Anda di halaman 1dari 16

45

EKSISTENSI AKAD DALAM TRANSAKSI KEUANGAN SYARIAH

Muhammad Kamal Zubair dan Abdul Hamid

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare


kamalzet@gmail.com

Abstract: This paper will explore the existence of the contract has a crucial role in
Islamic financial transactions with a number of implications posed. One of that in
Islam there is freedom to determine the contract with all the terms and forms of
contract desired by the parties, provided that the contract is voluntary and is not
included in the prohibition of sharia’. On this basis, the core of the contract which is
carried out in Islam is to create benefits for the parties to the agreement for an
Islamic financial transactions.

Abstrak: Tulisan ini akan mengupas tentang keberadaan akad memiliki peranan
yang krusial dalam transaksi keuangan syariah dengan banyaknya implikasi yang
ditimbulkan. Salah satunya adalah bahwa dalam Islam terdapat kebebasan untuk
melakukan akad dengan menentukan segenap syarat dan bentuk akad yang
diinginkan oleh para pihak, asalkan akad tersebut dilakukan secara sukarela serta
tidak termasuk dalam larangan syariat. Atas dasar tersebut, inti akad yang dilakukan
dalam Islam adalah untuk terciptanya kemaslahatan bagi para pihak yang melakukan
perjanjian untuk sebuah transaksi keuangan syariah.

Kata Kunci : Akad, Transaksi, Keuangan Syariah

I. Pendahuluan Oleh karena itu, untuk mengantisipasi


Era globalisasi ekonomi telah perkembangan dan akibat hukum yang
menimbulkan kejadian-kejadian baru mungkin ditimbulkan, maka
dalam perkembangan ekonomi dunia, penggalian terhadap metodologi
seperti adanya pasar bebas yang penetapan hukum sangat signifikansi
menimbulkan persaingan diberbagai untuk dilakukan. Apalagi dibidang
bidang usaha yang semakin terbuka, mu‘amalah maliyah wa al-iqtisadiyah
adanya interdependensi sistem, peranan ijtihad bi al-ra’yi sangat
hadirnya lembaga-lembaga keuangan terbuka. Para teorites hukum Islam
baru dengan pola dan sistem yang memberikan peran yang besar
berbeda, munculnya sistem transaksi terhadap kreatifitas akal dalam
keuangan yang semakin beragam. menggunakan metodologi baru yang
46 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54

dipadukan dengan disiplin ilmu terkait dengan pesatnya. Hal ini tentu saja
untuk menghasilkan sebuah membutuhkan ketegasan hukum yang
kesimpulan hukum yang eksklusif mengikat dan menuntut justifikasi dari
dengan tidak meninggalkan warisan aspek syariahnya.
ulama sebelumnya. Dalam hukum Islam dikenal
Islam sebagai agama yang beberapa istilah yang mengandung
komprehensif memberikan aturan konsep perikatan, yakni hukm aqd, al-
yang jelas mengenai perikatan dan dlaman, dan al-iltizam.2 Istilah
perjanjian untuk dapat "hukum akad" sebenarnya tidak lain
diimplementasikan dalam kehidupan. daripada akibat hukum yang timbul
Sejumlah prinsip dan dasar-dasar dari suatu perjanjian.3 Para fuqaha di
mengenai pengaturan perikatan dan berbagai tempat membahas apa yang
perjanjian tertuang dalam al-Qur’an mereka sebut al-dlaman, yang dapat
dan as-Sunnah yang kemudian diperbandingkan dengan hukum
dikembangkan oleh para fuqaha perikatan dalam hukum Barat. Dan
sehingga membentuk hukum para ahli hukum Islam klasik juga
1
perjanjian syariah. Kemampuan menggunakan istilah al-iltizam yang
hukum Islam untuk bersosialisasi umumnya mereka maksudkan sebagai
dalam menghadapi perkembangan perikatan-perikatan yang timbul dari
zaman dan kebutuhan umat manusia kehendak sepihak dan kadang-kadang
yang senantiasa membutuhkan adanya perikatan yang timbul dari perjanjian.4
kepastian hukum merupakan interaksi Sedangkan dalam hukum Islam
antara syariat dengan kondisi kontemporer, istilah al-iltizam
masyarakat muslim. digunakan untuk menyebut perikatan
Setiap anggota masyarakat dan istilah akad digunakan untuk
akan terlibat dengan perikatan dan menyebut perjanjian dan bahkan untuk
perjanjian yang lahir dari padanya menyebut kontrak.5
dalam berbagai aspek kehidupan. Dilihat dari sumbernya, ahli-
Perikatan dan perjanjian memfasilitasi ahli hukum Islam kontemporer, seperti
setiap orang dalam memenuhi az-Zarqa', menyebut sumber-sumber
kebutuhan dan kepentingannya yang perikatan (masadir al-iltizam) dalam
tidak dapat dipenuhi sendiri tanpa Islam meliputi lima macam, yaitu :
bantuan orang lain. Dengan demikian, akad (al-'Aqd); kehendak sepihak (al-
perikatan dan perjanjian merupakan Iradah al-Munfaridah); perbuatan
sarana hukum terpenting yang merugikan (al-Fi'l ad-Dar); perbuatan
dikembangkan untuk menjamin bermanfaat (al-Fi'il an-Nafi'); dan
keamanan ekonomi dan kestabilan syara'.6 Tulisan ini hanya akan
masyarakat. Dan seiring dengan mengupas tentang konsepsi perjanjian
pertumbuhan institusi keuangan dan (al-Aqd) dalam hukum syariah yang
bisnis syariah dewasa ini, transaksi merupakan sumber perikatan yang
muamalah dengan menggunakan paling penting dalam transaksi
akad-akad syariah juga tumbuh keuangan syariah.
47 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54

