Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LINGKUNGAN KERJA


Manusia hidup pasti tidak akan terlepas dari berbagai situasi dari lingkungan
disekitarnya. Begitu pula dengan lingkungan kerja yang meliputi kehidupan sosial,
kehidupan fisik serta psikologi setiap pekerja, akan sangat mempengaruhi pekerja dalam
menjalankan setiap tugasnya pada tempat kerjanya tersebut. Sehingga pekerja harus
bisa berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungannya berada.
Bila lingkungan kerjanya baik produktifitas pekerja pun akan ikut meningkat,
karena pekerja dapat menyelesaikan pekerjaan dengan efektif, nyaman, aman, sehat dan
aman serta bisa membuat pekerja lebih kreatif. Namun bila lingkungan kerjanya tidak baik
maka produktifitas pekerja pun akan menurun serta tak jarang juga mempengaruhi
absensi pekerja, serta membuat pekerja menjadi stres.
Menurut Sedarmayanti (2001), jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua macam,
yaitu :
1. Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik adalah seluruh keadaan yang berbentuk fisik dan hal ini ada
di sekitar wilayah tempat kerja dan bisa memberikan pengaruh terhadap pekerja atau
pegawai, dengan secara langsung dan atau secara tidak langsung. Didalam lingkungan
kerja fisik terbagi menjadi dua kategori lagi, yaitu :
a. Lingkungan kerja yang ada secara langsung saling berhubungan dengan pekerja
atau pegawai. Misalnya meja, kursi, ruangan, pusat kerja, dan sebagainya.
b. Lingkungan perantara (lingkungan umum) bisa juga dikatakan sebagai lingkungan
yang bisa memberikan pengaruh terhadap kondisi dari manusia. Misalnya
kebisingan, bau tidak sedap, kelembaban, temperatur suhu, udara, dan warna
ruangan.
2. Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah seluruh situasi yang terjadi dan memiliki
keterkaitan dengan hubungan kerja, baik itu dengan atasan ataupun sesama pegawai
atau perkerja dan bawahan. Sehingga lingkungan kerja non fisik ini harus diperhatikan
dan tidak bisa di sepelekan.
2.2 KEBISINGAN
Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan yang bersumber dari alat
produksi dan atau alat yang pada tingkat tertentu akan menimbulkan gangguan
pendengaran (Fithri, 2015).
Terdapat dua hal yang mempengaruhi kualitas bunyi yaitu frekuensi dan
intensitas. Dalam hal ini, frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai di telinga
setiap detiknya. Sedangkan intensitas merupakan besarnya arus energi yang diterima
oleh telinga manusia. Perbedaan frekuensi dan intensitas bunyi menyebabkan adanya
jenis-jenis kebisingan yang memiliki karakteristik yang berbeda (Mulia, 2005).
2.2.1 Tingkat Kebisingan
Karena dB merupakan hasil logaritma, maka tingkat kebisingan tidak dapat
dijumlahkan atau dikurangkan secara aljabar melainkan harus melalui antalog (Modul
Praktikum Sistem Kerja & Ergonomi, 2019).
Li
Ltotal = 10 log ( ∑ 1010 ) dB ……………………………...………..2.1
Dengan Li = nilai kebisingan

2.2.2 Dosis Kebisingan


Dosis kebisingan menyatakan perbandingan jumlah waktu untuk kebisingan
tertentu dengan lama waktu yang diizinkan untuk tingkat kebisingan tersebut (Anonim,
2008).
D = 100 x (C1/T1 + C2/T2 + … + Cn/Tn)……………………....2.2
Dengan :
D = dosis kebisingan
C = waktu yang dipergunakan pada level suara yang tertentu (jam)
T = waktu yang diperbolehkan pada level suara tertentu (jam)

2.2.3 Interpolasi
Untuk mencari waktu yang diperbolehkan pada level suara tertentu digunakan
rumus sebagai berikut :
C-A
I = B-A x ( E-D )+ D……………………………………………….2.3

Dengan:
A = Nilai titik terendah durasi waktu
B = Nilai titik tertinggi durasi waktu
C = Titik interpolasi yang akan dicari
D = Hasil nilai ambang batas untuk titik A
E = Hasil nilai ambang batas untuk titik B
2.2.4 Tingkat Reduksi Kebisingan
Terdapat cara perhitungan yang digunakan untuk menghitung Noise Reduction
Rate atau tingkat reduksi kebisingan menurut The United Occupational Safety and Health
Administration (OSHA). Penggunaan tunggal merupakan penggunaan satu alat pelindung
telinga saja, bisa menggunakan earplug maupun earmuff. Dengan NRR disesuaikan pada
label kemasan alat dan nilai 7 dB ketetapan pengurangan kebisingan berdasarkan alat
yang digunakan serta rata-rata keselamatan menggunakan nilai 50% oleh National
Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) (Modul Praktikum Sistem Kerja &
Ergonomi, 2019).
NRR actual = (NRR (pada label) – 7) x 50%...........................2.4
Dengan :
NRR actual = tingkat reduksi kebisingan actual
NRR (label) = tingkat reduksi kebisingan dilihat pada kemasan
Nilai 7 dB = ketetapan pengurangan kebisingan menggunakan alat pelindung
pendengaran oleh OSHA
50 % = rata-rata ketetapan keselamatan yang digunakan berdasarkan metode
NIOSH

