LAPORAN PENDAHULUAN
Chronic Myeloid Leukimia
RUANG SERUNI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA
DISUSUN OLEH :
NAMA : SITI HATIMAH
NIM : P1908136
A. Definisi
Leukemia mielositik kronik atau sering disebut juga leukemia granulositik
kronik adalah suatu penyakit klonal sel induk pluripoten yang digolongkan
sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif .Penyakit ini timbul pada tingkat
sel induk pluripoten dan secara terus-menerus terkait dengan gen gabungan
BCR-ABL. Penyakit proliferatif adalah penyakit yang ditandai oleh proliferasi
dari seri granulosit tanpa gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah
tepi dapat terlihat tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari
promielosit, sampai granulosit. Leukemia mielositik kronik yang paling umum
adalah disertai dengan kromosom Philadelphia (Ph)
Leukemia mielositik kronik adalah penyakit mielopoliferatif dengan
karakteristik adanya peningkatan proliferasi sel induk hematopoietik mieloid
pada berbagai stadium difensial.
B. Epidemiologi
Angka kejadian kasus Leukemia 20% terjadi pada usia dewasa. Selain itu,
Leukemia Mielositik Kronik merupakan kasus terbanyak ke 2 setelah
Leukemia Limfositik Akut. Di indonesia, Insidensi Leukemia sebanyak
1,5/100.000 penduduk/tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan (2 : 1,2) dan umumnya terjadi pada usia 40-50
tahun.2
D. Manifestasi Klinis
1. Sakit kepala
2. Sesak nafas
3. Anemia
4. Perdarahan
5. Epitaksis
6. Kurang nafsu makan
7. BB menurun
8. Demam
9. Rentangterjadi infeksi
10.Memar pada bagian tubuh
11.Hepatomegali
12.Nyeri perut
13.Nyeri tulang dan persendian
14.despnea
E. Patogenesis dan Patofisiologi
LMK merupakan penyakit keganasan pertama yang dijumpai berhubungan
dengan kelainan genetic spesifik yaitu pada krosomom nomor 22 (Ph’
kromosom. Pada lebih dari 90 % pasien terdapat pergantian sumsum tulang
normal oleh sel dengan kromosom golongan G abnormal (nomor 22)-
kromosom Philadelphia atau Ph. Abnormalitas terjadi karena adanya
translokasi bagian lengan panjang (q) kromosom 22 ke kromosom lain,
biasanya kromosom 9 pada golongan “C”. Ini adalah abnormalitas akuisita
yang ada dalam semua sel granulositik, eritroid dan megakariositik yang
sedang membelah dalam sumsum tulang dan juga dalam sel limposit B.
Peningkatan besar dalam massa graulosit total tubuh bertanggung jawab
untuk kebanyakan gambaran klinisnya.
Akibat kromosom lain (sering kromosom 9) menerima translokasi lengan
panjang (q) kromosom 22 maka akan terbentuk gen hybrid, yang dapat
memproduksi fosfoprotein-P210, yang memiliki aktivitas tirosin kinase yang
berbeda dari normal. Perubahan aktivitas tirosin kinase inilah yang
menyebabkan terjadinya transformasi selular yang mendasari timbulnya LMK.
Terjadinya krisis blastik pada LMK dihubungkan dengan munculnya gen yang
memproduksi cyklin-dependent kinase-2 inhibitor (CDKN-2) atau dikenal
dengan Ph’-2 kromosom pada kromosom nomor 9, dimana gen tersebut
memiliki sifat mengaktifkan pertumbuhan sel ganas. Di samping itu ada
penelitian mendapatkan adanya T-sel resptor abnormal denan teknik
polimerase pada darah tepi penderita LMK, khususnya fase akselerasi dan
blas.