teori yang lebih banyak melihat segi


II. Pembahasan hubungan antar subyek perikatan,
yaitu debitur dan kreditur.11
A. Perjanjian Perikatan Dalam
Namun demikian, perlu
Hukum Islam
diperhatikan bahwa ulama hukum
Mengenai perikatan dalam
Islam tidak membuat suatu teori
hukum Islam, Anwar memberikan
umum tentang perikatan dan
definisi sebagai ”terisinya dzimmah
menghimpunnya dalam satu tempat
seseorang atau suatu pihak dengan
kemudian diberi nama perikatan. Hal
suatu hak yang wajib ditunaikannya
ini disebabkan karena hukum Islam
kepada orang atau pihak lain.”7
menggunakan pandangan sintesis
Sedangkan az-Zarqa melihatnya
mengenai tindakan hukum. Tindakan
sebagai ”keadaan di mana seseorang
hukum dilihat secara keseluruhan
diwajibkan menurut hukum syara
dengan berbagai syaratnya, dan
untuk melakukan atau tidak
karenanya kajian hukum Islam dimulai
melakukan sesuatu bagi kepentingan
dari tindakan hukum sebagai sumber
orang lain”.8 Menurut Anwar, hukum
yang melahirkan akibat hukum.
akad tambahan menggambarkan
Karena itu, kajian para fuqaha di
konsep perikatan dalam hukum Islam
zaman lampau dimulai dan terpusat
karena di dalamnya terkandung
pada akad. Jadi, mereka tidak memulai
adanya kewajiban dan hak bagi
dari akibat hukum, yaitu perikatan-
masing-masing pihak.9 Sedangkan az-
perikatan yang lahir dari akad
Zarqa’ melihat hukum akad tambahan
(perjanjian).12
di kalangan fuqaha klasik itu
Para fuqaha tidak menetapkan
merupakan perikatan dalam hukum
hukum-hukum masalah fiqhi atas
Barat.10
dasar teori umum dan menjelaskan
Kedua definisi perikatan
masalah-masalah cabang daripadanya
tersebut lebih melihat pada obyeknya,
sesuai dengan metode ilmu hukum
yaitu berupa hak dan kewajiban yang
kontemporer. Mereka mengikuti
timbul pada para pihak yang juga
hukum masalah-masalah, rincian-
menggambarkan adanya suatu
rinciannya dan cabang-cabangnya
orientasi hukum yang dicirikan oleh
dengan memperhatikan asas-asas
semangat objektivisme. Teori ini akan
umum yang memayunginya. Dengan
memudahkan lalu lintas kegiatan
memperhatikan hukum-hukum
bisnis modern, karena yang menjadi
cabang, dapat diketahui teori dan
fokus utama dalam perikatan adalah
dasar-dasarnya. Dalam hukum Islam,
bukanlah subyek perikatan, akan tetapi
sesungguhnya terdapat sejumlah
obyek perikatan sehingga penggantian
hubungan hukum yang dapat
subyek atau pemindahan hak-hak
dikategorikan sebagai perikatan, akan
perikatan dari suatu subyek ke subyek
tetapi para fuqaha tidak menghimpun
lain dapat dilakukan dengan mudah.
dan menyatukannya dalam suatu asas
Kebalikan dari teori perikatan obyektif
umum. Oleh karena itu, para ahli
adalah teori perikatan subyektif, yaitu
48 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54

hukum Islam kontemporer mencoba menimbulkan hubungan diantara


menghimpun berbagai hukum dan orang-orang tersebut yang disebut
memberinya nama dengan al-Iltizam dengan perikatan.
yang merupakan padanan dari istilah Dengan demikian, hubungan
perikatan dalam hukum Barat.13 antara perikatan dengan perjanjian
Mengenai proses terjadinya adalah perjanjian menerbitkan
suatu perikatan, Abdoerraoef perikatan atau dengan kata lain bahwa
mengemukakan tiga tahapan,14 yaitu perjanjian merupakan salah satu
pertama perjanjian, yaitu pernyataan sumber perikatan. Ketentuan yang
dari seseorang untuk melakukan dilakukan oleh para pihak tersebut
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu mempunyai implikasi terhadap
dan tidak ada sangkut pautnya dengan pemenuhan akan hak dan kewajiban
kemauan orang lain. Kedua, masing-masing yang mengakibatkan
persetujuan, yaitu pernyataan setuju terikat oleh tindakan hukum yag telah
dari pihak kedua untuk melakukan disepakati. Oleh karena itu, dalam
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu Islam dikenal kaedah akad yang
sebagai reaksi terhadap janji yang menyatakan: “pada asasnya, akad
dinyatakan oleh pihak pertama. (perjanjian) adalah kesepakatan kedua
Ketiga, apabila dua buah janji belah pihak dan akibat hukumnya
dilaksanakan maksudnya oleh para adalah apa yang mereka tetapkan
pihak, maka terjadilah apa yang melalui janji.”16
dinamakan akad. Maka yang mengikat Perbedaan yang terjadi dalam
masing-masing pihak sesudah proses perikatan antara hukum Islam
pelaksanaan perjanjian bukan lagi dan KUH Perdata adalah pada tahap
perjanjian atau al-ahdu tetapi al-aqdu. perjanjiannya. Pada hukum perikatan
Proses perikatan ini tidak Islam, janji pihak pertama terpisah
terlalu berbeda dengan proses dari janji pihak kedua (merupakan dua
perikatan yang dikemukakan oleh tahap), baru kemudian lahir perikatan.
Subekti yang didasarkan pada KUH Sedangkan pada KUH Perdata,
Perdata. Menurutnya, perikatan adalah perjanjian antara pihak pertama dan
suatu perhubungan hukum antara dua pihak kedua adalah satu tahap yang
orang atau dua pihak berdasarkan kemudian menimbulkan perikatan di
mana pihak yang satu berhak antara mereka.17
menuntut sesuatu hal dari pihak yang Uraian di atas merupakan dasar
lain, dan pihak yang lain berkewajiban perjanjian dalam Islam untuk
untuk memenuhi tuntutan itu. dipandang sebagai sesuatu yang sah
Sedangkan pengertian perjanjian (legal), dapat diterima dan dibolehkan
adalah suatu peristiwa di mana untuk dilaksanakan. Dengan tidak
seseorang berjanji kepada orang lain meninggalkan dasar-dasar tersebut,
atau di mana dua orang itu saling perjanjian dalam Islam juga harus
berjanji untuk melaksanakan sesuatu dilihat dari sisi kebebasan dalam
hal.15 Peristiwa perjanjian ini melakukan perjanjian. Karena asas ini
49 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54

