Geologi Sulawesi
dari Buol sampai sekitar Makassar. Batuan bagian utara bersifat riodasitik sampai
andesitik, terbentuk pada Miosen - Resen dengan batuan dasar basaltik yang
terbentuk pada Eosen - Oligosen. Busur magmatik bagian barat mempunyai batuan
penyusun lebih bersifat kontinen yang terdiri atas batuan gunung api - sedimen
berumur Mesozoikum - Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan
tersebut diterobos granitoid bersusunan terutama granodioritik sampai granitik
yang berupa batolit, stok, dan retas.
Geologi daerah bagian timur dan barat Sulawesi Selatan pada dasarnya
berbeda, dimana kedua daerah ini dipisahkan oleh sesar Walanae. Di masa
Mesozoikum, basement yang kompleks berada di dua daerah, yaitu di bagian
barat Sulawesi Selatan dekat Bantimala dan di daerah Barru yang terdiri dari
batuan metamorf, ultramafik dan sedimen. Adanya batuan metamorf yang
sama dengan batuan metamorf di pulau Jawa, pegunungan Meratus di
Kalimantan tenggara dan batuan di Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa
basement kompleks Sulawesi Selatan mungkin merupakan pecahan fragmen
akhibat akresi kompleks yang lebih besar di masa awal Cretaceous (Parkinson,
1991). Adapun sedimen-sedimen di masa akhir Crateceous mencakup
formasi Balangbaru dan Marada berada di bagian barat dan timur daerah
Sulawesi Selatan, dimana formasi Balangbaru tidak selaras dengan basement
kompleks, terdiri dari batuan sandstone dan silty-shales, sedikit batuan
konglomerat, pebbly sandstone dan breksi konglomerat, sedangkan formasi
Marada terdiri dari campuran sandstone, siltstones dan shale (van Leeuwen,
1981), dimana unit-unit formasi Balangbaru berisi struktur khas sedimen aliran
deposit, termasuk debris flow, graded bedding dan indikasi turbidit.
Formasi Malawa terdiri dari arkosic, sandstone, siltstone, claystone, napal dan
konglomerat diselingi dengan lapisan batubara dan limestone. Formasi ini
terletak di bagian barat daerah Sulawesi Selatan dan tidak selaras dengan
formasi Balangbaru. Formasi Malawa diduga telah diendapkan dari laut
marjinal ke laut dangkal. Formasi limestone Tonasa selaras Formasi Malawa
atau batuan vulkanik Langi. Formasi Tonasa berumur Eosen sampai dengan
pertengahan Miosen (Van Leeuwen, 1981). Formasi Malawa dan formasi
Tonasa tersebar luas di bagian barat Sulawesi Selatan, dimana kedua formasi
tersebut tidak tersingkap di bagian timur sesar Walanae selain singkapan
kecil formasi limestone Tonasa.
sebagai bagian dari ophiolit berdasarkan anomali high gravity dan MORB,
dimana formasi Bone diduga terdiri dari wackestone bioklastika dan butiran
packstones foraminifera planktonik.
Batuan kompleks ofiolit dan sedimen pelagis di Lengan Timur dan Tenggara
Sulawesi dinamakan Sabuk Ofiolit Sulawesi Timur. Sabuk ini terdiri atas batuan-
batuan mafik dan ultramafik disertai batuan sedimen pelagis dan melange di
beberapa tempat. Batuan ultramafik dominan di Lengan Tenggara, tetapi batuan
mafiknya dominan lebih jauh ke utara, terutama di sepanjang pantai utara Lengan
Tenggara Sulawesi. Sekuens ofiolit yang lengkap terdapat di Lengan Timur,
meliputi batuan mafik dan ultramafik, pillow lava dan batuan sedimen pelagis yang
didominasi limestone laut dalam serta interkalasi rijang berlapis. Berdasarkan data
geokimia sabuk Ofiolit Sulawesi Timur ini diperkirakan berasal dari mid-oceanic
ridge (Surono, 1995).
Di daerah Kendari, batuan dasar secara tidak selaras ditindih oleh formasi Meluhu
berumur Triassic, yang terdiri dari sandstone, shale dan mudstone. Formasi Meluhu
disusun oleh 3 kelompok wilayah, yaitu; wilayah Toronipa merupakan kelompok
yang paling tua, kemudian Watutaluboto dan Tuetue yang merupakan kelompok
termuda. Wilayah Toronipa terdiri dari endapan sungai meandering dan didominasi
oleh sandstone diselingi batuan sandstone konglomerat, mudstone dan shale.
Wilayah Watutaluboto adalah pengendapan tidal-delta yang didominasi oleh
mudstone dengan sisipan lapisan tipis sandstone dan batuan konglomerat. Wilayah
Tuetue terdiri dari mudstone dan sandstone yang naik ke atas laut dangkal marjinal,
napal dan limestone. Sandstone di wilayah Toronipa terdiri dari litharenite,
sublitharenite dan quartzarenite berasal dari daur ulang sumber orogen. Fragmen
batuan metamorf di dalam sandstone mengindikasikan bahwa area sumber formasi
Meluhu didominasi oleh batuan dasar metamorfik. Batuan metamorf itu
mungkin tertutup oleh sedimen tipis. Adanya sedikit fragmen vulkanik dalam
formasi Meluhu menunjukkan bahwa batuan vulkanik juga membentuk lapisan
tipis dengan cakupan lateral terbatas di daerah sumber. Sedikit fragmen igneous
rock mungkin berasal dari dyke yang menerobos basement metamorf. Umur
formasi Meluhu setara dengan umur formasi Tinala di dataran Matarombeo dan
umur formasi Tokala di dataran Siombok, hal ini disebabkan litologi ketiga formasi
tersebut serupa, dimana terdapat deretan klastik yang dominan di bagian yang
lebih rendah dan karbonat yang dominan di bagian yang lebih tinggi dari ketiga
formasi tersebut. Adanya Halobia dan Daonella di ketiga formasi tersebut
menunjukkan umur akhir Triassic, dimana kehadiran ammonoids dan polen dalam
wilayah Tuetue dari formasi Meluhu sangat mendukung penafsiran ini.
Deretan sedimen klastik formasi Tinala di dataran Matarombeo ditindih oleh
butiran halus sedimen klastik formasi Masiku dan sedimen yang kaya karbonat
formasi Tetambahu. Moluska, ammonita dan belemnites yang melimpah di bagian
bawah formasi Tetambahu menunjukkan usia Jurassic. Bagian atas formasi
Tetambahu mengandung cherty limestone dan chert nodul yang kaya
radiolarians. Radiolames mengindikasikan usia Jurassic sampai dengan awal
Cretaceous. Formasi Tokala di daratan Siombok dan Banggai-Sula yang berada di
lengan timur Sulawesi, terdiri dari limestone dan napal dengan sisipan shale dan
chert (rijang). Adapun Steptorhynchus, Productus dan Oxytoma yang sekarang
berada di formasi Tokala menunjukan usia Permo-Carbonaferous. Namun,
Misolia dan Rhynchonella ditemukan dalam lapisan limestone mengindikasikan
umur akhir Triassic. Karena kesamaan litologi antara formasi ini dan bagian
atas formasi Meluhu, usia akhir Triassic mungkin yang paling tepat untuk usia
formasi Tokala, sedangkan usia Permo-Carbonaferous mungkin merupakan usia
basementnya, dimana formasi Tokala ditindih oleh batuan konglomerat pink granite
dari formasi Nanaka yang mungkin berasal dari basement granit Kepulauan
Banggai-Sula.
Formasi Poh terdiri dari napal dan limestone dengan sisipan sandstone. Asiosiasi
foraminifera dari formasi ini menunjukkan zaman Oligosen sampai dengan
Miosen, dimana plankton Nanno dalam formasi ini mengindikasikan usianya
sekitar Oligosen sampai dengan pertengahan Miosen. Dataran Sulawesi Molasse
yang dulunya terdiri dari wilayah Tomata, bongka, Bia, Poso, Puna dan formasi
Lonsio (Surono, 1998) adalah dataran yang berumur pertengahan Miosen sampai
dengan Pliosen. Dataran ini mengandung batuan konglomerat, sandstone, silt,
napal dan limestone yang diendapkan dalam paralik untuk fasies laut dangkal.
Area ini terbentang tidak selaras dengan formasi Salodik dan Poh serta kompleks
ofiolit. Pada masa pertengahan Miosen sampai dengan akhir Pliosen, area vulkanik
Bualemo bersatu dengan formasi Lonsio yang berada pada dataran Sulawesi
Molasse, terdiri dari pillow lava dan batuan vulkanik. Adapun daerah Sulawesi
Molasse itu adalah formasi Luwuk di masa Pleistosen, yang terdiri dari terumbu
karang limestone dengan sisipan napal di bagian bawahnya.
Batuan yang tersingkap di daerah Sulawesi Selatan terdiri dari 5 satuan, yaitu
: Satuan Batuan Gunungapi Formasi Carnba, Formasi Walanae, Satuan Intrusi
Basal, Satuan Batuan Gunung api Lompobatang dan Endapan aluvial, Rawa, dan.
Pantai. Satuan Batuan Gunung api Formasi Camba berumur Miosen Tengah-
Miosen Akhir, terdiri dari breksi gunungapi, lava, konglomerat, dan tufa halus
hingga batuan lapili. Formasi Walanae berumur Miosen Akhir - Pliosen Awal,
terdiri dari batupasir, konglomerat, batu lanau, batu lempung, batu gamping, dan
napal. Satuan Intrusi Basal berumur Miosen Akhir - Pliosen Akhir, terdiri dari
terobosan basal berupa retas, silt, dan stok. Satuan Batuan Gunungapi Lompobatang
berumur Pleistosen, terdiri dari breksi, lava, endapan lahar, dan tufa. Endapan
Aluvial, Rawa, dan Pantai berumur Holosen, terdiri dari kerikil, pasir, lempung,
lumpur, dan batugarnping koral.
Berdasarkan peta geologi Kampala, batuan di daerah ini dapat dibagi menjadi tiga
satuan batuan, yaitu : Formasi Walanae, yang menempati daerah yang sangat luas
atau sekitar 80 %, terdiri dari perselingan antara batupasir berukuran kasar hingga
sangat halus, konglomerat, batulanau, batulempung, batugamping, dan napal.
Satuan ini mempunyai perlapisan dengan kemiringan maksimum 100. Namun, pada
beberapa tempat di sekitar Sesar Kalamisu kemiringan lapisannya mencapai
600. Lingkungan pengendapan Formasi Walanae adalah laut. Satuan ini berumur
Miosen Akhir - Pliosen Awal. Kemudian Intrusi Basal, yang merupakan retas-
retas yang mengintrusi Formasi Walanae. Sebagian besar dari basal ini
bertelsstur afan itik. Pada beberapa lokasi ditemukan bertekstur porfiritik dengas
enokris plagioklas, piroksen, mika, olivin, tertanam dalan) masadasar afanitik.
Intrusi basal ini di permukaan umumnya telah terkekarkan dan di beberapa
tempat telah terubah menjadi batuan ubahan (zona argilik) yang didominasi
mineral lempung (smektit, kaolinit, haloisit). Batuan ubahan ini dijumpai di sekitar
mata air panas Kampala, mata air panas Ranggo, dan Kainpung Buluparia. Menurut
Pusat Sumber Daya Geologi satuan ini berumur Miosen Akhir - Pliosen Akhir.
Adapun yang terakhir adalah Endapan Aluvial Sungai, merupakan endapan
permukaan hasil rombakan dari batuan yang lebih tua, terdiri dari material kerikil,
pasir, lempung. Batuannya tersebar di tepi-tepi sungai dan dasar sungai. Satuan ini
berumur Holosen – Resen.
Formasi Toraja tertindih tak selaras oleh Formasi Sekala dan Batuan Gunungapi
Talaya. Aktivitas vulkanik ini kemudian diikuti oleh kehadiran Formasi Sekala
(Tmps) pada Miosen Tengah - Pliosen, yang dibentuk oleh batupasir hijau,
grewake, napal, batulempung dan tuf, sisipan lava bersusunan andesit-basalt.
Formasi Mamuju terdiri atas napal, batupasir gampingan, napal tufaan, dan
batugamping pasiran bersisipan tufa. Formasi ini mernpunyai Anggota Tapalang
(Tmmt) yang terdiri dari batu gamping koral, batu gamping bioklastik, dan
napal yang banyak mengandung moluska.
Banyak model tektonik yang sudah diajukan untuk menjelaskan evolusi tektonik
dari Pulau Sulawesi. Ada dua peristiwa penting yang terjadi di Sulawesi bagian
barat pada masa kenozoikum. Yang pertama adalah rifting dan pemekaran lantai
samudera di Selat Makassar pada Paleogen yang menciptakan ruang untuk
pengendapan material klastik yang berasal dari Kalirnantan . Yang kedua adalah
peristiwa kompresional yang dimulai sejak miosen. Kompresi ini dipengaruhi oleh
tumbukan kontinen di arah barat dan ofiolit serta fragmen-fragmen busur kepulauan
di arah timur.
1. Kapur Akhir
Selama Kapur Akhir sikuen tebal sedimen bertipe flysch diendapkan di daerah yang
luas di sepanjang daerah Sulawesi bagian barat. Sedimen ini ditindih oleh kompleks
melange di bagian selatan dan kompleks batuan dasar metamorf di bagian tengah
dan utara . Sedimen umumnya berasosiasi dengan lava dan piroklastik yang
mengindikasikan bahwa batuan ini berasal dari busur kepulauan vulkanik dan
diendapkan di daerah cekung an depan busur (Sukamto & Simandjuntak, 1981).
Pada saat yang sama, daerah sulawesi bagian timur berkembang sebagai cekungan
laut dalam, tempat sedimen pelagic diendapkan sejak zaman Jura di atas batuan
dasar ofiolit. Besar kemungkinan jika cekungan laut dalam Kapur ini dipisahkan
oleh sebuah palung dari daerah Sulawesi Bagian Barat. Palung tersebut
kemungkinan terbentuk akibat subduksi ke arah barat, tempat Melange Wasuponda
berakumulasi (Sukamto & Simandjuntak, 1981).
2. Paleogen
Perkembangan sedimen bertipe flysch di Sulawesi bagian barat berhenti di bagian
selatan, sementara di bagian utara masih berlanjut hingga Eosen. Gunungapi aktif
setempat selama Paleo sen di bagian selatan dan selama Eosen di bagian tengah dan
utara, pengendapan batuan karbonat (Formasi Tonasa) terjadi di daerah yang luas
di selatan selama Eosen hingga Miosen yang mengindikasikan bahwa bagian
daerah tersebut adalah paparan yang stabil.
3. Neogen
Distribusi produk vulkanik yang luas menunjukkan terjadinya vulkanisme yang
kuat selama Miosen Tengah di Daerah Sulawesi Bagian Barat. Batuan vulkanik
yang awalnya diendapkan lingkungan dasar laut dan kemudian setempat menjadi
terestrial pada Pliosen. Vulkanisme berhenti pada Kuarter Awal di selatan tetapi
menerus sampai sekarang di bagian utara. Magmatisme yang kuat di Daerah
Sulawesi Bagian Barat selama Miosen Tengah berkaitan dengan dengan proses
tekanan batuan dalam Daerah Sulawesi Bagian Timur akibat gerakan benua-mikro
Banggai-Sula ke arah barat.