Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI


CEREBRAL PALSY

Pembimbing :

dr. Eka Poerwanto, Sp.KFR

Penyusun ;

Desy Petronella Yoku

20190420071

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HANGTUAH
SURABAY

2019
LEMBARAN PENGESAHAN REFERAT
CEREBRAL PALSY

Judul referat “ Cerebral Palsy” telah diperiksa dan disetujii sebagai salah satu
tugas baca dalam rangka menyelesaikan studi kepanitraan Dokter Muda di bagian
stase Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi dr Ramelan Surabaya.

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

dr. Eka Poerwanto, Sp. KFR

i
DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN REFERAT CEREBRAL PALSY ......................................... i


DAFTAR ISI .....................................................................................................................ii
BAB 1. ............................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................................ 2
1.3 Manfaat .............................................................................................................. 2
BAB 2. ............................................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 3
2.1 Definisi ............................................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi....................................................................................................... 4
2.3 Faktor Risiko ...................................................................................................... 5
2.4 Etiologi ............................................................................................................... 5
2.5 Patofisiologi ........................................................................................................ 9
2.6 Klasifikasi ......................................................................................................... 10
2.7 Tanda dan Gejala Klinis ................................................................................... 13
2.8 Diagnosis ......................................................................................................... 14
2.9 Tatalaksana...................................................................................................... 15
BAB 3. ........................................................................................................................... 20
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 21

ii
BAB 1.
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cerebral palsy merupakan penyakit neurologist non-progersif yang
terjadi pada anak. Berdasarkan dokumen sejarah, cerebral palsy pertama
kali dipelajari oleh dr. John Little dan dikenalkan pada tahun 1862.
Cerebral Palsy menyebabkan gangguan motorik dan postur tubuh yang
disertai dengan gangguan sensasi, persepsi, kogntif, komunikasi, dan
perilaku .
Sindrom ini merupakan manifestasi dari adanya patologi
intrauterine, komplikasi intrapartum, dan sekuel postnatal, terutama terjadi
pada neonatus prematur. Penyebab dan faktor risiko Cerebral Palsy
banyak dan sangat penting utuk mengetahui interaksi dari berbagai
macam faktor yang dapat menyebabkan Cerebral Palsy.
Cerebral Palsy dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu
menyerang sistem kortikal atau piramidal dan yang kelompok kedua
adalah menyerang sistem ekstrapiramidal, kedua kelompok tersebut
masing-masing memiliki tanda dan gejala yang khas.
Studi populasi menunjukan laporan estimasi tentang pervelensi
dunia berkisar 1.5 atau lebih dari empat per 1000 kelahiran hidup atau
anak dari berbagai kisaran usia. Penilaian menyuluruh terhadap
perkembangan saraf anak dengan Cerebral Palsy harus mencakup
evaluasi terkait agar dapat program intervesi dapat direncanakan dan
dilaksanakan

1
1.2 Tujuan
Untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mempengenali,
mempelajari, mengidentifikasi, menganalisa, dan mengambil kesimpuulan
tentang masalah dan kondisi Cerbral Palsy.

1.3 Manfaat
Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Cerbaral Palsy, beserta
penanganan dan terapinya.

2
BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Cerebral Palsy (CP) merupakan penyakit perkembangan saraf
yang dikarakteristikan dengan adanya abnormalitas pada tonus otot,
pergerkan dan kemampuan motorik. Hal ini bukan penyakit tunggal tetapi
lebih mengarah pada sindroma klinik heterogenus yang disebabkan oleh
cidera perkemabangan otak. Walaupun penyakit teresebut termasuk non-
progresif, ekspresi klinis dapat berubah sesuai waktu pematangan otak.
Manifestai klinik yang dapat berekembang sesuai dengan waktu dan
spesifik sindrom cerebral palsy dapat tampak dengan jelas setelah tiga
sampai lima tahun usia, walaupun tanda dan gejala sugestif dapat
tampak pada usia dini (Gulati & Sondhi, 2018).
Definisi cerebral palsy secara internasional menurut konsesus 2005
adalah istilah diagnosis yang digunakan untuk menggambarkan
sekelompok gangguan permanen pergerakan dan postur yang
menyebabkan pembatasan aktivitas kehidupan”. Gangguan motorik sering
disertai dengan gangguan sensasi, presepsi, kognisi, dan perilaku serta
epilepsy dan masalah sekunder musculoskeletal (Kliegman et al, 2016).
Cerebral Palsy merupakan manifestasi yang dapat terjadi selama
perkembangan intrauterine, adanya trauma intrapartum, atau adanya
sekuel pasca persalinan. Anak dengan cerebral palsy dapat tidak mampu

