Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CONGENITAL


TALIPES EQUINO VARUS (CTEV) DI RUANG SERUNI
DI RUMAH SAKIT dr SOEBANDI JEMBER

Oleh
Eka Mei Dianita, S.Kep
192311101023

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan berikut disusun oleh:

Nama : Eka Mei Dianita, S.Kep


NIM : 192311101023
Judul : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Congenital Talipes Equino
Varus (CTEV) Ruang Seruni Rumah Sakit Daerah Dr. Soebandi Jember.

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari :
Tanggal : November 2019

Jember, November 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Ns. Baskoro Setioputro,M.Kep Ns. Siswoyo, S.Kep


NIP 198305052008121004 NIP. 197314031997031007

ii
DAFTAR ISI

PENGESAHAN ....................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 Anatomi Muskuloskeletal ....................................................................................... 1
1.2 Fisiologi Muskuloskeletal ....................................................................................... 3
1.3 Definisi CTEV ......................................................................................................... 6
1.4 Epidemiologi CTEV ................................................................................................ 7
1.5 Etiologi CTEV ......................................................................................................... 7
1.6 Patofisiologi CTEV ................................................................................................. 8
1.7 Manifestasi Klinis CTEV........................................................................................ 9
1.8 Klasifikasi CTEV .................................................................................................. 10
1.9 Penatalaksanaan CTEV ....................................................................................... 11
1.9.1 Non Operatif .................................................................................................. 11
1.9.2 Operatif .......................................................................................................... 13
1.10 Komplikasi CTEV ................................................................................................. 13
BAB II. CLINICAL PATHWAY ........................................................................................ 15
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 24

iii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Anatomi Muskuloskeletal


a. Anatomi Tulang
Tulang berasal dari embryonic hyline cartilage yang dengan melalui proses
“Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut
“Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium.
Sistem rangka ini dipelihara oleh “sistem haversian” yaitu sistem yang berupa
rongga yang ditengahnya terdapat pembuluh darah (Risnanto & Insani, 2014).
b. Pembagian tulang
Tulang mempunyai dua bagian besar (Risnanto & Insani, 2014):
1. Tulang axial (tulang pada kepala dan badan)
Seperti: tulang kepala (tengkorak), tulang belakang (vertebrae), tulang rusuk
dan sternum.
2. Tulang appendicular (tulang tangan dan kaki)
Seperti: extremitas atas (scapula, klavikula, humerus, ulna, radius, telapak
tangan), ekstremitas bawah (pelvis, femur, patella, tibia, fibula, telapak kaki)
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya:
1. Tulang panjang
Tulang panjang terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan
dua ujung yang disebut epifisis. Disebelah proksimal dari epifisis terdapat
metafisis. Diantara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang
tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang
panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis.
2. Tulang pendek
Bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu
lapisan luar dari tulang yang padat. Contoh tulang pendek yaitu carpals

1
3. Tulang pendek datang
Terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang
concellous. Contoh tulang pendek datang datar yaitu tengkorak.
4. Tulang yang tidak beraturan
Sama seperti dengan tulang pendek. Contoh tulang yang tidak beraturan
yaitu vertebra
5. Tulang sesamoid
Merupakan tulang kecil, yang terletak disekitar tulang yang berdekatan
dengan persendiaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasil, misalnya
patella (kap lutut).

Gambar . Anatomi tulang panjang


Sumber: Risnanto & Insani, (2014)
c. Srtuktur Tulang
Tulang tersusun oleh jaringan kompakta (kortikal) dan kanselus (trabecular atau
spongiosa). Tulang kompakta secara makroskopis terlihat padat. Akan tetapi,
jika diperiksa dengan mikroskop terdiri dari sistes harvers. Sistem Harvers
terdiri dari kanal havers. Sebuah kanal havers mengandung pembuluh darah,
saraf, dan pembuluh limfe, lamela (lempengan tulang yang mengelilingi kanal

2
saraf), kanula (ruang di antara lamella yang mengandung sel-sel tulang atau
osteosit dan saluran linfe), dan kanalikuli (saluran kecil yang menghubungkan
lacuna dank anal sentral. Saluran ini mengandung pembuluh limfe yang
membawa nutrient dan oksigen ke osteosit. Sel-sel penyusun tulang terdiri dari:
1. Osteoblas berfungsi menghasilkan jaringan osteosid dan menyekrei
sejumlah besar fosfatase alkali yang berperan penting dalam pengendapan
kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.
2. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai lintasan untuk
pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.