2.3 SUHU
Suhu merupakan suatu bentuk energi yang dapat berpindah dari suhu yang lebih
tinggi ke suhu yang lebih redah (Gabriel, 2013). Suhu lingkungan adalah tingkat panasnya
udara di suatu tempat yang dinyatakan dalam derajat celcius (°C). Suhu tertinggi
biasanya pada pukul 13-14 siang dan terendah pada pukul 04.00- 05.00 pagi (Kanginan,
2000).
Ada beberapa kelainan patologi tubuh yang diakibatkan oleh terpaan panas dan
kelembaban udara yang tinggi di antaranya adalah (Giriwijoyo, 2007: Arief, 2012):
1. Heat syncope (pingsan panas) adalah ganggunan induksi panas yang lebih serius.
Ciri dari gangguan ini adalah pening dan pingsan akibat berolahraga dalam lingkungan
panas pada waktu yang cukup lama. Kejadian ini ditimbulkan dengan adanya vasodilatasi
sistemik berlebihan.
2. Heat cramp (kejang panas). Gejala dari penyakit ini adalah rasa nyeri dan kejang
pada kaki, tangan dan abdomen serta keringat. Hal ini disebabkan karena
ketidakseimbangan cairan dan garam selama olahraga berat di lingkungan panas.
Olahraga dalam waktu lama dapat mengeluarkan banyak garam yang keluar bersamaan
dengan keringat yang hanya diganti dengan air putih.
3. Heat exhaustion (kelelahan panas) merupakan reaksi dari seluruh tubuh terhadap
terpaan panas dalam waktu berjam-jam atau berhari-hari diakibatkan oleh berkurangnya
cairan tubuh. Kondisi ini terjadi jika jumlah keringat yang dikeluarkan melebihi air yang
diminum selama terkena panas. Gejalanya adalah keringat sangat banyak, kulit pucat,
lemah, pening, mual, napas pendek dan cepat, pusing dan pingsan. Suhu tubuh berkisar
antara (37°C - 40°C).
4. Heat stroke adalah penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa yang
berkaitan dengan aktivitas pada ruangan yang panas dan lembab. Penyakit ini dapat
menyebabkan koma dan kematian. Gejala dari penyakit ini adalah detak jantung cepat,
suhu tubuh tinggi sekitar 40°C atau lebih, kulit kering dan tampak kebiruan atau
kemerahan, Tidak ada keringat di tubuh korban, pening, menggigil, mual, pusing,
kebingungan dan pingsan.
2.3.1 Rata-rata
Rata-rata merupakan ukuran pemusatan yang sangat sering digunakan.
Keuntungan dari menghitung rata-rata adalah angka tersebut dapat digunakan sebagai
gambaran atau wakil dari data yang diamati (Aldy, 2016). Untuk mencari rata-rata dari
suatu data pengamatan menggunakan rumus:
̅ ΣX
X = n ………………………………………………….…………..2.5

2.3.2 Korelasi
Analisis korelasi sederhana adalah hubungan antara dua variabel. Dalam
perhitungan korelasi akan di dapat koefisien korelasi yang menunjukkan keeratan
hubungan antar dua variabel tersebut. Nilai koefisien korelasi berkisar antara 0 sampai 1
atau 0 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 maka hubungan semakin erat, jika
mendekati 0 maka hubungan semakin lemah. (Aldy, 2016). Untuk mencari nilai korelasi
dari suatu data menggunakan rumus:
n ΣXY-(Σ X)(ΣY)
r= ……………...………...………...2.6
√(n Σ(X)2 - (ΣX)2 )(n Σ(Y)2 - (ΣY)2 )