3
berjalan, berbicara, makan, atau bermain selayaknya anak lainnya (A.
Kumari, 2016).
Masalah ini dapat berkisar dari ringan hingga berat . pada cerebral
palsy ringan gerakan akan sedikit canggung pada satu lengan atau
tungkai, dan kadang jarang disadari. Pada cerebral palsy yang berat, anak
dapat memiliki banyak masalah dalam menjalankan tugas harian dan
pergerakan. Cerebral palsy sendiri berasal dari kata cerebral yang berarti
otak dan palsy yang berarti kelemahan atau paralisis atau kurangnya
control otot (Bajraszewski et al., 2008)

2.2 Epidemiologi
Populasi berdasarkan studi dari seluruh dunia melaporkan bahwa
prevelensi cerebral palsy diperkiran berkisar 1.5 atau lebih dari empat per
1.000 kelahiran hidup atau anak pada kisaran usia yang ditentukan.
Secara keseluruhan prevelensi rata-rata dua per 1.000 kelahiran hidup
(Stavsky et al., 2017). Insiden lebih tinggi terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan berdasarkan Surveillance of Cerebral Palsy in
Europe (SCPE) melaporkan rasio 1,33 : 1.2. diestimasikan 2.4 per 1.000
kelahiran hidup angka kejadian di Amerika (A. Kumari, 2016). Cerebral
palsy merupakan salah satu penyebab disabilitas di Indonesia dengan
angka prevalensi sekitar 0.09% pada tahun 2010 dengan angka kejadian
satu hingga lima per 1.000 kelahiran hidup (Kementrian Kesehatan RI,
2014)

4
2.3 Faktor Risiko
Banyak kondisi atau faktor risiko yang dihubungkan dengan cerebral palsy
dapat terjadi selama masa prenatal, perinatal, dan postnatal. Faktor risiko
antara lain :
 Risiko dari maternal :thyroid, preeklamsia, perdarahan,
infeksi,IUGR, abnormalitas placenta, perbedaan rhesus, kehamilan
multiple
 Kelahiran premature : kurang dari 28 minggu (10%), 28-31 minggu
(5%), 31-36 minggu (0.7%)
 Kelahiran cukup waktu : Encephalopaty (12%) dan tidak diketahui
(0.1%) (Nzovak, 2014).

2.4 Etiologi
Etiologi cerebral palsy sangat bergam dan mulifaktor. Penyebabnya
antara lain kongenital, gentik, inflammasi, infeksi, anoksia, traumatik dan
metabolic. Cidera pada perkembangan otak dapat terjadi pada prenatal,
perinatal, postnatal. Sebanyak 75%-80% dari kasus dikarenakan cidera
prenatal denga kurang dari 10% diakibatkan trauma lahir yang signifikan
atau asfiksia (Sankar dan Mundkur, 2005). Hal lain yang dapat
menyebabkan cerebral palsy antara lain :

A. Prekonsepsi
 Ganggua neurologis : Perempuan dengan penyakit kejang
meningkatkan risiko cerebral palsy, microcephaly, disabilitas
intelektual, dan kejang yang merupakan turunan
 Disabilitas intelektual maternal dan neurologik dan penyakit
neurologis juga berhubungan dengan abnormalitas
neuroligis yang diturunkan , termasuk cerebral palsy
 Penangan infertilitas : terdapat fakta yang menyatakan
peningkatan risiko cerebral palsy berhububungan dengan
fertilisasi in vitro