Gambar: a. penampilan makroskopik tulang panjang, b. sistem haversian tulang


kompak (Sumber : Suratun dkk, 2008)

1.2 Fisiologi Muskuloskeletal

Fungsi tulang adalah sebagai berikut (Risnanto & Insani, 2014):

a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh


b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan
lunak

3
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan)
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sumsum tulang belakang
(hematopoiesis)
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor
Sistem Muskuler (otot)
Otot merupakan jaringan peka rangsang (eksitabel) yang dapat dirangsang secara
kimia, listrik dan mekanik untuk menimbulkan suatu aksi potensial. Otot
merupakan alat gerak aktif yang mampu menggerakkan tulang, kulit dan rambut
setelah mendapat rangsangan (Risnanto & Insani, 2014).
a. Kemampuan otot
Otot memiliki tiga kemampuan khusus yaitu:
1. Kontraktibilitas : kemampuan untuk berkontraksi/ memendek
2. Ekstensibilitas : kemampuan untu melakukan gerakan kebalikan dari
gerakan yang ditimbulkan saat kontraksi
3. Elastisitas: kemampuan otot untuk kembali pada ukuran semula setelah
berkontraksi. Saat kembali pada ukuran semula otot disebut dalam keadaan
relaksasi.
b. Jenis otot
1. Otot lurik
Otot lurik adalah 1)otot rangka/otot serat lintang/musculus striated, otot
volunteer; 2) structur: serabut panjang, berwarna/lurik dengan garis terang
dan gelap, memiliki inti dalam jumlah banyak dan terletak di pinggir; 3)
kontraksi menurut kehendak (dibawah kendali sistem syaraf pusat),
gerakan cepat, kuat, mudah lelah dan tidak beraturan; 4) Lurik: Silindris,
lurik/ garis melintang, banyak memiliki intisel, melekat pada rangka,
pengendali secara sadar.

4
2. Otot polos
Otot polos adalah: 1) otot visceral/musculus nonstriated; 2) structur: bentuk
serabut panjang seperti kumparan, dengan ujung runcing, dengan inti
berjumlah satu terletak dibagian tengah; 3)kontraksi: tidak menurut
kehendak atau diluar kendali sistem saraf pusat, gerakan lambat, ritmis dan
tidak mudah lelah;4) otot polos: ciri-ciri gelendong, tiap 1 sel memiliki 1
inti, polos, pengendalian diluar kesadaran.
3. Otot Jantung
Otot jantung adalah 1) otot myocardium/ musculus cardiac/ jenis otot
involunter; 2) struktur: bentuk serabutnya memanjang, silindris, bercabang.
Tampak adanya garis terang dan gelap. Memiliki satu inti yang terletak di
tengah; 3) Kontraksi: tidak menurut kehendak, gerakan lambat, ritmis dan
tidak mudah lelah. Otot dikatakan antagonis bila saling berlawanan antara
beberapa otot, dan dikatakan siergis apabila saling kerjasama. Kerja otot
jantung adalah kerja otot polos, namun bentuknya otot lurik.

Gambar. Struktur anatomi dari otot rangka


Sumber: Risnanto & Insani, (2014)

5
1.3 Definisi CTEV
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau biasa
disebut Clubfoot merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
deformitas umum dimana kaki berubah dari posisi normal yang umum terjadi pada
anak-anak. CTEV adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki,
inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples
of Surgery, Schwartz). Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot),
menunjukkan suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya
berjalan pada ankle-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda)
dan varus (bengkok ke arah dalam/medial) (Bulechek, 2008).
CTEV adalah deformitas kaki yang tumitnya terpuntir ke dalam garis tungkai
dan kaki mengalami plantar fleksi. Keadaan ini disertai dengan meningginya tepi
dalam kaki (supinasi) dan pergeseran bagian anterior kaki sehingga terletak di
medial aksis vertikal tungkai (adduksi). Dengan jenis kaki seperti ini arkus lebih
tinggi (cavus) dan kaki dalam keadaan equinus (plantar flexi). CTEV adalah suatu
kondisi di mana kaki pada posisi Plantar flexi talocranialis karena m. Tibialis
anterior lemah, Inversi ankle karenam. Peroneus longus,
brevis dan tertius lemah, Adduksi subtalar dan midtarsal (Bulechek, 2008)

