Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PENILAIAN STATUS GIZI

“PEMERIKSAAN KLINIS”

DISUSUN OLEH MAHASISWA :

KELOMPOK 7

SEMESTER III-B PRODI DIPLOMA III GIZI

1. APRILLIA SEMBIRING
2. MUHAMMAD ZAIM KHALIS
3. RINI WAHYUNI
4. SAFIRA EKA PUSPITA
5. WINDA ASTIA

POLTEKKES KEMENKES MEDAN

JURUSAN GIZI

T.A. 2019/2020
PEMERIKSAAN KLINIS

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik adalah peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap system
tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat untuk
mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang
diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry, 2005)
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu
yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif, memastikan
atau membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan
keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)

Tujuan Pemeriksaan Fisik:


• Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
• Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat
keperawatan.
• Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
• Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaan.
• Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.

MANFAAT PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi profesi
kesehatan lain, diantaranya:
• Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.
• Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
• Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
• Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan
TEKNIK PEMERIKSAAN FISIK
Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu :
1.Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan
penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau
kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu
inspeksi local yang berfokus pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya menggunakan
alat khusus seperti optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-lain. (Laura A.Talbot dan Mary
Meyers, 1997).

Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa
melalui pengamatan (mata atau kaca pembesar). (Dewi Sartika, 2010)
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi,
kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan. Setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil
normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning
(ikterus), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.

2. Palpasi

Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera peraba dengan meletakkan tangan
pada bagian tubuh yang dapat di jangkau tangan. Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997).
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-jari, untuk
mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran,
kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010).Hal yang dideteksi adalah suhu, kelembaban,
tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi :


• Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.
• Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering
• Kuku jari perawat harus dipotong pendek.
• Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.
Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah tulang), dan lain-lain.

3. Perkusi

Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan permukaan tubuh unutk menghasilkan
bunyi yang akan membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi, dan posisi struktur di
bawahnya (Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997).

Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk
membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang
bertujuan untuk mengidentifikasi batas/lokasi dan konsistensi jaringan. (Dewi Sartika, 2010).

Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :


• Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.
• Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru pada
pneumonia.
• Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung, perkusi daerah
hepar.
• Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong, misalnya
daerah caverna paru, pada klien asthma kronik.

4. Auskultasi

Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang ditimbulkan oleh bermacam-macam


organ dan jaringan tubuh.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997). Auskultasi Adalah
pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh.
Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah :
bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.(Dewi Sartika, 2010).

Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :


• Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus pernafasan
mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
• Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi.
Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.
• Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi maupun
ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
• Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada
kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.

Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan :

1. Head to toe (kepala ke kaki)


Pendekatan ini dilakukan mulai dari kepala dan secara berurutan sampai ke kaki. Mulai dari :
keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan tenggorokan,
leher, dada, paru, jantung, abdomen, ginjal, punggung, genetalia, rectum, ektremitas.

2. ROS (Review of System / sistem tubuh)


Pengkajian yang dilakukan mencakup seluruh sistem tubuh, yaitu : keadaan umum, tanda vital,
sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem persyarafan, sistem perkemihan, sistem
pencernaan, sistem muskuloskeletal dan integumen, sistem reproduksi. Informasi yang didapat
membantu perawat untuk menentukan sistem tubuh mana yang perlu mendapat perhatian khusus.

3. Pola fungsi kesehatan Gordon, 1982


Perawat mengumpulkan data secara sistematis dengan mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan
memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus meliputi : persepsi kesehatan-
penatalaksanaan kesehatan, nutrisi-pola metabolisme, pola eliminasi, pola tidur-istirahat,
kognitif-pola perseptual, peran-pola berhubungan, aktifitas-pola latihan, seksualitas-pola
reproduksi, koping-pola toleransi stress, nilai-pola keyakinan.

Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan, yaitu sebagai
berikut:
• Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril, memasang masker, dan membantu
klien mengenakan baju periksa jika ada.

• Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk
melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri. Misalnya
menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privasi klien.
• Komunikasi (penjelasan prosedur)
• Privacy dan kenyamanan klien
• Sistematis dan konsisten ( head to toe, dr eksternal ke internal, dr normal ke abN)
• Berada di sisi kanan klien
• Efisiensi
• Dokumentasi

GAMBARAN DAN PENGELOMPOKAN TANDA KLINIS

Sebelum melakukan pemeriksaan fisik perawat harus melakukan kontrak dengan pasien, yang
didalamnya ada penjelasan maksud dan tujuan, waktu yang di perlukan dan terminasi/
mengakhiri.

