Bab Ii
Bab Ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Diabetes mellitus (DM)
a. Defenisi
Diabetes mellitus merupakan sekelompok penyakit metabolik
yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah (hyperglikemia)
akibat dari kelainan sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya (Smeltzer
& Bare, 2015). Diabetes mellitus merupakan sekelompok penyakit yang
dikarakteristikkan oleh hyperglikemia akibat dari kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua (PERKENI, 2015). Diabetes mellitus
merupakan penyakit kronis yang memerlukan pengawasan medis dan
edukasi perawatan diri pasien secara kontinyu. Jadi Diabetes mellitus
merupakan sekelompok penyakit sistemik kronis yang berkaitan dengan
gangguan insulin tubuh yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar
glukosa darah (hyperglikemia).
b. Faktor – Faktor Resiko Diabetes mellitus
Faktor-faktor risiko DM tipe 2 meliputi :
1) Riwayat keluarga dengan DM (khususnya orang tua atau saudara
kandung)
Anak dari penderita DM tipe 2 mempunyai peluang menderita
DM tipe 2 sebanyak 15% dan 30% resiko berkembang intoleransi
glukosa (ketidakmampuan memetabolisme karbohidrat secara
normal) (Ariani, 2011).
2) Obesitas (berat badan ≥20 % berat ideal, atau BMI ≥ 27 kg/m2
Obesitas khususnya pada tubuh bagian atas, menyebabkan
berkurangnya jumlah sisi reseptor insulin yang dapat bekerja di
dalam sel pada otot skeletal dan jaringan lemak. Prosesnya disebut
sebagai resistensi insulin perifer. Obesitas juga merusak kemampuan
6
7
e. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis Diabetes mellitus dapat dilakukan dengan melihat
manifestasi berupa: Gejala klasik DM (polyuria, polydipsia, polyfagia,
penurunan berat badan tanpa sebab) dan kadar glukosa darah sewaktu ≥
200 mg/dL (11.1 mmol/L), atau gejala klasik DM dan kadar glukosa
darah puasa ≥126 mg/dL (7.0 mmol/L), atau gejala klasik DM dan kadar
glukosa darah 2 jam setelah dilakukan test toleransi glukosa oral (setelah
meminum 75 gram glukosa yang dilarutkan dalam air) ≥ 200 mg/dL
(11.1 mmol/L) (PERKENI, 2013).
Pemeriksaan lain untuk memantau rata-rata kadar glukosa darah
adalah glikosilat hemoglobin (HbA1c). Pemeriksaan ini menunjukan
kadar glukosa darah rata-rata selama 120 hari atau 3 hari sebelumnya,
sesuai dengan usia eritrosit. HbA1c digunakan untuk mengkaji kontrol
glukosa jangka panjang, sehingga dapat memprediksi risiko komplikasi.
Hasil HbA1c tidak berubah karena pengaruh kebiasaan makan sehari
sebelum test. Pemeriksaan HbA1c dilakukan untuk diagnosis dan pada
interval tertentu untuk mengevaluasi penatalaksanaan DM,
direkomendasikan minimal dilakukan 2 kali dalam setahun bagi pasien
DM yang telah mencapai target tetap (kendali glukosa stabil). Pada
pasien yang terapinya diubah atau yang belum mencapai target kendali
glukosa, pemeriksaan HbA1C sebaiknya dilakukan 4 kali setahun
(PERKENI, 2013).
f. Komplikasi
Komplikasi DM terbagi dua berdasarkan lama terjadinya yaitu:
komplikasi akut dan komplikasi kronis (Lemone & Burke, 2016):
1) Komplikasi akut.
Terdapat 3 komplikasi akut utama pada pasien DM berhubungan
dengan ketidak seimbangan singkat kadar glukosa darah, yaitu
berupa hipoglikemia, diabetik ketoasidosis, dan hiperglikemia
hiperosmolar nonketosis.
10
2) Komplikasi Kronis.