5
 Penyakit Tiroid : Penyakit tiroid pada ibu berhubungan
secara konstan dengan peningkatan risiko cerebral palsy.
Antenatal thyrotropin realisng hormone didorong sebagai
penghubung dengan perkembangan yang tertunda pada
usia 1 tahun, hubungan ini secara biologis masuk akal.
Hormone-hormon thyroid dan iodin memerankan peran
penting pada perkembangan sistem nervus, termasuk
neurogenesis, migrasi, dan myelogenesis. Karena tiroid
fetus tidak produksi jumlah substansial tiroksin sampai
pertengaham gestasi, ,hal ini bisa terjadi pada bayi dengan
ibu yang mengalami hipotiroid terutama sangat penting pada
masa awal perkembangan neurologis (Meberg dan Broch,
2004)
B. Prenatal
 Infeksi prenatal : infeksi sistemik yang merusak seperti
toksoplasma, rubella, cytomegalovirus, dan listeriosis, dan
asending infeks genitourinaria. Pada bayi cukup umur atau
bayi near-term, marker infeksi berhubungan sembilan kali
penigkatan risiko cerebral palsy. Infeksi intrauterine infeksi
juga penting sebagai penyebab kelahiran premature.
 Preeklamsia : preeklamsia maternal merupakan faktor risiko
konstan cerebral palsy pada bayi cukup bulan. Preeklamsia
berat secara kuat dihubungkan dengan encephalopathy bayi
baru lahir cukup bulan berdasarkan studi populasi (Meberg
& Broch, 2004)
 Karakter infant :
 Usia gestasi : cerebral palsy pada bayi premature
berhubungan dengan iskemia cerebral dan inflamasi.
Bayi premature lebih mudah terjadi peristiwa
predesposisi yang menyebabkan hipotensi sistemik
dan juga lebih tidak dapat mengimbangi episode

6
hipotensi karena kegagalan autoregulasi. Penelitian
menunjukan terdapat hubungan kuat antra cerebral
palsu pada bayi premature dan chorioaminiotis,
infeksi antenatal, dan sepsis neonatus.
 Kehamilan multfetus : bayi kembar lebih mengarah
lahir secara premature dibandingkan tunggal dan
memiliki berat badan lahir rendah. Ketika salah satu
bayi meninggal didalam kandungan, risiko cerebral
palsy meningkat pada bayi yang bertahan.
Multigestasi tampaknya sebagai risiko independen,
dengan angka cerebral palsy meningkat sesui jumlah
fetus.
 Restriksi pertumbuhan : banyak peneliti yang
menggambarkan hubungan antara restriksi
pertumbuhan intrauterine dan cerebral palsy dan
kejang neonatus. Restriksi pertumbuhan intrauterine
dapat meningkatkan kerentanan pada fetus terjadi
asfiksia selama persalinan, dan fetus tersebut memilik
risiko lebih tinggi terjadi kematian intrauterine.
Restriksi pertumbuhan dapat secara langsung
memiliki efek terhadapa perkembangan otak, sebagai
indikator kerusakan yang terpisah yang juga
memengaruhi pertumbuhan, atau sebagai sindroma
yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan fungsi
cerebral.
 Jenis kelamin : banyak studi menunjukan jumlah
besar anak laki-laki lebih terpengaruh cerebral palsy
dan disabilitas intelektual. Penemuan tersebut
dibenarkan denga investigasi genetik dan biologi
yang mendalam. Investigasi tersebut memiliki hasil,
dengan indentifikasi bahwa terdapat sex-linked