Tahap-tahap pemeriksaan fisik haruskan dilakukan secara urut dan menyeluruh dan dimulai dari
bagian tubuh sebagai berikut:

1. Kulit, rambut dan kuku


2. Kepala meliputi: mata, hidung, telinga dan mulut
3. Leher : posisi dan gerakan trachea, JVP
4. Dada : jantung dan paru
5. Abdomen: pemeriksaan dangkal dan dalam
6. Wajah
7. Bibir
8. Lidah
9. Gigi
10. Gusi
11. Kelenjar
12. Jaringan bawah kulit
13. Sistem internal
14. Sistem tulang dan otot
1. Kulit, Rambut dan Kuku
Kulit
• Untuk mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit
• Untuk mengetahui adanya lesi atau bekas luka

Tindakan:
I = Inspeksi: lihat ada/tidak adanya lesi, hiperpigmentasi (warna
kehitaman/kecoklatan), edema, dan distribusi rambut kulit.
P = Palpasi: di raba dan tentukan turgor kulit elastic atau tidak, tekstur : kasar
/halus, suhu : akral dingin atau hangat.

Kelompok 1:
 Xerosis, yaitu kulit yang mengalami kekeringan tanpamengandung air. Jarang terjadi
karena genetik.
 Follicular hyperkeratosis, tipe I: seperti kulit katak, tipe II: folikel rambut berisi darah tau
pigmen.
 Petechiae, bintik haemorrhagic kecil pada kulit berlendir yang sulit dilihat paa kulit
gelap.
 Pellagrous rash, berpigemen berlebih tanpa pengelupasan kulit (exfoliasi)
 Flaky paint rash, berbintik ada kulit yang mengelupas dangkal.
 Scrotal and vulval dermatosis, sangat gatal.

Kelompok 2:
 Mosaic dermatosis
 Thickening and pigmentation of pressure point, penebalan difus dengan pigementasi pada
titik penekan (lutut,siku,belakang mata kaki).

Rambut
Kelompok 1:
 Rambut kurang bercahaya,kusam dan kering.
 Rambut tipis dan jarang
 Rambut kurang kuat
 Kekuranga pigmen rambut (dispegmentation),rambt berkilat terang,berwarna terang pada
ujung atau rambut mengalami perubahan warna
 Ada tanda bendera (flag sign), pita selang-seling dari terang/gelapnya warna sepanjang
rambut dan mencerminkan KEP serta pengobatan yang telah diberikan.
 Rambut mudah rontok (easy pluckability,tidak sakit jika dicabut dan diiringi oleh
perubahan rambut lainnya.

Tindakan:
I = disribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak, bercabang
P = mudah rontok/tidak, tekstur: kasar/halus
Kuku
• Untuk mengetahui keadaan kuku: warna dan panjang
• Untuk mengetahui kapiler refill

Kelompok 1:
 Koilonychia,kuku bilateral cacat berbentuk sendok pada kuku orang dewasa,sering terjadi
pada kuku jempol.
Kelompok 2:
 Transverse ridging or grooving of nails,kuku yang memiliki lebih dari satu keadaan
ekstrem.

Tindakan:
I = catat mengenai warna : biru: sianosis, merah: peningkatan visibilitas Hb, bentuk:
clubbing karena hypoxia pada kangker paru, beau’s lines pada penyakit difisisensi
fe/anemia fe
P = catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien
hypoxia lambat s/d 5-15 detik.

2. Kepala
• Untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala
• Untuk mengetahui luka dan kelainan pada kepala

Tindakan:
I = Lihat kesimetrisan wajah jika, muka ka.ki berbeda atau misal lebih condong ke
kanan atau ke kiri itu menunjukan ada parese/kelumpuhan, contoh: pada pasien
SH.
P = Cari adanya luka, tonjolan patologik, dan respon nyeri dengan menekan kepala
sesuai kebutuhan

Mata
• Untuk mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan pengelihatan, visus dan otot-otot mata)
• Untuk mengetahui adanya kelainan atau peradangan pada mata

Kelompok 1:

 Selaput mata pucat


 Keratomalasia
 Angular palpebritis, celahan disebelah sisi mata.

Kelompok 2:
 Corneal vascularization, serangan seluruh kornea
 Conjuctiva infection
 Corneal arcus, terjadipada penderita kolestrol tinggi
 Xanthomata, kulit putih kekuningan berbentuk plak pada kulit bawah mata
 Corneal scars, kornea yang menebal disebaban kurang vitamin A

Kelompok 3:
 Pterygium, luka yang disebabkan berbentuk sayap yang dihasilkan lipatan ganda
berdaging dari konjungtiva karena iritasi terlalu lama.

