Anda di halaman 1dari 30

A.

Geologi Sulawesi

Gambar 1. Peta Geologi Sulawesi (Hall and Wilson, 2000)

Berdasarkan struktur litotektonik, Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya dibagi


menjadi empat, yaitu; Mandala barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic
Arc) sebagai jalur magmatik yang merupakan bagian ujung timur Paparan Sunda,
Mandala tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt) berupa batuan malihan yang
ditumpangi batuan bancuh sebagai bagian dari blok Australia, Mandala timur
(East Sulawesi Ophiolite Belt) berupa ofiolit yang merupakan segmen dari kerak
samudera berimbrikasi dan batuan sedimen berumur Trias-Miosen dan yang
keempat adalah Fragmen Benua Banggai-Sula-Tukang Besi, kepulauan paling
timur dan tenggara Sulawesi yang merupakan pecahan benua yang berpindah ke
arah barat karena strike-slip faults dari New Guinea. Berikut pembagianya :
1. Mandala Barat (West & North Sulawesi Volcano-Plutonic Arc)
Mandala barat memanjang dari lengan utara sampai dengan lengan selatan pulau
Sulawesi. Secara umum busur ini terdiri dari batuan volkanik-plutonik berusia
Paleogen-Kuarter dengan batuan sedimen berusia mesozoikum-tersier dan batuan
malihan. Van Leeuwen (1994) menyebutkan bahwa mandala barat sebagai busur
magmatik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bagian utara dan barat. Bagian utara
memanjang dari Buol sampai sekitar Manado, dan bagian barat

dari Buol sampai sekitar Makassar. Batuan bagian utara bersifat riodasitik sampai
andesitik, terbentuk pada Miosen - Resen dengan batuan dasar basaltik yang
terbentuk pada Eosen - Oligosen. Busur magmatik bagian barat mempunyai batuan
penyusun lebih bersifat kontinen yang terdiri atas batuan gunung api - sedimen
berumur Mesozoikum - Kuarter dan batuan malihan berumur Kapur. Batuan
tersebut diterobos granitoid bersusunan terutama granodioritik sampai granitik
yang berupa batolit, stok, dan retas.

 Mandala Barat Bagian Utara Busur Sulawesi Utara mencakup Propinsi


Sulawesi Utara dan Gorontalo, memanjang sekitar 500km dari 1210E -
125020’E dengan lebar 50-70 km dan memiliki ketinggian lebih dari 2065 m,
dimana ketinggian daerah di sekitar leher pulau Sulawesi mencapai 3.225 m.
Geologi daerah Sulawesi Utara didominasi oleh batugamping sebagai satuan
pembentuk cekungan sedimen Ratatotok. Satuan batuan lainnya adalah
kelompok breksi dan batupasir, terdiri dari breksi- konglomerat kasar,
berselingan dengan batupasir halus-kasar, batu lanau dan batu lempung yang
didapatkan di daerah Ratatotok – Basaan, serta breksi andesit piroksen.
Kelompok Tuf Tondano berumur Pliosen terdiri dari fragmen batuan volkanik
kasar andesitan mengandung pecahan batu apung, tuf, dan breksi ignimbrit,
serta lava andesit-trakit. Batuan Kuarter terdiri dari kelompok Batuan Gunung
api Muda terdiri atas lava andesit-basal, bom, lapili dan abu. Kelompok
batuan termuda terdiri dari batugamping terumbu koral, endapan danau dan
sungai serta endapan aluvium. Adapun sirtu atau batu kali banyak terdapat di
daerah sungai Buyat yang diusahakan oleh penduduk setempat sebagai bahan
pondasi bangunan.

Gambar 2. Peta Geologi Manado dan Minahasa, Sulawesi Utara


Evolusi dari Busur Sulawesi Utara dibagi menjadi dua tahap, yaitu subduksi di
bagian barat Sulawesi di awal masa Miosen (22 – 16 Ma) dan pasca tumbukan
dan pengangkatan busur Sulawesi serta permulaan subduksi sepanjang palung
Sulawesi Utara selama akhir Miosen sampai dengan Kuarter (9 Ma). Batuan
vulkanik busur Sangihe yang berusia Pliosen-Kuarter, menyimpan banyak
geologi daerah sekitar Manado di masa awal Miosen. Singkapan-singkapan
kecil berupa andesit dan diorite di bawah batuan vulkanik Kuarter yang
menutupi kepulauan Sangihe dan bagian utara Manado, menunjukkan bahwa
busur volkanik yang lebih tua berada di sepanjang pantai bahkan mungkin
sampai ke Mindanao yang membentuk basement busur Sangihe saat ini.
Adapun busur Neogen yang merupakan busur batuan gunung api tidak
berada di antara Tolitoli dan Palu di sekitar leher pulau Sulawesi, hal ini
disebabkan karena pengangkatan tingkat tinggi dan erosi dalam, dimana batuan
granit lower Miosen tidak diketahui, dan bukti bahwa busur Sulawesi di masa
awal Miosen meluas ke arah leher pulau Sulawesi sangat sedikit. Meskipun
demikian, masih bisa disimpulkan bahwa zona Benioff di awal Miosen
berada sepanjang leher pulau Sulawesi ke arah selatan menuju sesar Paleo
Palu-Matano.

