Anda di halaman 1dari 5

BAB I.

PENDAHULUAN

Daging adalah salah satu sumber utama protein hewani. Jenis daging yang
umum ditemui di Indonesia adalah daging ayam, sapi, domba, kambing, dan lain
sebagainya. Sedangkan jenis daging yang paling umum dikonsumsi masyarakat
Indonesia adalah daging ayam ataupun sapi. Berdasarkan data dari Kementerian
Pertanian, secara umum perkembangan produksi daging sapi di Indonesia selama
2013 hingga 2017 tumbuh sebesar 2,56%. (Caroline et al., 2019). Meskipun cukup
mudah untuk menemukan daging di Indonesia, pada kenyataannya, masih banyak
masyarakat yang belum terpenuhi kebutuhan protein dari daging sapi tersebut.
Salah satu penyebabnya adalah harga daging sapi yang tinggi dan juga kenaikan
harga daging sapi yang terjadi terus menerus. Biaya produksi dan distribusi yang
tinggi serta kenaikan-kenaikan harga yang lain membuat konsumen juga harus
membayar lebih tinggi pula. (Olbrich, Hundt and Grewe, 2014).

Solusi yang dilakukan oleh pemerintah untuk menangani kekurangan


daging sapi di Indonesia adalah dengan membuka slot impor daging kerbau yang
jauh lebih murah dari daging sapi. Rencananya, Brazil, India, Sudan, Amerika
Serikat, dan Australia akan menjadi importir daging kerbau ke Indonesia. India
yang akan menjadi supplier dominannya. (Hassan et al., 2018) Dengan impor
daging kerbau dari India, masyarakat diharapkan bisa mensubstitusi daging sapi,
sehingga bisa mengatasi harga daging sapi yang terlalu tinggi. Masalahnya adalah
kebijakan ini memiliki banyak pro dan kontra dari berbagai pihak. Ada pihak
yang mendukung, ada juga yang yang sangat menentang.

Di luar dari segi ekonomi dan politis, sebagai mahasiswa yang dikenal
kaum terpelajar dan penerus bangsa, kita harus tahu bagaimana sikap yang harus
kita ambil mengenai wacana pemerintah untuk mengimpor daging kerbau dari
India dilihat dari segi nutrisi dan kandungan gizinya. Apakah kita harus setuju
atau justru sebaliknya?
BAB II. PEMBAHASAN

Kerbau adalah binatang memamah biak yang menjadi ternak bagi banyak
negara di dunia, terutama Asia. Hewan ini adalah domestikasi dari kerbau liar
yang masih banyak ditemukan di Pakistan, India, Bangladesh, Nepal, Bhutan,
Vietnam, China, Filipina, Taiwan, Indonesia, dan Thailand. Kerbau liar Asia
memiliki berat 800 - 1200 kg (1800 - 2600 lb). Memiliki rentang tanduk yang
luasnya lebih dari 6,5' (2 m). Kerbau liar Asia sangat tergantung pada ketersediaan
air. Secara historis, habitat yang disukai adalah padang rumput aluvial dataran
rendah dan sekitarnya. Kerbau liar Asia makan rumput dan vegetasi air berdaun.
(animalinfo.org, 2004.)

Seiring berjalannya waktu, kerbau liar sudah didomestikasi atau


diternakkan. Kerbau yang paling umum ditemukan adalah kerbau air. Ada dua
subspesies kerbau air yakni, kerbau sungai (Bubalus arnee bubalis) dan kerbau
rawa (Bubalus arnee carabanesis). Perkiraan populasi kerbau air domestik baru-
baru ini menunjukkan ada sekitar 165 juta hewan di seluruh dunia (Soliman dan
Bassiony, 2010). Lebih dari 80% dari populasi ini terkonsentrasi di India, Pakistan
dan Cina, dan kurang dari 5% dapat ditemukan di luar Asia. Kerbau terutama
dibesarkan untuk produksi susu. Produk lain seperti daging, tenaga angin, bahan
bakar, dan kulit (Lambertz et al. 2014). Daging dari kerbau biasanya diperoleh
dari kerbau yang sudah tidak produktif alias sudah tidak dapat melakukan
pekerjaan atau produksi lagi.
Seperti dibahas di atas, daging kerbau sering dipanen dari pemotongan
hewan tua atau akhir kehidupan produktif mereka (Nanda dan Nakao 2003). Ini
membuat persepsi bahwa daging kerbau lebih keras dan liat daripada daging sapi
semakin meningkat. Sebuah laporan studi menunjukkan daging yang berasal dari
kerbau muda dan diberi makan dengan benar sebanding dengan kelembutan dan
kekenyalan daging sapi (Arganosa et al. 1973; Calub et al. 1971). Baru-baru ini
dikuatkan oleh Lapitan et al. (2007) yang membandingkan sapi persilangan dan
kerbau persilangan dari umur dan bidang nutrisi yang sama, dan menemukan it
kelembutan dan ketegasan sebanding dengan daging sapi. Beberapa peneliti
mendukung hipotesis bahwa daging kerbau yang diberi makan rumput dapat
menunjukkan palatabilitas yang sama bahkan lebih baik daripada sapi Italia. Di
Kolombia, pendapat konsumen tentang daging kerbau disampaikan Hurtado et al.
(2004), jika dibandingkan dengan daging sapi Bos taurus di Italia, konsumen
memberikan skor yang lebih tinggi untuk rasa, kelembutan dan penerimaan
keseluruhan daging kerbau yang dimasak. (Spanghero et al. 2004).
Meskipun pada umumnya daging kerbau diperoleh dari hasil pemotongan
hewan yang sudah tidak produktif, namun kini tak sedikit juga pihak-pihak yang
sudah menternakkan kerbau khusus untuk diambil dagingnya. Komposisi dan
kualitas daging antara keduanya tentu sangatlah Menurut pedoman nutrisi,
daging kerbau rata-rata, mengandung sekitar 1,5% lemak intramuskuler. Namun,
daging dari hewan yang disembelih di India setelah bertahun-tahun bekerja,
mungkin mengandung kurang dari 0,5% lemak (Syed Ziauddin et al. 1994).
Ketika hewan diberi makan jatah yang sesuai standar gizi, rata-rata kadar lemak
intramuskular biasanya meningkat hingga 3-4% (Andrighetto et al.
2008; Kumagai et al. 2012; Lambertz et al. 2014). Jika daging kerbau dimasukkan
ke dalam menu diet manusia, akan meningkatkan potensi turunnya
kadar kolesterol dan trigliserida jika dalam porsi terkontrol (Giordano et al. 2010).