Tindakan:
I = Kelopak mata ada radang atau tidak, simetris ka.ki atau tidak, reflek kedip
baik/tidak, konjungtiva dan sclera: merah/konjungtivitis, ikterik/indikasi
hiperbilirubin/gangguan pada hepar, pupil: isokor ka,ki (normal), miosis/mengecil, pin
point/sangat kecil (suspek SOL), medriasis/melebar/dilatasi (pada pasien sudah
meninggal)
Inspeksi gerakan mata:
• Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan
• Amati adanya nistagmus/gerakan bola mata ritmis(cepat/lambat)
• Amati apakah kedua mata memandang ke depan atau ada yang deviasi
• Beritahu pasien untuk memandan dan mengikuti jari anda, dan jaga posisi kepala
pasien tetap lalu gerakkan jari ke 8 arah untuk mengetahui fungsi otot-otot mata.
Inspeksi medan pengelihatan:
• Berdirilah didepan pasien
• Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan menutup mata yang tidak di periksa
• Beritahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada satu titik
pandang, misal: pasien disuruh memandang hidung pemeriksa.
• Kemudian ambil benda/ballpoint dan dekatkan kedepan hidung pemeriksa
kemudian tarik atau jauhkan kesamping ka.ki pasien, suruh pasien mengatakan
kapan dan dititik mana benda mulai tidak terlihat (ingat pasien tidak boleh melirik
untuk hasil akurat).
Pemeriksaan visus mata:
• Siapkan kartu snllen (dewasa huruf dan anak gambar)
• Atur kursi pasien, dan tuntukan jarak antara kursi dan kartu, misal 5 meter (sesuai
kebijakkan masing ada yang 6 dan 7 meter).
• Atur penerangan yang memadai, agar dapat melihat dengan jelas.
• Tutup mata yang tidak diperiksa dan bergantian kanan kiri
• Memulai memeriksa dengan menyuruh pasien membaca dari huruf yang terbesar
sampai yang terkecil yang dapat dibaca dengan jelas oleh pasien.
• Catat hasil pemeriksaan dan tentukan hasil pemeriksaan.
• Misal: hasil visus:

OD (Optik Dekstra/ka): 5/5


Berarti : pada jarak 5 m, mata masih bisa melihat huruf yang seharusnya dapat
dilihat/dibaca pada jarak 5 m
OS (Optik Sinistra/ki) : 5/2
Berarti : pada jarak 5 m, mata masih dapat melihat/membaca yang seharusnya di baca
pada jarak 2 m.
P = Tekan secara ringan untuk mengetahui adanya TIO (tekanan intra okuler) jika ada
peningkatan akan teraba keras (pasien glaucoma/kerusakan dikus optikus), kaji adanya
nyeri tekan.

Hidung
• Untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung
• Untuk mendetahui adanya inflamasi/sinusitis

Tindakan:
I = Apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi, apakah ada secret
P = Apakah ada nyeri tekan, massa

Telinga
• Untuk mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga
• Untuk mengetahui fungsi pendengaran

Tindakan
Telinga luar:
I = Daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran, bentuk, kebresihan, adanya lesy.
P = Tekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan kelenturan kartilago.
Telinga dalam:
Note : Dewasa : Daun telinga ditarik ke atas agar mudah di lihat
Anak : Daun telinga ditarik kebawah
I = Telinga dalam menggunakan otoskop perhatikan memberan timpani (warna,
bentuk) adanya serumen, peradangan dan benda asing, dan darah.

3. Leher
• Untuk menentukan struktur integritas leher
• Untuk mengetahui bentuk leher dan organ yang berkaitan
• Untuk memeriksa sistem limfatik

Tindakkan:
I = Amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan parut
Amati adanya pembengkakkan kelenjar tirod/gondok, dan adanya massa
Amati kesimeterisan leher dari depan, belakang dan samping ka,ki.
Mintalah pasien untuk mengerakkan leher (fleksi-ektensi ka.ki), dan merotasi- amati
apakah bisa dengan mudah dan apa ada respon nyeri.
P = Letakkan kedua telapak tangan pada leher klien, suruh pasien menelan dan rasakan
adanya kelenjar tiroid (kaji ukuran, bentuk, permukaanya.)
Palpasi trachea apakah kedudukan trachea simetris atau tidak.