Gambar 3. Peta Geologi Gorontalo


Daerah Gorontalo merupakan bagian dari lajur volkano-plutonik Sulawesi
Utara yang dikuasai oleh batuan gunung api Eosen - Pliosen dan batuan
terobosan. Pembentukan batuan gunung api dan sedimen di daerah penelitian
berlangsung relatif menerus sejak Eosen – Miosen Awal sampai Kuarter,
dengan lingkungan laut dalam sampai darat, atau merupakan suatu runtunan
regresif. Pada batuan gunung api umumnya dijumpai selingan batuan sedimen,
dan sebaliknya pada satuan batuan sedimen dijumpai selingan batuan gunung
api, sehingga kedua batuan tersebut menunjukkan hubungan superposisi yang
jelas. Fasies gunung api Formasi Tinombo diduga merupakan batuan ofiolit,
sedangkan batuan gunung api yang lebih muda merupakan batuan busur
kepulauan. Geologi umum daerah Kabupaten Boalemo dan Kabupaten
Gorontalo disusun oleh batuan dengan urutan stratigrafi sebagai berikut
• Batuan beku berupa : Gabro, Diorit , granodiorit, granit, dasit dan munzonit
kwarsa.
• Batuan piroklastik berupa : lava basalt, lava andesit, tuf, tuf lapili dan breksi
gunungapi.
• Batuan sedimen berupa : batupasir wake, batulanau, batupasir hijau dengan
sisipan batugamping merah, batugamping klastik dan batugamping terumbu.
Endapan Danau, Sungai Tua dan endapan alluvial.
 Mandala Barat Bagian Barat Pemekaran yang terjadi pada Tersier Awal
membawa bagian timur dari Kalimantan ke wilayah Pulau Sulawesi sekarang,
dimana rifting dan pemekaran lantai samudera di Selat Makassar pada masa
Paleogen, menciptakan ruang untuk pengendapan material klastik yang berasal
dari Kalimantan
Gambar 4. Peta Geologi Sulawesi Selatan (Suyono dan Kusnama, 2010)

Geologi daerah bagian timur dan barat Sulawesi Selatan pada dasarnya
berbeda, dimana kedua daerah ini dipisahkan oleh sesar Walanae. Di masa
Mesozoikum, basement yang kompleks berada di dua daerah, yaitu di bagian
barat Sulawesi Selatan dekat Bantimala dan di daerah Barru yang terdiri dari
batuan metamorf, ultramafik dan sedimen. Adanya batuan metamorf yang
sama dengan batuan metamorf di pulau Jawa, pegunungan Meratus di
Kalimantan tenggara dan batuan di Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa
basement kompleks Sulawesi Selatan mungkin merupakan pecahan fragmen
akhibat akresi kompleks yang lebih besar di masa awal Cretaceous (Parkinson,
1991). Adapun sedimen-sedimen di masa akhir Crateceous mencakup
formasi Balangbaru dan Marada berada di bagian barat dan timur daerah
Sulawesi Selatan, dimana formasi Balangbaru tidak selaras dengan basement
kompleks, terdiri dari batuan sandstone dan silty-shales, sedikit batuan
konglomerat, pebbly sandstone dan breksi konglomerat, sedangkan formasi
Marada terdiri dari campuran sandstone, siltstones dan shale (van Leeuwen,
1981), dimana unit-unit formasi Balangbaru berisi struktur khas sedimen aliran
deposit, termasuk debris flow, graded bedding dan indikasi turbidit.

Batuan vulkanik berumur Paleosen terdapat di bagian timur daerah Sulawesi


Selatan dan tidak selaras dengan formasi Balangbaru. Di daerah Bantimala
batuan vulkanik ini disebut Bua dan di daerah Biru disebut Langi. Formasi ini
terdiri dari lava dan endapan piroklastik andesit dengan komposisi trachy-
andesit dengan sisipan limestone dan shale (van Leeuwen, 1981). Sifat calc-
alkali dan unsur tanah tertentu menunjukkan bahwa batuan vulkanik
merupakan hasil subduksi dari arah barat (van Leeuwen, 1981).

Formasi Malawa terdiri dari arkosic, sandstone, siltstone, claystone, napal dan
konglomerat diselingi dengan lapisan batubara dan limestone. Formasi ini
terletak di bagian barat daerah Sulawesi Selatan dan tidak selaras dengan
formasi Balangbaru. Formasi Malawa diduga telah diendapkan dari laut
marjinal ke laut dangkal. Formasi limestone Tonasa selaras Formasi Malawa
atau batuan vulkanik Langi. Formasi Tonasa berumur Eosen sampai dengan
pertengahan Miosen (Van Leeuwen, 1981). Formasi Malawa dan formasi
Tonasa tersebar luas di bagian barat Sulawesi Selatan, dimana kedua formasi
tersebut tidak tersingkap di bagian timur sesar Walanae selain singkapan
kecil formasi limestone Tonasa.

Formasi Salo Kalupang yang sekarang terletak di sebelah timur Sulawesi


Selatan terdiri dari sandstone, shale dan claystone interbedded dengan
batuan vulkanik konglomerat, breksi, tufa, limestone dan napal. Berdasarkan
teknik foraminifera dating, usia formasi Salo Kalupang diyakini berkisar awal
Eosen sampai dengan akhir Oligosen. Formasi ini seusia dengan formasi
Malawa dan bagian bawah formasi Tonasa. Formasi Kalamiseng tersingkap di
sebelah timur sesar Walanae, yang terdiri dari breksi vulkanik dan lava dalam
bentuk pillow lava ataupun massive flows yang ber-interbedded dengan tufa,
batupasir dan napal. Pegunungan Bone ditafsirkan

sebagai bagian dari ophiolit berdasarkan anomali high gravity dan MORB,
dimana formasi Bone diduga terdiri dari wackestone bioklastika dan butiran
packstones foraminifera planktonik.

