Oleh
Eka Mei Dianita, S.Kep
192311101023
i
PENGESAHAN
TIM PEMBIMBING
ii
DAFTAR ISI
PENGESAHAN ....................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 Anatomi Muskuloskeletal ....................................................................................... 1
1.2 Fisiologi Muskuloskeletal ....................................................................................... 3
1.3 Definisi CTEV ......................................................................................................... 6
1.4 Epidemiologi CTEV ................................................................................................ 7
1.5 Etiologi CTEV ......................................................................................................... 7
1.6 Patofisiologi CTEV ................................................................................................. 8
1.7 Manifestasi Klinis CTEV........................................................................................ 9
1.8 Klasifikasi CTEV .................................................................................................. 10
1.9 Penatalaksanaan CTEV ....................................................................................... 11
1.9.1 Non Operatif .................................................................................................. 11
1.9.2 Operatif .......................................................................................................... 13
1.10 Komplikasi CTEV ................................................................................................. 13
BAB II. CLINICAL PATHWAY ........................................................................................ 15
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 24
iii
BAB I. PENDAHULUAN
1
3. Tulang pendek datang
Terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang
concellous. Contoh tulang pendek datang datar yaitu tengkorak.
4. Tulang yang tidak beraturan
Sama seperti dengan tulang pendek. Contoh tulang yang tidak beraturan
yaitu vertebra
5. Tulang sesamoid
Merupakan tulang kecil, yang terletak disekitar tulang yang berdekatan
dengan persendiaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasil, misalnya
patella (kap lutut).
2
saraf), kanula (ruang di antara lamella yang mengandung sel-sel tulang atau
osteosit dan saluran linfe), dan kanalikuli (saluran kecil yang menghubungkan
lacuna dank anal sentral. Saluran ini mengandung pembuluh limfe yang
membawa nutrient dan oksigen ke osteosit. Sel-sel penyusun tulang terdiri dari:
1. Osteoblas berfungsi menghasilkan jaringan osteosid dan menyekrei
sejumlah besar fosfatase alkali yang berperan penting dalam pengendapan
kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
2. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sumsum tulang belakang
(hematopoiesis)
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor
Sistem Muskuler (otot)
Otot merupakan jaringan peka rangsang (eksitabel) yang dapat dirangsang secara
kimia, listrik dan mekanik untuk menimbulkan suatu aksi potensial. Otot
merupakan alat gerak aktif yang mampu menggerakkan tulang, kulit dan rambut
setelah mendapat rangsangan (Risnanto & Insani, 2014).
a. Kemampuan otot
Otot memiliki tiga kemampuan khusus yaitu:
1. Kontraktibilitas : kemampuan untuk berkontraksi/ memendek
2. Ekstensibilitas : kemampuan untu melakukan gerakan kebalikan dari
gerakan yang ditimbulkan saat kontraksi
3. Elastisitas: kemampuan otot untuk kembali pada ukuran semula setelah
berkontraksi. Saat kembali pada ukuran semula otot disebut dalam keadaan
relaksasi.
b. Jenis otot
1. Otot lurik
Otot lurik adalah 1)otot rangka/otot serat lintang/musculus striated, otot
volunteer; 2) structur: serabut panjang, berwarna/lurik dengan garis terang
dan gelap, memiliki inti dalam jumlah banyak dan terletak di pinggir; 3)
kontraksi menurut kehendak (dibawah kendali sistem syaraf pusat),
gerakan cepat, kuat, mudah lelah dan tidak beraturan; 4) Lurik: Silindris,
lurik/ garis melintang, banyak memiliki intisel, melekat pada rangka,
pengendali secara sadar.
4
2. Otot polos
Otot polos adalah: 1) otot visceral/musculus nonstriated; 2) structur: bentuk
serabut panjang seperti kumparan, dengan ujung runcing, dengan inti
berjumlah satu terletak dibagian tengah; 3)kontraksi: tidak menurut
kehendak atau diluar kendali sistem saraf pusat, gerakan lambat, ritmis dan
tidak mudah lelah;4) otot polos: ciri-ciri gelendong, tiap 1 sel memiliki 1
inti, polos, pengendalian diluar kesadaran.
3. Otot Jantung
Otot jantung adalah 1) otot myocardium/ musculus cardiac/ jenis otot
involunter; 2) struktur: bentuk serabutnya memanjang, silindris, bercabang.
