Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PROGRAM PENANGGULANGAN

MASALAH STUNTING DI INDONESIA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Kebijakan Kesehatan

Disusun Oleh:
KELOMPOK 5

Amelia Sabila P17320118028


Indah Mega Utami P17320118031
Lily Adhalia P17320118042
Lisa Noviyanti P17320118005

Tingkat 2A

POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT., karena atas
rahmat dan karunia-Nya makalah yang berjudul “Program penanggulangan stunting di
indonesia” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. H. Supriadi,S.Kp., M.Kep., Sp.Kom
selaku dosen pengampu mata kuliah Kebijakan Kesehatan yang telah membimbing dan
mengarahkan kami, sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami menyadari masih


banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini baik dari segi susunan makalahnya
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun.

Bandung, 17 Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stunting merupakan permasalahan yang semakin banyak ditemukan dinegara
berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations InternationalChildren’s
Emergency Fund (UNICEF) satu dari tiga anak mengalamistunting. Sekitar 40% anak di
daerah pedesaan mengalami pertumbuhanyang terhambat. Oleh sebab itu, UNICEF
mendukung sejumlah inisiasi untukmenciptakan lingkungan nasional yang kondusif
untuk gizi melalui peluncuranGerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling Up Nutrition – SUN)
di mana program ini mencangkup pencegahan stunting.
Ada 178 juta anak didunia yang terlalu pendek berdasarkan usia dibandingkan
dengan pertumbuhan standar WHO. Prevalensi anak stunting di seluruh dunia adalah
28,5% dan di seluruh negara berkembang sebesar 31,2%. Prevalensianak stuntingdibenua
Asia sebesar 30,6% dan di Asia Tenggara sebesar 29,4%. Permasalahan stunting di
Indonesia menurut laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF yaitu diperkirakan sebanyak
7,8 juta anak mengalami stunting, sehingga UNICEF memposisikan Indonesia masuk
kedalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang mengalami stunting tinggi.
Stunting merupakan indikator keberhasilan kesejahteraan, pendidikan dan
pendapatan masyarakat. Dampaknya sangat luas mulai dari dimensi ekonomi,
kecerdasan, kualitas, dan dimensi bangsa yang berefek pada masa depan anak. Efek
jangka panjang stunting berakibat pada gangguan metabolik seperti penyakit yang terkait
dengan obesitas,hipertensi dan diabetes mellitus. Anak dengan status gizi stunting akan
mengalami gangguan pertumbuhan hingga masa remaja sehingga pertumbuhan anak
lebih rendah dibandingkan remaja normal. Remaja stunting berisiko obesitas dua kali
lebih tinggi dari pada remaja yang tinggi badannya normal (Riskesdas 2010). Oleh karena
itu, upaya penanggulangan stunting harus ditanamkan untuk mencegah terjadinya
stunting sejak dini.

1.2 Rumusan Masalah


- Apa itu stunting ?
- Apa faktor penyebab terjadinya stunting?
- Bagaimana ciri-ciri stunting?
- Bagaimana dampak dari stunting?
- Bagaimana program penanggulangan stunting di indonesia?
1.3 Tujuan
- Memberikan informasi tentang stunting
- Memberikan informasi tentang faktor penyebab stunting
- Memberikan informasi tentang ciri-ciri stunting
- Memberikan informasi tentang dampak dari stunting
- Memberikan informasi tentang bagaimana cara menanggulangi stunting

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Stunting
Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau
keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain
seusianya (MCN, 2009).
Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan
yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau
tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak
dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak
faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan
kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang akan datang akan
mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal.
Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai dengan
terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi
badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunting dapat didiagnosis melalui indeks
antropometrik tinggi badan menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang
dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang,
akibat dari gizi yang tidak memadai dan atau kesehatan. Stunting merupakan
pertumbuhan linier yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola
makan yang buruk dan penyakit (ACC/SCN, 2000).

2.2 Faktor Penyebab Terjadinya Stunting


Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak
langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin.
Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth
retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Anak-anak yang mengalami hambatan dalam
pertumbuhan disebabkan kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit infeksi
yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan metabolik serta mengurangi nafsu makan,
sehingga meningkatnya kekurangan gizi pada anak. Keadaan ini semakin mempersulit
untuk mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya stunted
(Allen and Gillespie, 2001).
Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja seperti
yang telah dijelaskan diatas, tetapi disebabkan oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor
tersebut saling berhubungan satu sama lainnnya. Faktor utama penyebab stunting yaitu
sebagai berikut :
1) Faktor gizi buruk, yang di alami oleh ibu hamil maupun anak balita
2) Kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan
pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan
3) Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal
Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal
Care dan pembelajaran dini yang berkualitas
4) Masih kurangnya akses pada makanan bergizi, hal ini dikarenakan harga
akanan bergizi di indonesia masih tergolong mahal
5) Kurangnya askes ke air bersih dan sanitasi

Stunting menandakan konsekuensi akumulasi dari pertumbuhan tulang melambat sering


dikaitkan dengan diet jangka panjang, infeksi berulang, atau keduanya. Prevalensi stunted
meningkat dengan bertambahnya usia, peningkatan terjadi dalam dua tahun pertama
kehidupan, proses pertumbuhan anak masa lalu mencerminkan standar gizi dan
kesehatan.

