Abstract: This paper will explore the existence of the contract has a crucial role in
Islamic financial transactions with a number of implications posed. One of that in
Islam there is freedom to determine the contract with all the terms and forms of
contract desired by the parties, provided that the contract is voluntary and is not
included in the prohibition of sharia’. On this basis, the core of the contract which is
carried out in Islam is to create benefits for the parties to the agreement for an
Islamic financial transactions.
Abstrak: Tulisan ini akan mengupas tentang keberadaan akad memiliki peranan
yang krusial dalam transaksi keuangan syariah dengan banyaknya implikasi yang
ditimbulkan. Salah satunya adalah bahwa dalam Islam terdapat kebebasan untuk
melakukan akad dengan menentukan segenap syarat dan bentuk akad yang
diinginkan oleh para pihak, asalkan akad tersebut dilakukan secara sukarela serta
tidak termasuk dalam larangan syariat. Atas dasar tersebut, inti akad yang dilakukan
dalam Islam adalah untuk terciptanya kemaslahatan bagi para pihak yang melakukan
perjanjian untuk sebuah transaksi keuangan syariah.
dipadukan dengan disiplin ilmu terkait dengan pesatnya. Hal ini tentu saja
untuk menghasilkan sebuah membutuhkan ketegasan hukum yang
kesimpulan hukum yang eksklusif mengikat dan menuntut justifikasi dari
dengan tidak meninggalkan warisan aspek syariahnya.
ulama sebelumnya. Dalam hukum Islam dikenal
Islam sebagai agama yang beberapa istilah yang mengandung
komprehensif memberikan aturan konsep perikatan, yakni hukm aqd, al-
yang jelas mengenai perikatan dan dlaman, dan al-iltizam.2 Istilah
perjanjian untuk dapat "hukum akad" sebenarnya tidak lain
diimplementasikan dalam kehidupan. daripada akibat hukum yang timbul
Sejumlah prinsip dan dasar-dasar dari suatu perjanjian.3 Para fuqaha di
mengenai pengaturan perikatan dan berbagai tempat membahas apa yang
perjanjian tertuang dalam al-Qur’an mereka sebut al-dlaman, yang dapat
dan as-Sunnah yang kemudian diperbandingkan dengan hukum
dikembangkan oleh para fuqaha perikatan dalam hukum Barat. Dan
sehingga membentuk hukum para ahli hukum Islam klasik juga
1
perjanjian syariah. Kemampuan menggunakan istilah al-iltizam yang
hukum Islam untuk bersosialisasi umumnya mereka maksudkan sebagai
dalam menghadapi perkembangan perikatan-perikatan yang timbul dari
zaman dan kebutuhan umat manusia kehendak sepihak dan kadang-kadang
yang senantiasa membutuhkan adanya perikatan yang timbul dari perjanjian.4
kepastian hukum merupakan interaksi Sedangkan dalam hukum Islam
antara syariat dengan kondisi kontemporer, istilah al-iltizam
masyarakat muslim. digunakan untuk menyebut perikatan
Setiap anggota masyarakat dan istilah akad digunakan untuk
akan terlibat dengan perikatan dan menyebut perjanjian dan bahkan untuk
perjanjian yang lahir dari padanya menyebut kontrak.5
dalam berbagai aspek kehidupan. Dilihat dari sumbernya, ahli-
Perikatan dan perjanjian memfasilitasi ahli hukum Islam kontemporer, seperti
setiap orang dalam memenuhi az-Zarqa', menyebut sumber-sumber
kebutuhan dan kepentingannya yang perikatan (masadir al-iltizam) dalam
tidak dapat dipenuhi sendiri tanpa Islam meliputi lima macam, yaitu :
bantuan orang lain. Dengan demikian, akad (al-'Aqd); kehendak sepihak (al-
perikatan dan perjanjian merupakan Iradah al-Munfaridah); perbuatan
sarana hukum terpenting yang merugikan (al-Fi'l ad-Dar); perbuatan
dikembangkan untuk menjamin bermanfaat (al-Fi'il an-Nafi'); dan
keamanan ekonomi dan kestabilan syara'.6 Tulisan ini hanya akan
masyarakat. Dan seiring dengan mengupas tentang konsepsi perjanjian
pertumbuhan institusi keuangan dan (al-Aqd) dalam hukum syariah yang
bisnis syariah dewasa ini, transaksi merupakan sumber perikatan yang
muamalah dengan menggunakan paling penting dalam transaksi
akad-akad syariah juga tumbuh keuangan syariah.