merupakan asas umum yang terdapat (pengencangan), namun kemudian


dalam akad. Kedudukan akad dalam mengalami transformasi makna. Yang
fiqh muamalah adalah penting ditinjau dimaksud tidak lain adalah kewajiban
dari fungsi dan pengaruhnya sehingga memenuhi apa yang disebutkan dan
suatu aktifitas muamalah dapat ditawarkan. Ini tidak lain
dikatakan sah jika akad yang diimplementasikan pada sesuatu yang
dilaksanakan itu terpenuhi syarat dan ditunggu pemenuhannya ke depan.20
rukunnya. Dalam hukum Islam untuk Makna tersebut kemudian dalam
sahnya suatu perjanjian haruslah penggunaannya lebih menonjol dan
terpenuhi rukun dan syarat perjanjian menjadi ’urf (tradisi). Karena itu,
(akad). secara tradisi, al-’aqd adalah
komitmen dua pihak untuk suatu
perkara berikut kompensasinya.21
B. Akad Dalam Hukum Islam Menurut Ibn Manzhur, “Jika Anda
Al-‘Aqd berasal dari kata berkata. ’âqadtuhu, maka takwilnya
‘aqada18 – ya’qidu – ‘aqdan; adalah : Anda mengikat
jamaknya adalah al-‘uqûd. Secara (mengharuskan) dia atas hal itu
bahasa al-’aqd bermakna ar-rabth dengan istîtsâq (komitmen) dan
(ikatan), asy-syadd (pengencangan), membuat kontrak (kesepakatan) dan
at-taqwiyah (penguatan). Jika perjanjian.22
dikatakan, ‘aqada al-habla (mengikat Dengan demikian, al-’aqd
tali), maksudnya adalah mengikat tali adalah transaksi dan kesepakatan,
satu dengan yang lain, atau komitmen dengan konotasi al-
mengencangkan dan menguatkan istîtsâq. Itu tentu tidak akan terjadi,
ikatannya. Al-‘aqdu juga bisa kecuali di antara dua pihak yang saling
bermakna al-‘ahdu (janji) atau al- berakad. Adapun al-‘ahd (janji) bisa
mîtsâq (perjanjian). Adapun al-’uqdah berlangsung dari satu pihak saja.
(jamaknya al-‘uqad) adalah obyek Karenanya, al-‘ahd lebih umum
ikatan atau sebutan untuk sesuatu yang daripada al-‘aqd, karena tidak semua
diikat. Pada awalnya kata ’aqada al-‘ahd (janji) merupakan al-‘aqd
digunakan untuk benda padat seperti (akad). Sebaliknya, semua al-‘aqd
tali dan bangunan, namun kemudian (akad) merupakan al-‘ahd (janji).
dengan majaz isti‘ârah kata ini juga Syariah menjelaskan al-‘aqd dalam
diterapkan untuk selainnya seperti: kedua maknanya sebagai al-‘aqd dan
’aqd al-bay’ (akad jual-beli), ‘aqd al- al-‘ahd. Di dalam penjelasan syariah
’ahd (akad perjanjian), ‘aqd an-nikâh tentang akad terlihat bahwa
(akad nikah). 19 Dalam konteks ini, keterikatan, komitmen dan janji itu
’aqada dimaknai sebagai ilzâm diwujudkan dengan ijab dan qabul di
(pengharusan) dan iltizâm (komitmen) antara kedua pihak yang berakad.
atau irtibâth (pertautan). Az-Zarkasyi, menjelaskan
Al-’aqd, meski asalnya secara makna al-‘aqd secara bahasa, berkata,
bahasa bermakna asy-syadd “Lalu al-‘aqd ditransformasikan
50 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54

secara syar‘i menjadi keterikatan atau bahwa adanya ijab dan qabul saja
pertautan ijab dengan qabul, seperti belum cukup. Karena ijab dan qabul
akad jual-beli, nikah dan tersebut harus dilakukan sesuai dengan
sebagainya.” 23
Az-Zuhaili memberi ketentuan dan bentuk yang
definisi akad dengan makna disyariatkan. Jika semuanya ini
pertemuan ijab dan qabul yang terpenuhi, maka akad tersebut
dibenarkan oleh syara' yang membawa implikasi.
menimbulkan akibat hukum terhadap Definisi ini bersifat lebih
obyeknya.24 Hal senada dikemukakan khusus karena terdapat pengertian
oleh Anwar, bahwa akad adalah akad secara istilah yang lebih luas dari
pertemuan ijab dan qabul sebagai pengertian ini. Namun ketika
pernyataan kehendak dua pihak atau berbicara mengenai akad, pada
lebih untuk melahirkan suatu akibat umumnya pengertian inilah yang
hukum pada obyeknya.25 paling luas dipakai oleh para fuqaha.
Dalam buku Qawâ’id al-Fiqh Adapun pengertian akad yang bersifat
dinyatakan, “al-‘Aqd menurut fuqaha lebih umum mencakup segala
adalah keterikatan bagian-bagian diinginkan orang untuk dilakukan,
tasharruf secara syar‘i dengan ijab baik itu yang muncul karena kehendak
dan qabul; atau al-‘aqd merupakan sendiri (irâdah munfaridah), seperti:
keterikatan atau komitmen dua pihak wakaf, perceraian dan sumpah
yang berakad dan kesengajaan maupun yang memerlukan dua
keduanya atas suatu perkara. Dengan kehendak (irâdatain) untuk
demikian, al-‘aqd merupakan mewujudkannya, seperti: buyu (jual-
ungkapan mengenai keterikatan ijab beli), sewa-menyewa, wakâlah
dan qabul.26 Ijab (offer) dan qabul (perwakilan) dan rahn (gadai).
(acceptance) merupakan unsur Dari pengertian akad yang
terpenting dari suatu akad karena lebih umum ini muncul sedikit
dengan adanya ijab dan qabul maka perbedaan dengan akad yang dipahami
terbentuklah suatu akad (contract).27 oleh fuqaha dan ahli-ahli hukum
Hanya saja, agar bisa dinilai perdata. Perbedaannya adalah bahwa
sebagai akad secara syar‘i, akad harus dalam pengertian yang lebih luas
berlangsung dalam dan untuk konteks mencakup kehendak tunggal dapat
yang sesuai dengan syari’ah. Akad melazimkan suatu transaksi, sementara
juga membawa konsekuensi atau menurut undang-undang hukum
implikasi hukum sesuai dengan perdata, akad mesti melibatkan dua
konteksnya. Oleh karena itu, dapat kehendak. Karena itu wilayah akad
disimpulkan bahwa pengertian akad dalam pengertian umum jauh lebih
secara syar‘i adalah keterkaitan antara luas dibandingkan dengan akad dalam
ijab dan qabul dalam bentuk yang pengertian khusus.
disyari’atkan, yang melahirkan Menurut Mustafa Ahmad al-
implikasi akad sesuai dengan Zarqa bahwa tindakan hukum yang
konteksnya. Definisi ini menegaskan, dilakukan manusia terdiri dari dua
51 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54