Gambar 6. Peta Geologi Sulawesi Barat


Bagian teratas formasi Camba yaitu batuan vulkanik Camba yang terletak
di bagian barat, terdiri dari breksi vulkanik dan konglomerat, lava dan tuf
interbedded dengan marine sedimen. Foraminifera dating menduga batuan
vulkanik Camba beumur akhir Miosen. Batuan vulkanik Parepare adalah sisa-
sisa gunung strato-volcano yang terdiri aliran lava dan breksi piroklastik
berumur akhir Miosen. Aliran lava yang menengah untuk asam dalam
komposisi. Batuan vulkanik Plio/Pliestocene gunung strato-volcano
Lompobatang terletak paling selatan daerah Sulawesi Selatan dengan
ketinggian 2.871 m. Batuan vulkanik ini terdiri dari silika yang tidak
tersaturasi dalam alkali potassic dan asam silika yang tersaturasi
dengan aliran lava shoshonitic dan breksi piroklastik. Pada pertengahan
Miosen sampai dengan Pleistosen batuan vulkanik Sulawesi Selatan
mencakup formasi Camba, memiliki sifat alkali sebagai akibat dari peleburan
parsial mantel atas yang kaya akan unsur-unsur yang tidak kompatibel dengan
metasomatism. Hal ini mungkin berhubungan dengan subduksi sebelumnya
di awal Miosen dalam konteks intraplate distensional. Sifat alkali gunung api
ini diduga disebabkan oleh asimilasi berlebihan dari limestone/batu gamping
tua yang mencair dan bergabung dengan material benua kedalam subduksi
busur vulkanik. Batuan magmatis berumur Neogen di bagian barat daerah
Sulawesi Tengah berhubungan erat dengan penebalan dan pelelehan litosfer.
Sifat bimodal dari batuan Igneous berumur Neogen di daerah ini diperkirakan
dari pencairan mantel peridotit dan kerak yang menghasilkan komposisi
alkalin basaltik (shoshonitic) dan granitik yang mencair. Pada sendimentasi
akhir Miosen ditandai dengan perkembangan formasi Tacipi. Formasi
Walanae secara lokal tidak selaras dengan formasi Tacipi, dimana formasi
Walanae diperkirakan berumur pertengahan Miosen sampai dengan
Pliosen. Di bagian Timur Sengkang Basin, pembentukan Walanae dapat
dibagi menjadi dua interval, yaitu interval yang lebih rendah yang terdiri dari
batuan mudstone yang berumur calcareous dan interval yang bagian atas
yang lebih arenaceous. Batu gamping (Limestone) di ujung selatan daerah
Sulawesi Selatan dan yang berada di Pulau Selayar yang disebut selayar
limestone, merupakan bagian formasi Walanae. Batuan selayar limestone
terdiri dari coral limestone, calcarenite dengan sisipan napal dan sandstone.
Unit karbonat ini diperkirakan berumur Miosen sampai dengan Pliosen.
Hubungan formasi Walanae dan Selayar limestone terdapat di Pulau
Selayar. Terrace, aluvial, endapan danau dan endapan pantai terjadi secara
lokal di Sulawesi Selatan, dimana pengangkatan Sulawesi Selatan ditandai
dengan terangkatnya deposit terumbu karang (van Leeuwen 1981).

2. Mandala Tengah (Central Sulawesi Metamorphic Belt)

Gambar 6. Peta Geologi Wilayah Palu-Koro, Sulawesi Tengah

Batuan magmatik potassic calc-alkaline berusia akhir Miosen di Sulawesi Tengah


terdapat di bagian kiri bentangan zona sesar Palu- Koro, dimana batuan granit di
wilayah tersebut berkorelasi dengan subduksi microcontinent Banggai-Sula dengan
Pulau Sulawesi pada pertengahan Miosen. Berdasarkan aspek petrografi, batuan
granit berumur Neogen tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok dari
yang paling tua sampai dengan yang termuda untuk melihat karakteristik
perubahannya di masa mendatang. Pertama adalah KF-megacrystal bantalan granit
yang kasar (Granitoid-C) yang terdistribusi di bagian utara dan selatan wilayah
Palu-Koro yang berumur 8,39-3,71 Ma, dimana dua karakteristik petrografi
tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu biotit yang mengandung granit dan
hornblende sebagai mineral mafik (4,15-3,71 Ma dan 7,05-6,43 Ma) dan biotit yang
mengandung granit sebagai mineral mafik utama (8,39-7,11Ma). Kelompok kedua
adalah batuan granit medium mylonitic-gneissic (Granitoid-B) yang relatif terdapat
di daerah pusat (sekitar Palu-Kulawi) berupa medium grained granitoids yang
kadang- kadang mengandung xenoliths. Batuan granit ini juga dapat dibagi lagi
menjadi hornblende-biotit yang terdistribusi di bagian selatan (Saluwa-
Karangana) sekitar 5,46-4,05 Ma dan granit bantalan biotit yang berumur 3,78-
3,21 Ma di sekitar Kulawi. Kelompok ketiga adalah Fine and biotite-poor
granitoid (Granitoid-A) kelompok batuan termuda yang tersebar di daerah Palu-
Koro sekitar 3,07-1,76 Ma, yang nampak sebagai dyke kecil hasil potongan dari
granit lain. Batuan tersebut berwarna putih bersih mengandung sejumlah biotites
sebagai mineral mafik tunggal, kebanyakan batuan tersebut terlihat diantara daerah
Sadaonta dan Kulawi.

