Anda di halaman 1dari 3

Peran Pemerintah dalam Melakukan Pengawasan

Peran pengawasan pangan merupakan kegiatan pengaturan wajib baik oleh


pemerintah pusat maupun daerah untuk member perlindungan kepada konsumen
dan menjamin bahwa semua produk pangan sejak produksi, penanganan,
penyimpanan, pengolahan, dan distribusi adalah aman, layak dan sesuai untuk
konsumsi manusia, memenuhi persyaratan keamanan dan mutu pangan, dan telah
diberi label dengan jujur dan tepat sesuai hokum yang berlaku (FAO/WHO, 2003).
Menurut UU No 7 tahun 1996 pasal 3, tujuan pengaturan, pembinaan, dan
pengawasan pangan oleh pemerintah adalah :
1. tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi
kepentingan kesehatan manusia;
2. terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab; dan
3. terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan
terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Indonesia menganut Multiple Agency System (sistem berbagai lembaga) dalam
pengorganisasian pengawasan mutu pangan. Pengawasan dilakukan secara sektoral
dan terpecah-pecah oleh lembaga-lembaga nasional, provinsi, dan daerah/lokal
seperti Departemen Kesehatan (Depkes), Departemen Pertanian (Deptan),
Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Departemen
Perdagangan dan Perindustrian (Deperin), Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM), dan Pemerintah Daerah (Pemda). BPOM merupakan lembaga yang
bertanggung jawab terhadap pengawasan pangan bersama-sama dengan tiga
departemen, yakni Depkes, Deptan, dan DKP. Deperin juga menangani
pengawasan keamanan pangan khusus dalam hubngannya dengan industri dan
perdagangan pangan. Tanggung jawab masing-masing elemen ini telah ditetapkan
sebagaimana yang tercantum dalam PP 28 Tahun 2004.
Multiple Agency System memiliki banyak kelemahan. Kurangnya koordinasi
secara keseluruhan di tingkat nasional sering menyebabkan kebigungan tentang
ranah wewenang yang hasilnya adalah kinerja yang tidak efisien. Tingkat keahlian
dan sumber daya yang berbeda sehingga menimbulkan implementasi yang berbeda.
Pertentangan dapat terjadi antara tujuan kesehatan masyarakat dengan fasilitas
perdagangan dan pengembangan industri. Selain itu, kapasitas yang ada terbatas
untuk mendapatkan input ilmiah yang tepat dalam pengambilan keputusan.
Kurangnya konsistensi menimbulkan pengaturan yang berlebihan (over-regulation)
dan duplikasi atau kesenjangan waktu dalam pengaturan. Semua hal tersebut dapat
menyebabkan penurunan keyakinan konsumen dalam/luar negeri akan kredibilitas
sistem. (Hubeis, 1999)
Hubeis (1999) juga menyatakan bahwa, pembagian tugas tiap lembaga dalam
pengawasan pangan telah tercantum dalam PP 28 Tahun 2004. Namun, deskripsi
spesifik tugas tiap lembaga belum jelas, sehingga tampak saling tumpang tindih
satu sama lain, seperti halnya kasus beras yang penanganannya masih diperebutkan
oleh Deptan dan BPOM. Deptan masih menganggap bahwa beras merupakan bahan
segar yang tercakup dalam wewenangnya. Akan tetapi BPOM menyatakan bahwa
beras merupakan bahan pangan hasil olahan dari padi. Pernyataan yang dikeluarkan
oleh kedua pihak tidak dapat disalahkan karena sesuai dengan PP 28 Tahun 2004.
Hal ini akan membingungkan produsen yang hendak mengawaskan mutu
produknya. Selain itu, biaya administrasi mungkin saja terjadi doubling, sehingga
biaya tambahan meningkatkan yang akan berimbas kepada konsumen. Penerapan
Multiple Agency System membutuhkan sebuah lembaga khusus yang dapat
menaungi peranan lembaga-lembaga lain, sehingga wewenang pengawasan mutu
dapat terpadu dan terpusat.
UU No 7 tahun 1996 menyatakan bahwa BPOM bertugas melakukan inspeksi
dan investigasi seluruh produk pangan secara nasional. Ini membuat para inspektor
di BPOM kelimpungan menghadapi sekian banyaknya produsen pangan.
Merebaknya kasus keracunan pangan bukan semata-mata karena kesalahan BPOM.
Sistemlah yang mempersulit kerja BPOM. Negara kita perlu mencontoh sistem
pengawasan Food and Drugs Administration (FDA) di Amerika. Setiap inspektor
diberi mandat untuk mengawasi beberapa produsen tertentu, sehingga
pengawasannya akan lebih optimal. Banyaknya pegawai BPOM merupakan kunci
utama mengatasi masalah ini. Hal ini dapat dilakukan dengan penngiriman delegasi
dari lembaga-lembaga terkait untuk membantu kerja BPOM.

Fungsi Pengawasan Badan POM

Logo Badan POM

Fungsi BPOM sebagai unit pelaksana Tehnis berdasarkan pasal 3 peraturan


Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014, unit pelaksana Tehnis di lingkungan BPOM
mempunyai fungsi :
1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.
2. Pemeriksaan secara laboratorium, pengujian mutu produk terapetik, narkotika,
psikotropika zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan
dan bahan berbahaya.
3. Uji laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi.
4. pemeriksaan setempat, contoh dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi
5. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.
6. Sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
7. Kegiatan layanan informasi konsumen.
8. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
9. Urusan tata usaha dan kerumahtanggaan
10. Tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obatdan Makanan,
sesuai dengan bidang tugasnya.
Food and Agriculture Organization. (2003) The State of Food Insecurity in the
World.
Undang-Undang Nomor 07 Tahun 1996
Hubeis,M. (1999). Sistem Jaminan Mutu Pangan. Pelatihan Pengendalian Mutu
dan Keamanan Bagi Staf Penganjar. Kerjasama Pusat Studi Pangan
Pangan & Gizi – IPB dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bogor.
Winarno, F.G. 1997. Naskah Akademis. Ke-amanan Pangan. FTDC (Food
TechnologyDevelopment Center) Institut PertanianBogor

Anda mungkin juga menyukai