Terotiii PDF
Terotiii PDF
Oleh
DYAH ISTYAWATI
A 14202002
Rokok memang isu yang tidak pernah bisa tuntas dibahas penanganannya.
Rokok telah menjadi bagian dari budaya masyarakat. Di sejumlah negara, baik di
negara maju maupun kawasan ASEAN, konsumsi rokok mengalami penurunan,
kecuali Indonesia. Maka, salah satu cara untuk membatasi perilaku merokok,
Gubernur DKI Jakarta mencanangkan program “Kawasan Tanpa Rokok” (KTR) di
tempat-tempat umum.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk : 1) Mendapat gambaran
mengenai persepsi perokok aktif terhadap peraturan larangan merokok; 2) Mengkaji
faktor- faktor yang memiliki hubungan dengan persepsi perokok aktif terhadap
peraturan larangan merokok; 3) Mengkaji hubungan antara persepsi perokok aktif
terhadap peraturan larangan merokok dengan implementasi (penerapan) perilaku
merokok.
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kelurahan Pela Mampang yang terletak di
Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Responden penelitian ini adalah
perokok aktif yang tinggal di wilayah Kelurahan Pela Mampang. Penelitian ini
dilakukan selama dua bulan yaitu bulan Juli sampai dengan Agustus 2007.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif yang
didukung oleh data kualitatif. Adapun metode penelitian kuantitatif yang digunakan
adalah penelitian survai, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi
dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok. Data kualitatif
diperoleh dari informan dan beberapa kasus responden terpilih. Data kuantitatif yang
diperoleh diolah dan diuji secara statistik dengan menggunakan bantuan program
SPSS 12.0 untuk Windows. Uji yang dilakukan adalah Uji Chi-Square (Kai-Kuadrat)
dan Uji Korelasi Rank Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar perokok aktif memiliki persepsi
tidak setuju terhadap peraturan larangan merokok karena jumlah denda yang terlalu
besar dan ancaman pidana yang terlalu berat. Perokok aktif merasa dengan adanya
peraturan larangan merokok ruang lingkup untuk merokok dibatasi karena para
perokok jika ingin merokok harus berada di ruangan khusus merokok.
Karakteristik individu pada jenis kelamin tidak ada perbedaan antara laki- laki
dan perempuan dimana sama -sama memiliki persepsi tidak setuju pada peraturan
larangan merokok. Sebagian besar responden memiliki pendidikan akhir perguruan
tinggi dimana diharapkan lebih memahami dan mentaati peraturan larangan merokok
tetapi mereka umumnya tidak menyetujui diterapkannya peraturan larangan merokok.
Tingkat pendapatan tidak mempengaruhi dalam mengurangi kebiasaan merokok
dikarenakan merokok bagi responden sudah menjadi kebiasaan. Motif merokok
karena pengaruh orangtua merokok dan teman merokok berpengaruh besar terhadap
munculnya keinginan menjadi perokok aktif dan motif ini dalam uji statistik
berhubungan dengan persepsi peraturan larangan merokok yang ditunjukkan dengan
nilai P Value sebesar 0,01 dan 0,032. Tingkat pengetahuan tentang dampak merokok
tidak berhubungan dengan persepsi peraturan larangan merokok. Walaupun tingkat
pengetahuan perokok aktif tinggi namun tidak berkeinginan untuk berhenti merokok
karena merokok sudah menjadi kebiasaan dan untuk menguranginya memerlukan
waktu yang cukup lama.
Perokok aktif mentaati peraturan larangan merokok jika berada di gedung
perkantoran dan pusat perbelanjaan dikarenakan adanya aparat penegak hukum
(pengawas) dan untuk menghindari dari ancaman pidana serta denda yang dirasakan
cukup berat. Peraturan larangan merokok tidak dilaksanakan responden di lingkungan
tempat tinggalnya dikarenakan tidak adanya aparat penegak hukum.
PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK
(Kasus : Perokok Aktif di Kelurahan Pela Mampang, Kecamatan Mampang
Prapatan, Kotamadya Jakarta Selatan )
Oleh
DYAH ISTYAWATI
A14202002
SKRIPSI
Sebagai Bagian Persyaratan Kelulusan untuk Memperoleh Gelar
SARJANA PERTANIAN
pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dyah Istyawati
A14202002
RIWAYAT HIDUP
sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ir. Muhammad Yudi
pada tahun 1996, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Pamulang dan lulus pada
Boarding School pada tahun 2002, dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi
masuk IPB melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi
Bogor.
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang dapat penulis haturkan selain puji syukur kepada Allah SWT
menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam senantiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Kotamadya Jakarta Selatan)”. Judul skripsi tersebut dipilih untuk mendapat gambaran
mengkaji faktor- faktor yang memiliki hubungan dengan persepsi perokok aktif
terhadap peraturan larangan merokok dan untuk mengkaji hubungan antara persepsi
perilaku merokok pada peraturan larangan merokok. Skripsi ini diajukan sebagai
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Komunikasi
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan moril dan materil se lama proses penyusunan skripsi
ini. Penulis menyadari bahwa ada keterbatasan yang terjadi pada saat penulisan skripsi
ini.
Pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis
dorongan dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain:
1. Ir. Dwi Sadono, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah berkenan
kepada penulis dengan penuh kesabaran dan kesungguhan hati mulai dari proses
2. Dr. Ir. Pudji Muljono, MS, selaku dosen penguji utama dalam ujian siding skripsi.
4. Ir. Bambang S. Utomo, MDS. selaku dosen pembimbing akademik atas semangat,
5. Ayahku Ir. Muhammad Yudi Siswanto dan Ibuku Sri Istatik dan Nina Alfiana
pengorbanan yang tiada akhirnya serta doa yang tiada hentinya, selalu diberikan
kepada penulis.
6. Ibuku Kasmilah tersayang atas ketulusan cinta, kasih sayang, kesabaran, dukungan
dan pengorbanan yang tiada akhirnya serta doa yang tiada hentinya, selalu
7. Suamiku tercinta Tri Joko Sunaryo atas ketulusan cinta, kasih sayang, kesabaran,
dukungan dan pengorbanan yang diberikan kepada penulis. Anakku tercinta Aira
Rahmania Saqina yang selalu memberikan keceriaan dan canda tawa kepada ibu.
8. Tim sukses Focus Comp. (Herdy dan Ranto) atas bantuan selama proses
mengikuti pendidikan.
10. Untuk teman-teman KPM’39 terima kasih untuk canda tawa dan kebersamaannya.
11. Sahabat-sahabatku tercinta : Mbak Aida, Ida, Ulan, Mbak Desi, yang selalu ada di
saat penulis membutuhkan masukan dan saran selama ini. Terima kasih atas
12. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan dalam penulisan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga mendapat balasan
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Akhir kata, semoga
Halaman
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….... xi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… xiii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………….. 1
1.2 Perumusan Masalah ………………………………………….. 2
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………….. 4
1.4 Kegunaan Penelitian ………………………………………….. 4
Lampiran
7. Kuesioner ………………………………………………………. 81
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
8. Perokok Pria Dewasa Berdasarkan Pendidikan ………………….... 7
PENDAHULUAN
sebagian orang tetapi juga menyimpan bahaya penderitaan dan kematian jika
mengkonsumsinya. Rokok telah menjadi bagia n dari budaya masyarakat. Rokok juga
dianggap sebagai simbol dari keakraban diantara warga, contohnya di daerah Jawa
Barat, bila ada acara selamatan yang disajikan sebelum makanan lain adalah rokok
yang ditempatkan di dalam gelas pada saat acara pembacaan do’a telah selesai
dilakukan.
rokok mengalami penurunan, kecuali di Indonesia. Pakar penyakit paru FKUI Prof.