Gambar 7. Peta Geologi Sulawesi Tengah (Villeneuve dkk., 2002)


3. Mandala Timur (East Sulawesi Ophiolite Belt)

Gambar 8. Peta Geologi Mandala Timur Sulawesi

Batuan kompleks ofiolit dan sedimen pelagis di Lengan Timur dan Tenggara
Sulawesi dinamakan Sabuk Ofiolit Sulawesi Timur. Sabuk ini terdiri atas batuan-
batuan mafik dan ultramafik disertai batuan sedimen pelagis dan melange di
beberapa tempat. Batuan ultramafik dominan di Lengan Tenggara, tetapi batuan
mafiknya dominan lebih jauh ke utara, terutama di sepanjang pantai utara Lengan
Tenggara Sulawesi. Sekuens ofiolit yang lengkap terdapat di Lengan Timur,
meliputi batuan mafik dan ultramafik, pillow lava dan batuan sedimen pelagis yang
didominasi limestone laut dalam serta interkalasi rijang berlapis. Berdasarkan data
geokimia sabuk Ofiolit Sulawesi Timur ini diperkirakan berasal dari mid-oceanic
ridge (Surono, 1995).

Gambar 10. Peta Geologi Sulawesi Tenggara (Surono, 1998)

Continental terrain Sulawesi Tenggara (The Southeast Sulawesi continental terrain


= SSCT) menempati area yang luas di Lengan Tenggara Sulawesi, sedangkan
sabuk ofiolit terbatas hanya pada bagian utara lengan tenggara Sulawesi. SSCT
berbatasan dengan Sesar Lawanopo di sebelah timur laut dan Sesar Kolaka di
sebelah barat daya. Dataran ini dipisahkan dari Dataran Buton oleh sesar mendatar,
dimana pada ujung timur terdapat deretan ofiolit yang lebih tua. SSCT
memiliki batuan dasar metamorf tingkat rendah dengan sedikit campuran aplitic,
karbonat klastik berumur Mesozoikum dan limestone berumur Paleogen. Deretan
sedimen klastik tersebut mencakup formasi Meluhu di akhir Triassic dan unit
limestone yang berumur Paleogen mencakup formasi Tamborasi dan formasi
Tampakura.
Batuan dasar metamorf tingkat rendah membentuk komponen utama lengan
Tenggara Sulawesi. Batuan metamorf tua terkait dengan proses penguburan,
sedangkan batuan metamorf muda disebabkan oleh patahan dalam skala besar
ketika continental terrain Sulawesi Tenggara bertabrakan dengan sabuk ofiolit,
Batuan metamorf ini diterobos oleh aplite dan ditindih oleh lava kuarsa-latite
terutama di sepanjang pantai barat Teluk Bone.

Di daerah Kendari, batuan dasar secara tidak selaras ditindih oleh formasi Meluhu
berumur Triassic, yang terdiri dari sandstone, shale dan mudstone. Formasi Meluhu
disusun oleh 3 kelompok wilayah, yaitu; wilayah Toronipa merupakan kelompok
yang paling tua, kemudian Watutaluboto dan Tuetue yang merupakan kelompok
termuda. Wilayah Toronipa terdiri dari endapan sungai meandering dan didominasi
oleh sandstone diselingi batuan sandstone konglomerat, mudstone dan shale.
Wilayah Watutaluboto adalah pengendapan tidal-delta yang didominasi oleh
mudstone dengan sisipan lapisan tipis sandstone dan batuan konglomerat. Wilayah
Tuetue terdiri dari mudstone dan sandstone yang naik ke atas laut dangkal marjinal,
napal dan limestone. Sandstone di wilayah Toronipa terdiri dari litharenite,
sublitharenite dan quartzarenite berasal dari daur ulang sumber orogen. Fragmen
batuan metamorf di dalam sandstone mengindikasikan bahwa area sumber formasi
Meluhu didominasi oleh batuan dasar metamorfik. Batuan metamorf itu
mungkin tertutup oleh sedimen tipis. Adanya sedikit fragmen vulkanik dalam
formasi Meluhu menunjukkan bahwa batuan vulkanik juga membentuk lapisan
tipis dengan cakupan lateral terbatas di daerah sumber. Sedikit fragmen igneous
rock mungkin berasal dari dyke yang menerobos basement metamorf. Umur
formasi Meluhu setara dengan umur formasi Tinala di dataran Matarombeo dan
umur formasi Tokala di dataran Siombok, hal ini disebabkan litologi ketiga formasi
tersebut serupa, dimana terdapat deretan klastik yang dominan di bagian yang
lebih rendah dan karbonat yang dominan di bagian yang lebih tinggi dari ketiga
formasi tersebut. Adanya Halobia dan Daonella di ketiga formasi tersebut
menunjukkan umur akhir Triassic, dimana kehadiran ammonoids dan polen dalam
wilayah Tuetue dari formasi Meluhu sangat mendukung penafsiran ini.
Deretan sedimen klastik formasi Tinala di dataran Matarombeo ditindih oleh
butiran halus sedimen klastik formasi Masiku dan sedimen yang kaya karbonat
formasi Tetambahu. Moluska, ammonita dan belemnites yang melimpah di bagian
bawah formasi Tetambahu menunjukkan usia Jurassic. Bagian atas formasi
Tetambahu mengandung cherty limestone dan chert nodul yang kaya
radiolarians. Radiolames mengindikasikan usia Jurassic sampai dengan awal
Cretaceous. Formasi Tokala di daratan Siombok dan Banggai-Sula yang berada di
lengan timur Sulawesi, terdiri dari limestone dan napal dengan sisipan shale dan
chert (rijang). Adapun Steptorhynchus, Productus dan Oxytoma yang sekarang
berada di formasi Tokala menunjukan usia Permo-Carbonaferous. Namun,
Misolia dan Rhynchonella ditemukan dalam lapisan limestone mengindikasikan
umur akhir Triassic. Karena kesamaan litologi antara formasi ini dan bagian
atas formasi Meluhu, usia akhir Triassic mungkin yang paling tepat untuk usia
formasi Tokala, sedangkan usia Permo-Carbonaferous mungkin merupakan usia
basementnya, dimana formasi Tokala ditindih oleh batuan konglomerat pink granite
dari formasi Nanaka yang mungkin berasal dari basement granit Kepulauan
Banggai-Sula.