Clubfoot adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan


deformitas umum dimana kaki berubah/bengkok dari keadaan atau posisi normal.
Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan talipes
yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki).
Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari posisi kelainan ankle dan kaki.
Deformitas talipes diantaranya (Bulechek, 2008) :

- Talipes varus : inversi atau membengkok ke dalam


- Talipes valgus : eversi atau membengkok ke luar
- Talipes equinus : plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendanh daripada tumit
- Talipes calcaneus : dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi daripada tumit

6
1.4 Epidemiologi CTEV
Clubfeet yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi dan angka
kejadian yang paling tinggi adalah tipe talipes equinovarus (TEV) dimana kaki
posisinya melengkung kebawah dan kedalam dengan berbagai tingkat keparahan.
Unilateral clubfoot lebih umum terjadi dibandingkan tipe bilateral dan dapat terjadi
sebagai kelainan yang berhubungan dengan sindroma lain seperti aberasi
kromosomal, artrogriposis (imobilitas umum dari persendian), cerebral palsy atau
spina bifida (Bulechek, 2008)
Frekuensi clubfoot dari populasi umum adalah 1 : 700 sampai 1 : 1000 kelahiran
hidup dimana anak laki-laki dua kali lebih sering daripada perempuan. Berdasarkan
data, 35% terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot. Ini
menunjukkan adanya peranan faktor genetika (Bulechek, 2008).

1.5 Etiologi CTEV


Etiologi Congenital Talipes Equino Varus sampai saat ini belum diketahui pasti
tetapi diduga ada hubunganya dengan : Persistence of fetal positioning, Genetic,
Cairan amnion dalam ketuban yang terlalu sedikit pada waktu
hamil(oligohidramnion), Neuromuscular disorder (Kadang kala ditemukan
bersamaan dengan kelainan lain seperti Spina Bifida atau displasia dari rongga
panggul). Ada beberapa teori yang kemungkinan berhubungan dengan CTEV
(Moorhead, 2000):

1. Teori kromosomal, antara lain defek dari sel germinativum yang tidak dibuahi
dan muncul sebelum fertilisasi.
2. Teori embrionik, antara lain defek primer yang terjadi pada sel germinativum
yang dibuahi (dikutip dari Irani dan Sherman) yang mengimplikasikan defek
terjadi antara masa konsepsi dan minggu ke-12 kehamilan.
3. Teori otogenik, yaitu teori perkembangan yang terhambat, antara lain hambatan
temporer dari perkembangan yang terjadi pada atau sekbvitar minggu ke-7

7
sampai ke-8 gestasi. Pada masa ini terjadi suatu deformitasclubfoot yang jelas,
namun bila hambatan ini terjadi setelah minggu ke-9, terjadilah
deformitasclubfoot yang ringan hingga sedang. Teori hambatan perkembangan
ini dihubungkan dengan perubahan pada faktor genetic yang dikenal sebagai
“Cronon”.“Cronon” ini memandu waktu yang tepat dari modifikasi progresif
setiap struktur tubuh semasa perkembangannya. Karenanya, clubfoot terjadi
karena elemen disruptif (lokal maupun umum) yang menyebabkan perubahan
faktor genetic (cronon).
4. Teori fetus, yakni blok mekanik pada perkembangan akibatintrauterine
crowding.
5. Teori neurogenik, yakni defek primer pada jaringan neurogenik.
6. Teori amiogenik, bahwa defek primer terjadi di otot.
7. Sindrom Edward, yang merupakan kelainan genetic pada kromosom nomer 18
8. Pengaruh luar seperti penekanan pada saat bayi masih didalam kandungan
dikarenakan sedikitnya cairan ketuban (oligohidramnion)
9. Dapat dijumpai bersamaan dengan kelainan bawaan yang lain seperti spina
bifida
10. Penggunaan ekstasi oleh ibu saat sedang mengandung.