bentuk, yaitu, pertama, tindakan Untuk terbentuknya suatu akad


berupa perbuatan, kedua, tindakan diperlukan unsur pembentuk akad.
berupa perkataan. Tindakan berupa Unsur akad adalah sesuatu yang
perkataan dapat diklasifikasi menjadi merupakan pembentuk adanya akad.
dua, yaitu 1) perkataan yang bersifat Dikalangan fuqaha terdapat perbedaan
akad, yaitu kesepakatan dua atau pendapat mengenai unsur pembentuk
beberapa pihak mengikatkan diri tersebut yang terdiri dari rukun dan
untuk melakukan suatu perjanjian, syarat. Dengan rukun, menurut
seperti akad jual beli, ija>rah, dan mazhab jumhur (Maliki, Syafi'i dan
syirkah. 2) perkataan yang tidak Hambali),30 dimaksudkan sebagai
mengandung unsur akad, yaitu unsur-unsur yang membentuk akad,
perkataan sepihak, seperti wakaf dan yang dalam hal ini adalah :
hibah. Sebagian ulama menganggap 1. Al-‘Aqidain, yaitu para pihak
bahwa perkataan seperti ini yang terlibat langsung dengan
28
dikategorikan sebagai akad. akad
Unsur akad dalam perspektif 2. Mahallul aqad, yaitu obyek
fikih memiliki empat dasar yang harus akad atau sesuatu yang hendak
dipenuhi pada setiap akad, yaitu diakadkan
pertama, para pihak yang bertransaksi. 3. Shigat aqad, pernyataan
kedua, obyek akad. ketiga, substansi kalimat akad berupa ijab dan
(materi) akad. keempat, rukun akad. qabul.
Setiap unsur akad memiliki
persyaratan yang harus dipenuhi agar Kemudian syarat akad secara
akad itu dianggap sahih dan valid.29 umum dapat dibagi menjadi dua
Sedangkan unsure akad dalam macam, yaitu :
kompilasi hukum ekonomi syariah 1. Syarat adanya (terbentuknya)
terdiri dari empat rukun, yaitu, akad, di mana apabila syarat
pertama, pihak-pihak yang berakad ini tidak terpenuhi akad tidak
yang terdiri dari individu, persekutuan, ada atau tidak terbentuk dan
dan badan usaha dengan syarat mereka akadnya disebut batal
memiliki kecakapan untuk melakukan 2. Syarat sahnya akad, yaitu
perbuatan hukum, kedua, obyek akad syarat dimana apabila tidak
meliputi harta dan jasa dengan syarat terpenuhi tidak berarti akad
harus halal dan dibutuhkan, ketiga, tidak ada atau tidak terbentuk.
tujuan pokok akad adalah untuk Bisa saja akadnya ada dan
mempermudah kebutuhan hidup dan telah terbentuk karena syarat
memperlancar aktifitas ekonomi, terbentuknya telah terpenuhi
keempat, kesepakatan. misalnya, hanya saja akad
dianggap belum sempurna dan
C. Unsur dan Klassifikasi Akad masih memiliki kekurangan
Perjanjian dan dalam keadaan demikian
akad tersebut ahli-ahli hukum
52 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54

Hanafi disebut dengan akad satu kelompok, walaupun ada


fasid, dan harus dibatalkan. perbedaan-perbedaan antara satu
dengan yang lain. Mengenai
Syarat-syarat adanya (syurut pengelompokan jenis-jenis akad ini
al-in'iqad) itu meliputi tujuh macam banyak variasi penggolongannya. Para
sebagai berikut : (1) bertemunya ijab fuqaha mengemukakan bahwa akad
dan kabul (adanya kata sepakat antara dapat diklassifikasikan dalam berbagai
para pihak), (2) bersatunya majlis segi,32 di antaranya adalah apakah
akad, (3) berbilangnya para pihak, (4) akad itu diperbolehkan oleh syara' atau
berakal/tamyiz, (5) obyek akad dapat tidak; apakah akad itu bernama atau
diserahkan, (6) obyek akad ditentukan, tidak; apakah akad itu mengikat atau
dan (7) obyek dapat ditransaksikan tidak; dengan melihat kepada bentuk
atau dapat menerima hukum akad dan cara melakukan akad; tujuan
(mutaqawwim). Sedangkan syarat- diselenggarakannya akad dan lain-lain.
syarat sahnya ada lima macam, yaitu Para fuqaha tidak sepakat
(1) tidak ada paksaan, (2) tidak tentang jumlah akad bernama.33
menimbulkan kerugian (darar), (3) Menurut al-Kasani ada beberapa akad
tidak mengandung ketidakjelasan muamalah bernama sebagaimana
(garar), (4) tidak mengandung riba, tersusun berikut ini: (1) sewa
dan (5) tidak mengandung syarat menyewa (al-ijarah), (2) penempaan
fasid.31 (al-'istisna'), (3) jual-beli (al-bai'), (4)
Dari segi kekuatan hukumnya, penanggungan (al-kafalah) (5)
akad tersebut dapat diurutkan menjadi pemindahan hutang (al-hawalah) (6)
lima jenjang dari yang paling lemah pemberian kuasa (al-wakalah), (7)
kepada yang paling kuat, yaitu (1) perdamaian (as-Sulh), (8) persekutuan
akad batil, (2) akad fasid, (3) akad (as-Syirkah) (9) bagi hasil (al-
mauquf, (4) akad nafiz, (5) akad lazim. mudharabah), (10) hibah (al-hibah),
Dua yang pertama termasuk kategori (11) gadai (ar-Rahn), (12)
akad yang tidak sah dan tiga macam penggarapan tanah (al-muzara'ah)
terakhir termasuk kategori akad yang (13) pemeliharaan tanaman (al-
sah. musaqah) (14) penitipan (al-wadi'ah)
Akad secara garis besar (15) pinjam pakai (al-'ariyah), (16)
berbeda satu dengan yang lainnya. Hal pembagian (al-qismah) (17) wasiat-
ini berdasarkan asas, tujuan, wasiat (al-wasaya) (18) perhutangan
ketentuan, sifat dan hukum-hukum (al-qard).34 Sedangkan ahli hukum
yang ada dalam akad-akad itu sendiri. lainnya menyebut beberapa jenis akad
Dalam kitab-kitab fiqhi terdapat lain lagi, menurut perhitungan az-
banyak bentuk-bentuk akad yang Zarqa', macam-macam bentuk akad
kemudian dapat dikelompokkan dalam secara keseluruhan mencapai 25 akad
berbagai variasi jenis-jenis akad. khusus.35
Masing-masing golongan akad Dalam menerapkan akad-akad
kadang-kadang dikumpulkan dalam ini pada transaksi ekonomi terdapat
53 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54