Tampak adanya garis terang dan gelap. Memiliki satu inti yang terletak di
tengah; 3) Kontraksi: tidak menurut kehendak, gerakan lambat, ritmis dan
tidak mudah lelah. Otot dikatakan antagonis bila saling berlawanan antara
beberapa otot, dan dikatakan siergis apabila saling kerjasama. Kerja otot
jantung adalah kerja otot polos, namun bentuknya otot lurik.
5
1.3 Definisi CTEV
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau biasa
disebut Clubfoot merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
deformitas umum dimana kaki berubah dari posisi normal yang umum terjadi pada
anak-anak. CTEV adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki,
inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples
of Surgery, Schwartz). Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot),
menunjukkan suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya
berjalan pada ankle-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda)
dan varus (bengkok ke arah dalam/medial) (Bulechek, 2008).
CTEV adalah deformitas kaki yang tumitnya terpuntir ke dalam garis tungkai
dan kaki mengalami plantar fleksi. Keadaan ini disertai dengan meningginya tepi
dalam kaki (supinasi) dan pergeseran bagian anterior kaki sehingga terletak di
medial aksis vertikal tungkai (adduksi). Dengan jenis kaki seperti ini arkus lebih
tinggi (cavus) dan kaki dalam keadaan equinus (plantar flexi). CTEV adalah suatu
kondisi di mana kaki pada posisi Plantar flexi talocranialis karena m. Tibialis
anterior lemah, Inversi ankle karenam. Peroneus longus,
brevis dan tertius lemah, Adduksi subtalar dan midtarsal (Bulechek, 2008)
6
1.4 Epidemiologi CTEV
Clubfeet yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi dan angka
kejadian yang paling tinggi adalah tipe talipes equinovarus (TEV) dimana kaki
posisinya melengkung kebawah dan kedalam dengan berbagai tingkat keparahan.
Unilateral clubfoot lebih umum terjadi dibandingkan tipe bilateral dan dapat terjadi
sebagai kelainan yang berhubungan dengan sindroma lain seperti aberasi
kromosomal, artrogriposis (imobilitas umum dari persendian), cerebral palsy atau
spina bifida (Bulechek, 2008)
Frekuensi clubfoot dari populasi umum adalah 1 : 700 sampai 1 : 1000 kelahiran
hidup dimana anak laki-laki dua kali lebih sering daripada perempuan. Berdasarkan
data, 35% terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot. Ini
menunjukkan adanya peranan faktor genetika (Bulechek, 2008).
1. Teori kromosomal, antara lain defek dari sel germinativum yang tidak dibuahi
dan muncul sebelum fertilisasi.
2. Teori embrionik, antara lain defek primer yang terjadi pada sel germinativum
yang dibuahi (dikutip dari Irani dan Sherman) yang mengimplikasikan defek
terjadi antara masa konsepsi dan minggu ke-12 kehamilan.
3. Teori otogenik, yaitu teori perkembangan yang terhambat, antara lain hambatan
temporer dari perkembangan yang terjadi pada atau sekbvitar minggu ke-7
7
sampai ke-8 gestasi. Pada masa ini terjadi suatu deformitasclubfoot yang jelas,
namun bila hambatan ini terjadi setelah minggu ke-9, terjadilah
deformitasclubfoot yang ringan hingga sedang. Teori hambatan perkembangan
ini dihubungkan dengan perubahan pada faktor genetic yang dikenal sebagai
“Cronon”.“Cronon” ini memandu waktu yang tepat dari modifikasi progresif
setiap struktur tubuh semasa perkembangannya. Karenanya, clubfoot terjadi
karena elemen disruptif (lokal maupun umum) yang menyebabkan perubahan
faktor genetic (cronon).
4. Teori fetus, yakni blok mekanik pada perkembangan akibatintrauterine
crowding.
5. Teori neurogenik, yakni defek primer pada jaringan neurogenik.
6. Teori amiogenik, bahwa defek primer terjadi di otot.
7. Sindrom Edward, yang merupakan kelainan genetic pada kromosom nomer 18
8. Pengaruh luar seperti penekanan pada saat bayi masih didalam kandungan
dikarenakan sedikitnya cairan ketuban (oligohidramnion)
9. Dapat dijumpai bersamaan dengan kelainan bawaan yang lain seperti spina
bifida
10. Penggunaan ekstasi oleh ibu saat sedang mengandung.
8
Kelainan ini sering terjadi pada anak laki-laki, dan bilateral pada 50 % kasus.