1.6 Patofisiologi CTEV


Penyebab pasti dari clubfoot sampai sekarang belum diketahui. Beberapa ahli
mengatakan bahwa kelainan ini timbul karena posisi abnormal atau pergerakan
yang terbatas dalam rahim. Ahli lain mengatakan bahwa kelainan terjadi karena
perkembangan embryonic yang abnormal yaitu saat perkembangan kaki ke arah
fleksi dan eversi pada bulan ke-7 kehamilan. Pertumbuhan yang terganggu pada
fase tersebut akan menimbulkan deformitas dimana dipengaruhi pula oleh tekanan
intrauterine (Moorhead, 2000).

8
Kelainan ini sering terjadi pada anak laki-laki, dan bilateral pada 50 % kasus.
Kemungkinan terjadinya deformitas secara acak adalah 1 : 1000 kelahiran.
Pemeriksaan pada bayi kaki pekuk menunjukkan equinus kaki belakang, varus kaki
belakang dan kaki tengah, adduksi kaki depan dan berbagai kekakuan. Semua
temuan ini adalah akibat dislokasi medial sendi talonavikuler. Pada anak yang lebih
tua, atrofi betisdan kaki lebih nyata daripada bayi, tanpa memandang seberapa baik
kaki terkoreksi atau fungsionalnya.

1.7 Manifestasi Klinis CTEV


1. Tidak adanya kelainan congenital lain
2 Berbagai kekakuan kaki
3 Hipoplasia tibia, fibula, dan tulang-tulang kaki ringan
4 Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat relatif
memendek.
5 Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau
cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus.
Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat lipatan kulit transversal yang
dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan kaki. Atrofi otot betis, betis
terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi.
6 Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat diabduksikan
dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari posisi varus. Kaki
yang kaku ini yang membedakan dengan kaki equinovarus paralisis dan
postural atau positional karena posisi intra uterin yang dapat dengan mudah
dikembalikan ke posisi normal. Luas gerak sendi pergelangan kaki terbatas.
Kaki tidak dapat didorsofleksikan ke posisi netral, bila disorsofleksikan akan
menyebabkan terjadinya deformitas rocker-bottom dengan posisi tumit equinus
dan dorsofleksi pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis akan terlambat
pada kalkaneus, pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak

9
terjadi pergerakan maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan
korpus talus pada bagian bawahnya.
7 Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal anterior
tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran medial, plantar dan
terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah antara maleolus medialis
dengan tulang navikularis. Sudut aksis bimaleolar menurun dari normal yaitu
85° menjadi 55° karena adanya perputaran subtalar ke medial.
8 Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot tibialis
anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur sedangkan otot-
otot peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot ekstensor jari kaki normal
kekuatannya tetapi otot-otot fleksor jari kaki memendek. Otot triceps surae
mempunyai kekuatan yang normal.
9 Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya spina
bifida. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus diperiksa
untuk melihat adanya subluksasi atau dislokasi.

1.8 Klasifikasi CTEV


Literature medis menguraikan tiga kategori utama clubfoot, yaitu (Moorhead
2008) :

1. Clubfoot ringan atau postural dapat membaik secara spontan atau memerlukan
latihan pasif atau pemasangan gips serial. Tidak ada deformitas tulang, tetapi
mungkin ditemukan penencangan den pemendekan jaringan lunak secara
medial dan posterior.
2. Clubfoot tetralogic terkait dengan anomaly congenital seperti mielodisplasia
atau artogriposis. Kondisi ini biasanya memerlukam koreksi bedah dan
memiliki insidensi kekambuhan yang yang tinggi.
3. Clubfoot idiopatik congenital, atau “clubfoot sejati” hampir selalu memerlukan
intervensi bedah karena terdapat abnormalitas tulang.