Komplikasi jangka panjang menjadi lebih umum terjadi pada pasien
DM saat ini sejalan dengan penderita DM yang bertahan hidup lebih
lama. Komplikasi jangka panjang mempengaruhi hampir semua
sistem tubuh dan menjadi penyebab utama ketidakmampuan pasien.
Katagori umum komplikasi jangka panjang terdiri dari penyakit
makrovaskuler dan penyakit mikrovaskuler dan neuropati.
a) Komplikasi makrovaskuler.
Komplikasi makrovaskuler diabetes diakibatkan dari perubahan
pembuluh darah yang sedang hingga yang besar. Dinding
pembuluh darah menebal, sklerosis, dan menjadi oklusi oleh
plaqe yang menempel di dinding pembuluh darah. Biasanya
terjadi sumbatan aliran darah. Perubahan aterosclerotic ini
cenderung dan sering terjadi pada pasien usia lebih muda, dan
DM tidak stabil. Jenis komplikasi makrovaskuler yang paling
sering terjadi adalah penyakit arteri koroner, penyakit
cerebrovaskuler, dan penyakit vaskuler perifer.
b) Komplikasi Mikrovaskuler.
Perubahan mikrovaskuler pada pasien DM melibatkan kelainan
struktur dalam membran dasar pembuluh darah kecil dan
kapiler. Membran dasar kapiler diliputi oleh sel endotel kapiler.
Kelainan ini menyebabkan membran dasar kapiler menebal,
seringkali mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
Perubahan membran dasar diyakini disebabkan oleh salah satu
atau beberapa proses berikut; adanya peningkatan jumlah
sorbitol (suatu zat yang dibuat sebagai langkah sementara dalam
perubahan glukosa menjadi fruktosa), pembentukan
glukoprotein abnormal, atau masalah pelepasan oksigen dari
haemoglobin. Dua area yang dipengaruhi oleh perubahan ini
adalah retina dan ginjal. Komplikasi mikrovaskuler di retina
11
3) Latihan jasmani/olahraga
Latihan jasmani sangat penting dalam penatalaksanaan DM
karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan
mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan jasmani akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi
darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. Efek ini
sangat bermanfaat pada DM karena dapat menurunkan berat badan,
mengurangi stress dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan
jasmani juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan
kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta
trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi pasien DM
mengingat adanya peningkatan resiko untuk terkena penyakit
kardiovaskuler (Tarwoto, 2012).
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan denga umur, dan
status kesegaran jasmani (PERKENI, 2013). Informasi yang perlu
disampaikan pada pasien sebelum melakukan olahraga adalah: cek
gula darah sebelum olah raga, cek apakah butuh tambahan glukosa,
hindari dehidarasi, minum 500 cc, diperlukan teman selama berolah
raga, pakai selalu tanda pengenal sebagai diabetisi, selalu bawa
makanan sumber glukosa cepat: permen, jelly, makan snack sebelum
mulai, jangan olah raga jika merasa ‘tak enak badan’ dan gunakan
alas kaki yang baik (Tarwoto, 2012).
4) Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran kadar
glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani. Intervensi farmakologis meliputi: OHO (Obat Hipoglikemik
Oral) dan atau insulin. Menurut PERKENI (2015), intervensi
farmakologis tersebut adalah sebagai berikut:
14
a) Symptom scoring;
b) Physical examination scoring;
c) Quantitative Sensory Testing (QST)
d) Cardiovascular Autonomic Function Testing (cAFT)
e) Electro-diagnostic Studies (EDS).
Pemeriksaan symptom scoring dan physical examination
scoring telah terbukti memiliki sensitifitas dan spesifitas tinggi.
Instrumen yang digunakan adalah Diabetic Neuropathy Symptom
(DNS) dan skor Diabetic Neuropathy Examination (DNE).