Deretan limestone berumur Paleogen dari formasi Tampakura (400m tebal)


menimpa formasi Meluhu di SSCT (Sulawesi Tenggara Continental Terrane).
Formasi ini terdiri atas ophiolite, lime mudstone, wackestone dan locally
packstone, grainstone dan framestone. Pada bagian terendah dari formasi, ada
strata klastik terdiri dari mudstone, sandstone dan batuan konglomerat. Adanyan
kandungan foraminifera pada formasi mengindikasikan umur akhir Eosen Akhir
sampai dengan awal Oligosen. Nanoflora dalam formasi menunjukkan umur
pertengahan Eosen sampai dengan pertengahan Miosen, sehingga pengendapan
pada formasi tersebut harus terjadi selama akhir Eosen sampai dengan awal
Oligosen. Deposisi awal berada di lingkungan delta dimana material
silisiklastik masih dominan. Penurunan suplai sedimen klastik membiarkan fasies
karbonat intertidal-subtidal berkembang secara luas pada platform relief rendah.
Karbonat bertambah, didominasi oleh batu karang dan pasir karbonat. Adapun
deretan karbonat berumur Paleogen yang sama pada formasi Tamborasi
diendapkan di laut dangkal, dimana berdasarkan usia dan litologi batuan, Formasi
Tampakura dan Tamborasi ataupun juga formasi Lerea di Matarombeo diendapkan
pada satu laut dangkal yang mengelilingi sebuah pulau dengan komposisi basement
metamorf dan granit dan sisipan sedimen klastik berumur Mesozoikum mencakup
formasi Meluhu , Tinala dan Tetambahu. Unit ekuivalen di daratan Banggai-Sula
termasuk limestone berumur Eosen-Oligosen formasi Salodik yang berhubungan
dengan napal dalam Formasi Poh.

Formasi batuan tertua pada masa Triassic disebut formasi Tokala.


Formasi ini terdiri dari batuan limestone dan napal dengan sisipan shale dan cherts
(rijang), yang diendapkan di laut dalam. Fasies batuan lain pada usia yang sama
yang diendapkan di laut dangkal dibentuk oleh formasi Bunta yang terdiri dari
butiran halus sedimen klastik seperti batu tulis, metasandstone, silt, phyllite dan
schist. Pada lengan Timur Sulawesi juga ditemukan batuan kompleks ofiolit yang
berumur akhir Jurassic sampai dengan Eosen yang berasal kerak samudera
(Simandjuntak, 1986). Batuan kompleks ofiolit ini ditemukan dalam kontak
tektonik dengan sedimen berumur Mesozoikum dan terdiri dari batuan mafik dan
ultramafik seperti harzburgite, lherzolite, pyroxenite, serpentinite, dunite,
gabro, diabase, basalt dan microdiorite. Batuan ini dipindahkan beberapa kali
akhibat deformasi dan displacement sampai dengan pertengahan masa Miosen.
Formasi Tokala dan Bunta yang tidak selaras ditindih oleh formasi Nanaka yang
terdiri dari butiran kasar sedimen klastik seperti batuan konglomerat, batupasir
dengan sisipan silts dan batubara. Di antara fragmen dalam batuan konglomerat
ditemukan granit merah, batu metamorfik dan chert (rijang) yang diperkirakan
berasal dari mikrokontinen Banggai-sula (Simandjuntak, 1986). Umur formasi ini
dianggap kurang dari pertengahan masa Jurassic dan terbentuk di lingkungan
paralik. Selaras dengan hal itu formasi Nanaka bertemu formasi Nambo di
pertengahan massa Jurassic. Unit laut dalam ini terdiri dari sedimen klastik napal
berpasir dan napal yang mengandung belemnite dan Inoceramus.
Formasi Matano di akhir masa Jurassic sampai dengan akhir masa Cretaceous
terdiri dari sandstone dengan sisipan chert (rijang), napal dan silt. Tidak selaras
dengan hal itu, formasi Nambo ketemu formasi Salodik dan Poh pada masa Eocene
sampai dengan Upper Miocene. Formasi Salodik terdiri dari batuan limestone
dengan sisipan napal dan sandstone yang mengandung fragmen kuarsa.
Kelimpahan karang, alga dan foraminifera besar yang ditemukan dalam formasi ini
mengindikasikan bahwa formasi ini terbentuk di lingkungan laut dangkal.