10
1.9 Penatalaksanaan CTEV
Sekitar 90-95% kasus club foot bisa di-treatment dengan tindakan non-
operatif. Penanganan yang dapat dilakukan pada club foot tersebut dapat berupa
(Moorhead, 2008):

1.9.1 Non Operatif


Pertumbuhan yang cepat selama periode infant memungkinkan untuk
penanganan remodelling. Penanganan dimulai saat kelainan didapatkan
dan terdiri dari tiga tahapan yaitu : koreksi dari deformitas,
mempertahankan koreksi sampai keseimbangan otot normal tercapai,
observasi dan follow up untuk mencegah kembalinya deformitas.

Koreksi dari CTEV adalah dengan manipulasi dan aplikasi dari serial
“cast” yang dimulai dari sejak lahir dan dilanjutkan sampai tujuan koreksi
tercapai. Koreksi ini ditunjang juga dengan latihan stretching dari struktur
sisi medial kaki dan latihan kontraksi dari struktur yang lemah pada sisi
lateral.

Manipulasi dan pemakaian “cast” ini diulangi secara teratur (dari


beberapa hari sampai 1-2 bulan dengan interval 1-2 bulan) untuk
mengakomodir pertumbuhan yang cepat pada periode ini. Jika manipulasi
ini tidak efektif, dilakukan koreksi bedah untuk memperbaiki struktur yang
berlebihan, memperpanjang atau transplant tendon. Kemudian ektremitas
tersebut akan di “cast” sampai tujuan koreksi tercapai. Serial Plastering
(manipulasi pemasangan gibs serial yang diganti tiap minggu, selama 6-12
minggu). Setelah itu dialakukan koreksi dengan menggunakan sepatu
khusus, sampai anak berumur 16 tahun.

11
Perawatan pada anak dengan koreksi non bedah sama dengan
perawatan pada anak dengan anak dengan penggunaan “cast”. Anak
memerlukan waktu yang lama pada koreksi ini, sehingga perawatan harus
meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Observasi kulit
dan sirkulasi merupakan bagian penting pada pemakaian cast. Orangtua
juga harus mendapatkan informasi yang cukup tentang diagnosis,
penanganan yang lama dan pentingnya penggantian “cast” secara teratur
untuk menunjang penyembuhan.

Perawatan “cast” (termasuk observasi terhadap komplikasi), dan


menganjurkan orangtua untuk memfasilitasi tumbuh kembang normal pada
anak walaupun ada batasan karena deformitas atau therapi yang lama.
Perawatan “cast” meliputi :

1. Biarkan cast terbuka sampai kering


2. Posisi ektremitas yang dibalut pada posisi elevasi dengan diganjal
bantal pada hari pertama atau sesuai intruksi
3. Observasi ekteremitas untuk melihat adanya bengkak, perubahan warna
kulit dan laporkan bila ada perubahan yang abnormal
4. Cek pergerakan dan sensasi pada ektremitas secara teratur, observasi
adanya rasa nyeri
5. Batasi aktivitas berat pada hari-hari pertama tetapi anjurkan untuk
melatih otot-otot secara ringan, gerakkan sendi diatas dan dibawah cast
secara teratur.
6. Istirahat yang lebih banyak pada hari-hari pertama untuk mencegah
trauma
7. Jangan biarkan anak memasukkan sesuatu ke dalam cast, jauhkan
benda-benda kecil yang bisa dimasukkan ke dalam cast oleh anak

12
8. Rasa gatal dapat dukurangi dengan ice pack, amati integritas kulit pada
tepi cast dan kolaborasikan bila gatal-gatal semakin berat. Cast
sebaiknya dijauhkan dari dengan air

1.9.2 Operatif
Indikasi dilakukan operasi adalah sebagai berikut (Moorhead, 2008) :

1. Jika terapi dengan gibs gagal

2. Pada kasus Rigid club foot pada umur 3-9 bulan

- Operasi dilakukan dengan melepasakan jaringan lunak yang mengalami


kontraktur maupun dengan osteotomy. Osteotomy biasanya dilakukan pada
kasus club foot yang neglected/ tidak ditangani dengan tepat.
- Kasus yang resisten paling baik dioperasi pada umur 8 minggu, tindakan ini
dimulai dengan pemanjangan tendo Achiles ; kalau masih ada equinus,
dilakuakan posterior release dengan memisahkan seluruh lebar kapsul
pergelangan kaki posterior, dan kalau perlu, kapsul talokalkaneus. Varus
kemudian diperbaiki dengan melakukan release talonavikularis medial dan
pemanjangan tendon tibialis posterior.
- Pada umur > 5 tahun dilakukan bone procedure osteotomy. Diatas umur 10
tahun atau kalau tulang kaki sudah mature, dilakukan tindakan artrodesis
triple yang terdiri atas reseksi dan koreksi letak pada tiga persendian, yaitu : art.
talokalkaneus, art. talonavikularis, dan art. kalkaneokuboid.