empat prinsip dalam perikatan secara memiliki kedudukan yang sama saat
syariah yang perlu diperhatikan, menentukan hak dan kewajiban
yaitu:36 masing-masing pihak.37 ketiga, azas
keadilan. Yaitu keadilan proporsional
1. Tidak semua akad bersifat dalam konteks perjanjian yang
mengikat kedua belah pihak menekankan pada kesetaraan posisi
(aqad lazim), karena ada dan pertukaran prestasi di antara para
kontrak yang hanya mengikat pihak yang berkontrak. Keadilan
satu pihak (aqad jaiz). proporsional ini diwujudkan dalam
2. Dalam melaksanakan akad bentuk equal pay for equal work, yaitu
harus dipertimbangkan masing-masing pihak akan
tanggung jawab yang mendapatkan bagian masing-masing
berkaitan dengan sesuai dengan konstribusinya.38
kepercayaan yang diberikan keempat, asas kerelaan atau
kepada pihak yang dianggap konsensualisme. 39
Al-Qur’an dan
memenuhi syarat untuk hadis menekankan bahwa hendaknya
memegang kepercayaan transaksi itu didasari atas kerelaan dan
secara penuh. keridhaan dari masing-masing pihak
3. Larangan mempertukarkan yang bertransaksi. kelima, asas
kewajiban (dayn) melalui kejujuran dan kebenaran.40 Salah satu
transaksi penjualan sehingga unsur etika dalam berbisnis adalah
menimbulkan kewajiban pentingnya kejujuran dan kebenaran.
(dayn) baru atau yang Nilai ini seharusnya menjadi landasan
disebut bay’ al-dayn bi al- aplikatif bagi lembaga keuangan yang
dayn. berlabelkan Islam. Karena unsur
4. Akad yang berbeda menurut kejujuran dan kebenaran akan
tingkat kewajiban yang menghindarkan pihak-pihak yang
masih bersifat janji (wa’d) berkontrak dari segala bentuk
dengan tingkat kewajiban manipulasi dan kecurangan. keenam,
yang berupa sumpah (ahd). asas manfaat. Dan ketujuh, asas
tertulis41 perjanjian-perjanjian yang
Pada prinsipnya, akad-akad dilakukan seharusnya dituangkan
perjanjian syariah seharusnya dalam tulisan yang dapat
mengandung azas-azas hukum dipertanggungjwabkan secara hukum.
perikatan Islam yang meliputi, Pembuktian akibat terjadinya
pertama, azas kebebasan. Para pihak wanprestasi dari masing-masing pihak
yang berakad bebas untuk melakukan dapat dibuktikan secara yuridis apabila
bentuk perikatan dan perjanjian, baik ada bukti tertulis.
substansi dan meterinya maupun Asas-asas perjanjian tersebut
syarat-syarat yang dipersyaratkan dirumuskan berdasarkan pemahaman
dalam klausul perjanjian. kedua, azas terhadap nas al-Qur’an dan sunah
persamaan. Yaitu kedua belah pihak Nabi saw, juga dirumuskan dari
54 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54

pemahaman terhadap konsep itu meliputi penipuan berbentuk


perundang-undangan dan kebiasaan perbuatan dan ucapan. Sehingga
yang diterapkan dalam suatu apabila terjadi penipuan dan
perjanjian. karena itu, asas-asas ini manipulasi terhadap obyek akad, maka
akan berkembang sesuai dengan suatu perjanjian dapat dibatalkan.42
penerapan perjanjian secara empirik
pada berbagai bentuk kesepakatan D. Akad Dalam Transaksi
perjanjian. Akad dipandang sah dan Keuangan Syariah
berlaku mengikat apabila terpenuhi Pandangan Islam tentang akad
rukun-rukun yang meliputi, para pihak sebenarnya tidak ada batasan yang
yang bertransaksi, adanya obyek akad, ketat tentang bagaimana perjanjian
dan substansi (materi) akad. tersebut dibentuk. Beberapa
Unsur-unsur ini memiliki pembatasan yang ada dalam kitab
syarat-syarat yang harus dipenuhi fiqhi klasik sebenarnya sebagian besar
untuk sahnya suatu perjanjian. Selain adalah cakupan dari beberapa bentuk
harus terpenuhinya rukun-rukun akad perjanjian yang ada pada masa kitab
dan syarat-syaratnya, para fuqaha juga tersebut disusun. Walaupun banyak
sepakat bahwa unsur-unsur eksternal kitab-kitab fiqh yang membatasi
yang berkaitan dengan psikologi pihak pembahasan akad dengan membahas
yang bertransaksi juga dapat menjadi bentuk-bentuk tertentu dari akad,
pertimbangan batalnya suatu namun pembahasan tersebut
perjanjian. Unsur-unsur itu meliputi, sebenarnya pembahasan secara sekilas
pertama, keterpaksaan atau al-ikrah. tentang hukum perjanjian dalam Islam
Adanya keterpaksaan dalam yang ditetapkan oleh para fuqaha.
melakukan suatu perjanjian akan Penyebutan bentuk-bentuk akad oleh
menghilangkan asas kerelaan dan para fuqaha adalah berdasarkan akad
kerid}aan dalam berkontrak. Padahal yang umum berlaku pada masanya.
prinsip kerelaan dan kerid}aan Jika peradaban semakin maju, maka
merupakan unsur terpenting dalam tidak menutup kemungkinan untuk
membangun suatu ikatan perjanjian. mengembangkan bentuk-bentuk
Sehingga apabila terjadi keterpaksaan akad.43 Jadi pengembangan macam
dalam melakukan akad, maka akad dan bentuk akad selanjutnya tidak ada
tersebut batal. kedua, kekeliruan pada larangan.
obyek akad, kekeliruan dalam Keberadaan akad dapat
melakukan akad meliputi obyek akad ditelaah dengan melihat beberapa
baik jenis maupun sifatnya. kaedah atau prinsip utama hukum
Kekeliruan pada obyek akad dapat muamalah dalam Islam, diantaranya,
menjadikan suatu perjanjian batal pertama, pada dasarnya segala bentuk
demi hukum. ketiga, penipuan muamalah adalah boleh kecuali yang
merupakan suatu upaya untuk ditentukan selain dari al-Qur’an dan
menyembunyikan suatu kecacatan Sunnah. Kedua, muamalah dilakukan
yang ada pada obyek akad. Penipuan atas dasar sukarela tanpa mengandung
55 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54