47 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54
secara syar‘i menjadi keterikatan atau bahwa adanya ijab dan qabul saja
pertautan ijab dengan qabul, seperti belum cukup. Karena ijab dan qabul
akad jual-beli, nikah dan tersebut harus dilakukan sesuai dengan
sebagainya.” 23
Az-Zuhaili memberi ketentuan dan bentuk yang
definisi akad dengan makna disyariatkan. Jika semuanya ini
pertemuan ijab dan qabul yang terpenuhi, maka akad tersebut
dibenarkan oleh syara' yang membawa implikasi.
menimbulkan akibat hukum terhadap Definisi ini bersifat lebih
obyeknya.24 Hal senada dikemukakan khusus karena terdapat pengertian
oleh Anwar, bahwa akad adalah akad secara istilah yang lebih luas dari
pertemuan ijab dan qabul sebagai pengertian ini. Namun ketika
pernyataan kehendak dua pihak atau berbicara mengenai akad, pada
lebih untuk melahirkan suatu akibat umumnya pengertian inilah yang
hukum pada obyeknya.25 paling luas dipakai oleh para fuqaha.
Dalam buku Qawâ’id al-Fiqh Adapun pengertian akad yang bersifat
dinyatakan, “al-‘Aqd menurut fuqaha lebih umum mencakup segala
adalah keterikatan bagian-bagian diinginkan orang untuk dilakukan,
tasharruf secara syar‘i dengan ijab baik itu yang muncul karena kehendak
dan qabul; atau al-‘aqd merupakan sendiri (irâdah munfaridah), seperti:
keterikatan atau komitmen dua pihak wakaf, perceraian dan sumpah
yang berakad dan kesengajaan maupun yang memerlukan dua
keduanya atas suatu perkara. Dengan kehendak (irâdatain) untuk
demikian, al-‘aqd merupakan mewujudkannya, seperti: buyu (jual-
ungkapan mengenai keterikatan ijab beli), sewa-menyewa, wakâlah
dan qabul.26 Ijab (offer) dan qabul (perwakilan) dan rahn (gadai).
(acceptance) merupakan unsur Dari pengertian akad yang
terpenting dari suatu akad karena lebih umum ini muncul sedikit
dengan adanya ijab dan qabul maka perbedaan dengan akad yang dipahami
terbentuklah suatu akad (contract).27 oleh fuqaha dan ahli-ahli hukum
Hanya saja, agar bisa dinilai perdata. Perbedaannya adalah bahwa
sebagai akad secara syar‘i, akad harus dalam pengertian yang lebih luas
berlangsung dalam dan untuk konteks mencakup kehendak tunggal dapat
yang sesuai dengan syari’ah. Akad melazimkan suatu transaksi, sementara
juga membawa konsekuensi atau menurut undang-undang hukum
implikasi hukum sesuai dengan perdata, akad mesti melibatkan dua
konteksnya. Oleh karena itu, dapat kehendak. Karena itu wilayah akad
disimpulkan bahwa pengertian akad dalam pengertian umum jauh lebih
secara syar‘i adalah keterkaitan antara luas dibandingkan dengan akad dalam
ijab dan qabul dalam bentuk yang pengertian khusus.