1.10 Komplikasi CTEV


2. Komplikasi dapat terjadi dari terapi konservatif maupun operatif. Pada terapi
konservatif mungkin dapat terjadi masalah pada kulit, dekubitus oleh karena

13
gips, dan koreksi yang tidak lengkap. Beberapa komplikasi mungkin didapat
selama dan setelah operasi. Masalah luka dapat terjadi setelah operasi dan
dikarenakan tekanan dari cast. Ketika kaki telah terkoreksi, koreksi dari
deformitas dapat menarik kulit menjadi kencang, sehinggga aliran darah
menjadi terganggu. Ini membuat bagian kecil dari kulit menjadi mati.
Normalnya dapat sembuh dengan berjalannya waktu, dan jarang memerlukan
cangkok kulit.
3. Infeksi dapat terjadi pada beberapa tindakan operasi. Infeksi dapat terjadi
setelah operasi kaki clubfoot. Ini mungkin membutuhkan pembedahan
tambahan untuk mengurangi infeksi dan antibiotik untuk mengobati infeksi.
4. Kaki bayi sangat kecil, strukturnya sangat sulit dilihat. Pembuluh darah dan
saraf mungkin saja rusak akibat operasi. Sebagian besar kaki bayi terbentuk
oleh tulang rawan. Material ini dapat rusak dan mengakibatkan deformitas dari
kaki. Deformitas ini biasanya terkoreksi sendir dengan bertambahnya usia
5. Komplikasi bila tidak diberi pengobatan : deformitas menetap pada kaki

14
BAB II. CLINICAL PATHWAY
Kondisi janin saat di
dalam kandungan Faktor neurogenik
Idiopatik

Genetik Perubahan inervasi


intrauterin
Posisi abnormal janin Pergerakan janin terbatas Kelainan perkembangan
Abnormalitas
histokimia pada otot
peroneal
Deformitas tulang Fase fibular Peningkatan jaringan
Dx. Risiko Gangguan
fibrosa di otot dan ligamen
Pertumbuhan

Congenital Talipes Equino


Varus

Metatarsal pertama lebih fleksi plantar talus Calcaneus, navicular dan Adduksi serta
fleksi terhadap daerah (pergelangan kaki) cuboid terrotasi ke arah inversi pada
plantar medial terhadap talus ligamen dan
tendon peroneal
tumit menjadi
inversi pada sendi subtalar
terbalik/ lebih tinggi (tungkai)
adduksi pada
kaki depan

15
Dx. Hambatan Mobilitas Dx.
Keterbatasan aktivitas Sulit berjalan Bentuk kaki abnormal
Fisik Gangguan
Citra
Tubuh
Dx Risiko Jatuh Dx. Ansietas

Terapi Konservatif Terapi Operatif

Pemasangan Gips Pembedahan

Kurang pemahaman terkait


Gips terlalu ketat Pre Op penyakit yang diderita

Kompartemen Dx. Kurang Pengetahuan


Dx. Ansietas Dx. Kurang
Sindrom Pengetahuan
Dx. Nyeri Dx. Risiko Infeksi

Dx. Kerusakan
Integritas Kuit

16
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Biodata klien (Nanda Internasional, 2012)
- Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama,
umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, dan alamat. bayi laki-laki dua kali lebih banyak
menderita kaki bengkok daripada perempuan

- Kelainan ini sering terjadi pada anak laki-laki. Survei


membuktikan dari 4 orang kasus Club foot, maka hanya satu saja
seorang perempuan. Itu berarti perbandingan penderita
perempuan dengan penderita laki-laki adalah 1:3 dan 35%
terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar
dizigot.