4. Dada/Thorax
• Paru/Pulmonalis
• Untuk mengetahui bentuk, kesimetrisan, ekspansi paru
• Untuk mengetahui frekuensi, irama pernafasan
• Untuk mengetahui adanya nyeri tekan, adanya massa, peradangan, edema, taktil fremitus.
• Untuk mengetahui batas paru dengan organ disekitarnya
• Mendengarkan bunyi paru / adanya sumbatan aliran udara

Tindakkan:
I = Amati kesimetrisan dada ka.ki, amati adanya retraksi interkosta, amati gerkkan
paru.
Amati klavikula dan scapula simetris atau tidak
P = Palpasi ekspansi paru:
• Berdiri di depan klien dan taruh kedua telapak tangan pemeriksa di dada dibawah
papilla, anjurkan pasien menarik nafas dalam, rasakkan apakah sama paru ki.ka.
• Berdiri di belakang pasien, taruh telapak tangan pada garis bawah scapula/setinggi
costa ke-10, ibu jari ka.ki di dekatkan jangan samapai menempel, dan jari-jari di
regangkan lebih kurang 5 cm dari ibu jari. Suruh pasien kembali menarik nafas dalam
dan amati gerkkan ibu jari ka.ki sama atau tidak.
Palpasi Taktil vremitus posterior dan anterior:
• Meletakkan telapak tangan kanan di belakang dada tepat pada apex paru/stinggi
supra scapula (posisi posterior) .
• Menginstrusikkan pasien untuk mengucapkkan kata “Sembilan-sembilan” (nada
rendah)
• Minta klien untuk mengulangi mengucapkkan kata tersebut, sambil pemeriksa
mengerakkan ke posisi ka.ki kemudian kebawah sampai pada basal paru atau setinggi
vertebra thoraxkal ke-12.
• Bandingkan vremitus pada kedua sisi paru
• Bila fremitus redup minta pasien bicara lebih rendah
• Ulangi/lakukkan pada dada anterior

5. Perut/Abdomen
• Untuk mengetahui bentuk dan gerak-gerakkan perut
• Untuk mendengarkan bunyi pristaltik usus
• Untuk mengetahui respon nyeri tekan pada organ dalam abdomen
Tindakkan:
I = Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi, penonjolan, adanya
ketidak simetrisan, adanya asites.
P = Palpasi ringan: Untuk mengetahui adanya massa dan respon nyeri tekan letakkan
telapak tangan pada abdomen secara berhimpitan dan tekan secara merata sesuai
kuadran.

Palpasi dalam,Untuk mengetahui posisi organ dalam seperi hepar, ginjal, limpa dengan
metode bimanual/2 tangan.
Hepar:
• Letakkan tangan pemeriksa dengan posisi ujung jari keatas pada bagian hipokondria
kanan, kira;kira pada interkosta ke 11-12
• Tekan saat pasien inhalasi kira-kira sedalam 4-5 cm, rasakan adanya organ hepar. Kaji
hepatomegali.
Limpa:
• Metode yang digunakkan seperti pada pemeriksaan hapar
• Anjurkan pasien miring kanan dan letakkan tangan pada bawah interkosta kiri dan minta
pasien mengambil nafas dalam kemudian tekan saat inhalasi tenntukkan adanya limpa.
• Pada orang dewasa normal tidak teraba

6. Wajah
Kelompok 1:

 Penurunan pigmentasi disertai anemia


 Bentuk seperti bulan,wajah menonjol keluar,lipatan naso-labial
 Pengeringan selaput mata
 Bintik bitot, WHO memberi kode XLB yaitu gumpalan kecil putoh pada permukaan
mata,kering kelabu,berbusa putih kapur,berbentukputaran yang tidak teratur.
 Pengeringan kornea, WHO memberi kode X2 yaitu kering,kasar,batu kecil.

Kelompok 2:

 Perinasal veins, konsumsi alkohol berlebih.

7. Bibir

Kelompok 1:
 Angular stomatitis,celahan pada sudut-sudut mulut
 Jaringan parut angular, bekas luka menjadi memutih pada sudut mulut
 Cheilosis, celahan vertikal terkomplikasi.
Kelompok 2:

 Depigmentasi kronis pada bibir bawah

8. Lidah

Kelompok 1:
 Edema lidah
 Lidah mentah,merah dan nyeri
 Lidah mangenta, merah keunguan
 Atrofi papila,lidah halus di tengah atau tepi.

Kelompok 2:

 Papilla hiperamic, papilla merah muda mengakibatkan lidah bergranula


 Fissures,pecah-pecah permukaan lidah tanpa papilla dipinggirnya

Kelompok 3:
 Geographyc tongue, bintik lidah tersebar tidak beratur
 Pigmented tongue, daerah berbintik dengan pigmentasi berlendir biru-hitam dan pada
gusi.

9. Gigi

Kelompok 1:
 Mootled enamed,pada gigi terdapat bintik putih dan kecoklatan.
 Karies gigi
 Pengikisan,pada tepi gigi seri dan taring
 Hipoplasia email, formasi tidak sempurna pada permukaan gigi
 Erosi email, email gigi telah erosi dengan area sangat terbatas di tepi gusi.