7
condition sebagai sindroma Fragile X. Sebagai
tambahan, tampak jelas terdapat perbedaan jumlah
myelin antara fetus laki-laki dan perempuan.
 Plasenta patologis : ukuran placenta yang kecil
berhubungan dengan cerebral palsy, sedang infrak
plasenta memiliki korelasi denga prenatal lesi iskemik
cerebral. Kelainan patologi plasenta lainnya seperti
perdarahan retroplacenta, malformasi vaskular
plasenta, ifraksi plasenta yang dapat disebabkan oleh
preeklamsia, SLE, trombofilia.
 Thrombofilia : hubungan antara trombofilia dan
cerebral palsy bisa merupakan hasil langsung dari
infraksi sistem saraf pusat atau secara tidak langsung
melalui infraksi dengan mengakibatkan perlepasan
komponen vasoaktif pada sirkulasi fetus.
C. Intrapartum
 Demam intrapartum
 Fase akut intrapartum
 Malposisi
 Jenis persalinan
 Hal-hal yang berkonstribusi menyebabkan hipoksia
 Kernicterus : rhesus isoimunisasi merupakan penyebab
utama penyakit hemolitik pada neonatus, yang dapat
menyebabkan deposit bilirubin yang signifikan pada
perkembangan otak, sebagai penyabab potensial kerusakan
cerebral dan kernicterus
D. Postneoatal
Faktor postneonatal, seprti meningoencephalitis, cidera kepala,
aksident cerebrovascular, nyaris tenggelam. Cidera nonaksidental
diperacaya 15% kasus cerebral palsy.
(Meberg & Broch, 2004)

8
2.5 Patofisiologi
Sebagian besar anak dengan Cerebral Palsy, lahir dengan hal
tersebut, walaupun tidak dapat dideteksi sampai berbulan-bulan sampai
beberapa tahun kemudian. Apabila dokter tidak dapat mengidentifikasi
penyebab lain, maka dihubungkan dengan komplikasi selama persalinan
yang dapat menyebabkan asfiksia selama kelahiran. Penelitian
menunjukan beberapa bayi dengan asfiksia saat kelahiran tumbuh
dengan cerebral palsy atau penyakit neurologis lainnya

A. Kerusakan white matter pada otak (periventricular leukomalasia


(PVL)).
White matter pada otak bertanggung jawan dalam transmisi sinyal
didalam otak dan seluruh tubuh. PVL digambarkan sebagai jenis
kerusakan yang terlihat seperti lubang kecil didalam white matter pada
otak bayi. Adanya celah pada jaringan otak mengganggu transmisi
normal
B. Perkembangan abnormal pada otak (Cerebral dysgenesis)
Semua gangguan dalama proses normal perkembangan otak selama
perkembangan fetus dapat menyebabkan malformasi yang dapat
menggangu transmisi sinyak otak. Otak fetus sangat retang pada 20
minggu pertama perkembangan. Infeksi, demam, trauma, atau kondisi
lain dapat menyebabkan kondisi tidak sehat dalam janin yang dapat
menyababkan sistem saraf bayi belum lahir dalam risiko.
C. Perdarahan otak
Perdarahan intracranial digambarkan sebagi perdarahan didalam
otak yang disebabkan adalanya hambatan atau pecahnya pembuluh
darah. Penyebab umum kerusakan ini adalah stroke pada fetus.
beberapa bayi yang menderita stroke selama dalam kandungan akibat
bekuan darah dalam plasenta yang menyebabkan sumbatan aliran
darah. Tipe lain disebabkam oleh malformasi atau pembuluh darah
yang lemah pada otak atau abnormalitas pembekuan darah. Tekanan
darah ibu yang tinggi merupakan kondisi medis yang umum terjadi

9
selama kehamilan yang diketahui sebagai penyebab stroke pada fetus.
infeksi ibu, terutama penyakit infeksi pelvis. juga diketahui
meningkatkan risiko stroke pada fetus.
D. Kerusakan Otak akibat kekurangan oksigen pada otak (hipoksik-
iskemik encephalopathy atau intrapartum asfiksia)
Asfiksia , kondisi minimnim oksigen dalam otak yang disebebkan
gangguna pernafasanatau kurangnya suplai oksigen, biasanya terjadi
pada bayi karena tekanan persalinan walaupun darah neonatus
dilengkapi agar mengkompensasi kondisi cepat level oksigen renda.
Apabila lebih lama maka terjadi hipoksi-iskemik encephalopathy, yang
menghacurkan jaringan cerebral pada motor cortex dan area lain di
otak. Gangguan ini dapat disebabkam tekan darah rendah yang berat
pada maternal, rupture uterus, plasenta yang terlepas, atau masalah
yang berhubungan dengan umbilicus.(A. Kumari, 2016)