Menurut laporan UNICEF (1998) beberapa fakta terkait stunted dan pengaruhnya
antara lain sebagai berikut :
a. Anak-anak yang mengalami stunted lebih awal yaitu sebelum usia enam
bulan, akan mengalami stunted lebih berat menjelang usia dua tahun.
Stunted yang parah pada anak-anak akan terjadi deficit jangka panjang
dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk
belajar secara optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak dengan tinggi
badan normal. Anak-anak dengan stunted cenderung lebih lama masuk
sekolah dan lebih sering absen dari sekolah dibandingkan anak-anak
dengan status gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi terhadap
kesuksesan anak dalam kehidupannya dimasa yang akan datang.
b. Stunted akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembanangan anak.
Faktor dasar yang menyebabkan stunted dapat mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan intelektual. Penyebab dari stunted adalah bayi berat
lahir rendah, ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang tidak
sesuai, diare berulang, dan infeksi pernapasan. Berdasarkan penelitian
sebagian besar anak-anak dengan stunted mengkonsumsi makanan yang
berada di bawah ketentuan rekomendasi kadar gizi, berasal dari keluarga
miskin dengan jumlah keluarga banyak, bertempat tinggal di wilayah
pinggiran kota dan komunitas pedesaan.
c. Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunted dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Anak
stunted pada usia lima tahun cenderung menetapsepanjang hidup,
kegagalan pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa remaja dan
kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunted dan
mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas,
sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak dengan BBLR. Stunted
terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung menghambat
dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar meninggal saat
melahirkan.

2.3 Ciri-Ciri Stunting


Anak stunting umumnya memang di cirikan sebagai anak perawakan pendek, tetapi
bukan berarti semua anak pendek mengalami stunting, itulah sebabnya kita perlu
mengetahu ciri-ciri stunting. Tak hanya tubuh berperawakan pendek yang disertai dengan
penurunan fungsi kognitif, ciri-ciri anak stunting lainya yaitu :
a. Tanda pubertas melambat
b. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar
c. Pertumbuhan gigi melambat
d. Pertumbuhan melambat
e. Wajah tampak lebih muda dari usianya
f. Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan eye contact

Ciri-ciri anak stunting ini perlu dipahami agar kita dapat mendeteksi dan mencegah
stunting lebih dini.

2.4 Dampak Dari Stunting


Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi
belajar menjadi rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Karena itu anak yang
menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga
pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan
menjadi beban negara.
Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko meningkatnya
angka kematian, kemampuan kognitif, dan perkembangan motorik yang rendah serta
fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang (Allen & Gillespie, 2001). Gagal tumbuh yang
terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan
berikutnya dan sulit diperbaiki. Masalah stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi
dalam jangka waktu panjang, yaitu kurang energi dan protein, juga beberapa zat gizi
mikro.

Menurut World Health Organization (WHO), dampak yang ditimbulkan stunting


dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Jangka Pendek
a. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian;
b. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak
optimal; dan
c. Peningkatan biaya kesehatan.
2. Jangka Panjang
a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek
dibandingkan pada umumnya);
b. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya;
c. Menurunnya kesehatan reproduksi;
d. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa
sekolah; dan
e. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal

2.5 Program Penanggulangan Stunting Di Indonesia


Untuk mengatasi stunting, harus diketahui terlebih dulu kerangka teori penyebab
terjadinya stunting, baik penyebab langsung maupun tidak langsung. Penangan stunting
dilakukan melalui Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif pada sasaran 1.000 hari
pertama kehidupan seorang anak sampai berusia 6 tahun.

Upaya percepatan penurunan stunting :

1) Intervensi Gizi Spesifik yaitu Intervensi yang ditujukan kepada ibu hamil dan
anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh
sektor kesehatan, Intervensi spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya dapat dicatat
dalam waktu relatif pendek.
a. PMT untuk mengatasi KEK pd bumil
b. TTD untuk anemia bumil
c. Konsumsi Garam Beriodium
d. ASI Ekslusif
e. Pemberian ASI sampai usia 2 tahun didampingi dengan MP ASI adekuat
f. Imunisasi
g. Suplementasi zink
h. Fortifikasi zat besi ke dalam makanan
i. Obat Cacing
j. Vitamin A
k. Tata Laksana Gizi Buruk
l. Penanggulangan Malaria
m. Pencegahan dan Pengobatan diare
n. Cuci tangan dengan benar
2) Intervensi Gizi Sensitif Intervensi yang ditujukan melalui berbagai kegiatan
pembangunan di luar sektor kesehatan. Sasarannya adalah masyarakat umum,
tidak khusus untuk sasaran 1.000 Hari Pertama Kehidupan. Berikut merupakan
tiga kompnen utama dalam penanggulangan masalah stunting.
a. Air Bersih, Sanitasi.
b. Fortifikasi-Ketahanan Pangan.
c. Akses kepada Layanan Kesehatan dan KB.
d. JKN, Jampersal, Jamsos lain
e. Pendidikan Pola Asuh Ortu.
f. PAUD HI- SDIDTK
g. Pendidikan Gizi Masyarakat.
h. Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi, serta Gizi pada Remaja.
i. Program Padat Karya Tunai