F. PATHWAY
Proto-onkogen ABL Gen BCR kromosom 22
Mengalami translokasi
Membutuhkan
Proliferasi sel abnormal
banyak ATP
Normoblas Trombositosis
meningkat Lien
Fungsi
Fungsi eritrosit Spleenomegali
trombosit
terganggu ( S4)
terganggu
Hb menurun
Risiko Infeksi Perdarahan : Perut
tanda anemia
Epistaksis membesar
perut terasa
Pusing, mata penuh dan
berkunang, cepat Risiko cepat kenyang
lelah Ketidakseimb
angan Cairan
Defisit Nutrisi
Intoleransi
Aktivitas
G. Gambaran Klinis
Perjalanan penyakit leukemia mielositik kronik terdiri atas 3 fase yaitu :
1) Fase kronik
Fase ini ditandai dengan ekspansi yang tinggi dari hemopoietik pool
dengan peningkatan sel darah matur dengan sedikit gangguan fungsional.
Pada sumsum tulang, hepar, lien, dan darah perifer dijumpai sel neoplasma
yang sedikit. Lama fase kronik 3 tahun. Gejala klinis akibat hipermetabolik
seperti panas, keringat malam, lemah, perut kembung, gangguan
penglihatan, penurunan berat badan, gangguan penglihatan, dan anorexia.
Pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan anemia normokromik
normositer, dengan kadar leukosit meningkat antara 80.000-800.000/mmk.
Pada pemeriksaan apusan darah dapat dilihat seluruh stadium diferensiasi
sel. Kadar eosinofil dan basofil juga meningkat.4,5
2) Fase Akselerasi
Setelah kurang lebih 3 tahun, leukemia mielositik kronik akan masuk ke
fase akselerasi yang lebih sulit dikendalikan daripada fase kronik dan fase ini
dapat berlangsung selama beberapa bulan (Hoffbrand et al, 2005).4,5
Gejala fase akselerasi :
Panas tanpa penyebab yang jelas.
Spleenomegali progresif.
Trombositosis.
Basofilia (>20%), Eosinofilia, Myeloblast (>5%).
Gambaran myelodisplasia seperti hipogranulasi neutrofil, mikro megakariosit
atau mononuclear yang besar.
Fibrosis kolagen pada sumsum tulang.
Terdapat kromosom baru yang abnormal seperti kromosom Philadelphia.
3) Fase Krisis Blast
Fase ini ditandai dengan ditemukannya lebih dari 30% sel blas pada
sumsum tulang. Sel blas kebanyakan adalah myeloid, tetapi dapat juga
dijumpai eritroid, megakariositik, dan limfoblas. Jika sel blas mencapai
>100.000/mmk, maka penderita memiliki resiko terkena sindrom
hiperleukositosis.4,5
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi,
pemeriksaan sumsum tulang, dan pemeriksaan kromosom.6
1. Pemeriksaan darah tepi Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan
leukositosis (60%) dan kadang-kadang leukopenia (25%).48 Pada
penderita LMA ditemukan penurunan eritrosit dan trombosit. Pada
penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari 50.000/mm3, 48
sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari
50.000/ mm3.
2. Pemeriksaan sumsum tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut
ditemukan keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang
diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda
(blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast
minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang.20 Pada penderita
LLK ditemukan adanya infiltrasi merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari
40% dari total sel yang berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan
oleh peningkatan limfosit B. Sedangkan pada penderita LGK/LMK
ditemukan keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah
megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari
30.000/mm3.