2.6 Klasifikasi
Cerebral palsy secara general dibagi menjadi beberapa sidroma motorik
utama yang dibedakan berdasarkan pola neurologi, neuropatolohi, dan
etiologi. Klasifikasi fisiologi mengidentifikasi abnormalitas motor utama,
sedangkan toksonomi topografi mengindikasi keterlibatan ekstermitas .
CP juga secara umum berhubungan dengan spectrum perkembangan
disabilitas, termasuk pelemahan intelektual, epilepsy, dan abnormalitas
visual, pendengaran, berbicara, kongnitif, dan perilaku (Kliegman et
al,2016). Klasifkasi kilinis antara lain :

a. Spastik Cerebral Palsy


Bentuk paling umun (65%). Spastisiti berarti kekakuan atau
ketegangan otot-otot. Otot tersebut kaku karena penyampaian pesan
pada otot tidak benar akibat kerusakan bagian otak. Ketikan orang
tanpa cerebral palsy menunjukan pergerakan.sekelompok otok
berkontraksi sedangkan kelompok otot yang berlawan releks. Anak

10
dengan cerebral pasly, kedua kelompok otot tersebut dapat
berkontraksi bersamaan menyebabkan kesuliat bergerak
(Bajraszewski et al., 2008). Berdasarkan topografi dikasifikasikan
menjadi :
 Spastik Quadriparesis sering pada bayi cukup bulan dan
menghambat siyanl termasuk postur opisthotonic, pseudobulbar
palsy, kesulitan makanan, gerakan volunter terbatas.
 Spastik diplegia lebih sering pada bayi premature dan
berhubungan denga periventricular leukomalacia. Ekstermitas
bawah paling berat terpengaruh posis ekstensi dan
adduksi,brisk tendon jerk dan kontraktur.
 Spastik hemiplegia biasanya disadari setelah usia 4-6 bulan,
abnormal postur atau gangguan berjalan, poerncephali atau
anomali cerebral .

b. Cerebral Palsy Diskinetik


Bentuk ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang tidak
terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini menganai tangan kaki,
lengan atau tungkai dan pada sebagian besar kasus, otot muka dan
lidah, menyebabkan anak tampak selalu menyeringai dan selalu
mengeluarkan liur, gerakan sering meningkat selama periode
peningkatana stress dan hilang pada saat tidur, penderita juga
mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara : terdapat dua
pembagian yaitu Dystonia dan athetosi.

11
c. Cerebral Palsy Ataksia
Paling jarang terjadi . ataksia kata yang digunakan untuk pergerakan
gemetar atau tremor. Juga memiliki masalah pada keseimbangan

d. Tipe campuran
Beberapa anak tidak hanya memiliki satu tipe, teteapi campuran atau
beberapa pola pergerakan .

Klasifikasi berdasarakan derajata keparahan

12
2.7 Tanda dan Gejala Klinis
Tanda dari cerebral palsy biasanya tidak disadari pada usia awal bayi
tetapi semakin tampak sesuai dengan pematangan sistem saraf pada
anak. Masalah dan disabilitas berhubungan dengan cerebral palsy dari
ringan sampai berat. beberapa tanda termasuk :