10. Gusi

Kelompok 1:
 Spongy bleeding gums,bunga karang keunguan atau merah yang membengkak pda
papila gigi bagian dalam atau tepi gusi yang biasanya mudah berdarah pada tekanan
kecil. Akibat kurang vitamin C.
Kelompok 2:
 Recession of gums, kerusakan dan atrofi gusi yang menampakkan akar-akar gigi.
Kelompok 3:
 Pyorrhoea,infeksi tepi gusi akibatnya gusi merah dan mudah berdarah.
11. Kelenjar

Kelompok 1:
 Pembesaran tiroid, inspeksi&palpasi:ketika subjek menelan.
 Pembesaran parotid, keras,tidak nyeri. Terletak di belahan telinga.
Kelompok 2:
 Gynaecomastia, pembesaran bilateral,terlihat,teraba pada puting dn jaringan glandular
subaerolar pada lai-laki.

12. Jaringan bawah kulit

Kelompok 1:
 Bilateral edema,terlihat pada kaki,mata kaki. Tanda ini dinyatakan positif jika terdapat
lubang yang terlihat dan terasa,yang tetap ada setelah tekanan dilepaskan.
 Lemak bawah kulit,diukur dengan kaliper.

13. Sistem Internal

Kelompok 1:
 Sistem gastrointestinal,daerah perut yaitu subjek berbaring dengan pinggang dan lutut
ditekuk jika bermaksud mengetahui ukuran pembesaran hati.
 Sistem saraf, perubahan mental
 Tes klinis sistem saraf pusat,kehilangan sensor dan daya gerak.
 Sistem kardiovaskular,pembesaran jantung. Penyebab anemia dan beri-beri.

Kelompok 2:

 Sistem kardiovaskular,tekanan darah.

14. Sistem tulang & otot

Kelompok 1:
 Muscular wasting,pengamatan lengan atas terutama bisep atau otottrisep.
 Craniotabes,melunaknya daerah tengkorak yang terjadi pada usia muda.
 Frontal and pariental bossing,penebalan terlokalisasi dan penimbunan tulang parietal
dan frontal pada tengkorak.
KEKURANGAN ENERGI PROTEIN

Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya komsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau gangguan penyakit –
penyakit tertentu. Anak tersebut kurang energi protein (KEP) apabila berat badanya kurang
dari 80 % indek berat badan/umur baku standar,WHO –NCHS, (DEPKES RI,1997).
Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit
tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Kurang energy protein
merupakan keadaan kuang gizi yang disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein
dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Depkes 1999).
KEP itu sendiri dapat digolongkan menjadi KEP tanpa gejala klinis dan KEP dengan gejala
klinis. Secara garis besar tanda klinis berat dari KEP adalah Marasmus, Kwashiorkor, dan
Marasmus-Kwashiorkor.
Sedangkan menurut Jellife (1966) dalam Supariasa, I.D.Nyoman (2002) dikatakan bahwa
KEP merupakan istilah umum yang meliputi malnutrition, yaitu gizi kurang dan gizi buruk
termasuk marasmus dan kwashiorkor.
KEP merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan
energi maupun protein dalam proporsi yang berbeda-beda, pada derajat yang ringan sampai
berat. Beberapa pengertian Kurang Energi Protein (KEP):
1. KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak
memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Disebut KEP apabila berat badannya kurang dari
80 % indeks berat badan menurut (BB/U) baku WHO-NCHS.
2. Istilah Kurang Energi Protein (KEP) digunakan untuk menggambarkan kondisi klinik
berspektrum luas yang berkisar antara sedang sampai berat. KEP yang berat memperlihatkan
gambaran yang pasti dan benar (tidak mungkin salah) artinya pasien hanya berbentuk kulit
pembungkus tulang, dan bila berjalan bagaikan tengkorak (Daldiyono dan Thaha, 1998).
3. KEP adalah gizi buruk yang merupakan suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh
kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk itu sendiri adalah bentuk terparah (akut)
dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun atau kekurangan gizi tingkat berat. Gizi buruk
yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus, kwashiorkor dan kombinasi
marasmus kwashiorkor (Soekirman (2000).
4. KEP terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori dan protein atau keduanya tidak tercukupi
oleh diet. Kedua bentuk defisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu
lebih dominan ketimbang yang lain.

PENYEBAB LANGSUNG
Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein dengan berbagai
gejala-gejala. Sedangkan penyebab tidak langsung KEP sangat banyak sehingga penyakit ini
sering disebut juga dengan kausa multifaktorial. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan
dengan waktu pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih.

Selain itu, KEP merupakan penyakit lingkungan, karena adanya beberapa factor yang
bersama-sama berinteraksi menjadi penyebab timbulnya penyakit ini, antara lain yaitu factor
diet, factor social, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan, dan lain-lain

Menurut Ngastiyah, 1997 faktor-faktor penyebab kurang energi protein dibagi menjadi dua,
yaitu :
1. Primer
a) Susunan makanan yang salah
b) Penyedia makanan yang kurang baik
c) Kemiskinan
d) Ketidaktahuan tentang nutrisi
e) Kebiasan makan yang salah.
2. Sekunder
a) Gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi tidak baik, kelainan struktur saluran).
b) Gangguan psikologis.

Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluarga, pola pengasuhan
anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan di keluarga
(household food security) adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan
seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu,
perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya
secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, adalah
tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap
keluarga yang membutuhkan

Jenis-Jenis Kekurangan Energi Protein ( KEP )


a. Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan keadaan kekurangan
nutrisi terutama kekurangan protein. Umumnya
keadaan ini terjadi akibat kurangnya asupan gizi
yang sering terjadi di negara berkembang atau pada
daerah yang mengalami embargo politik. Daerah
yang sangat terpencil juga merupakan salah satu
faktor terjadinya kondisi kwashiorkor.
b. Marasmus
Kekurangan energi marasmus merupakan
suatu keadaan kekurangan energi protein akibat
rendahnya asupan karbohidrat. Keadaan ini
acapkali ditemukan dan angka kejadiannya
mencapai 49% pada kurang lebih 10 juta anak di
bawah 5 tahun yang mengalami kematian di
negara berkembang, sedangkan di negara maju
angka kejadiannya tidak begitu tinggi.
Adanya kondisi fisik yang tidak baik merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
kekurangan karbohidrat pada anak-anak. Kondisi fisik tersebut antara lain adalah penyakit
jantung bawaan, retardasi mental, penyakit kanker, infeksi kronis, keadaan yang
mengharuskan anak dirawat lama di rumah sakit. Anak akan tampak lesu dan tidak
bersemangat, diare kronis, berat badan tidak bertambah.
c. Marasmus kwashiorkor
Pada kekurangan energi marasmus
kwashiorkor terdapat kekurangan energi kalori
maupun protein. Mengapa ada anak yang jatuh ke
dalam keadaan kwashiorkor, marasmus, atau
marasmus kwashiorkor masih belum jelas dan masih
membutuhkan penelitian yang lebih lanjut. Namun semua bentuk kekurangan energi protein
pada anak-anak ini disebabkan oleh asupan makanan bergizi yang tidak adekuat atau adanya
kondisi fisik tubuh yang mengakibatkan makanan yang dikonsumsi tidak dapat diserap dan
digunakan oleh tubuh selain adanya keadaan metabolisme yang meningkat yang disebabkan
mungkin oleh penyakit kronis atau penyakit keganasan.

Klasifikasi Kurang Energi Protein (KEP)


Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang berat
badan anak dibanding dengan umur dan menggunakan KMS dan tabel BB/U Baku Median
WHO – NCHS.
1. KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita kuning
2. KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah Garis Merah (
BGM ).
3. KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U < 60 % baku median WHO-NCHS. Pada
KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/gizi buruk dan KEP sedang, sehingga untuk
menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan tabel BB/U Baku median WHO-NCHS.
a. Indeks BB/U
1. Gizi lebih, bila Z-score terletak > +2SD
2. Gizi lebih, bila Z-score terletak ≥ -2SD s/d +2SD
3. Gizi kurang, bila Z-score terletak ≥ -3SD s/d <-2SD
4. Gizi buruk, bila Z-score terletak > -3SD
b. Indeks TB/U
1. Normal, bila Z-score terletak ≥ -2SD
2. Pendek, bila Z-score terletak < -2SD
c. Indeks BB/TB
1. Gemuk, bila Z-score terletak < -3SD
2. Normal, bila Z-score terletak ≥ -2SD s/d +2SD
3. Kurus, bila Z-score terletak ≥ -3SD s/d <-2SD
4. Kurus sekali, bila Z-score terletak > -3SD
(sumber: WNPG VII, 2000)
Gejala klinis Balita KEP berat/Gizi buruk