Kandungan mineral yang tertinggi dalam daging kerbau adalah potasium


atau yang lebih biasa dikenal dengan kalium (368 mg/100 g) , diikuti oleh fosfor
(223,4 mg / 100 g), natrium (65 mg / 100 g), magnesium (24 mg / 100 g), kalsium
(8,7 mg / 100 g), seng 3,9 mg / 100 g), zat besi (2,5 mg / 100 g) dan tembaga
(0,15 mg / 100 g). Daging kerbau juga dianggap sebagai sumber vitamin B3 (6,8
mg / 100 g), tetapi bukan sumber vitamin lainnya. Asam amino utama dalam
daging kerbau adalah asam glutamat (> 60 mg / 100 g),
diikuti oleh alanin, glisin, dan arginin (Landi et al. 2016).

Jika dilihat dari segi fisiknya, memang antara daging-daging merah


terlihat mirip dan agak sulit dibedakan, namun pada kenyataannya, ada beberapa
pembeda pada daging kerbau dan sapi. Menurut Badan Standarisasi Nasional
Indonesia (1995) :
1. Warna Daging

Daging sapi memiliki warna merah pucat, sedangkan daging kerbau


memiliki warna merah pekat yang cenderung agak gelap.

2. Serat Daging

Daging sapi memiliki serat yang lebih halus, sedangkan daging kerbau
memiliki serat yang kasar dan terlihat jelas

3. Tekstur

Tekstur daging kerbau lebih liat dibandingkan dengan tekstur daging sapi
yang lebih empuk.

Hubungan antara warna daging dan usia penting untuk dipertimbangkan


mengingat sebagian besar daging kerbau berasal dari hewan dewasa. Bahan pakan
yang berbeda dan tingkat nutrisi juga mempengaruhi ringannya daging kerbau
(Failla et al. 1996 , 2007 ; Gigli et al. 2001). Ada kandungan dalam kerbau yang
relatif lebih tinggi daripada dalam daging sapi. Telah ditunjukkan bahwa kerbau
lebih gelap lebih cepat daripada daging sapi Ini diperkuat oleh proporsi yang lebih
tinggi dari metmyoglobin dalam daging kerbau setelah dimasukkan ke dalam
kemasan aerobik dan peningkatan yang lebih cepat dalam metmyoglobin daripada
daging sapi (Ficco et al. 2010).
Daftar Pustaka

Olbrich, R., M. Hundt and G. Grewe. 2014. Willingness to pay in food retailing-an
empirical study of consumer behaviour in the context of the proliferation of
organic products. European Retail Research, 28(1): 67-101.

Caroline, A.G.I., Nurrochmat, D.R., Bakhtiar, T. 2019. Policy implication of buffalo


meat importation to beef marketing case of Bogor, Indonesia. Buffalo Bulletin,
38(1) : 2-11.

Hassan, M.A., H.H.S. Abdel-Naeem, H.M.H.Mohamed, and N.A. Yassien. 2018.


Comparing the physico-chemical characteristics and sensory attributes of
imported Brazzilian beef meat and imported Indian buffalo meat. Journal of
Microbiology, Biothechnology and Food Sciences, 8(1): 672-677.

Lambertz, C., P. Panprasert, W. Holtz, E. Moors, S. Jaturasitha, M. Wicke and M.


Gauly. 2014. Carcass characteristics and meat quality of swamp buffaloes
(Bubalus bubalis) fattened at different feeding intensities. Asian Austral. J. Anim.
Sci., 27(4): 551-560.

Badan Standarisasi Nasional. 1995. SNI 01- 3933-1995 Karkas Kerbau, Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional.

Anda mungkin juga menyukai