1) Tumbuh kembang tertuda seperti mengontrol kepala, menggapai


dengan satu tangan, duduk tanpa bantuan, merayap, berjalan
2) Abnormalitas otot : otot dapat sangat tegang atau terlalu releks dan
terkulai, ekstermitas dalam posisi yang canggung
3) Pergerakan abnormal : pergerakan terbatas, tidak terduga , lambat
dan menggeliat
4) Deformitas tulang : dapat memiliki esktermitas yang lebih pendek .
apabila tidak dapat dikoreksi dengan pembedahan atau alat bantu
dapat mengarah pada tulang pelvis yang curam atau scoliosis
5) Kontraktur sendi : pada cerebral palsy spastik dapata
menyebabkan tekan yang tidak seimbang pada sendi .
6) Retardasi mental : tidak semua anak dengan cerebral palsy
7) Kejang : sepertiga anak dengan cerebral palsy disertai kejang.
Dapat tampil pada awal kehidupan atau betahun-tahun setelah
kerusakan otak yang dapat menyebabkan cerebral palsy.
8) Masalah bebrbicara : beberapa anak dengan cerebral palsy tidak
mampu mengontrol otot lidah dan mulut sehingga tidak dapat
berbicara
9) Masalah menelan : menelan merupakan fungsi kompleks yang
merupakan koordinasi interaksi otot-otot. Beberapa anak tidak
dapat mengontrol otot-otot tersebut
10) Hilangnya pendengaran : tidak semua anak dengan cerebral palsy
mengalami hal ini

13
11) Masalah pengelihatan : ¾ anak dengan cerebral palsy memiliki
strabismus. Diakibatkan kelemahan otot pergerakan bola mata
12) Masalah gigi : anak dengan cerebral palsy cenderung memiliki
banyak cavitas, disebabkan defek pada enamel gigi dan kesulitan
menyikat gigi
13) Masalah mengontrol defekasi dan miksi (N. Kumari, Dash, &
Singh, 2016)

2.8 Diagnosis
Tidak terdapat pemeriksaan medis yang dapat mengkonfirm diagnosis
cerebral palsy diagnosis dibuat berdasarkan dari bermacam informasi dan
observasi langsung dari gejala yang ditimbulkan. Informasi termasuk
tanya-jawab tentang riwayat penyakit kedua orang tua, masalah selama
kehamilan, jumlah kehamilan, persalin, dan periode neonatal.

Beberapa pemeriksaan labrotorium diagnosis termasuk

 Ultrasound otak : ultrasound menggunakan gelombng suara yang


aman untk mendeteksi beberapa kelainanan anatomi dan
struktural. Dapat menunjukan perdarahan pada otak atau
kerusakan akibat kurangnya oksigen
 CT-scan otak : memberikan gambaran 3-dimenasi, mengidentifikasi
malformasi, perdarahan, dan beberapa abnormalitas pada bayi
lebih jelas dibandingka ultrasound
 MRI spinal cord : dibutuhkan pada anak dengan spastisitas tungka
dan memburuknya fungsi gastrointestinal dan slauran kemih. Yang
memungkinkan adanya kelainan pada spinal cord
 Elektroencephalografi sangat penting pada diagnosis penyakit
kejang. Indeks tinggi atau kecurigaan dibutuhkan untuk mendeteksi
non-konvulsif atau kejang konvulsif secara minimal . sehingga
dapat menyingkirkan diagnose banding

14
 Elektromyografi dan nerve conduction studies (NCS) sangat
membantu membedakan cerebral palsy dengan penyakit saraf
atau otot lainnya.

2.9 Tatalaksana
Cerebral palsy tidak dapat disembuhkanm tetapi terapi dapat
membantu meningkatkan kapabilitas . beberapa anak dapat menikmati
kidupan dewasa yang hampir normal apabila disabilitas yang ada di terapi
lebih awal. Pada umumnya, semakin cepat terapi dimulai, semakin baik
anak memiliki perekembangan menanggulangi disabilitas atau
mempelajari cara baru untuk mencapau tugas yang menantang mereka.
Tidak terdapat standar terapi yang dilakukan pada tiap individual
dengan cerebral palsy. Sekali didiagnosa dibuat,dan tipe cerebaral palsy
ditentukan, tim tenaga kesehatan prefesional akan bekerjad dengan anak
dan kedua orantuanya untuk mengidentifikasi kebutuhan dan kelainan
spesifik. Kemudian membentuk rencana yang sesuai.