Dalam mengatasi masalah stunting, terdapat tiga komponen utama untuk pencegahan
stunting yaitu sebagai berikut :

1) Pola makan
Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan
dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam. Istilah ''Isi
Piringku'' dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur
dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun
hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.
2) Pola asuh
Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang
kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita. Dimulai dari
edukasi tentang kesehatab reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal
keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi
saat hamil dan stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali
selama kehamilan.
Bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan
berupayalah agar bayi mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI
saja sampai bayi berusia 6 bulan. Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2
tahun, namun berikan juga makanan pendamping ASI. Jangan lupa pantau
tumbuh kembangnya dengan membawa buah hati ke Posyandu setiap bulan.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak mendapatkan
kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin
ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah. Masyarakat bisa
memanfaatkannya dengan tanpa biaya di Posyandu atau Puskesmas
3) Sanitasi dan akses air bersih
Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya
adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman
penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air
mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.

Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs)


yang termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu menghilangkan
kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan
pangan. Target yang ditetapkan adalah menurunkan angka stunting hingga 40% pada
tahun 2025.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan stunting sebagai salah
satu program prioritas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun
2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga, upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting di antaranya
sebagai berikut :
a. Ibu hamil dan Bersalin
1) Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan
2) Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu
3) Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan
4) Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan
mikronutrien (TKPM)
5) Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular)
6) Pemberantasan kecacingan
7) Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA
8) Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI eksklusif,
dan
9) Penyuluhan dan pelayanan KB

b. Balita
1) Pemantauan pertumbuhan balita
2) Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk
balita
3) Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan
4) Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal

c. Remaja
1) Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
pola gizi seimbang, tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba; dan
2) Pendidikan kesehatan reproduksi

d. Dewasa muda
1) Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB)
2) Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular); dan
3) Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak
merokok/mengonsumsi narkoba
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau
keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain
seusianya (MCN, 2009). Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan
penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami
intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Beberapa faktor yang terkait
dengan kejadian stunted antara lain kekurangan energi dan protein, sering mengalami
penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan.
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam
kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya
setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan
suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru
lahir hanya mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur 6 bulan
diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas
selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi zat gizi berupa kapsul
vitamin A.

3.2 Saran
Penanggulangan Masalah gizi harus diprioritaskan pada Ibu Hamil dan anak
BADUTA (Bawah Dua Tahun) karena Baduta adalah Windows Oportunity untuk masalah
pembangunan sumber daya manusia indonesia.
Upaya advokasi diharapkan dapat membuka wawasan para pengambil kebijakan
untuk membuka peluang upaya pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan
masalah stunting. Advokasi juga ditujukan pada pemuka masyarakat untuk membantu
pendekatan pada masyarakat dalam membangun kesadaran pentingnya pemenuhan gizi
terutama pada ibu hamil dan bayi hingga usia 2 tahun.
Advokasi baru menjadi langkah awal dan tidak mungkin langsung merubah
keadaan menjadi lebih baik, butuh proses serta komitmen dari semua pihak yang
bersinggungan dengan masalah stunting sehingga kita siap membangun generasi yang
lebih baik dan siap menyongsong masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Buku_Saku_Stunting_Desa.pdf diakses tanggal 12


Oktober 2019
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/Buletin-Stunting-
2018.pdf diakses tanggal 12 Oktober 2019
http://www.depkes.go.id/article/view/18040700002/cegah-stunting-dengan-perbaikan-pola-
makan-pola-asuh-dan-sanitasi-2-.html diakses tanggal 12 Oktober 2019
http://www.anggaran.depkeu.go.id/content/Publikasi/stunting/Penanganan%20Stunting_DJA.pdf
diakses tanggal 12 Oktober 2019
http://tnp2k.go.id/filemanager/files/Rakornis%202018/Sesi
%201_01_RakorStuntingTNP2K_Stranas_22Nov2018.pdf diakses tanggal 12 Oktober 2019
http://standarpangan.pom.go.id/dokumen/lain-lain/WNPG/Materi-Deputi-PMK-HPS.pdf diakses
tanggal 12 Oktober 2019
http://indonesiabaik.id/infografis/penanggulangan-stunting diakses tanggal 12 Oktober 2019
https://id.scribd.com/document/341258697/Makalah-Stunting diakses tanggal 12 Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai