Disusun Oleh:
KELOMPOK 5
Tingkat 2A
POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT., karena atas
rahmat dan karunia-Nya makalah yang berjudul “Program penanggulangan stunting di
indonesia” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. H. Supriadi,S.Kp., M.Kep., Sp.Kom
selaku dosen pengampu mata kuliah Kebijakan Kesehatan yang telah membimbing dan
mengarahkan kami, sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Stunting
Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau
keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain
seusianya (MCN, 2009).
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan
yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau
tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak
dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak
faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan
kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan
mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai dengan
terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi
badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunting dapat didiagnosis melalui indeks
antropometrik tinggi badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang
dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang,
akibat dari gizi yang tidak memadai dan atau kesehatan. Stunting merupakan
pertumbuhan linier yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola
makan yang buruk dan penyakit (ACC/SCN, 2000).
Menurut laporan UNICEF (1998) beberapa fakta terkait stunted dan pengaruhnya
antara lain sebagai berikut :
a. Anak-anak yang mengalami stunted lebih awal yaitu sebelum usia enam
bulan, akan mengalami stunted lebih berat menjelang usia dua tahun.
Stunted yang parah pada anak-anak akan terjadi deficit jangka panjang
dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk
belajar secara optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak dengan tinggi
badan normal. Anak-anak dengan stunted cenderung lebih lama masuk
sekolah dan lebih sering absen dari sekolah dibandingkan anak-anak
dengan status gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi terhadap
kesuksesan anak dalam kehidupannya dimasa yang akan datang.
b. Stunted akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembanangan anak.
Faktor dasar yang menyebabkan stunted dapat mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan intelektual. Penyebab dari stunted adalah bayi berat
lahir rendah, ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang tidak
sesuai, diare berulang, dan infeksi pernapasan. Berdasarkan penelitian
sebagian besar anak-anak dengan stunted mengkonsumsi makanan yang
berada di bawah ketentuan rekomendasi kadar gizi, berasal dari keluarga
miskin dengan jumlah keluarga banyak, bertempat tinggal di wilayah
pinggiran kota dan komunitas pedesaan.
c. Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunted dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Anak
stunted pada usia lima tahun cenderung menetapsepanjang hidup,
kegagalan pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa remaja dan
kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunted dan
mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas,
sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak dengan BBLR. Stunted
terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung menghambat
dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar meninggal saat
melahirkan.
Ciri-ciri anak stunting ini perlu dipahami agar kita dapat mendeteksi dan mencegah
stunting lebih dini.
1) Intervensi Gizi Spesifik yaitu Intervensi yang ditujukan kepada ibu hamil dan
anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh
sektor kesehatan, Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat
dalam waktu relatif pendek.
a. PMT untuk mengatasi KEK pd bumil
b. TTD untuk anemia bumil
c. Konsumsi Garam Beriodium
d. ASI Ekslusif
e. Pemberian ASI sampai usia 2 tahun didampingi dengan MP ASI adekuat
f. Imunisasi
g. Suplementasi zink
h. Fortifikasi zat besi ke dalam makanan
i. Obat Cacing
j. Vitamin A
k. Tata Laksana Gizi Buruk
l. Penanggulangan Malaria
m. Pencegahan dan Pengobatan diare
n. Cuci tangan dengan benar
2) Intervensi Gizi Sensitif Intervensi yang ditujukan melalui berbagai kegiatan
pembangunan di luar sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum,
tidak khusus untuk sasaran 1.000 Hari Pertama Kehidupan. Berikut merupakan
tiga kompnen utama dalam penanggulangan masalah stunting.
a. Air Bersih, Sanitasi.
b. Fortifikasi-Ketahanan Pangan.
c. Akses kepada Layanan Kesehatan dan KB.
d. JKN, Jampersal, Jamsos lain
e. Pendidikan Pola Asuh Ortu.
f. PAUD HI- SDIDTK
g. Pendidikan Gizi Masyarakat.
h. Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi, serta Gizi pada Remaja.
i. Program Padat Karya Tunai
Dalam mengatasi masalah stunting, terdapat tiga komponen utama untuk pencegahan
stunting yaitu sebagai berikut :
1) Pola makan
Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan
dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam. Istilah ''Isi
Piringku'' dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur
dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun
hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.
2) Pola asuh
Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang
kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita. Dimulai dari
edukasi tentang kesehatab reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal
keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi
saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali
selama kehamilan.
Bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan
berupayalah agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI
saja sampai bayi berusia 6 bulan. Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2
tahun, namun berikan juga makanan pendamping ASI. Jangan lupa pantau
tumbuh kembangnya dengan membawa buah hati ke Posyandu setiap bulan.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak mendapatkan
kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin
ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah. Masyarakat bisa
memanfaatkannya dengan tanpa biaya di Posyandu atau Puskesmas
3) Sanitasi dan akses air bersih
Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya
adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman
penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air
mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.
b. Balita
1) Pemantauan pertumbuhan balita
2) Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk
balita
3) Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan
4) Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal
c. Remaja
1) Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
pola gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba; dan
2) Pendidikan kesehatan reproduksi
d. Dewasa muda
1) Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB)
2) Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular); dan
3) Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak
merokok/mengonsumsi narkoba
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau
keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain
seusianya (MCN, 2009). Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan
penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami
intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Beberapa faktor yang terkait
dengan kejadian stunted antara lain kekurangan energi dan protein, sering mengalami
penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan.
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam
kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya
setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan
suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru
lahir hanya mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur 6 bulan
diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas
selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi zat gizi berupa kapsul
vitamin A.
3.2 Saran
Penanggulangan Masalah gizi harus diprioritaskan pada Ibu Hamil dan anak
BADUTA (Bawah Dua Tahun) karena Baduta adalah Windows Oportunity untuk masalah
pembangunan sumber daya manusia indonesia.
Upaya advokasi diharapkan dapat membuka wawasan para pengambil kebijakan
untuk membuka peluang upaya pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan
masalah stunting. Advokasi juga ditujukan pada pemuka masyarakat untuk membantu
pendekatan pada masyarakat dalam membangun kesadaran pentingnya pemenuhan gizi
terutama pada ibu hamil dan bayi hingga usia 2 tahun.
Advokasi baru menjadi langkah awal dan tidak mungkin langsung merubah
keadaan menjadi lebih baik, butuh proses serta komitmen dari semua pihak yang
bersinggungan dengan masalah stunting sehingga kita siap membangun generasi yang
lebih baik dan siap menyongsong masa depan.
DAFTAR PUSTAKA