Formasi Poh terdiri dari napal dan limestone dengan sisipan sandstone. Asiosiasi
foraminifera dari formasi ini menunjukkan zaman Oligosen sampai dengan
Miosen, dimana plankton Nanno dalam formasi ini mengindikasikan usianya
sekitar Oligosen sampai dengan pertengahan Miosen. Dataran Sulawesi Molasse
yang dulunya terdiri dari wilayah Tomata, bongka, Bia, Poso, Puna dan formasi
Lonsio (Surono, 1998) adalah dataran yang berumur pertengahan Miosen sampai
dengan Pliosen. Dataran ini mengandung batuan konglomerat, sandstone, silt,
napal dan limestone yang diendapkan dalam paralik untuk fasies laut dangkal.
Area ini terbentang tidak selaras dengan formasi Salodik dan Poh serta kompleks
ofiolit. Pada masa pertengahan Miosen sampai dengan akhir Pliosen, area vulkanik
Bualemo bersatu dengan formasi Lonsio yang berada pada dataran Sulawesi
Molasse, terdiri dari pillow lava dan batuan vulkanik. Adapun daerah Sulawesi
Molasse itu adalah formasi Luwuk di masa Pleistosen, yang terdiri dari terumbu
karang limestone dengan sisipan napal di bagian bawahnya.

4. Fragmen Benua Banggai-Sula danTukang Besi


Fragmen benua Banggai-Sula dan Tukang Besi di wilayah Sulawesi bersama-sama
dengan area Sulawesi tengah dan tenggara diyakini berasal dari bagian benua
Australia utara. Daratan ini di masa Jurassic bergerak ke timur laut memisahkan
diri dari Australia ke posisi sekarang.

Batuan metamorfik didistribusikan secara luas di bagian timur Sulawesi


Tengah, lengan tenggara Sulawesi dan Pulau Kabaena. Batuan metamorf
tersebut dapat dibagi menjadi fasies amfibolit dan epidot-amfibolit dan kelompok
dynamometamorphic tingkat rendah glaukofan atau fasies blueschist. Fasies
amfibolit dan epidot-amfibolit lebih tua dari batuan radiolarite, ofiolit dan spilitic
igneous rocks yang ditemukan di sabuk metamorf Propinsi Sulawesi Tengah,
sedangkan sekis glaukofan lebih muda. Sekis glaukofan ini konsisten dengan
petrogenesis tekanan tinggi dan suhu rendah, tetapi batuan ini hanya menjalani
pemeriksaan petrologi eksaminasi, dimana Glaukofan semakin banyak di wilayah
barat. Kecuali di Buton, batuan metamorf diterobos batuan granit di masa
Permo-Triassic. Di Sulawesi Tenggara, Banggai-Sula dan Buton, Microcontinents
batuan metamorf membentuk basement cekungan Mesozoikum. Batuan ini ditindih
secara tidak selaras oleh satuan batuan sedimen berumur Mesozoikum yang
didominasi oleh batuan limestone di pulau Buton dan batuan silisiklastik di wilayah
Sulawesi Tenggara dan Microcontinents Banggai-Sula. Batuan limestone berumur
Paleogen ditemukan pada semua microcontinents. Pada akhir Oligosen sampai
dengan pertengahan Miosen, satu atau lebih microcontinent Indo- Australia
bergerak ke arah barat bertabrakan dengan kompleks ofiolit Sulawesi timur dan
tenggara. Tabrakan ini menghasilkan melange dan imbrikasi zona busur kepulauan
Mesozoikum dan strata sedimen Paleogen dari microcontinents, dengan irisan
patahan ofiolit. Selama tumbukan, cekungan sedimen lokal terbentuk di Sulawesi,
dimana setelah tumbukan, cekungan menjadi lebih lebar di sepanjang Sulawesi.
Sedimentasi di lengan Tenggara Sulawesi dimulai lebih awal pada awal Miosen
dibandingkan dengan lengan Timur yang nanti di akhir Miosen. Kedua deretan ini
biasanya disebut sebagai Sulawesi Molasse yang terdiri deretan major sediment
klastik dan deretan minor batu karang limestone. Sebagian besar area Sulawesi
Molasse diendapkan di laut dangkal tetapi di beberapa tempat diendapkan di dalam
sungai ke lingkungan transisi (Sukamto dan Simandjuntak, 1981).
Gambar 10. Peta Geologi Pulau Taliabu, Sula
Gambar 11. Peta Geologi Pulau Banggai
B. Stratigrafi Sulawesi

1. Stratigrafi Sulawesi Utara


Berdasarkan stratrigrafi, susunan batuan yang membentuk Sulawesi Utara dari tua
ke muda adalah; Batu gamping Gatehouse, Batu lumpur Rumah kucing, Batu
gamping Ratatotok, Intrusi Andesit Porfiri, Volkanik Andesit, Epiklastik Volkanik
dan Aluvial Endapan sungai dan Danau.