disyari’atkan, yang melahirkan Menurut Mustafa Ahmad al-
implikasi akad sesuai dengan Zarqa bahwa tindakan hukum yang
konteksnya. Definisi ini menegaskan, dilakukan manusia terdiri dari dua
51 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54
empat prinsip dalam perikatan secara memiliki kedudukan yang sama saat
syariah yang perlu diperhatikan, menentukan hak dan kewajiban
yaitu:36 masing-masing pihak.37 ketiga, azas
keadilan. Yaitu keadilan proporsional
1. Tidak semua akad bersifat dalam konteks perjanjian yang
mengikat kedua belah pihak menekankan pada kesetaraan posisi
(aqad lazim), karena ada dan pertukaran prestasi di antara para
kontrak yang hanya mengikat pihak yang berkontrak. Keadilan
satu pihak (aqad jaiz). proporsional ini diwujudkan dalam
2. Dalam melaksanakan akad bentuk equal pay for equal work, yaitu
harus dipertimbangkan masing-masing pihak akan
tanggung jawab yang mendapatkan bagian masing-masing
berkaitan dengan sesuai dengan konstribusinya.38
kepercayaan yang diberikan keempat, asas kerelaan atau
kepada pihak yang dianggap konsensualisme. 39
Al-Qur’an dan
memenuhi syarat untuk hadis menekankan bahwa hendaknya
memegang kepercayaan transaksi itu didasari atas kerelaan dan
secara penuh. keridhaan dari masing-masing pihak
3. Larangan mempertukarkan yang bertransaksi. kelima, asas
kewajiban (dayn) melalui kejujuran dan kebenaran.40 Salah satu
transaksi penjualan sehingga unsur etika dalam berbisnis adalah
menimbulkan kewajiban pentingnya kejujuran dan kebenaran.
(dayn) baru atau yang Nilai ini seharusnya menjadi landasan
disebut bay’ al-dayn bi al- aplikatif bagi lembaga keuangan yang
dayn. berlabelkan Islam. Karena unsur
4. Akad yang berbeda menurut kejujuran dan kebenaran akan
tingkat kewajiban yang menghindarkan pihak-pihak yang
masih bersifat janji (wa’d) berkontrak dari segala bentuk
dengan tingkat kewajiban manipulasi dan kecurangan. keenam,
yang berupa sumpah (ahd). asas manfaat. Dan ketujuh, asas
tertulis41 perjanjian-perjanjian yang
Pada prinsipnya, akad-akad dilakukan seharusnya dituangkan
perjanjian syariah seharusnya dalam tulisan yang dapat
mengandung azas-azas hukum dipertanggungjwabkan secara hukum.
perikatan Islam yang meliputi, Pembuktian akibat terjadinya
pertama, azas kebebasan. Para pihak wanprestasi dari masing-masing pihak
yang berakad bebas untuk melakukan dapat dibuktikan secara yuridis apabila
bentuk perikatan dan perjanjian, baik ada bukti tertulis.
substansi dan meterinya maupun Asas-asas perjanjian tersebut
syarat-syarat yang dipersyaratkan dirumuskan berdasarkan pemahaman
dalam klausul perjanjian. kedua, azas terhadap nas al-Qur’an dan sunah
persamaan. Yaitu kedua belah pihak Nabi saw, juga dirumuskan dari
54 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54
dan bentuk akad yang diinginkan oleh para pihak yang melakukannya.
para pihak. Asalkan akad tersebut Karena itu, pendekatan berbasis akad
dilakukan secara sukarela serta tidak ini akan digunakan untuk mendalami
termasuk dalam larangan syara’. Inti dan menganalisis kesesuaian akad-
akad yang dilakukan dalam Islam akad muamalah itu dengan konsep
adalah terciptanya kemaslahatan bagi akad dalam persfektif hukum Islam.