Kemungkinan terjadinya deformitas secara acak adalah 1 : 1000 kelahiran.
Pemeriksaan pada bayi kaki pekuk menunjukkan equinus kaki belakang, varus kaki
belakang dan kaki tengah, adduksi kaki depan dan berbagai kekakuan. Semua
temuan ini adalah akibat dislokasi medial sendi talonavikuler. Pada anak yang lebih
tua, atrofi betisdan kaki lebih nyata daripada bayi, tanpa memandang seberapa baik
kaki terkoreksi atau fungsionalnya.
9
terjadi pergerakan maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan
korpus talus pada bagian bawahnya.
7 Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal anterior
tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran medial, plantar dan
terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah antara maleolus medialis
dengan tulang navikularis. Sudut aksis bimaleolar menurun dari normal yaitu
85° menjadi 55° karena adanya perputaran subtalar ke medial.
8 Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot tibialis
anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur sedangkan otot-
otot peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot ekstensor jari kaki normal
kekuatannya tetapi otot-otot fleksor jari kaki memendek. Otot triceps surae
mempunyai kekuatan yang normal.
9 Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya spina
bifida. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus diperiksa
untuk melihat adanya subluksasi atau dislokasi.
1. Clubfoot ringan atau postural dapat membaik secara spontan atau memerlukan
latihan pasif atau pemasangan gips serial. Tidak ada deformitas tulang, tetapi
mungkin ditemukan penencangan den pemendekan jaringan lunak secara
medial dan posterior.
2. Clubfoot tetralogic terkait dengan anomaly congenital seperti mielodisplasia
atau artogriposis. Kondisi ini biasanya memerlukam koreksi bedah dan
memiliki insidensi kekambuhan yang yang tinggi.
3. Clubfoot idiopatik congenital, atau “clubfoot sejati” hampir selalu memerlukan
intervensi bedah karena terdapat abnormalitas tulang.
10
1.9 Penatalaksanaan CTEV
Sekitar 90-95% kasus club foot bisa di-treatment dengan tindakan non-
operatif. Penanganan yang dapat dilakukan pada club foot tersebut dapat berupa
(Moorhead, 2008):
Koreksi dari CTEV adalah dengan manipulasi dan aplikasi dari serial
“cast” yang dimulai dari sejak lahir dan dilanjutkan sampai tujuan koreksi
tercapai. Koreksi ini ditunjang juga dengan latihan stretching dari struktur
sisi medial kaki dan latihan kontraksi dari struktur yang lemah pada sisi
lateral.
11
Perawatan pada anak dengan koreksi non bedah sama dengan
perawatan pada anak dengan anak dengan penggunaan “cast”. Anak
memerlukan waktu yang lama pada koreksi ini, sehingga perawatan harus
meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Observasi kulit
dan sirkulasi merupakan bagian penting pada pemakaian cast. Orangtua
juga harus mendapatkan informasi yang cukup tentang diagnosis,
penanganan yang lama dan pentingnya penggantian “cast” secara teratur
untuk menunjang penyembuhan.
12
8. Rasa gatal dapat dukurangi dengan ice pack, amati integritas kulit pada
tepi cast dan kolaborasikan bila gatal-gatal semakin berat. Cast
sebaiknya dijauhkan dari dengan air
1.9.2 Operatif
Indikasi dilakukan operasi adalah sebagai berikut (Moorhead, 2008) :
13
gips, dan koreksi yang tidak lengkap. Beberapa komplikasi mungkin didapat
selama dan setelah operasi. Masalah luka dapat terjadi setelah operasi dan
dikarenakan tekanan dari cast. Ketika kaki telah terkoreksi, koreksi dari
deformitas dapat menarik kulit menjadi kencang, sehinggga aliran darah
menjadi terganggu. Ini membuat bagian kecil dari kulit menjadi mati.
Normalnya dapat sembuh dengan berjalannya waktu, dan jarang memerlukan
cangkok kulit.
3. Infeksi dapat terjadi pada beberapa tindakan operasi. Infeksi dapat terjadi
setelah operasi kaki clubfoot. Ini mungkin membutuhkan pembedahan
tambahan untuk mengurangi infeksi dan antibiotik untuk mengobati infeksi.