2) Diabetic Neuropathy Examination (DNE)
Alat ini mempunyai sensitivitas sebesar 96% dan spesifisitas
sebesar 51%. Skor Diabetic Neuropathy Examination (DNE) adalah
sebuah sistem skor untuk mendiagnosa polineuropati distal pada
diabetes melitus. DNE adalah sistem skor yang sensitif dan telah
divalidasi dengan baik dan dapat dilakukan secara cepat dan mudah
di praktek klinik. Skor DNE terdiri dari 8 item, yaitu: A) Kekuatan
otot: (1) quadrisep femoris (ekstensi sendi lutut); (2) tibialis anterior
(dorsofleksi kaki). B) Relfeks: (3) trisep surae/ tendo achiles. C)
Sensibilitas jari telunjuk: (4) sensitivitas terhadap tusukan jarum. D)
Sensibilitas ibujari kaki: (5) sensitivitas terhadap tusukan jarum; (6)
sensitivitas terhadap sentuhan; (7) persepsi getar ; dan (8) sensitivitas
terhadap posisi sendi.
Skor 0 adalah normal; skor 1: defisit ringan atau sedang
(kekuatan otot 3-4, refleks dan sensitivitas menurun); skor 2: defisit
berat (kekuatan otot 0-2, refleks dari sensitivitas negatif/ tidak ada).
Nilai maksimal dari 4 macam pemeriksaan tersebut diatas adalah 16.
Sedangkan kriteria diagnostik untuk neuropati bila nilai > 3 dari 16
nilai tersebut.
3) Skor Diabetic Neuropathy Symptoms (DNS)
Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) merupakan 4 poin
yang bernilai untuk skor gejala dengan prediksi nilai yang tinggi
19
3. Sendal Refleksi
a. Pengertian Sendal Refleksi
Sensitivitas sentuh kaki adalah reseptor sensori yang peka
terhadap sentuhan, suhu, tekanan dan nyeri yang tersebar luas di dermis
(Ross & Wilson, 2011). Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi
dalam beberapa bentuk yaitu salah satunya jika mengenai kaki akan
dapat menimbulkan neuropati diabetikum yang dapat menyebabkan mati
rasa sampai terjadi ulkus pada kaki. Neuropati akan menghambat signal,
rangsangan atau terputusnya komunikasi dalam tubuh yang
20
Keterangan gambar:
C. Penelitian Terkait
Tabel 2.1
Penelitian Terkait
Nama Peneliti
Perbedaan Dan
dan Tahun Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan
Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan
eksperimen semu dengan desain pre
test- post test design. Respondennya 64
Setelah dilakukan analisis diperoleh
pasien diabetes melitus tipe 2 yang
hasil terapi pijat refleksi kaki
dirawat jalan di RS PKU
berpengaruh signifikan dalam
Muhammadiyah Gombong pada bulan Persamaan: peneliti
meningkatkan ankle brachial index
Mei 2014, terdiri dari 32 responden menggunakan uji
(ABI) pada pasien diabetes melitus
kontrol dan 32 responden intervensi. eksperimen semu dengan
tipe 2 di RS PKU Muhammadiyah
Pengaruh terapi Teknik pengumpulan datanya desain pre test- post test
Gombong, terbukti dari: (a) terjadi
Podo Yuwono, pijat refleksi kaki menggunakan pengukuran dan design.
peningkatan ABI yang signifikan
Azizah terhadap ankle dokumentasi dengan bantuan instrument
pada kelompok intervensi; (b)
Khoiriyati , Brachial index doppler Ultrasound 8MHz dan Perbedaan: Uji
tidak terjadi peningkatan ABI yang
Novita Kurnia (abi) pada pasien Sphygnomano meter, lembar eksperimen peneliti
signifikan pada kelompok kontrol;
Sari (2015) diabetes melitus dokumentasi karakteristik responden, menggunakan one grup re
(c) sesudah penelitian ABI kelompok
tipe 2 lembar pengukuran ABI, panduan post test sedangkan pada
intervensi secara signifikan lebih
pemeriksaan ABI, dan panduan pijat penelitian ini
tinggi dibandingkan ABI kelompok
refleksi kaki. Teknik analisis datanya menggunakan responden
kontrol; (d) peningkatan ABI
menggunakan Paired t Test dan t Test, kontrol dan eksperimen
kelompok intervensi secara
yang sebelumnya telah dilakukan uji
signifikan lebih tinggi dibandingkan
prasyarat analisis meliputi uji
peningkatan ABI kelompok kontrol
normalitas, homogenitas, dan
kesetaraan.