1. Riwayat Kesehatan (Nanda Internasional, 2012)


- Keluhan Utama :
Keluhan yang membuat klien dibawa ke rumah sakit karena adanya
keadaan yang abnormal pada kaki anak yaitu adanya berbagai
kekakuan kaki, atrofi betis kanan, hipoplasia tibia, fibula dan
tulang-tulang kaki ringan.

- Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajian seperti Klien tidak mengalami keluhan apa-apa selain
adanya keadaan yang abnormal pada kakinya.

17
- Riwayat penyakit keluarga
Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat
diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular
yang terdapat dalam keluarga.

- Riwayat Antenatal

Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta


upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali
perawatan antenatal , kemana serta kebiasaan minum jamua-
jamuan dan obat yang pernah diminum serat kebiasaan selama
hamil.

- Riwayat Natal

Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong,


cara persalinan (spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, section
secaria dan gamelli), presentasi kepala dan komplikasi atau
kelainan congenital. Keadaan saat lahir dan morbiditas pada hari
pertama setelah lahir, masa kehamilan (cukup, kurang, lebih )
bulan. Saat lahir anak menangis spontan atau tidak.

- Riwayaat Postnatal

Lama dirawat dirumah sakit, masalah-masalah yang berhubungan


dengan gagguan sistem, masalah nutrisi, perubahan berat badan,
warna kulit,pola eliminasi dan respon lainnya. Selama neonatal
perlu dikaji adanya asphyksia, trauma dan infeksi.

- Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

18
- Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada
terakhir. Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai motorik
kasar, halus, social, dan bahasa.

- Riwayat kesehatan keluarga

Sosial , perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman,


rumah tangga yan harmonis dan pola suh, asah dan asih. Ekonomi
dan adat istiaadat, berpengaruh dalam pengelolaan
lingkungan internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi
perkembangan intelektual dan pengetahuan serta ketrampilan anak.
Disamping itu juga berhubungan dengan persediaan dan pengadaan
bahan pangan, sandang dan papan.

- Riwayaat imunisasi

Riwayat imunisasi anak sangat penting, dengan kelengkapan


imunisasi pada anak mencegah terjadinya penyakit yang mungkin
timbul. Meliputi imunisai BCG, DPT, Polio, campak dan hepatitis.

1. Pengkajian Keperawatan (Nanda Internasional, 2012)


Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola nutrisi, Makanan pokok utama apakah ASI atau PASI. pada
umur anak tertentu. Jika diberikan PASI (ditanyakan jenis,
takaran dan frekuensi) pemberiaannya serta makanan tambahan
yang diberikan. Adakah makanan yan disukai, alergi atau
masalah makanan yang lainnya).

2. Pola eliminasi, sistem pencernaan dan perkemihan pada anak


perlu dikaji BAB atau BAK (Konsistensi, warna, frkuensi dan

19
jumlah serta bau). Bagaimana tingkat toileting trining sesuai
dengan tingkat perkembangan anak.
3. Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah dicapai anak
pada usia sekelompoknya mengalami kemunduran atau
percepatan.
4. Pola istirahat, kebutha istirahat setiap hari, adakah gangguan
tidur, hal-hal yang mengganggu tidur dan yang mempercepat
tidur.
5. Pola kebersihan diri, bagaiman perawatan pada diri anak apakah
sudah mandiri atau masih ketergantuangan sekunder pada orang
lain atau orang tua.
6. Pemeriksaan Fisik
Pantau status kardiovaskuler

Pantau nadi perifer

Pucatkan kulit ekstremitas pada bagian distal untuk


memastikan sirkulasi yang adekuat pada ekstremitas tersebut

Perhatikan keketatan gips, gips harus memungkinkan insersi


jari diantara kulit ekstremitasdengan gips setelah gips kering

7. Kaji adanya peningkatan hal-hal berikut:


a. Nyeri

b. Bengkak

c. Rasa dingin

d. Sianosis atau pucat

20
8. Kaji sensasi jari kaki

1. Minta anak untuk menggerakkan jari kaki

2. Observasi adanya gerakan spontan pada anak yang tidak


mampu berespon terhadap perintah

3. Laporkan dengan segera adanya tanda-tanda ancaman


kerusakan sirkulasi

4. Intruksikan anak untuk melaporkan adanya rasa kebas atau


kesemutan

5. Diangnosa Keperawatan
2. Resiko cidera berhubungan dengan adanya gips,
pembengkakan jaringan, kemungkinan kerusakan saraf
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan cidera fisik
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gips