2.4 PENCAHAYAAN
Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna
mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan
adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang
kurang jelas, sehingga pekerja akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada
akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga
tujuan organisasi sulit tercapai (Tarwaka, 2014).
Menurut Prabu (2009), menyebutkan bahwa ada lima sistem pencahayaan di
ruangan, yaitu :
1. Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)
Pada sistem ini 90–100% cahaya diarahkan secara langsung ke benda yang
perlu diterangi. Sistem ini dinilai paling efektif dalam mengatur pencahayaan, tetapi
ada kelemahannya, karena dapat menimbulkan bahaya serta kesilauan yang
mengganggu, baik karena penyinaran langsung, maupun karena pantulan cahaya.
Untuk efek yang optimal, disarankan langit-langit, dinding, serta benda yang ada
didalam ruangan perlu diberi warna cerah agar tampak menyegarkan.
2. Pencahayaan Semi Langsung (Semi Direct Lighting)
Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu
diterangi, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dengan sistem ini
kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi. Diketahui bahwa langit-langit
dan dinding yang diplester putih memiliki pemantulan 90%, apabila dicat putih pemantulan
antara 5%-90%.
3. Sistem Pencahayaan Difus (General Fiffuse Lighting)
Pada sistem ini setengah cahaya 40%-60% diarahkan pada benda yang perlu
disinari, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dalam pencahayaan
sistem ini termasuk sistem direct-indirect yakni memancarkan setengah cahaya ke bawah
dan sisanya keatas. Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui.
4. Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (Semi Indirect Lighting)
Pada sistem ini 60%-90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian
atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang optimal
disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan baik. Pada sistem
ini masalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi.
5. Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (Indirect Lighting)
Pada sistem ini 90%-100% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian
atas kemudian dipantulkan untuk menerangi seluruh ruangan. Agar seluruh langit-langit
dapat menjadi sumber cahaya, perlu diberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik.
Keuntungan sistem ini adalah tidak menimbulkan bayangan dan kesilauan sedangkan
kerugiannya mengurangi efisien cahaya total yang jatuh pada permukaan kerja.
Penerangan yang tidak di desain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau
kelelahan penglihatan selama kerja. Pengaruh dan penerangan yang kurang memenuhi
syarat akan mengakibatkan (Suhardi, 2008) :
1. Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi kerja
2. Kelelahan mental
3. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala disekitar mata
4. Kerusakan indra mata dan lain-lain.
2.4.1 Iluminansi
Tingkat pencahayaan yang biasanya diukur dalam istilah iluminansi atau
penerangan yang fluk-fluk yang berpedar dari suatu sumber cahaya yang dipancarkan
pada suatu permukaan per luas permukaan (Modul Praktikum Sistem Kerja & Ergonomi,
2019).
F
E= A
(lux)…………………..…………………….………………2.6

Dengan :
F = fluks cahaya (Lumen)
A = luas permukaan (m²) = 3 x 3 m (mutlak)

Dimana fluks cahaya dapat dicari dengan menggunakan rumus :


L
F = W x W …………………………………………………………2.7

Dengan :
W = daya lampu (watt) = 7 watt untuk cahaya gelap, 32 watt untuk cahaya normal, dan 65
watt untuk cahaya terang.
L
W
= Luminous Efficacy Lamp (dilihat dari box lampu) = 630 lumens (mutlak)

2.5 SPSS
Menurut Aldy (2016) SPSS adalah sebuah program komputer yang digunakan
untuk membuat analisis statistika. Selain analisis statistika, manajemen data (seleksi
kasus, penajaman file, pembuatan data turunan) dan dokumentasi data (kamus meta-data
ikut dimasukkan bersama data) juga merupakan fitur-fitur dari software dasar SPSS.
Statistik yang termasuk software dasar SPSS:
a. Statistik Deskriptif: Tabulasi Silang, Frekuensi, Deskripsi, Penelusuran, Statistik
Deskripsi Rasio,
b. Statistik Bivariat: Rata-rata, t-test, ANOVA, Korelasi (bivariat, parsial, jarak),
Nonparametric tests,
c. Prediksi Hasil Numerik : Regresi Linear,
d. Prediksi untuk mengidentivikasi kelompok: Analisis Faktor, Analisis Cluster (two-
step, K-means, hierarkis), Diskriminan.

2.6 DIAGRAM HUBUNGAN KAUSALITAS


Menurut Rahmah (2017), diagram hubungan kausalitas merupakan alat bantu
kuantitatif yang digunakan untuk memetakan hubunga kausal (sebab – akibat) antara
variabel yang terdapat dalam satu sistem yang kompleks objek yang diteliti. Hubungan
variabel yang ada pada diagram hubungan kausal ini dapat berupa hubungan positif atau
negatif yang dinyatakan dengan simbol + dan – pada ujung anak panah hubungan kausal
yang dibentuk. Jika perubahan pada suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya
dengan arah perubahan yang sama maka sifat kausalitasnya +. Namun jika satu variabel
mempengaruhi variabel lainnya dengan arah perubahan yang berlawanan arah maka sifat
hubungan kausalitasnya -.

Anda mungkin juga menyukai