Catatan Akhir:
hak atau kewajiban. Lihat Syamsul Anwar,
Hukum, hal. 48
8
1
Yang dimaksud dengan hukum Sebagaimana dikutip dari az-Zarqa,
perjanjian syariah adalah bagian dari hukum lihat, ibid, hal. 49
9
perikatan syariah yang bersumber kepada Lihat, Syamsul Anwar, Teori Kausa
akad. Istilah syariah dalam frase “hukum dalam Hukum Islam (Suatu Kajian Asas
perjanjian syariah” identik dan dapat Hukum), Proyek Perguruan Tinggi Agama
dipertukarkan dengan kata “Islam”. Lihat IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tahun
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syari’ah, 1999/2000, hal. 37
10
Studi Tentang Teori Akad Dalam Fiqh Musthafa Ahmad Az-Zarqa', al-
Muamalat, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, Madkhal, II : 36
11
2007), hal. xiv Abd ar-Razzaq as-Sanhuri, Al-
2
Muslihun Muslim, Fiqh Ekonomi Wasith fi Syarhi al-Qanun al-Madany, (Beirut
dan Positivisasinya di Indonesia, (Mataram: : Dar al-Ihya’ al- Turats al-‘Araby, tt.), hal.
LKIM IAIN Mataram, 2006), hal. 60 103
12
3
Ahli-ahli hukum Islam Syamsul Anwar,Teori, hal. 27
13
membedakan hukum akad menjadi dua, yaitu Di antara ahli hukum Islam yang
hukum asli akad, yakni akibat-akibat logis dari telah merintis dalam melakukan usaha tersebut
adanya akad yang merupakan tujuan pokok adalah Musthafa Ahmad az-Zarqa dan Abd ar-
disyariatkan akad, dan hukum tambahan akad, Razzaq as-Sanhuri.
yaitu kewajiban dan hak yang timbul dari
14
Abdoerraoef, Al-Qur’an dan Ilmu
adanya akad itu. Hukum : a Comparative Study, (Jakarta :
4
Abd ar-Razzaq As-Sanhuri, Bulan Bintang, 1970), hal 122-123
15
Mashadir al-Haq fi al-Fiqh al-Islami, Dirasah Subekti, Hukum Perjanjian,
Muqaranah bi al-Fiqh al-Garbi, (Ttp. : Dar (Jakarta : Intermasa, 1992), hal. 1
16
al-Hana Li ath-Thiba’ah wa an-Nasyr, 1958), Asmuni Rahman, Qaidah-Qaidah
I : 9-10 Fiqhi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 44
17
5
Lihat Syamsul Anwar, Hukum, hal. Gemala Dewi, dkk., Hukum
47 Perikatan Islam di Indonesia. (Jakarta:
6
Musthafa Ahmad Az-Zarqa', al- Kencana, 2006), hal.47
Madkhal al-fiqh al-‘Am (Dar al-Fikr, Beirut,
18
Di dalam al-Quran, kata ’aqada
tt.) II: 86 disebutkan sebanyak tujuh kali dalam tujuh
7
Dzimmah secara bahasa berarti ayat: kata ’aqada bermakna sumpah (QS 4:
tanggungan sedangkan secara istilah adalah 33; 5: 89); al-’uqûd bermakna al-’ahdu atau
suatu wadah dalam diri setiap orang tempat janji (QS 5: 1; 20: 27); ‘uqdah bermakna
menampung hak dan kewajiban. Apabila pada ikatan (QS 2: 235, 237) dan al-‘uqad
seseorang terdapat hak orang lain yang wajib bermakna simpul atau buhul (QS 113: 4).
19
ditunaikannya kepada orang tersebut, maka Lihat, Al-Minawi, At-Ta’arif, ed.
dikatakan bahwa dzimmah-nya berisi suatu M. Ridhwan ad-Dayah, (Beirut: Dar al-Fikr,
1410), I :520
1 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54
20 36
Lihat, Al-Jashash, Ahkâm al- Frank E. Vogel dan Samuel L.