a. Kwashiokor
1. Oudema,umumnya seluruh tubuh,terutama pada pada punggung kaki (dorsum pedis )
2. Wajah membulat dan sembab
3. Pandangan mata sayu
4. Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit,rontok
5. Perubahan status mental, apatis dan rewel
6. Pembesaran hati
7. Otot mengecil(hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
8. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas
9. Sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut,anemia dan diare.
b. Marasmus
1. Tampak sangat kurus,tinggal tulang terbungkus kulit
2. Wajah seperti orang tua
3. Cengeng rewel
4. Kulit keriput,jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pakai celana longgar )
5. Perut cekung
6. Iga gambang
7. Sering disertai penyakit infeksi( umumnya kronis berulang), diare kronis atau
konstipasi/susah buang air.
c. Marasmik- kwashiorkor
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus, dengan BB/U< 60 % baku median WHO-NCHS disertai oedema yang tidak
mencolok.(DEPKES RI. 1999).
ANEMIA GIZI ZAT BESI
A. Pengertian Anemia
Penyakit anemia merupakan kondisi di mana jumlah sel darah merah lebih rendah dari
jumlah normal. Anemia bisa terjadi jika sel-sel darah merah tidak mengandung cukup
hemoglobin, yakni protein kaya zat besi yang memberikan warna merah darah. Protein ini
membantu sel-sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.
Jika memiliki anemia, maka tubuh tidak mendapatkan cukup darah yang kaya oksigen.
Akibatnya, seseorang mungkin akan merasa lelah atau lemah. Selain itu, gejala lain
mungkin muncul seperti sesak napas, pusing, atau sakit kepala.
Anemia yang parah atau berlangsung untuk waktu yang lama bisa menyebabkan
kerusakan jantung, otak, dan organ lain dalam tubuh. Bahkan dalam kasus anemia yang
sangat parah juga bisa menyebabkan kematian.
Anemia secara umum adalah turunya kadar sel darah merah atau Hemoglobin dalam
darah. Anemia dapat di ketahui dengan adanya pemeriksaan darah lengkao di
laboraturium.
1. Nilai Hb normal
a. Pria : 13.8 – 17.2 gram/dl
b. Wanita : 12.1 – 15.1 gram/dl
2. Nilai Hb anemia
a. Pria : <13.8 – 17.2 gram/dl
b. Wanita : <12.1 – 15.1 gram/dl

B. Penyebab dan Gejala Anemia


Anemia terjadi pada saat tubuh kekurangan sel darah merah sehat yang mengandung
hemoglobin. Terdapat sekitar 400 kondisi yang dapat menyebabkan anemia pada
seseorang dan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Tubuh tidak cukup memproduksi sel darah merah.
2. Terjadi perdarahan yang menyebabkan tubuh kehilangan darah lebih cepat dibanding
kemampuan tubuh untuk memproduksi darah.
3. Kelainan pada reaksi tubuh dengan menghancurkan sel darah merah yang sehat.
Sumsum tulang adalah jaringan lunak di tengah tulang yang membantu membentuk
semua sel darah. Sel-sel darah merah yang sehat akan bertahan antara 90 hingga 120 hari.
Lalu, tubuh akan “mengeliminasi” sel-sel darah tua dengan yang baru. Proses ini berlangsung
terus menerus. Hemoglobin adalah protein pembawa oksigen dalam sel darah merah dan
protein inilah yang memberikan warna merah pada sel darah merah. Bagi pengidap anemia,
mereka tidak memiliki cukup hemoglobin.

Selain itu terdapat gejala anemia (kurang darah) yang paling sering di tunjukkan antara
lain sebagai berikut:
1. Kulit wajah terlihat pucat.
2. Klopak mata sayup
3. Ujung jari pucat
4. Terlalu sering dan mudah lelah
5. Denyut jantung menjadi tidak teratur
6. Sering merasa mual
7. Sakit kepala
8. Kekebalan tubuh menurun
9. Napas pendek
10. Susah berkonsentrasi
11. Indsomnia

C. Pencegahan Anemia
Ada beberapa jenis anemia tidak dapat dihindari, akan tetapi anemia yang disebabkan
oleh kekurangan vitamin dan zat besi dapat dicegah dengan menjaga kesehatan dengan
melakukan olahraga yang teratur, istirahat yang cukup juga mengatur pola makan yang
sehat. Beberapa makanan yang dapat membantu mencegah anemia antara lain adalah:
1. Makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging sapi, kacang-kacangan, sereal yang
diperkaya zat besi, sayuran berdaun hijau gelap, dan buah kering.
2. Makanan yang kaya akan asam folat, seperti buah-buahan, sayuran berdaun hijau
gelap, kacang hijau, kacang merah, kacang tanah, gandum, sereal, pasta, dan nasi.
3. Makanan yang kaya akan vitamin B12, seperti daging, susu, keju, sereal, dan makanan
dari kedelai (tempe atau tahu).
4. Makanan yang kaya akan vitamin C, seperti jeruk, merica, brokoli, tomat, melon, dan
stroberi. Makanan-makanan tersebut dapat membantu penyerapan zat besi.

GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN IODIUM


Gangguan akibat kekurangan yodium
(GAKY) merupakan defisiensi yodium yang
berlangsung lama akibat dari pola konsumsi pangan
yang kurang mengkonsumsi yodium sehingga akan
mengganggu fungsi kelenjar tiroid, yang secara
perlahan menyebabkan kelenjar membesar sehingga
menyebabkan gondok.