unsur-unsur paksaan. Ketiga, kesesuaian antara keduanya untuk


muamalah dilakukan atas dasar memunculkan kelaziman (kewajiban)
pertimbangan mendatangkan manfaat yang bersifat syar’i pada kedua pihak,
dan menghindari mudharat dalam yang diindikasikan dari adanya suatu
kehidupan masyarakat. Keempat, ungkapan, tulisan, isyarat atau
muamalah dilaksanakan dengan tindakan.
memelihara nilai keadilan, Dengan demikian dapat
menghindari unsur-unsur dipahami bahwa esensi akad adalah
penganiayaan, unsur mengambil pencapaian kesepakatan kedua belah
kesempatan dalam kesempitan.44 pihak, di mana suatu perbuatan
Salah satu faktor penting seseorang dianggap sebagai suatu
dalam terciptanya akad adalah adanya pernyataan kehendak. Dalam akad,
unsur kerelaan antara kedua belah pernyataan kehendak dapat dilakukan
pihak yang meleburkan diri kedalam berupa tindakan yang menurut
ikatan perjanjian. Akad tersebut tidak kebiasaan dianggap sebagai akad.
hanya bisa terwujud dengan adanya Tindakan tersebut juga dianggap
ucapan dari salah satu pihak kemudian sebagai pernyataan kerelaan atas suatu
pihak yang lain mengerjakan sesuatu persyaratan dari suatu pihak. Suatu
yang menunjukkan kehendaknya, baik kebiasaan selama tidak melanggar
berupa tulisan, isyarat, maupun syara’ adalah dibolehkan dan dapat
penyerahan. Bahkan juga dapat terjadi diambil sebagai dasar hukum. Karena
suatu akad dengan adanya ikatan sesungguhnya hukum asal dalam
antara dua perilaku yang dapat bermuamalah adalah boleh dan tidak
menggantikan posisi ucapan tersebut, diberikan penjelasan dalam
baik berupa tindakan maupun isyarat. melaksanakannya, maka untuk
Menurut Ulama mazhab pelaksanaannya wajib dikembalikan
Hambali dan Maliki, pihak-pihak yang kepada kebiasaan yang telah berlaku.
berakad, bebas menggunakan Modifikasi dalam bidang
persyaratan dalam suatu akad selama muamalah sangat dimungkinkan
syarat-syarat itu bermanfaat bagi karena pada dasarnya tidaklah ada
kedua belah pihak. Misalnya syariat yang bersifat absolut, mutlak
menentukan sifat-sifat tertentu yang dan berlaku untuk segala waktu,
bermanfaat terhadap barang yang tempat, dan keadaan. Dalam hukum
dibeli. Namun demikian, mereka tetap Islam terdapat maqasid asy-syari’ah
menyatakan bahwa syarat tersebut yang berisi maksud atau tujuan dari
tidak boleh bertentangan dengan disyariatkan hal tersebut. Guna
kehendak syara’.45 mencapai tujuan itu, syariat Islam ada
Berdasarkan penjelasan di atas yang bersifat dinamis dalam artian
dapat dipahami bahwa sebenarnya inti dapat berubah sesuai kebutuhan sosial
daripada terciptanya suatu akad secara atau kontekstual. Modifikasi
umum adalah terwujudnya dua sebenarnya tidak akan melanggar
kehendak orang yang berakad dan ada prinsip-prinsip hukum Islam dalam
56 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54

bidang muamalah. Hal ini dikarenakan proses transformasi dalam bentuk


dalam fiqh muamalah “terbuka luas” peraturan bank Indonesia.
untuk ijtihad, artinya segala sesuatu
boleh diadakan modifikasi selama III. Penutup
tidak bertentangan atau melanggar
larangan yang sudah ditentukan dalam Dilihat dari berbagai literatur,
al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Inilah perjanjian (akad) terdiri dari beraneka
yang memungkinkan hukum perikatan bentuk. Para fuqaha
Islam dapat mengikuti perkembangan mengelompokkannya berbeda-beda
zaman. sesuai dengan pemikiran mereka
Transaksi keuangan dalam masing-masing. Perjanjian (akad)
industri keuangan syariah sangat secara khusus adalah perikatan yang
dinamis dan sejatinya disesuaikan ditetapkan dengan ijab dan qabul
dengan tuntutan dan keinginan berdasarkan ketentuan syara yang
nasabah. Produk-produk lembaga berdampak pada objeknya.
keuangan syariah yang lahir dari Dengan demikian, ijab dan qabul
berbagai akad-akad mu‘amalah tidak adalah adalah suatu perbuatan atau
terlepas dari kontrak perjanjian yang pernyataan untuk menunjukkan suatu
diberlakukan antara pihak bank keridhaan dalam berakad di antara dua
dengan nasabah ataupun antara orang atau lebih. Berdasarkan
lembaga keuangan syariah yang satu pengertian di atas, dapat disimpulkan
dengan lembaga keuangan syariah bahwa yang dimaksud dengan akad
lainnya. Karena itu, industri keuangan adalah suatu yang sengaja dilakukan
syariah juga harus merespons dengan oleh kedua belah pihak berdasarkan
akad-akad transformatif. Dewasa ini persetujuan masing-masing. Dari
lembaga keuangan syariah peristiwa itulah maka timbul suatu
mengembangkan inovasi akad dalam hubungan antara dua orang tersebut
bentuk multi akad untuk merespons yang dinamakan perikatan. Sedangkan
transaksi keuangan nasabah yang perikatan adalah suatu perhubungan
cenderung mengikuti perkembangan hukum antara dua orang atau dua
transaksi keuangan modern. Aspek pihak, berdasarkan mana pihak yang
penting yang harus diperhatikan dalam satu berhak menuntut sesuatu hal dari
lembaga keuangan syariah bahwa pihak yang lain, dan pihak yang lain
setiap transaksi harus didasarkan atas berkewaji ban untuk memenuhi
akad. Akad ini menjadi domain tuntutan itu. Keberadaan akad
Dewan Pegawas Syariah (DPS) dalam memiliki peranan yang krusial dalam
memberikan fatwa legislasi terhadap lapangan muamalah dengan
transaksi keuangan syariah. Fatwa banyaknya implikasi yang
dewan pengawas syariah dapat ditimbulkan. Salah satunya adalah
memiliki kepastian hukum dan berlaku bahwa dalam Islam terdapat
mengikat dalam sistem perundang- kebebasan untuk melakukan akad
undangan di Indonesia setelah melalui dengan menentukan segenap syarat
57 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54

dan bentuk akad yang diinginkan oleh para pihak yang melakukannya.
para pihak. Asalkan akad tersebut Karena itu, pendekatan berbasis akad
dilakukan secara sukarela serta tidak ini akan digunakan untuk mendalami
termasuk dalam larangan syara’. Inti dan menganalisis kesesuaian akad-
akad yang dilakukan dalam Islam akad muamalah itu dengan konsep
adalah terciptanya kemaslahatan bagi akad dalam persfektif hukum Islam.