6. Rencana Keperawatan

NO NOC: NIC

1 Mobility (0208) Pressure Management

Setelah dilakukan Tinggikan ekstremitas yang di gips


asuhan keperawatan
diharapkan pasien tidak a. Kaji bagian gips yang terpajan untuk
mengalami kerusakan mengetahui adanya nyeri, , nyeri bengkak,
neurologis dengan perubahan warna (sianosis atau pucat),
keriteria hasil:
pulsasi, hangat, dan kemampuan untuk

21
- body position bergerak
performance b. Rawat gips basah dengan telapak tangan,
Gips mengering hindari penekanan gips dengan ujung jari
dengan cepat, (gips plester)
tetap bersih dan
c. Tutupi tepi gips yang kasar dengan ”
utuh
petal” adesif
d. Jangan menutupi gips yang masih basah
e. Jangan mengeringkan gips dengan kipas
pemanas atau pengering
f. Gunakan kipas biasa di lingkungan
dengan kelembaban tinggi
g. .Bersihkan area yang kotor dari gips
dengan kain basah dan sedikit pembersih
putih yang rendah abrasive
2 Comfort Status (2008) Enviromental Management: comfort

1.Berikan posisi yang nyaman, gunakan bantal


untuk menyokong area dependen
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x 24 2. Bila perlu batasi aktivitas yang melelahkan
jam diharapkan gangguan
rasa nyaman pada pasien 3.Hilangkan rasa gatal dibawah gips dengan
berkurang dengan keriteria udara dingin yang ditiupkan dari spuit asepto,
hasil: fan, atau pengering rambut.

- Symptom control 4.Hindari menggunakan bedak atau lotion


dibawah gips
- Psycological well-
being

22
3 Skin care: graft site

Setelah dilakukan asuhan 1. Pastikan bahwa semua tepi gips halus dan
keperawatan diharapkan bebas dari proyeksi pengiritasi
pasien tidak mengalami
iritasi dengan keriteria hasil: 2. Jangan membiarkan anak memasukkan
sesuatu ke dalam gips
-Tidak ditemukannya tanda-
tanda kerusakan integritas 3. Waspadai anak yang lebih besar untuk
kulit tudak memasukkan benda-benda kedalam
gips, jelaskan mengapa ini penting

4. Jaga agar kulit yang terpajan tetap bersih


dan bebas dari iritan

5. Lindungi gips selama mandi, kecuali jika


gips sintetik tahan terhadap air

6. Selama gips dilepas, rendam dan basuh


kulit dengan perlahan

23
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek G, dkk.2008.Nursing Interventions Clarification (NIC).


Firth Edition. Mosby : Lowa city.

Nanda Internasional.2012.Diagnosis Keperawatan 2012-2014. EGC


: Jakarta.

Moorhead S, dkk.2000.Nursing Outcames Clasification


(NOC).Third Edition.Mosby : Lowa city.

Risnanto & Insani, Uswatun. (2014). Asuhan Keperawatan Medikal


Bedah (Sistem Muskuloskeletal). Yogyakarta: CV. Budi Utama. Retrieved
from
https://books.google.co.id/books?id=Si88DAAAQBAJ&pg=PA1&dq=an
atomi+fisiologi+muskuloskeletal&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwink-
6s9c3kAhUv73MBHcO6B_AQ6AEILjAB#v=onepage&q=anatomi%20fi
siologi%20muskuloskeletal&f=false

Suratun, dkk. (2008). Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal: Seri


Asuhan Keperawata. Jakarta: EGC. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=Si88DAAAQBAJ&pg=PA1&dq=an
atomi+fisiologi+muskuloskeletal&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwink-
6s9c3kAhUv73MBHcO6B_AQ6AEILjAB#v=onepage&q=anatomi%20fi
siologi%20muskuloskeletal&f=false

Wong, Donna L., Whaley & Wong’s Nursing Care of Infants and
Children, Fifth Edition, Mosby Company, Missouri,1995

24

Anda mungkin juga menyukai