4. Kaki bayi sangat kecil, strukturnya sangat sulit dilihat. Pembuluh darah dan
saraf mungkin saja rusak akibat operasi. Sebagian besar kaki bayi terbentuk
oleh tulang rawan. Material ini dapat rusak dan mengakibatkan deformitas dari
kaki. Deformitas ini biasanya terkoreksi sendir dengan bertambahnya usia
5. Komplikasi bila tidak diberi pengobatan : deformitas menetap pada kaki
14
BAB II. CLINICAL PATHWAY
Kondisi janin saat di
dalam kandungan Faktor neurogenik
Idiopatik
Metatarsal pertama lebih fleksi plantar talus Calcaneus, navicular dan Adduksi serta
fleksi terhadap daerah (pergelangan kaki) cuboid terrotasi ke arah inversi pada
plantar medial terhadap talus ligamen dan
tendon peroneal
tumit menjadi
inversi pada sendi subtalar
terbalik/ lebih tinggi (tungkai)
adduksi pada
kaki depan
15
Dx. Hambatan Mobilitas Dx.
Keterbatasan aktivitas Sulit berjalan Bentuk kaki abnormal
Fisik Gangguan
Citra
Tubuh
Dx Risiko Jatuh Dx. Ansietas
Dx. Kerusakan
Integritas Kuit
16
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Biodata klien (Nanda Internasional, 2012)
- Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, dan alamat. bayi laki-laki dua kali lebih banyak
menderita kaki bengkok daripada perempuan
17
- Riwayat penyakit keluarga
Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular
yang terdapat dalam keluarga.
- Riwayat Antenatal
- Riwayat Natal
- Riwayaat Postnatal
18
- Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada
terakhir. Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai motorik
kasar, halus, social, dan bahasa.
- Riwayaat imunisasi
19
jumlah serta bau). Bagaimana tingkat toileting trining sesuai
dengan tingkat perkembangan anak.
3. Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah dicapai anak
pada usia sekelompoknya mengalami kemunduran atau
percepatan.
4. Pola istirahat, kebutha istirahat setiap hari, adakah gangguan
tidur, hal-hal yang mengganggu tidur dan yang mempercepat
tidur.
5. Pola kebersihan diri, bagaiman perawatan pada diri anak apakah
sudah mandiri atau masih ketergantuangan sekunder pada orang
lain atau orang tua.
6. Pemeriksaan Fisik
Pantau status kardiovaskuler
b. Bengkak
c. Rasa dingin
20
8. Kaji sensasi jari kaki
5. Diangnosa Keperawatan
2. Resiko cidera berhubungan dengan adanya gips,
pembengkakan jaringan, kemungkinan kerusakan saraf
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan cidera fisik
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gips
6. Rencana Keperawatan
NO NOC: NIC
21
- body position bergerak
performance b. Rawat gips basah dengan telapak tangan,
Gips mengering hindari penekanan gips dengan ujung jari
dengan cepat, (gips plester)
tetap bersih dan
c. Tutupi tepi gips yang kasar dengan ”
utuh
petal” adesif
d. Jangan menutupi gips yang masih basah
e. Jangan mengeringkan gips dengan kipas
pemanas atau pengering
f. Gunakan kipas biasa di lingkungan
dengan kelembaban tinggi
g. .Bersihkan area yang kotor dari gips
dengan kain basah dan sedikit pembersih
putih yang rendah abrasive
2 Comfort Status (2008) Enviromental Management: comfort
22
3 Skin care: graft site
Setelah dilakukan asuhan 1. Pastikan bahwa semua tepi gips halus dan
keperawatan diharapkan bebas dari proyeksi pengiritasi
pasien tidak mengalami
iritasi dengan keriteria hasil: 2. Jangan membiarkan anak memasukkan
sesuatu ke dalam gips
-Tidak ditemukannya tanda-
tanda kerusakan integritas 3. Waspadai anak yang lebih besar untuk
kulit tudak memasukkan benda-benda kedalam
gips, jelaskan mengapa ini penting
23
DAFTAR PUSTAKA
Wong, Donna L., Whaley & Wong’s Nursing Care of Infants and
Children, Fifth Edition, Mosby Company, Missouri,1995
24