25
Nama Peneliti
Perbedaan Dan
dan Tahun Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan
Penelitian
Hasil penelitian ini menujukkan Persamaan: peneliti
Desain penelitian adalah Quasi adanya peningkatan sensitivitas menggunakan uji
Perbedaan
experimental dengan cara melibatkan tangan dan kaki yang signifikan eksperimen semu dengan
sensitivitas
kolompok kontrol dan kelompok pada kelompok eksperimen desain pre test- post test
tangan dan kaki
eksperimen.Sampel dalam penelitian ini setelah diberikan perlakuan design.
Resi Lisanawati, sebelum dan
adalah 30 penderita diabetes melitus di
Yesi Hasneli, sesudah dengan hasil uji statistik p<0,05.
poli penyakit dalam RSUD Arifin Perbedaan: Uji
Oswati Hasanah Dilakukan terapi Hasil penelitian ini dapat
Achmad yang telah memenuhi kriteria eksperimen peneliti
(2015) pijat refleksi pada disimpulkan bahwa melakukan
inklusi. Teknik pengambilan sampel menggunakan one grup re
penderita terapi pijat refleksi efektif dapat
yang digunakan yaitu teknik purposive post test sedangkan pada
Diabetes melitus meningkatkan sensitivitas tangan
sampling dan menetapkan 15 responden penelitian ini
tipe II dan kaki pada pasien diabetes
pada masing-masing kelompok. menggunakan responden
melitus tipe II. kontrol dan eksperimen
Hasil penelitian menunjukkan Persamaan: peneliti
perbedaan yang signifikan dalam menggunakan uji
Penelitian ini menggunakan quasi- kadar glukosa darah antara kelompok eksperimen semu dengan
experimental design dengan pendekatan intervensi dan kelompok kontrol (t = desain pre test- post test
Pengaruh
pre-post test design pada 32 responden. 4,22; p = 0,001). Akupresur design.
Jumari, Agung akupresur
Mereka dibagi menjadi kelompok merupakan intervensi yang efektif
Waluyo, Wati terhadap kadar
intervensi (n = 16) dan kelompok untuk menurunkan kadar glukosa Perbedaan: Uji
Jumaiyah, Dhea glukosa darah
kontrol (n = 16). Pengujian perbedaan darah pada pasien diabetes melitus eksperimen peneliti
Natashia (2019) Pasien diabetes
rata-rata kadar glukosa darah pada tipe 2. Akupresur dapat menggunakan one grup re
melitus tipe 2
kelompok intervensi dan kontrol direkomendasikan sebagai salah satu post test sedangkan pada
menggunakan uji paired t test. terapi komplementer mandiri dalam penelitian ini
pelayanan asuhan keperawatan pada menggunakan responden
pasien diabetes melitus tipe 2. kontrol dan eksperimen
26
D. Kerangka Konsep
Kerangka Konsep adalah suatu kerangka berfikir yang utuh yang ingin
dibuktikan atau dicari jawabannya untuk menyusun konsep dan penelitian,
titik tolak yang dipakai adalah masalah penelitian, yang dirumuskan dikaitkan
dengan tujuan penelitian (Hasmi, 2016). Kerangka dari penelitian ini adalah:
Skema 2.1
Kerangka Konsep
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan
penelitian. Hipotesis menggambarkan hubungan antara dua atau lebih
variabel. Hipotesis yang baik disusun secara sederhana, jelas, dan
menggambarkan definisi variabel secara konkret. Rumusan hipotesis nol (H0)
dan hipotesis alternative ( Ha) dalam penelitian ini sebagai berikut:
Ha: Ada pengaruh pemakaian sendal refleksi terhadap keluhan kebas kaki
pada pasien DM di Puskesmas Payung Sekaki Pekanbaru
H0: Tidak ada pengaruh pemakaian sendal refleksi terhadap keluhan kebas
kaki pada pasien DM di Puskesmas Payung Sekaki Pekanbaru