Anda di halaman 1dari 13

Pendekatan dan metodologi kajian Ilmu Tasawuf dan Tarekat

Makalah ini akan dipresentasikan pada mata kuliah


Pendekatan dalam Pengkajian Islam

Oleh:
Anah Nurhasanah
Ahmad Umar Sholeh

Dosen pembimbing:
Prof. Dr. Zainun Kamal, MA

KONSENTRASI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PROGRAM STUDI MAGISTER AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PTIQ JAKARTA
2013

1
Tasawuf merupakan salah satu bidang studi Islam yang memusatkan perhatian pada
pembersihan aspek rohani manusia yang selanjutnya dapat menimbulkan akhlak mulia.
Untuk lebih mendalami makna tasawuf, mari kita ketahui pengertiannya lebih dahulu.

A. Pengertian Tasawuf dan Tarekat

Secara etimologi, kata tasawuf berasal dari bahasa Arab yaitu tashawwafa,
yatashawwafu, tashawwufan. Berasal dari kata shuf yang artinya kain yang terbuat dari bulu
domba/wol. Memakai wol kasar pada waktu itu adalah simbol kesederhanaan, maka orang
yang memakainya dapat disebut sufi atau mutasawwif. Para penganut tasawuf ini hidupnya
sederhana, tetapi berhati mulia, menjauhi pakaian sutra dan memakai wol kasar.

J. Spencer Trimingham –seorang orientalis– dalam bukunya yang berjudul The Sufi
Orders in Islam, berpendapat bahwa term sufi pertama kalinya diterapkan pada asketik
muslim yang berpakaian wol kasar. Dari kata shuf lahir kata tasawuf yang artinya
mistisme.1

Menurut Sayyed Hussein Nasr Secara terminologi tasawuf adalah upaya melatih jiwa
dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan manusia dari pengaruh kehidupan
duniawi dan mendekatkannya kepada Allah sehingga jiwanya bersih dan memancarkan
akhlak mulia.2

Dalam ilmu tasawuf erat sekali kaitannya dengan tarekat. Asal kata tarekat dalam bahasa
arab ialah thariqah yang berarti jalan, keadaan, aliran, atau garis pada sesuatu.3 Tarekat
adalah jalan yang ditempuh para sufi.

Pada awal mulanya, tarekat belum ada di dalam agama Islam. Akan tetapi untuk
memasuki dunia tasawuf diperlukan satu jalan untuk dapat mencapai tujuan utama yang ingin
dicapai oleh seseorang. Dari situ timbullah satu cara untuk mendaki satu maqam ke maqam
lainnya yang disebut tarekat.

Menurut Harun Nasution, tarekat berasal dari kata thariqah yang artinya jalan yang harus
ditempuh oleh seorang calon sufi agar ia berada sedekat mungkin dengan Allah. Thariqah

1
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, (London: Oxford University Press, 1973), hlm.1.
2
Sayyed Hussein Nasr, Tasawuf dulu dan sekarang, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985), hlm.40.
3
Louis M’luf, Al-Munjid fi Al-Lughah wa Al-A’lam, (Beirut: Dar Al Masyriq, 1986), hlm. 456.

2
kemudian mengandung arti organisasi (tarekat), setiap thariqah mempunyai syaikh, upacara
spiritual, dan dzikir tersendiri. 4

Tarekat yang semula bermakna jalan yang ditempuh orang tasawuf untuk mencapai
kedekatan dengan Tuhan, mendapat tambahan makna menjadi jamaah atau organisasi
pengamal tasawuf yang dipimpin oleh sufi tertentu. 5

B. Sejarah munculnya dan berkembangnya tasawuf dan tarekat

Istilah Sufi baru muncul kepermukaan pada abad kedua Hijriyah, sebelum itu Kaum
muslimin dalam kurun awal Islam sampai abad pertama Hijriyah belum meneganal istilah
tersebut. Namun bentuk amaliah para Sufi itu tentu sudah ada sejak dari awal kelahiran Islam
itu di bawa oleh Rasulullah Muhammad Saw, bahkan sejak manusia diciptakan.

Sejarah historis ajaran tasawuf mengalami perkembangan yang sangat pesat, berawal dari
upaya meniru pola kehidupan Rasulullah Saw. baik sebelum menjadi Nabi dan terutama
setelah beliau bertugas menjadi Nabi dan Rasul, perilaku dan kepribadian Nabi Muhammad
lah yang dijadikan tauladan utama bagi para sahabat yang kemudian berkembang menjadi
doktrin yang bersifat konseptual. Tasawuf pada masa Rasulullah Saw adalah sifat umum
yang terdapat pada hampir seluruh sahabat-sahabat Nabi tanpa terkecuali.

Pada awal perkembangan tasawuf, sekitar abad 1 dan ke 2 H, tasawuf ditandai oleh
menonjolnya sifat zuhud. Pada fase inilah muncul zahid muslim yang termasyur di kota- kota
seperti Madinah, Kufah, Basra, Balk, dan juga kawasan Mesir. Mereka adalah Hasan Al-
Basri, Abu Hasyim al-Kufi, Sufyan al-Tsauri, Fudail bin ‘Iyadh, Rabi’ah al-‘Adawiyah dan
Ma’ruf al-Karkhi.6 Mereka merupakan gerakan yang menginginkan agar kaum muslim hidup
secara sederhana, sebagaimana dicontohkan dalam kehidupan Rasulullah SAW dan para
sahabatnya.

Para ahli sejarah tasawuf menilai bahwa timbulnya gerakan tersebut tidak terlepas dari
kondisi kehidupan masyarakat-terutama di kalangan istana Bani Umayyah- yang oleh sahabat
dinilai telah menyimpang terlalu jauh dari kehidupan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW
dan para sahabat besar yang saleh dan sederhana.

Menurut catatan sejarah dari sahabat Nabi yang pertama sekali melembagakan
tasawuf dengan cara mendirikan madrasah tasawuf adalah Huzaifah bin Al-Yamani,
4
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1986), jilid II, hlm. 89.
5
Abdul Aziz Dahlan. Teologi Filsafat Tasawuf dalam Islam. (jakarta: Ushul Press. 2012). hlm 173
6
Abdul Aziz Dahlan. Teologi Filsafat Tasawuf dalam Islam . hlm 169

3
sedangkan Imam Sufi yang pertama dalam sejarah Islam adalah Hasan Al-Basri (21-110
H) seorang ulama tabi’in, murid pertama dari Huzaifah Al-Yamani beliau dianggap tokoh
sentral dan yang paling pertama meletakkan dasar metodologi ilmu tasawuf. Hasan Al-
Basri adalah orang yang pertama memperaktekkan, berbicara menguraikan maksud
tasawuf sebagai pembuka jalan generasi berikutnya.

Untuk melihat perkembangan tasawuf, maka disini kami rincikan dari tahun pertama
hijriyah.

1. Abad pertama dan kedua Hijriyah

Pada periode ini, tasawuf telah kelihatan dalam bentuknya yang awal. Pada periode
ini ada sejumlah orang yang tidak menaruh perhatian kepada kehidupan materi seperti
makan, pakaian dan tempat tinggal. Mereka lebih berkonsentrasi pada kehidupan ibadah
untuk mendapat kehidupan yang lebih abadi yaitu akhirat. Jadi pada periode ini, tasawuf
masih dalam bentuk kehidupan asketis (zuhud) Diantara tokoh-tokoh terkemuka pada
periode ini adalah: dari kalangan sahabat, diantaranya Salman Al-Farisi, Abu Dzarr Al-
Ghifari. Sedangkan dari kalangan tabi’in, diantaranya adalah Hasan al-Bashri, Malik bin
Dinar dan lain-lain .

2. Abad ketiga dan keempat Hijriyah

Jika pada tahap awal tasawuf masih berupa zuhud dalam pengertian sederhana, maka
pada abad ketiga dan keempat hijriah para sufi mulai memperhatikan sisi-sisi teoritis
psikologis dalam rangka perbaikan tingkah laku sehingga tasawuf telah menjadi sebuah
ilmu akhlak keagamaan. Pada periode ini, tasawuf mulai berkembang dimana para sufi
menaruh perhatian setidaknya kepada tiga hal yaitu jiwa, akhlak dan metafisika. Upaya
yang dilakukan adalah dengan menegakkan akhlak di tengah terjadinya dekadensi moral
yang berkembang saat itu, sehingga di tangan mereka tasawuf pun berkembang menjadi
ilmu moral keagamaan. Diantara tokoh-tokoh pada abad ini adalah Ma’ruf al-Kharkhi,
Abu Faidh Dzun Nun bin Ibrahim Al-Mishri, Abu Yazid Al-Bustami, Junaid al-Baghdadi,
Al-Hallaj dan lain-lain

4
3. Abad kelima Hijriyah

Pada periode ini, lahirlah seorang tokoh sufi besar, Al-Ghazali. Dengan tulisan
momumentalnya tahafut al-falasifah dan ihya ‘ulum al-din. Al-Ghazali mengajukan
kritik- kritik tajam terhadap pelbagai aliran filsafat dan kepercayaan kebathinan dan
berupaya keras untuk meluruskan tasawuf dari teori-teori yang ganjil tersebut serta
mengembalikannya kepada ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

4. Abad keenam dan ketujuh Hijriyah

Pada periode ini muncul tokoh-tokoh sufi yang memadukan tasawuf dengan filsafat
dengan teori mereka yang bersifat setengah-setengah. Artinya tidak dapat disebut murni
tasawuf , tetapi juga tidak dapat disebut murni filsafat. Tasawuf ini kemudian dikenal
dengan tasawuf falsafi. Diantara tokoh-tokoh terkemuka adalah Suhrawardi, Mahyuddin
Ibn Arabi, Umar Ibn al-Faridh dan lain-lain.

5. Abad kedelapan Hijriyah dan seterusnya

Pada abad kedelapan Hijriyah, tasawuf telah mengalami kemunduran. Ini diantaranya
karena orang-orang yang berkecimpung dalam bidang tasawuf, kegiatannya sudah
terbatas pada komentar-komentar atau meringkas buku-buku tasawuf terdahulu serta
menfokuskan perhatian pada aspek-aspek praktek ritual yang lebih berbentuk formalitas
sehingga semakin jauh dari subtansi tasawuf. Pada periode ini hampir tidak terdengar lagi
perkembangan pemikiran baru dalam tasawuf, meskipun banyak tokoh-tokoh sufi yang
mengemukakan pikiran-pikiran mereka tentang tasawuf. Diantaranya adalah Al-Kisani
dan Abdul Karim Al-Jilli. Di antara penyebab kemunduran mungkin adalah kebekuan
pemikiran serta spritualitas yang kering melanda dunia Islam semenjak masa-masa akhir
periode Dinasti Umayyah.

Sementara itu tarekat muncul sejak abad 6 H/12 M, sebagai akibat pengaruh Al-
Ghazali yang begitu besar. Pengaruh tasawuf sunni meluas ke seluruh pelosok dunia Islam.
Keadaan ini memberikan peluang bagi munculnya para tokoh sufi yang mengembangkan
tarekat-tarekat untuk mendidik murid mereka. Sufi dan para murid serta pengikutnya menjadi
satu organisasi atau jemaah yang dapat membuat tasawuf yang diamalkan mereka menjadi

5
tersebar luas di dunia muslim. Sehingga tarekat mendapat tambahan makna menjadi jemaah
atau organisasi pengamal tasawuf yang dipimpin oleh sufi tertentu.

Sejarah tasawuf dan tarekat sejak awal kemunculannya, mengalami perkembangan


pesat. Sehingga dapat dikatakan bahwa dunia Islam pada umumnya sejak abad 7 H/13 M
telah dikuasai oleh tarekat. Tarekat-tarekat tampak memegang peranan cukup positif dalam
menjaga eksistensi dan ketahanan umat Islam, setelah mereka dilabrak secara mengerikan
oleh serbuan tentara Tartar.

Trimingham membagi kawasan utama pemikiran dan perkembangan tarekat menjadi


tiga lingkungan utama: 1) lingkungan Mesopotamia, 2) lingkungan Mesir dan Maghribi, 3)
lingkungan Iran, Turki dan India. 7

Tarekat Qadiriyah adalah tarekat yang didirikan oleh syaikh Abdul Qadir Al-Jailani,
tarekat inilah yang menjadi pelopor lahirnya organisasi tarekat, dan juga sebagai cikal bakal
munculnya berbagai cabang tarekat di dunia Islam.

Tarekat berkembang secara pesat di hampir seluruh dunia, termasuk Indonesia.


Perkembangan tarekat yang pesat membawa dampak positif bagi perkembangan dakwah. Di
antara aliran-aliran tarekat yang berkembang dalam dunia Islam adalah sebagai berikut: 8

No Nama Tarekat Pendiri Pusat perkembangan


1. Qadiriyah Abdul Qadir Al-Jailani ( 470- Baghdad, Irak, Turki,
561 H) Cina, India dan Indonesia.
2. Syadziliyyah Abu hasan Ali Asy-Syadzili Tunisia, Mesir, Aljazair
dan Indonesia ( wilayah
(593 – 656 H)
jawa timur dan jawa
tengah).
3. Syattariyyah Syaikh Abdullah Syattar (w. 890 India, Pakistan dan
H) Indonesia.

4. Naqsyabandiyyah Muhammad An-Naqsyabandi Asia tengah, Turki, India,

7
J. Spencer Trimingham, The Sufi Order in Islam, hal.3.
8
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, ( Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 321

6
(717-791 H) Cina, dan Indonesia.
5. Rifa’iyyah Syekh Ahmad al-Rifa’I ( w. 578 Turki, Syiria, Mesir dan
H) Indonesia.

Pengaruh tarekat mulai mundur sejak awal abad 13 H/19 M. Para tokoh pembaharu
sejak abad itu pada umumnya memandang bahwa pengaruh tarekat menjadi salah satu
penyebab mundur dan lemahnya umat Muslim. Tarekat dianggap menumbuhkan sikap taklid,
dan orientasi berlebihan kepada ibadat dan akhirat dan tidak mementingkan ilmu
pengetahuan.

C. Tujuan Tasawuf

Menurut A. Rivay Siregar secara umum tujuan terpenting dari sufi adalah berada
sedekat mungkin dengan Allah. Selain itu tasawuf juga bertujuan untuk mencapai ma’rifat
dengan cara Fana. Arti Fana ialah leburnya pribadi pada kebaqaan Allah di mana perasaan
keinsanan lenyap diliputi rasa ketuhanan dalam keadaan aman. Ketika itu antara diri dan
Allah menjadi satu dalam baqanya tanpa hulul/ berpadu dan tanpa ittihad/bersatu dalam
pengertian seolah-olah manusia dan Tuhan sama. 9

Terjadinya ma’rifatullah sebenarnya didahului oleh proses terbukanya hijab yang


membatasi hati mutasawwif dengan Allah. Jika penutup itu hilang atau terbuka maka
terjadilah ru’yatullah (melihat Allah) dan alam gaib lainnya dengan mata bathin.

Untuk mencapai ma’rifatullah ada beberapa upaya dalam bertasawuf. Upaya tasawuf
dipahami sebagai proses Takhalli, Tahalli dan berujung pada Tajalli.

1. Takhalli

Adalah upaya keras untuk mengosongkan hatinya dari sifat-sifat yang rendah dan
tercela. Menjauhkan diri dari perbuatan dosa besar dan kecil.

2. Tahalli

Adalah upaya keras menghiasi bathin dengan sifat-sifat terpuji dan mulia,
melaksanakan sungguh-sungguh perbuatan yang wajib dan sunnah dalam agama,

9
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabay: Bina Ilmu, 1997), hlm. 164.

7
banyak banyak bertekun dalam ibadan dan zikir baik dengan emosi harap pada
ridho Allah dan takut pada hukum dan marah-Nya. Maupun dengan emosi ridho
dan mahabbah kepada-Nya.

3. Tajalli

Sebagai buah dan upaya dari tahalli maka muncullah karunia Tuhan berupa
Tajalli. Yaitu menjadi tampak atau muncul penampakan Tuhan dalam pandangan
batin mereka yang melakukan takhalli dan tahalli.

D. Maqamat dalam Tasawuf

Maqam sering dipahami oleh para sufi sebagai tingkatan, yaitu tingkatan seorang
hamba di hadapan Tuhan nya dalam hal ibadah dan latihan-latihan jiwa yang dilakukannya.

Menurut Abdurrazaq Al-Qasami, maqam adalah pemenuhan terhadap kewajiban-


kewajiban yang telah ditetapkan. Jika seseorang belum memenuhi kewajiban-kewajiban yang
terdapat dalam suatu maqam, ia tidak boleh naik ke jenjang yang lebih tinggi.

Di kalangan kaum sufi urutan maqam berbeda-beda. Al-Ghazali memberikan urutan


maqam seperti berikut: taubat, sabar, syukur, khsuf, raja’, tawakkal, mahabbah dan syauq.

Menurut Ibnu Arabi dalam Al-Futuhat Al-Makiyyah, menyebutkan enam puluh


maqam dan berusaha menjelaskan secara rinci tetapi tidak memperdulikan sistematika
maqam tersebut.

Tahapan maqam yang dijalani kaum sufi umumnya terdiri atas taubat, wara’, zuhud, fakir,
sabar, tawakkal dan ridha. 10

1. Taubat

Dalam ajaran tasawuf konsep taubat di kembangkan dan mendapat berbagai macam
pengertian. Namun yang membedakan antara taubat dalam syariat biasa dengan
maqam taubat dalam tasawuf diperdalam dan dibedakan antara taubatnya orang awam
dengan orang khawas. Dalam hal ini dzu al-Nun an-Mishri mengatakan :

10
Rosihon Anwar, Akhlaq Tasawuf, hal. 199

8
“Taubatnya orang-orang awam taubat dari dosa-dosa, taubatnya orang khawas
taubat dari ghoflah (lalai mengingat tuhan)”.
Bagi golongan khowas atau orang yang telah sufi, yang di pandang dosa adalah
ghoflah (lalai mengingat tuhan). Ghoflah itulah dosa yang mematikan. Ghoflah adalah
sumber munculnya segala dosa. Dengan demikian taubat adalah merupakan pangkal
tolak peralihan dari hidup lama (ghoflah) ke kehidupan baru secara sufi. Yakni hidup
selalu ingat tuhan sepanjang masa.

2. Wara’

Dalam risalah al-qusyairiyah banyak membahas tentang makam wara’ beserta


pandangan atau rumusan para sufi tentang hal ini. Wara’ adalah meninggalkan hal
yang syubhat: tarku syubhat yakni menjauhi atau meninggalkan segala hal yang
belum jelas haram dan halalnya.

Wara’ itu ada dua tingkat, wara’ segi lahir yaitu hendaklah kamu tidak bergerak
terkecuali untuk ibadah kepada Alloh. Dan wara’ batin, yakni agar tidak masuk dalam
hatimu terkecuali Allah SWT.

3. Zuhud

Sesudah maqam wara’ di kuasai mereka baru berusaha mengapai maqam (station) di
atasnya, yakni maqam zuhud. Berbeda dengan wara’ yang pada dasarnya merupakan
laku menjahui yang syubhat dan setiap yang haram, maka zuhud pada dasarnya adalah
tidak tamak atau tidak ingin dan tidak mengutamakan kesenangan duniawi.