Catatan Akhir:
hak atau kewajiban. Lihat Syamsul Anwar,
Hukum, hal. 48
8
1
Yang dimaksud dengan hukum Sebagaimana dikutip dari az-Zarqa,
perjanjian syariah adalah bagian dari hukum lihat, ibid, hal. 49
9
perikatan syariah yang bersumber kepada Lihat, Syamsul Anwar, Teori Kausa
akad. Istilah syariah dalam frase “hukum dalam Hukum Islam (Suatu Kajian Asas
perjanjian syariah” identik dan dapat Hukum), Proyek Perguruan Tinggi Agama
dipertukarkan dengan kata “Islam”. Lihat IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Tahun
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syari’ah, 1999/2000, hal. 37
10
Studi Tentang Teori Akad Dalam Fiqh Musthafa Ahmad Az-Zarqa', al-
Muamalat, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, Madkhal, II : 36
11
2007), hal. xiv Abd ar-Razzaq as-Sanhuri, Al-
2
Muslihun Muslim, Fiqh Ekonomi Wasith fi Syarhi al-Qanun al-Madany, (Beirut
dan Positivisasinya di Indonesia, (Mataram: : Dar al-Ihya’ al- Turats al-‘Araby, tt.), hal.
LKIM IAIN Mataram, 2006), hal. 60 103
12
3
Ahli-ahli hukum Islam Syamsul Anwar,Teori, hal. 27
13
membedakan hukum akad menjadi dua, yaitu Di antara ahli hukum Islam yang
hukum asli akad, yakni akibat-akibat logis dari telah merintis dalam melakukan usaha tersebut
adanya akad yang merupakan tujuan pokok adalah Musthafa Ahmad az-Zarqa dan Abd ar-
disyariatkan akad, dan hukum tambahan akad, Razzaq as-Sanhuri.
yaitu kewajiban dan hak yang timbul dari
14
Abdoerraoef, Al-Qur’an dan Ilmu
adanya akad itu. Hukum : a Comparative Study, (Jakarta :
4
Abd ar-Razzaq As-Sanhuri, Bulan Bintang, 1970), hal 122-123
15
Mashadir al-Haq fi al-Fiqh al-Islami, Dirasah Subekti, Hukum Perjanjian,
Muqaranah bi al-Fiqh al-Garbi, (Ttp. : Dar (Jakarta : Intermasa, 1992), hal. 1
16
al-Hana Li ath-Thiba’ah wa an-Nasyr, 1958), Asmuni Rahman, Qaidah-Qaidah
I : 9-10 Fiqhi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 44
17
5
Lihat Syamsul Anwar, Hukum, hal. Gemala Dewi, dkk., Hukum
47 Perikatan Islam di Indonesia. (Jakarta:
6
Musthafa Ahmad Az-Zarqa', al- Kencana, 2006), hal.47
Madkhal al-fiqh al-‘Am (Dar al-Fikr, Beirut,
18
Di dalam al-Quran, kata ’aqada
tt.) II: 86 disebutkan sebanyak tujuh kali dalam tujuh
7
Dzimmah secara bahasa berarti ayat: kata ’aqada bermakna sumpah (QS 4:
tanggungan sedangkan secara istilah adalah 33; 5: 89); al-’uqûd bermakna al-’ahdu atau
suatu wadah dalam diri setiap orang tempat janji (QS 5: 1; 20: 27); ‘uqdah bermakna
menampung hak dan kewajiban. Apabila pada ikatan (QS 2: 235, 237) dan al-‘uqad
seseorang terdapat hak orang lain yang wajib bermakna simpul atau buhul (QS 113: 4).
19
ditunaikannya kepada orang tersebut, maka Lihat, Al-Minawi, At-Ta’arif, ed.
dikatakan bahwa dzimmah-nya berisi suatu M. Ridhwan ad-Dayah, (Beirut: Dar al-Fikr,
1410), I :520
1 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54

20 36
Lihat, Al-Jashash, Ahkâm al- Frank E. Vogel dan Samuel L.
Qur’ân li al-Jashash, ed. M. Shadiq al- Hayes, Hukum Keuangan Islam, Konsep,
Qamhawi, (Beirut : Dar Ihya at-Turats al- Teori dan Praktek, (Bandung : Nusamedia,
‘Arabi, 1405), III : 284 2007), hal. 85
21
Ibn ‘Asyur, at-Tahrîr wa at- 37
Fathurrahman Djamil, Penerapan
Tanwîr, (al-Maktabah asy-Syamilah, Ishdar Hukum Perjanjian dalam Transaksi di
ats-tsaniy), IV: 115 Lembaga Keuangan Syariah (cet. I; Jakarta:
22
Lihat, Ibn Manzhur, Lisân al- Sinar Grafika Offset, 2012), h. 15-18. Lihat
‘Arab, cet. 1, (Beirut : Dar Shadir, tt.), III : juga, Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan
297 Islam di Indonesia (cet. II; Jakarta: Kencana
23
Muhammad bin Bahadur bin Prenada Media Group, 2006), h. 31-33
38
Abdillah az-Zarkasyi, al-Mantsûr fî al- Agus Yudha Hernoko, Hukum
Qawâ’id li Zarkasyi, cet. 2, (Kuwait: Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam
Wuzarah al-Awqaf wa Syu’un al-Islamiyah, Kontrak Komersial (cet. II; Jakarta: Kencana
1405), II : 397 Prenada Media Group, 2011), h. 96
24 39
Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al- Fathurrahman Djamil, Penerapan
Islamiy wa Adilatuhu, (Beirut: Dar al- Hukum Perjanjian dalam Transaksi di
Fikr,1989), IV: 81. Lembaga Keuangan Syariah, h. 22
25 40
Syamsul Anwar, Hukum, hal. 68 Fathurrahman Djamil, Penerapan
26
Lihat Muhammad ‘Amim al-Ihsan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di
al-Mujadidi al-Burkati, Qawâ’id al-Fiqh, cet. Lembaga Keuangan Syariah, h. 23
41
1, (Kratisa: ash-Shadf Bublisyirz, 1407), I : Fathurrahman Djamil, Penerapan
383 Hukum Perjanjian dalam Transaksi di
27
Kharofa, Transaction in Islamic Lembaga Keuangan Syariah, h. 25
42
Law, (Kuala Lumpur : A.S. Noordeen, 2000), Abdul Manan, Hukum Ekonomi
hal.10 Syariah dalam Perspektif Kewenangan
28
Mustafa Ahmad al-Zarqa, al- Peradilan Agama (cet. I; Jakarta: Kencana
Madkhal al-Fiqh al-‘Am, (cet. I; Beirut: Dar Prenada Media Group, 2012), h. 91-94
43
al-Qalam, 1998), h. 379-380 Liquat Ali Khan Niazi, Islamic
29
Ibid, h. 399 Law of Contract, (Lahore : Research Dyal
30
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh, IV : Sing Trust Library, tt.), hal. 77
44
92 Ahmad Azhar Baasyir, Asas-asas
31
Abd ar-Razaq as-Sanhuri, Hukum Muamalah : Hukum Perdata Islam,
Nadzariyyah al-‘Uqud, (Beirut: Dar al-fikr, (Yogyakarta : UII Press, 1993), hal. 10
45
tt.), IV: 135-137 Lihat Abdul Azis Dahlan, dkk.
32
Lihat Nasrun Haroen, Fiqh Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta : PT.
Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, Ichtiar baru Van hoeve, 1996), I : 67
2000), hal. 108-238, bandingkan dengan
Syamsul Anwar, Hukum, hal. 73-82
33
yaitu akad yang diakui namanya
oleh syari’at sesuai dengan persoalannya yang Daftar Pustaka
khusus serta hukum-hukumnya yang khusus,
seperti akad jual beli.
34
Abd ar-Razaq as-Sanhuri, Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian
Nadzariyyah al-‘Uqud, (Beirut: Dar al-Fikr, Syari’ah, Studi Tentang Teori
tt.), hal. 87 Akad Dalam Fiqh Muamalat,
35
Musthafa Ahmad Az-Zarqa', al- (Jakarta : RajaGrafindo
Madkhal al-fiqh al-‘Am (Dar al-Fikr, Beirut,
tt.), I : 538 Persada, 2007)
2 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54

