Anda di halaman 1dari 7

Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara

vertikal ke dalam tanah sebagai metode resapan air yang ditujukan untuk
mengatasi genangan air dengan cara meningkatkan daya resap air pada tanah.
Metode ini dicetuskan oleh Dr. Kamir Raziudin Brata, salah satu peneliti
dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.

Peningkatan daya resap air pada tanah dilakukan dengan membuat lubang
pada tanah dan menimbunnya dengan sampah organik untuk menghasilkan
kompos. Sampah organik yang ditimbunkan pada lubang ini kemudian dapat
menghidupi fauna tanah, yang seterusnya mampu menciptakan pori-pori di dalam
tanah. Teknologi sederhana ini kemudian disebut dengan nama biopori.

Selain IPB yang menjadi inventor biopori, berbagai kampus lain kini telah
memulai membuat biopori untuk penghijauan. Sejumlah BUMN, perusahaan
swasta, stasiun televisi, biro surat kabar, hingga individu telah membuat biopori
sebagai tema utama Hari Bumi 2014.

Kamir R. Brata, sebagai penemu, sebetulnya sudah meneliti tentang


biopori sejak ia mengikuti perkuliahan S2 bidang studi Soil Physics di University
of Western Australia mulai tahun 1992. Semula istilah yang dipakai untuk biopori
adalah mulsa vertikal (vertical mulch). Beberapa penelitian yang dilakukannya
antara lain “Pemanfaatan Sisa Tanaman Sebagai Mulsa Vertikal dalam Usaha
Konservasi Tanah dan Air pada Pertanian Lahan Kering di Latosol Darmaga”
(1993), “Efektivitas Mulsa Vertikal dalam Pengendalian Aliran Permukaan, Erosi,
dan Kehilangan Unsur Hara Pada Pertanian Lahan Kering di Latosol Darmaga”
(1994), dan “Penggunaan Cacing Tanah Untuk Peningkatan Efektivitas Mulsa
Vertikal Sebagai Tindakan Konservasi Tanah dan Air Terpadu pada Pertanian
Lahan Kering di Latosol Darmaga” (1995). Berdasar temuan penelitian-
penelitiannya, maka mulsa vertikal yang semula digunakan terutama untuk
penyehatan pohon dan tumbuhan lain, bertambah manfaatnya juga untuk
penyerapan air, kesehatan tanah, dan penanganan limbah organik.
Penelitian-penelitian tersebut mulai dikenal luas ketika
terjadi peristiwa banjir di Jakarta pada tahun 2007. Pada saat itu, kalangan media-
massa ramai mencari berbagai solusi untuk mengatasi banjir. Sebagian
diantaranya datang dan bertanya ke IPB. Ketika Kamir R. Brata menerangkan
teknologi mulsa vertikal hasil penelitiannya, mereka sangat terkesan. Waktu itu,
kalangan media mengusulkan agar teknologi mulsa vertikal tersebut diganti
namanya menjadi biopori agar lebih mudah diingat dan diucapkan. Hal tersebut
disetujui oleh Kamir R. Brata sehingga sampai sekarang teknologi itu lebih
dikenal sebagai biopori.

Manfaat

Biopori memiliki segudang manfaat secara ekologi dan lingkungan, yaitu


memperluas bidang penyerapan air, sebagai penanganan limbah organik, dan
meningkatkan kesehatan tanah. Selain itu, biopori juga bermanfaat
secara arsitektur lanskap sehingga telah digunakan sebagai
pelengkap pertamanan di berbagai rumah mewah dan rumah minimalis yang
menerapkan konsep rumah hijau. Biopori kini menjadi pelengkap penerapan
kebijakan luas minimum ruang terbuka hijau di perkotaan bersamaan
dengan pertanian urban. Bahkan pemerintah Kota Sukabumi sangat menganjurkan
ruang terbuka hijau memiliki biopori.