Adapun zuhud menurut bahasa Arab materinya tidak berkeinginan. Dikatakan, zuhud
pada sesuatu apabila tidak tamak padanya. Adapun sasaranya adalah dunia. Dikatakan
pada seseorang apabila bila dia menarik diri untuk tekun beribadah dan
menghindarkan diri dari keinginan menikmati kelezatan hidup adalah zuhud pada
dunia.

Dalam tasawuf zuhud dijadikan maqam dalam upaya melatih diri dan menyucikan
hati untuk melepas ikatan hati dengan dunia. Maka di dalam tasawuf diberi pengertian
dan diamalkan secara bertingkat. Pada dasarnya dibedakan zuhud pada tingkat awal
(biasa) dan zuhud bagi ajaran sufi.

9
4. Fakir

Al-Ghazali menganjurkan atau mengajarkan untuk membuang dunia itu sama sekali.
Maka fakir di rumuskan dengan “tidak punya apa-apa dan juga tidak menginginkan
apa-apa”.

5. Sabar

Dalam tasawuf sabar dijadikan satu maqam sesudah maqam fakir. Karena persyaratan
untuk bisa konsentrasi dalam zikir orang harus mencapai maqam fakir. Tentu
hidupnya akan dilanda berbagai macam penderitaan dan kepincangan. Oleh karena itu
harus melangkah ke maqam sabar.

6. Tawakal

Tasawuf menjadikann maqam tawakkal sebagai wasilah atau sebagai tangga untuk
memalingkan dan menyucikan hati manusia agar tidak terikat dan tidak ingin dan
memikirkan keduniaan serta apa saja selain Allah.

7. Ridho

Setelah mencapai maqam tawakkal, nasib hidup mereka bulat-bulat diserahkan pada
pemeliharaan dan rahmat Alloh, meniggalkan membelakangi segala keinginan
terhadap apa saja selain Tuhan, maka harus segera diikuti menata hatinya untuk
mencapai maqam. Maqam ridlo adalah ajaran menanggapi dan mengubah segala
bentuk penderitaan, kesengsaraan, dan kesusahan, menjadi kegembiraan dan
kenikmatan. Yakni sebagaimana di katakana imam ghozali, rela menerima apa saja.

E. Korelasi Tasawuf dan Tarekat

Pada hakekatnya tarekat adalah suatu cara pensucian jiwa di dalam tasawuf yang
ditempuh oleh seseorang atau sekelompok orang untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Kemudian cara ini berkembang dan menjadi lembaga-lembaga yang terorganisir sedemikian
rupa sehingga menjadi semacam organisasi permanen.

Karena itu, sesungguhnya tarekat adalah lanjutan dari usaha pengikut-pengikut sufi
untuk lebih menspesialisasikan praktek pensucian jiwa dengan sebuah sistem yang terpimpin

10
atau terlembagakan. Dengan kata lain tarekat adalah formalisasi ajaran dan pengamalan
tasawuf dalam bentuk yang lebih khusus. Tasawuf sebagai bentuk pensucian jiwa yang
bersifat individual berubah menjadi pensucian jiwa yang bersifat komunal.

Namun istilah tarekat tidak lagi hanya bermakna tasawuf yang diatur dengan cara
tertentu, tetapi memiliki wilayah makna yang lebih luas, termasuk di dalamnya ajaran sopan
santun, cara berzikir, waktu beramal dan lain-lain. Bahkan tarekat merambah ke masalah
shalat, zakat, puasa, haji dan jihad.

Semuanya benar-benar tarekat dengan bimbingan dan aturan yang sudah ada dalam
tarekat itu. Dengan demikian tarekat adalah tasawuf yang telah melembaga, tasawuf yang
telah bersifat kelompok dangan ajaran dan aturan serta cara-cara yang khas sesuai dengan
bimbingan syekh yang mungkin telah ada secara turun-temurun.