------- “Teori Kausa dalam Hukum al-Jashash, Ahkâm al-Qur’ân li al-


Perjanjian Islam” (Suatu Jashash, ed. M. Shadiq al-
Kajian Asas Hukum), (Laporan Qamhawi, (Beirut : Dar Ihya
Penelitian, IAIN Sunan at-Turats al-‘Arabi, 1405), III
Kalijaga Yogyakarta,
1999/2000) Kharofa, Transaction in Islamic Law,
(Kuala Lumpur : A.S.
Abdoerraoef, Al-Qur’an dan Ilmu Noordeen, 2000)
Hukum : a Comparative Study,
(Jakarta : Bulan Bintang, 1970) Masyadi, Ghufran, Fiqh Muamalah
Kontekstual, (Jakarta :
Baasyir, Ahmad Azhar, Asas-asas RajaGrafindo Persada, 2002)
Hukum Muamalah : Hukum
Perdata Islam, (Yogyakarta : al-Minawi, At-Ta’arif, ed. M.
UII Press, 1993) Ridhwan ad-Dayah, (Beirut-
Damaskus : Dar Fikr al-
al-Burkati, Muhammad ‘Amim al- Mu’ashir, 1410), I
Ihsan al-Mujadidi, Qawâ’id al-
Fiqh, cet. 1, (Kratisa: ash- Muslim, Muslihun, Fiqh Ekonomi dan
Shadf Bublisyirz, 1407), I Positivisasinya di Indonesia,
(Mataram: LKIM IAIN
Ibn ‘Asyur, at-Tahrîr wa at-Tanwîr, Mataram, 2006)
(al-Maktabah asy-Syamilah), Melida, Qiram Syamsuddin, Pokok-
IV Pokok Hukum Perjanjian
Beserta Perkembangannya,
Ibn Manzhur, Lisân al-‘Arab, cet. 1, (Yogyakarta : Liberty, 1985)
(Beirut : Dar Shadir, tt.), III
Nabil, Saleh, Unlawful Gain And
Dahlan, Abdul Azis, dkk. Legitimate Profit In Islamic
Ensiklopedia Hukum Islam, Law, (London : Canbridge
(Jakarta : PT. Ichtiar baru Van University Press,1986)
hoeve, 1996), I
Niazi, Liaquat Ali Khan, Islamic Law
Dewi, Gemala, Hukum Perikatan of Contract, (Lahore :
Islam di Indonesia. (Jakarta: Research Dyal Sing Trust
Kencana, 2006) Library, tt.)

Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Rahman, Asmuni, Qaidah-Qaidah


(Jakarta : Gaya Media Fiqhi, (Jakarta: Bulan Bintang,
Pratama, 2000) 1975)
3 l Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016, 45-54

Satrio, J., Hukum Perikatan :


Perikatan Yang Lahir Dari Az-Zarkasyi, Muhammad bin Bahadur
Undang-Undang Bagian bin Abdillah, al-Mantsûr fî al-
Pertama, (Bandung : PT. Cipta Qawâ’id li Zarkasyi, ed. Dr.
Aditya Bakti, 1993) Taysir Faiq Ahmad Mahmud,
cet. 2, (Kuwait: Wuzarah al-
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Awqaf wa Syu’un al-
Intermasa, 1992) Islamiyah, 1405), II

As-Sanhuri, Abdur Razzaq, Mashadir Az-Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh al-


al-Haq fi al-Fiqh al-Islami, Islamiy wa Adilatuhu, (Beirut:
Dirasah Muqaranah bi al-Fiqh Dar al-Fikr,1989), IV
al-Garbi, (Ttp. : Dar al-Hana
Li ath-Thiba’ah wa an-Nasyr,
1958), I

--------, Al-Wasith fi Syarhi al-Qanun


al-Madany, (Beirut : Dar al-
Ihya’ al- Turats al-‘Araby, tt.)

--------, Nadzariyyah al-‘Uqud,


(Beirut: Dar al-Fikr, tt.)

As-Sabatin, Yusuf Ahmad Mahmud,


al-Buyû’ al-Qadîmah wa al-
Mu’âshirah wa al-Bûrushât al-
Mahaliyah wa ad-Dawliyah,
cet. 1, (Amman : Dar al-
Bayariq, 2002)

Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, (Beirut:


Dar al-Fikr, 1983), III

Vogel, Frank E. dan Samuel L. Hayes,


Hukum Keuangan Islam, Konsep,
Teori dan Praktek, (Bandung :
Nusamedia, 2007)

Az-Zarqa', Musthafa Ahmad, al-


Madkhal al-fiqh al-‘Am (Dar
al-Fikr, Beirut, tt.) II

Anda mungkin juga menyukai