A. Terapi Fisik
Terapi fisik, biasanya dimulai pada beberapa tahun pertama setelah
kehidupan atau segere setelah diagnosa dibuat, merupakan terapi
cornerstone. Program terapi fisik mengunakan berapa kelas spesifik
untuk olahraga dan aktivias untuk mencapai dua tujuan penting:
mencegah kelemahan otot atau pemburukan pada otot yang tidak
digunakan , dan menjaga otot menjadi kaku atau kontraktur. Program
latihan memberi tahanan (latihan kekuatan) dan jenis latihan lain
sering digunakan untuk mengingkatkan performa otot, terutama pada
anak atau orang dewasa yang mengalami cerebral palsy ringan.
Latihan juga mengurangi risiko terjadinya kontraktur, salah satu yang
paling umum dan komplikasi serius cerebral palsy. Pada anak dengan
cerebral palsy, spastisitas menghambat otot untuk merenggang.
Sebgai hasil otot mereka tidak bertumbuh cukup cepat untuk
mepertahankan panjang yang sesuai dengan tulang.terapi fisik sendiri

15
diserati dengan braces (alat orthopedis) membatu mencegah
kontraktur dengan perenggangan otot spastik.

B. Terapi okupasional
Jenis terapi ini focus keapa mengoptimasi fungsi tubuh bagian atas,
memperbaiki postur, dan membentuk banyak mobilitas anak. Therapist
okupasional membantu anak mahir melakukan aktivitas dasar,seperti
makan, berpakaian, dan menggunakan kamar mandi sendiri.
Pengembangan dorongan kemandirian percaya diri dan menghargai
diri. Juga mengurangi tuntutan terhadap orang tua dan perawat.

16
C. Terapi rekrasional
Tereapi rekrasional salah satunya adalah terapi menunggang kuda
(disebut hipoterapi) atau terkadang digunakan pada anak dengan
gangguan ringan untuk meningkatkan kemampuan motoric kasar.
Orang tua anak juga ikut berpartisipasi pada terapi rekrasional bisanya
disadari meniningktakan kemampuan bicar anak, kemampuan diri,
emosi yang terkontrol.
D. Terapi Bicara
Sekitar 20% anak dengan cerebral palsy tidak dapat menghasikan
bicara yang bisa dimengerti. Mereka juga ditantang di area-area
komunikasi seprti basaha tangan dan ekspresi wajah, mereka memiliki
kesulitabn berpartisipasi pada pemberian dan diberi secara
percakapan normal. Therapist bahasa dan bicara mengobservasi,
mendiagnosa, dan memberi terapi. intrvensi wicara sering
menggunakan keluarga dan teman.

17
E. Terapi untuk masalah makan dan air liur berlebih
Rekomendasi modifikasi diet. Pada kasus berat dimana sulit menelan
dapat menyebabkan malnutrisi. Dokter lebih merekomendasikan
makan melalui selanh . sedangkan terapi untuk hipersaliva belum
ditemukan sementara diberikan terapi anti-cholinergic

TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA

A. Medikasi Oral
Medikasi oral seperti diazepam, baclofen, dantrolene sodium, dan
tzanidine bisanya digunakan sebagai terapi lini pertama untuk
merelaksasi ketegangan, kontraksi atau otot yang overaktif. Obat ini
mudah digunakan, kecuali dosisnya yang tinggi untuk mencapai
efektifitas dengan disertai efek samping mengantuk,hiperperistaltik
usus, tekana n darah tinggi dan memungkinkan kerusakan hepar bila
digunakan jangka panjang.boleh dipergunakan pada anak yang sedikit
mengurangi tonus ototnya.
B. Batolinum Toxin (BT-A)
Injeksi secara local, menjadi salah satu standar terapi untuk otot yang
overaktif pada anak dengan pergerakan spastik seperti cerebral palsy.
BT-A merilekskan kontraksi otot dengan memperthankan sel-sel saraf.
Injeksi BT-A kurang lebih bertahan selama 3 bulan . efek samping
antara lain nyeri pada saat penyuntikan dan terdapat gejala flu-like-