Gambar 12. Stratigrafi Sulawesi Utara


2. Stratigrafi Sulawesi Selatan

Batuan yang tersingkap di daerah Sulawesi Selatan terdiri dari 5 satuan, yaitu
: Satuan Batuan Gunungapi Formasi Carnba, Formasi Walanae, Satuan Intrusi
Basal, Satuan Batuan Gunung api Lompobatang dan Endapan aluvial, Rawa, dan.
Pantai. Satuan Batuan Gunung api Formasi Camba berumur Miosen Tengah-
Miosen Akhir, terdiri dari breksi gunungapi, lava, konglomerat, dan tufa halus
hingga batuan lapili. Formasi Walanae berumur Miosen Akhir - Pliosen Awal,
terdiri dari batupasir, konglomerat, batu lanau, batu lempung, batu gamping, dan
napal. Satuan Intrusi Basal berumur Miosen Akhir - Pliosen Akhir, terdiri dari
terobosan basal berupa retas, silt, dan stok. Satuan Batuan Gunungapi Lompobatang
berumur Pleistosen, terdiri dari breksi, lava, endapan lahar, dan tufa. Endapan
Aluvial, Rawa, dan Pantai berumur Holosen, terdiri dari kerikil, pasir, lempung,
lumpur, dan batugarnping koral.

Berdasarkan peta geologi Kampala, batuan di daerah ini dapat dibagi menjadi tiga
satuan batuan, yaitu : Formasi Walanae, yang menempati daerah yang sangat luas
atau sekitar 80 %, terdiri dari perselingan antara batupasir berukuran kasar hingga
sangat halus, konglomerat, batulanau, batulempung, batugamping, dan napal.
Satuan ini mempunyai perlapisan dengan kemiringan maksimum 100. Namun, pada
beberapa tempat di sekitar Sesar Kalamisu kemiringan lapisannya mencapai
600. Lingkungan pengendapan Formasi Walanae adalah laut. Satuan ini berumur
Miosen Akhir - Pliosen Awal. Kemudian Intrusi Basal, yang merupakan retas-
retas yang mengintrusi Formasi Walanae. Sebagian besar dari basal ini
bertelsstur afan itik. Pada beberapa lokasi ditemukan bertekstur porfiritik dengas
enokris plagioklas, piroksen, mika, olivin, tertanam dalan) masadasar afanitik.
Intrusi basal ini di permukaan umumnya telah terkekarkan dan di beberapa
tempat telah terubah menjadi batuan ubahan (zona argilik) yang didominasi
mineral lempung (smektit, kaolinit, haloisit). Batuan ubahan ini dijumpai di sekitar
mata air panas Kampala, mata air panas Ranggo, dan Kainpung Buluparia. Menurut
Pusat Sumber Daya Geologi satuan ini berumur Miosen Akhir - Pliosen Akhir.
Adapun yang terakhir adalah Endapan Aluvial Sungai, merupakan endapan
permukaan hasil rombakan dari batuan yang lebih tua, terdiri dari material kerikil,
pasir, lempung. Batuannya tersebar di tepi-tepi sungai dan dasar sungai. Satuan ini
berumur Holosen – Resen.

Gambar 13. Stratigrafi Sulawesi Selatan


3. Stratigrafi Sulawesi Barat

Stratigrafi Sulawesi bagian Barat didominasi oleh batuan Neogen, tetapi di


dalamnya termasuk juga formasi batuan yang berumur Jura. Geologi daerah
Bonehau dan sekitarnya didominasi oleh batuan beku dan metamorf, termasuk
batuan sedimen yang sedikit termetamorfkan. Litologi mengindikasikan adanya
tektonik aktif di area ini. Batuan tertua di daerah penelitian adalah Formasi
Latimojong, yang berumur Kapur, Di atas Formasi Latimojong diendapkan Formasi
Toraja (Tet) secara tidak selaras. Formasi ini berumur Eosen Tengah sampai Akhir.

Formasi Toraja tertindih tak selaras oleh Formasi Sekala dan Batuan Gunungapi
Talaya. Aktivitas vulkanik ini kemudian diikuti oleh kehadiran Formasi Sekala
(Tmps) pada Miosen Tengah - Pliosen, yang dibentuk oleh batupasir hijau,
grewake, napal, batulempung dan tuf, sisipan lava bersusunan andesit-basalt.

Formasi sekala berhubungan menjemari dengan batuan Gunung api Talaya


(Batuan Vulkanik Talaya, Tmtv) yang terdiri dari breksi gunungapi, tuf dan lava
bersusunan andesit-basal, dengan sisipan batu pasir dan napal, setempat batubara.
Batuan Gunungapi Talaya menjari dengan batuan Gunung api Adang (Tma)
yang terutama bersusunan leusit-Basalt, dan berhubungan menjemari dengan
Formasi Mamuju (Tmm) yang Berumur Miosen Akhir.

Formasi Mamuju terdiri atas napal, batupasir gampingan, napal tufaan, dan
batugamping pasiran bersisipan tufa. Formasi ini mernpunyai Anggota Tapalang
(Tmmt) yang terdiri dari batu gamping koral, batu gamping bioklastik, dan
napal yang banyak mengandung moluska.