3. Pemeriksaan kromosom
J. Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad malam
Quo ad Funtionam : dubia ad malam
Karena harapan hidup rata-rata penderita LMK adalah 3-4 tahun
30% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun
2. Pencegahan Infeksi :
a. Monitor tanda gejala
infeksi
b. Berikan perawatan
kulit pada area edema
c. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasiendan
lingkungan pasien
d. Jelaskan tanda gejala
infeksi
e. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
f. Ajarkan etika batuk
g. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
h. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
i. Kolaborasi pemberian
imunisasi
4. Intoleransi Aktivitas 1. Toleransi Aktivitas 1. Manajemen Energi
Definisi : Setelah dilakukan a. Identifikasi gangguan
Ketidakcukupanenergi untuk intervensi selama 3 fungsi tubuh yang
melakukan aktivitas sehari- jam, maka Toleransi mengakibatkan
hari. Aktivitas Meningkat, kelelahan
Gejala dan Tanda Mayor : dengan kriteria hasil : b. Monitor kelemahan
1. Subjektif : a. Frekuensi nadi (4) fisik dan fungsional
a. Mengeluh lelah b. Saturasi oksigen c. Monitor pola dan jam
2. Objektif (4) tidur
a. Frekuensi jantung c. Kemudahan dalam d. Monitor lokasi dan
meningkat >20% dari melakukan ketidaknyamanan
kondisi istirahat aktivitas sehari- selama melakukan
hari (4) aktivitas
Gejala dan Tanda Minor : d. Perasaan lemah (4) e. Ajarkan tirah baring
1. Subjektif e. Keluhan lelah (4) f. Anjurkan melakukan
a. Dispnea saat/setelah f. Dipsnea saat aktivitas secara
aktivitas aktivitas (4) bertahap
b. Merasa tidak nyaman g. Dipsnea setelah g. Ajarkan strategi koping
setelah beraktivitas aktivitas (4) untuk mengurangi
c. Merasa lemah Skala : kelelahan
1 : menurun h. Kolaborasi dengan ahli
2. Objektif 2 : cukup menurun gizi tentang cara
a. Tekanan darah 3 : sedang meningkatkan asupan
berubah >20% dari 4 : cukup meningkat makanan.
kondisi istirahat 5 : meningkat 2. Terapi Aktivitas
b. Gambaran EKG a. Identifikasi defisit
menunjukkan aritmia tingkat aktivitas
saat/setelah aktivitas b. Monitor respons
c. Gambaran EKG emosional, fisik, sosial,
menunjukkan iskemia dan spiritual terhadap
d. Sianosis. aktivitas
c. Fasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan
defisit yangdialami
d. Sepakati komitmen
untuk meningkatkan
frekuensi dan rentang
aktivitas
e. Koordinasikan
pemilihan aktivitas
sesuai usia
f. Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-
hari
g. Anjurkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih
h. Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok
atau terapi
i. Kolaborasi dengan
terapis okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas
5. Risiko Ketidakseimbangan 1. Keseimbangan Cairan 1. Manajemen Cairan
Cairan Setelah dilakukan a. Monitor status hidrasi
Definisi : intervensi selama 3 b. Monitor berat badan
Berisiko mengalami jam, maka hairian
penurunan, peningkatan, atau Keseimbangan Cairan c. Monitor sebelum dan
percepatan, perpindahan Meningkat, dengan sesudah dialisis
cairan dari intravaskuler, kriteria hasil : d. Monitor hasil
interstisial atau intraselular. a. Asupan cairan (4) pemeriksaan
b. Haluaran urin (4) laboratorium
Faktor Risiko : c. Kelembaban e. Catat intake-output
1. Prosedur pembedahan membran mukosa dan hitung balanca
mayor (4) cairan 24 jam
2. Trauma/perdarahan d. Asupan makanan f. Berikan asupan cairan
3. Luka bakar (4) g. Berikan cairan
4. Aferesis Skala : intravena, jika perlu
5. Asites 1 : menurun h. Kolaborasi pemberian
2 : cukup menurun diuretik
Kondisi Klinis Terkait 3 : sedang
1. Prosedur pembedahan 4 : cukup meningkat 2. Pemantauan Cairan
mayor 5 : meningkat a. Monitor frekuensi dan
2. Penyakit ginjal dan kekuatan nadi
kelenjar b. Monitor frekuensi
3. Perdarahan napas
4. Luka bakar c. Monitor tekanan
darah
d. Monitor berat badan
e. Monitor jumlah,
warna, dan berat jenis
urine
f. Monitor kadar
albumin dan protein
total
g. Monitor intake dan
output cairan
h. identifikasi tanda-
tanda hipovolemia
i. Identifikasi faktor
risiko
ketidakseimbangan
cairan
j. Atur interval waktu
pementauan sesuai
dengan kondisi pasien
k. Dokuemntasikan hasil
pemantauan
l. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
DAFTAR PUSTAKA
Hoffbrand AV., Pettit JE., Moss PAH. Kapita Selekta: Hematologi. Ed. 4.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
Price S.A., Wilson L.M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.
6. Jakarta: EGC; 2013.
Tanto C., Liwang F., Hanifati S., Pradipta EA, editors. Kapita Selekta
Kedokteran. Ed.IV. Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius; 2014