18
syndrome. BT-A injeksi lebih efektf diikuti dengan program peregangan
teremasuk terapi fisik, dan hanya dapat diinjeksikan oleh dokter.
C. Terapi baclofen intrathecal
Sebagai implant pump untuk mengirmkan baclofen (muscle relaxant).
Baclofen bekerja dengan menurunkan eksirtabilitas sel saraf pada
spinal cord, yang kemudia menurunkan spastisitas otot seluruh tubuh.
Karena langsung dikirmkan pada sistem saraf. Dosis dapat kurang
daro 100 pada dosis oral .

TERAPI BEDAH

A. Bedah orthopedik
Sering direkomendasikan ketika spastisitas dan kekakuan cukup berat
sehingga membuat berjalan dan beripnda sulit dan nyeri. pada banyak orang
dengan cerebral palsy, perbaikan penampakan bagaimana mereka berjalan
juga penting. Cara berjalan tegak lurus dan perbaikan kaki menjadi tujuan
utama.
B. Selective dorsal rhizotomy
C. Stimulasi spinal cord

19
BAB 3.
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Cerebral palsy merupakan penyaki kronis. Pada banyak kasus,
disebabkan idopatik dan prematuritas sebagai fakor risiko tersering. Anak
dengan cerebral palsy banyak mengalami gangguan multiple dan
disabilitas yang berpotensi seperti retradasi mental, epilepsy, kesulitan
makan, pengelihatan, kehilangan kemampuan mendengar. Skrining
kondisi merupakan bagian dari tahap awal diagnoa. Anak dengan cerebral
palsy sangat membutuhkan tearpi waaupun tidak dapat disembuhkan.
Terapi yang dilakukan meningkatkan kualitas hidup

20
DAFTAR PUSTAKA

Bajraszewski, E., Carne, R., Kennedy, R., Lanigan, A., Ong, K., Randall, M., … Bev, T.
(2008). Cerebral Palsy an Information Guide for Parents.
https://doi.org/10.1016/j.jinorgbio.2006.09.004
Gulati, S., & Sondhi, V. (2018). Cerebral Palsy: An Overview. Indian Journal of
Pediatrics, 85(11), 1006–1016. https://doi.org/10.1007/s12098-017-2475-1
Kementrian Kesehatan RI. (2014). Situasi Penyfile:///C:/Users/OLLYVIA
ONENG/Downloads/Anxiety/WHO _ Physical activity_filesandang Disabilitas.
Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan, Semester 2(1), 1–5.
https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2
Kumari, A. (2016). Cerebral Palsy : a Mini Review Cerebral Palsy : a Mini Review
Abstract : 3(January 2012), 14–24.
Meberg, A., & Broch, H. (2004). Etiology of cerebral palsy. Journal of Perinatal
Medicine, 32(5), 434–439. https://doi.org/10.1515/JPM.2004.143
Nzovak, I. (2014). Evidence-based diagnosis, health care, and rehabilitation for children
with cerebral palsy. Journal of Child Neurology, 29(8), 1141–1156.
https://doi.org/10.1177/0883073814535503
Sankar, C., & Mundkur, N. (2005). Cerebral Palsy–Definition, Classification, Etiology
and Early Diagnosis Chitra Sankar and Nandini Mundkur. Indian Journal of
Pediatrics, 72(10), 865–866. https://doi.org/10.1007/BF02731117
Stavsky, M., Mor, O., Mastrolia, S. A., Greenbaum, S., Than, N. G., & Erez, O. (2017).
Cerebral Palsy—Trends in Epidemiology and Recent Development in Prenatal
Mechanisms of Disease, Treatment, and Prevention. Frontiers in Pediatrics,
5(February), 1–10. https://doi.org/10.3389/fped.2017.00021

21

Anda mungkin juga menyukai