Qur’ân li al-Jashash, ed. M. Shadiq al- Hayes, Hukum Keuangan Islam, Konsep,
Qamhawi, (Beirut : Dar Ihya at-Turats al- Teori dan Praktek, (Bandung : Nusamedia,
‘Arabi, 1405), III : 284 2007), hal. 85
21
Ibn ‘Asyur, at-Tahrîr wa at- 37
Fathurrahman Djamil, Penerapan
Tanwîr, (al-Maktabah asy-Syamilah, Ishdar Hukum Perjanjian dalam Transaksi di
ats-tsaniy), IV: 115 Lembaga Keuangan Syariah (cet. I; Jakarta:
22
Lihat, Ibn Manzhur, Lisân al- Sinar Grafika Offset, 2012), h. 15-18. Lihat
‘Arab, cet. 1, (Beirut : Dar Shadir, tt.), III : juga, Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan
297 Islam di Indonesia (cet. II; Jakarta: Kencana
23
Muhammad bin Bahadur bin Prenada Media Group, 2006), h. 31-33
38
Abdillah az-Zarkasyi, al-Mantsûr fî al- Agus Yudha Hernoko, Hukum
Qawâ’id li Zarkasyi, cet. 2, (Kuwait: Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam
Wuzarah al-Awqaf wa Syu’un al-Islamiyah, Kontrak Komersial (cet. II; Jakarta: Kencana
1405), II : 397 Prenada Media Group, 2011), h. 96
24 39
Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al- Fathurrahman Djamil, Penerapan
Islamiy wa Adilatuhu, (Beirut: Dar al- Hukum Perjanjian dalam Transaksi di
Fikr,1989), IV: 81. Lembaga Keuangan Syariah, h. 22
25 40
Syamsul Anwar, Hukum, hal. 68 Fathurrahman Djamil, Penerapan
26
Lihat Muhammad ‘Amim al-Ihsan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di
al-Mujadidi al-Burkati, Qawâ’id al-Fiqh, cet. Lembaga Keuangan Syariah, h. 23
41
1, (Kratisa: ash-Shadf Bublisyirz, 1407), I : Fathurrahman Djamil, Penerapan
383 Hukum Perjanjian dalam Transaksi di
27
Kharofa, Transaction in Islamic Lembaga Keuangan Syariah, h. 25
42
Law, (Kuala Lumpur : A.S. Noordeen, 2000), Abdul Manan, Hukum Ekonomi
hal.10 Syariah dalam Perspektif Kewenangan
28
Mustafa Ahmad al-Zarqa, al- Peradilan Agama (cet. I; Jakarta: Kencana
Madkhal al-Fiqh al-‘Am, (cet. I; Beirut: Dar Prenada Media Group, 2012), h. 91-94
43
al-Qalam, 1998), h. 379-380 Liquat Ali Khan Niazi, Islamic
29
Ibid, h. 399 Law of Contract, (Lahore : Research Dyal
30
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh, IV : Sing Trust Library, tt.), hal. 77
44
92 Ahmad Azhar Baasyir, Asas-asas
31
Abd ar-Razaq as-Sanhuri, Hukum Muamalah : Hukum Perdata Islam,
Nadzariyyah al-‘Uqud, (Beirut: Dar al-fikr, (Yogyakarta : UII Press, 1993), hal. 10
45
tt.), IV: 135-137 Lihat Abdul Azis Dahlan, dkk.
32
Lihat Nasrun Haroen, Fiqh Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta : PT.
Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, Ichtiar baru Van hoeve, 1996), I : 67
2000), hal. 108-238, bandingkan dengan
Syamsul Anwar, Hukum, hal. 73-82
33
yaitu akad yang diakui namanya
oleh syari’at sesuai dengan persoalannya yang Daftar Pustaka
khusus serta hukum-hukumnya yang khusus,
seperti akad jual beli.
34
Abd ar-Razaq as-Sanhuri, Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian
Nadzariyyah al-‘Uqud, (Beirut: Dar al-Fikr, Syari’ah, Studi Tentang Teori
tt.), hal. 87 Akad Dalam Fiqh Muamalat,
35
Musthafa Ahmad Az-Zarqa', al- (Jakarta : RajaGrafindo
Madkhal al-fiqh al-‘Am (Dar al-Fikr, Beirut,
tt.), I : 538 Persada, 2007)
2 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54