Formasi Lariang terdiri dari batupasir gampingan dan mikaan, batulempung,


bersisipan kalkarenit, konglomerat dan tuf, umurnya Mieseh Akhir – Pliosen awal.
Endapan termuda adalah aluvium (Qal) yang terdiri dari endapan endapan sungai,
pantai, dan antar gunung.
Gambar 14. Stratigrafi Sulawesi Barat
4. Stratigrafi Sulawesi Tengah

Gambar 15. Stratigrafi Sulawesi Tengah


5. Stratigrafi Banggai Sula
Secara umum stratigrafi Cekungan Banggai terbagi menjadi dua periode waktu,
periode pertama berupa sikuen hasil pengangkatan/sobekan dari batas kontinen
yang terendapkan sebelum terjadinya tumbukan, sedangkan periode kedua
adalah sikuen pengendapan molasse di bagian daratan yang terjadi selama dan
pasca tumbukan.

Gambar 16. Stratigrafi Sulawesi Timur dan Banggai Sula


C. PERKEMBANGAN TEKTONIK SULAWESI

Banyak model tektonik yang sudah diajukan untuk menjelaskan evolusi tektonik
dari Pulau Sulawesi. Ada dua peristiwa penting yang terjadi di Sulawesi bagian
barat pada masa kenozoikum. Yang pertama adalah rifting dan pemekaran lantai
samudera di Selat Makassar pada Paleogen yang menciptakan ruang untuk
pengendapan material klastik yang berasal dari Kalirnantan . Yang kedua adalah
peristiwa kompresional yang dimulai sejak miosen. Kompresi ini dipengaruhi oleh
tumbukan kontinen di arah barat dan ofiolit serta fragmen-fragmen busur kepulauan
di arah timur.
1. Kapur Akhir
Selama Kapur Akhir sikuen tebal sedimen bertipe flysch diendapkan di daerah yang
luas di sepanjang daerah Sulawesi bagian barat. Sedimen ini ditindih oleh kompleks
melange di bagian selatan dan kompleks batuan dasar metamorf di bagian tengah
dan utara . Sedimen umumnya berasosiasi dengan lava dan piroklastik yang
mengindikasikan bahwa batuan ini berasal dari busur kepulauan vulkanik dan
diendapkan di daerah cekung an depan busur (Sukamto & Simandjuntak, 1981).
Pada saat yang sama, daerah sulawesi bagian timur berkembang sebagai cekungan
laut dalam, tempat sedimen pelagic diendapkan sejak zaman Jura di atas batuan
dasar ofiolit. Besar kemungkinan jika cekungan laut dalam Kapur ini dipisahkan
oleh sebuah palung dari daerah Sulawesi Bagian Barat. Palung tersebut
kemungkinan terbentuk akibat subduksi ke arah barat, tempat Melange Wasuponda
berakumulasi (Sukamto & Simandjuntak, 1981).
2. Paleogen
Perkembangan sedimen bertipe flysch di Sulawesi bagian barat berhenti di bagian
selatan, sementara di bagian utara masih berlanjut hingga Eosen. Gunungapi aktif
setempat selama Paleo sen di bagian selatan dan selama Eosen di bagian tengah dan
utara, pengendapan batuan karbonat (Formasi Tonasa) terjadi di daerah yang luas
di selatan selama Eosen hingga Miosen yang mengindikasikan bahwa bagian
daerah tersebut adalah paparan yang stabil.
3. Neogen
Distribusi produk vulkanik yang luas menunjukkan terjadinya vulkanisme yang
kuat selama Miosen Tengah di Daerah Sulawesi Bagian Barat. Batuan vulkanik
yang awalnya diendapkan lingkungan dasar laut dan kemudian setempat menjadi
terestrial pada Pliosen. Vulkanisme berhenti pada Kuarter Awal di selatan tetapi
menerus sampai sekarang di bagian utara. Magmatisme yang kuat di Daerah
Sulawesi Bagian Barat selama Miosen Tengah berkaitan dengan dengan proses
tekanan batuan dalam Daerah Sulawesi Bagian Timur akibat gerakan benua-mikro
Banggai-Sula ke arah barat.

D. MEKANISME STRUKTUR GEOLOGI


Pemicu terbentuknya sesar-sesar di Sulawesi adalah gabungan antara
mikrokontinen Benua Australia dan mikro-kontinen Sunda yang terjadi sejak
Miosen. Pergerakan dari pecahan lempeng Benua Australia tersebut relatif ke arah
barat. Adanya sesar utama seperti Sesar Palu-Koro dan Sesar Walanae juga
memberikan peranan dalam pembentukan sesar-sesar kecil di sekitarnya. Data dan
hasil analisis struktur geologi, seperti pola kelurusan dan arah pergerakan relative
sesar, mengindikasikan bahwa deformasi di daerah Sulawesi dipengaruhi oleh
aktivitas Sesar Mendatar Palu-Koro dan terusan Sesar Mendatar Walanae, dimana
mekanisme pembentukan struktur geologi Sulawesi bisa dijelaskan dengan model
simple shear.
DAFTAR PUSTAKA
 STRUKTUR GEOLOGI SULAWESI. Armstrong F. Sompotan
Perpustakaan Sains Kebumian Institut Teknologi Bandung, 2012
 BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL (PDF) .Yusuf Al Fauzi.
www.academia.edu.

Anda mungkin juga menyukai