

1.4 Manfaat Studi Kasus

Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi :

a. Rumah Sakit

Dapat digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan mutu

pelayanan kesehatana, khususnya dalam pemberian guided imagery

terhadap skala nyeri post SC

b. Bagi Profesi

Sebagai tambahan referensi kepustakaan untuk penelitian lebih

lanjut dalam mengembangkan ilmu keperawatan mengenai pemberian

guided imagery terhadap skala nyeri post SC

c. Bagi Peneliti

Setelah peneliti melakukan pengkajian mengukur skala nyeri

pasien serta menerapkan guided imagery dalam penerapan mengatasi

nyeri dengan terapi non farmakologi diharapkan dapat menambah

pengalaman dan pengetahuan dalam mengkaji permasalahan tentang

guided imagery terhadap skala nyeri post SC.

d. Bagi Masyarakat

Sebagai tambahan pengetahuan mengenai pemberian guided

imagery terhadap skala nyeri post SC hari.


7

Mayarakat dapat mengaplikasikan teknik guided imagery ini ketika

menemukan permasalahan nyeri pada anggota keluarganya.

Anda mungkin juga menyukai