Yodium sendiri adalah adalah sejenis mineral yang


terdapat di alam, baik di tanah maupun di air, merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan mahluk hidup. Dalam tubuh manusia Yodium diperlukan
untuk membentuk Hormon Tiroksin yang berfungsi untuk mengatur pertumbuhan dan
perkembangan termasuk kecerdasan mulai dari janin sampai dewasa.

Defisiensi yodium akan menguras cadangan yodium serta mengurangi produksi


tetraiodotironin/T4. Penurunan kadar T4 dalam darah memicu sekresi Thyroid Stimulating
Horrmon (TSH) yang selanjutnya menyebabkan kelenjar tiroid bekerja lebih giat sehingga
fisiknya kemudian membesar (hiperplasi). Pada saat ini efisiensi pemompaan yodium
bertambah yang dibarengi dengan percepatan pemecahan yodium dalam kelenjar.

Gejala Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)

Gejala yang sering tampak sesuai dengan dampak yang ditimbulkan , seperti :

1. Reterdasi mental

2. Gangguan pendengaran

3. Gangguan bicara

4. Hipertiroid (Pembesaran Kelenjar Tiroid/Gondok)

5. Kretinisme biasanya pada anak-anak


Dampak yang ditimbulkan Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)

GAKY tidak hanya menyebabkan pembesaran kelenjar gondok tetapi juga berbagai
macam gangguan lain. Kekurangan yodium pada ibu yang sedang hamil dapat menyebabkan
abortus, lahir mati, kelainan bawaan pada bayi, meningkatkan angka kematian prenatal,
melahirkan bayi keratin. Kekurangan yodium yang diderita anak-anak menyebabkan
pembesaran kelenjar gondok, gangguan fungsi mental, dan perkembangan fisik.

Pada orang dewasa berakibat pada pembesaran kelenjar gondok, hipotiroid, dan gangguan
mental. Kekurangan yodium pada tingkat berat dapat mengakibatkan cacat fisk dan mental,
seperti tuli, bisu tuli, pertumbuhan badan terganggu, badan lemah, kecerdasan dan
perkembangan mental terganggu. Akibat yang sangat merugikan adalah lahirnya anak kretin.
Kretin adalah keadaan seseorang yang lahir di daerah endemic dan memiliki dua atau lebih
kelainan-kelainan berikut :

a. Perkembangan mental terhambat.

b. Pendengaran terganggu dan dapat menjadi tuli.

c. Perkembangan saraf penggerak terhambat, bila berjalan langkahnya khas, mata juling,
gangguan bicara sampai bisu dan reflek fisiologi yang meninggi.

Klasifikasi Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)

1. Grade 0 : Normal

Dengan inspeksi tidak terlihat, baik datar maupun tengadah maksimal, dan dengan palpasi
tidak teraba.

2. Grade IA

Kelenjar Gondok tidak terlihat, baik datar maupun penderita tengadah maksimal, dan palpasi
teraba lebih besar dari ruas terakhir ibu jari penderita.

3. Grade IB

Kelenjar Gondok dengan inspeksi datar tidak terlihat, tetapi terlihat dengan tengadah
maksimal dan dengan palpasi teraba lebih besar dari Grade IA.
4. Grade II

Kelenjar Gondok dengan inspeksi terlihat dalam posisi datar dan dengan palpasi teraba lebih
besar dari Grade IB.

5. Grade III

Kelenjar Gondok cukup besar, dapat terlihat pada jarak 6 meter atau lebih.

KEKURANGAN VIT A
Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam
lemak. Berdasarkan struktur kimianya disebut
retinol atau retina atau disebut juga dengan asam
retinoat, terdapat pada jaringan hewan dimana
retinol 90-95% disimpan pada hati (Haryadi,
2009).
Vitamin A adalah slah satu zat gizi dan
golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh
tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk
kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit, khususnya diare
dan penyakit infeksi). Vitamin A atau berdasarkan struktur kimianya dibagi menjadi dua
bentuk retinol dan betakaritine.

Gejala yang ditimbulkan


Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina. Pada keadaan ringan, sel
batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-remang setelah lama berada di cahaya
yang terang. Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tidak dapat melihat
lingkungan yang kurang cahaya.

DAFTAR PUSTAKA
http://sumbermakalahkeperawatan.blogspot.com/2012/11/pemeriksaan-fisik.html
https://artikelkesmas.blogspot.com/2014/09/makalah-kep-kekurangan-energi-protein.html
http://apikanovita.blogspot.com/2014/04/makalah-gangguan-akibat-kekurangan.html
https://imamri.wordpress.com/2014/03/17/makalah-kekurangan-vitamin-a/

Anda mungkin juga menyukai