F. Metodologi pendekatan kajian

Islam sebagai agama yang bersifat universal, menghendaki kebersihan lahirian


(dimensi eksoterik), dan keberhasilan batiniah (dimensi esoteric). Tasawuf merupakan salah
satu bidang studi Islam yang memusatkan perhatian pada memberikan aspek rohani manusia
yang selanjutnya dapat menimbulkan akhlak mulia.
Di dalam tasawuf, seseorang dibina secara intensif tentang cara-cara agar seseorang
selalu merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya. Terdapat hubungan yang erat antar akidah,
Syari’ah dan akhlak. Berkenaan dengan ini telah bermunculan para peneliti yang
mengkonsentrasikan kajiannya pada masalah tasawuf. Keadaan ini selanjutnya mendorong
timbulnya kajian dan penelitian di bidang tasawuf.
Berbagai bentuk dan modal penelitian tasawuf adalah sebagai berikut:
1. Model Sayyed Husein Nasr
Model penelitiannya kualitatif, pendekatan tematik yang berdasarkan pada studi kritis
terhadap ajaran tasawuf yang pernah berkembang dalam sejarah. Pendekatan tematik yaitu
pendekatan yang mencoba menyajikan ajaran tasawuf sesuai dengan tema-tema tertentu. Di
antaranya uraian tentang fungsi tasawuf, tingkatan-tingkatan kerohanian dalam tasawuf serta
perkembangan tasawuf yang terjadi pada abad ketujuh. Hasil penelitiannya ini disajikan
dalam bukunya yang berjudul Tasawuf Dulu dan Sekarang.
2. Model Mustafa Zahri

11
Penelitiannya bersifat eksploratif, menekankan pada ajaran yang terdapat dalam
tasawuf berdasarkan literatur yang ditulis oleh para ulama terdahulu serta dengan mencari
sandaran Al-Qur’an dan Al-Hadist.
3. Model Kautsar Azharri Noor
Penelitian yang ditempuh adalah studi tentang tokoh dengan pahamnya yang khas. Ibn
Arabi dengan pahamnya wahdat al-Wujud. Penelitian ini cukup menarik karena dilihat dari
segi paham yang dibawakannya telah menimbulkan kontroversi di kalangan para ulama,
karena paham tersebut dinilai membawa paham reinkarnasi atau paham serba Tuhan, yaitu
Tuhan menjelma dalam berbagai ciptaan-Nya, sehingga dapat mengganggu keberadaan zat
Tuhan.
4. Model Harun Nasution
Penelitian yang dilakukan Harun Nasution mengambil pendekatan tematik, bersifat
deskriptif eksploratif yaitu menggambarkan ajaran sebagaimana adanya walaupun hanya
dalam garis besarnya. Penyajian ajaran tasawuf ini disajikan dalam tema jalan untuk dekat
dengan Tuhan.

5. Model A. J. Arberry
Arbery dalam penelitiannya menggunakan penelitian bersifat deskriptif dengan
pendekatan kombinasi yaitu kombinasi antara pendekatan tematik dengan pendekatan tokoh,
dengan menggunakan analisa kesejarahan. Yaitu tema yang dipahami berdasarkan konteks
sejarahnya dan tidak dilakukan proses aktualisasi nilai ke dalam makna kehidupan modern
yang lebih luas.
Dengan pendekatan demikian ia coba kemukakan tentang firman Tuhan, kehidupan
Nabi, para zahid, para sufi, tarikat sufi, teosofi dalam aliran tasawuf serta runtuhnya aliran
tasawuf. 11

11
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 289.

12
DAFTAR PUSTAKA

Aziz Dahlan, Abdul. 2012. Teologi Filsafat Tasawuf dalam Islam. jakarta: Ushul Press.
2012.

Hussein Nasr, Sayyed. 1985. Tasawuf dulu dan sekaran. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Ma’luf, Louis. 1986. Al-Munjid fi Al-Lughah wa Al-A’lam. Beirut: Dar Al Masyriq.
Munir Amin, Samsul. 2012. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah,

Nasution, Harun. 1986. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya. Jakarta: UI Press.
Nata, Abudin. 2004. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada,

Trimingham, J. Spencer. 1973. The Sufi Orders in Islam. London: Oxford University Press.

13

Anda mungkin juga menyukai