 Penyerapan air
Biopori mampu meningkatkan daya penyerapan tanah terhadap air
sehingga risiko terjadinya penggenangan air (waterlogging) semakin kecil.
Air yang tersimpan ini dapat menjaga kelembaban tanah bahkan di musim
kemarau. Keunggulan ini dipercaya bermanfaat sebagai pencegah banjir.
Dinding lubang biopori akan membentuk lubang-lubang kecil (pori-pori)
yang mampu menyerap air. Sehingga dengan lubang berdiameter 10 cm
dan kedalaman 100 cm, dengan perhitungan geometri tabung sederhana
akan didapatkan bahwa lubang akan memiliki luas bidang penyerapan
sebesar 3.220,13 cm2. Tanpa biopori, area tanah berdiameter 10 cm hanya
memiliki luas bidang penyerapan 78 cm persegi. Biopori telah dibuat di
berbagai tempat di Jakarta dengan tujuan untuk mengurangi risiko
terjadinya genangan air. Selain di Jakarta, biopori juga dibuat di daerah
yang tidak memiliki risiko banjir. Biopori tersebut bermanfaat untuk
menjaga keberadaan air tanah dan kelestarian mata air. Biopori menjadi
alternatif penyerapan air hujan di kawasan yang memiliki lahan terbuka
yang sempit. Di Puncak, Bogor, biopori dibangun untuk mengembalikan
fungsi penyerapan air di kawasan tersebut sehingga kondisi hulu
sungai Ciliwung menjadi lebih sehat. Sejak dijadikan sebagai perkebunan
teh, kawasan villa, dan kawasan wisata, Puncak mengalami penurunan
kemampuan penyerapan air hujan sehingga risiko erosi dan peluapan air
sungai di musim hujan menjadi lebih besar.
Namun menurut penelitian oleh LIPI, biopori tidak mampu mencegah
banjir, tetapi efektif dalam menangani genangan air. Dengan dimensi pori-
pori yang kecil, maka laju penyerapan air dikatakan relatif lebih lambat
dibandingkan dengan debit aliran air ketika terjadi banjir bandang.
Inventor biopori, Kamir R Brata sendiri pun mengingatkan bahwa fungsi
biopori bukan hanya sebagai penyerap air karena hujan dan genangan air
tidak terjadi sepanjang tahun, tetapi sampah organik dapat menumpuk
setiap saat dan itulah yang seharusnya menjadi fokus dari
biopori. Efektivitas dalam mengatasi genangan air tersebut diyakini juga
dapat menangani jentik nyamuk pembawa penyakit.
 Penanganan limbah organik
Biopori juga dapat mengubah sampah organik menjadi kompos.
Pengomposan sampah organik mengurangi aktivitas pembakaran
sampah yang dapat meningkatkan kandungan gas rumah kaca di atmosfer.
Setelah proses pengomposan selesai, kompos ini dapat diambil dari
biopori untuk diaplikasikan ke tanaman. Kemudian biopori dapat diisi
dengan sampah organik lainnya. Sampah organik yang dapat dikomposkan
di dalam biopori diantaranya sampah taman dan kebun (dedaunan dan
ranting pohon), sampah dapur (sisa sayuran dan tulang hewan), dan
sampah produk dari pulp (kardus dan kertas). Sama seperti proses
pengomposan secara umum, rasio C/N menentukan kualitas kompos yang
akan didapatkan. Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada
rasio C/N yang tinggi, sehingga dekomposisi berjalan lambat. Untuk
mengatasinya, penambahan limbah yang mengandung unsur N tinggi
seperti limbah hewani perlu dilakukan. Namun penambahan demikian
perlu dicermati karena terlalu banyak limbah hewani akan menyebabkan
kompos menjadi berbau pada tahap awal pengomposan.
 Kesehatan tanah
Biopori juga dapat meningkatkan aktivitas organisme dan mikroorganisme
tanah sehingga meningkatkan kesehatan tanah dan perakaran tumbuhan
sekitar. Organisme dan mikrorganisme tanah memiliki peran penting
dalam ekologi diantaranya sebagai detritivora dan pengikat nitrogen dari
atmosfer. Pengikatan nitrogen mampu meningkatkan kadar nitrogen tanah
sehingga penggunaan pupuk anorganik urea akan berkurang.
 Halaman rumah
Di area rumah, biopori dapat dibuat bahkan di tempat yang tanahnya
tertutup semen, seperti di depan garasi mobil. Kawasan hijau di halaman
rumah dapat dilengkapi dengan biopori. Penerapan 3R (reduce, reuse,
dan recycle) di lingkungan rumah dapat dilakukan dengan biopori. Ketika
masih menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesia, Rachmat Witoelar membuat biopori di rumah dinas Menteri
Lingkungan Hidup. Selebritis asal Bandung, Meyda Sefira juga membuat
biopori di halaman rumahnya. Wakil Wali Kota Bekasi, Ahmad
Syaikhu membuat biopori di halaman rumah dinasnya sebagai
percontohan bagi warganya.
Cara Pembuatan

1. Buat lubang silindris secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10


cm. Kedalaman kurang lebih 100 cm atau tidak sampai melampaui muka
air tanah bila air ternyata dangkal. Jarak antar lubang antara 50 - 100 cm.
2. Mulut lubang dapat diperkuat dengan semen selebar 2-3 cm dengan tebal 2
cm disekeliling mulut lubang.
3. Isi lubang dengan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, sisa
tanaman, dedaunan, atau pangkasan rumput.
4. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya
sudah berkurang dan menyusut akibat proses pelapukan.
5. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir
musim kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang resapan.

Jumlah lubang resapan biopori yang disarankan

Jumlah LRB = intensitas hujan(mm/jam) x luas bidang kedap (m2) / laju resapan
air per lubang (liter/jam)
Penerapan biopori di Indonesia

Berbagai tempat di Indonesia telah membuat biopori dengan disponsori oleh


pemerintah daerah, pihak swasta, sekolah, yayasan, maupun swadaya masyarakat:

 Di Kota Malang oleh pemerintah Kota Malang


 Di Jakarta oleh Yayasan Indonesia Global Compact Network
 Di Lampung oleh Yayasan Mitra Bentala
 Di SMP Negeri 1 Ketapang, Bandung
 Di Jakarta Barat oleh pemerintah kota Jakarta Barat
 Di lingkungan perusahaan Medco E&P Indonesia cabang Rimau, Sumatra
Selatan
 Di lingkungan SMA Negeri 8 Muarojambi, Kabupaten Muarojambi, Jambi
 Berbagai tempat di Kota Bogor
 Di PD Pasar Surya, Surabaya
 Di Kota Cimahi oleh pemerintah kota
 Di Kota Probolinggo
 Di Gayamprit, Klaten Selatan, Klaten
 Gerakan 5 Juta Lubang Biopori di Bogor untuk membantu mengurangi
banjir di wilayah DKI Jakarta
Daftar Pustaka

http://hijaumovement.blogspot.com/2011/04/biopori-pengertian-manfaat-dan-
cara.html diakses pada 17 Juni 2019

https://id.wikipedia.org/wiki/Biopori diakses pada 17 Juni 2019

Anda mungkin juga menyukai