Dr. Hadiarto Mangunnegoro dalam Singgih (2002) menyatakan jumlah perokok aktif
di Indonesia naik dari 22,5 persen pada tahun 1990-an menjadi 60 persen dari jumlah
penduduk pada tahun 2000. Lebih menyedihkan lagi, 60 persen diantara perokok
menimbulkan implikasi negatif yang sangat luas, tidak saja terhadap kualitas
Direktur WHO Kawasan Asia Pasifik Prof. Uton Muchtar Rafei dalam Singgih
Indonesia tampaknya tidak bisa diselesaikan lagi dengan hanya mengingatkan bahaya
rokok bagi kesehatan, seminar, penyuluhan, kampanye. Cara-cara seperti itu sudah
dianggap tidak ampuh sehingga sudah waktunya diperlukan alat lain yang lebih
ampuh, yakni alat legalitas hukum atau perundang-undangan. Untuk itu, diperlukan
komitmen yang kuat dari para pemimpin baik itu dari pemerintah, Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), tokoh masyarakat, artis, LSM dan sebagainya, yang muaranya
bahkan Vietnam. Di Malaysia, orang merokok di tempat umum didenda 500 ringgit,
Oleh sebab itu, kebijakan Gubernur DKI Jakarta menjadi rasional dan layak
oleh Pemda DKI Jakarta, sebenarnya, bukan yang pertama kali. Peraturan Pemerintah
No. 81/1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, yang kemudian diubah
menjadi PP No. 19/2003; sudah lebih dahulu mengatur tentang larangan merokok di
sanksi.
Meski semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok,
perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih
dapat ditolerir oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari
di lingkungan rumah, kantor, angkutan umum maupun di jalan-jalan. Hampir setiap
saat dapat disaksikan dan dijumpai orang yang sedang merokok. Hal yang
memprihatinkan adalah usia mulai merokok yang setiap tahun semakin muda. Dua
puluh tahun yang lalu orang mulai berani merokok ketika masih dibangku SMP tetapi
sekarang dapat dijumpai anak-anak SD sudah mulai banyak yang merokok secara
diam-diam.
perokok aktif dan pasif yang semakin meninggi. Peraturan larangan merokok ini
menimbulkan reaksi dan persepsi yang berbeda antara perokok aktif di Jakarta.
Berdasarkan uraian di atas maka masalah penelitian yang akan dianalisis dapat
1. Bagaimana persepsi perokok aktif terhadap peraturan larangan merokok saat ini?
2. Faktor-faktor apa saja yang memiliki hubungan dengan persepsi perokok aktif
larangan merokok?
1.3 Tujuan Pene litian
merokok.
larangan merokok?
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi para pihak, yaitu :
yang selama ini diperoleh dari proses belajar baik melalui bangku perkuliahan
TINJAUAN PUSTAKA
Rokok telah menjadi konsumsi rutin bagi para perokok, dimana mereka
mengkonsumsinya setiap hari. Bagi para perokok, merokok adalah kebiasaan yang
Negara Konsumsi
(dalam miliar batang)
China 1.697.291
Amerika Serikat 463.504
Rusia 375.000
Jepang 299.085
Indonesia 181.958
Jerman 148.400
Turki 116.000
Brasilia 108.200
Italia 102.357
Spanyol 94.307
Sumber: WHO (2002)
Dari hasil survai Departemen Kesehatan jumlah perokok pada tahun 2003
sebanyak 59,04 persen laki- laki dan 4,83 persen perempuan. Indonesia menempati
urutan kelima negara pengkonsumsi rokok terbesar di dunia setelah China, Amerika
tahun 2001 dari 26,9 persen pada tahun 1995. Keinginan merokok di kalangan laki-
laki dewasa di pedesaan adalah 67,0 persen dibandingkan dengan 58,3 persen di
sehingga gambar akan lebih efektif. Keinginan merokok tertinggi (73,3%) terdapat
pada laki- laki tanpa pendidikan dan yang tidak lulus SD dibandingkan dengan 44,2
persen pada mereka dengan latar belakang akademik, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1.
80 73.3
70 65.9
58.2
60 53.3
50 44.6
40
30
20
10
0
Tidak Sekolah SD SMP SMU Universitas
S
umber: Depkes (2001)
Keterangan : Persentase terhadap jumlah penduduk yang pendidikannya sama.
Anak-anak dan remaja belum mampu untuk menimbang bahaya merokok bagi
kesehatan dan dampak adiktif dari nikotin. Kebiasaan merokok yang dimulai pada
masa anak-anak lebih sulit dihentikan. Anak-anak yang merokok mempunyai resiko
tinggi untuk mengidap penyakit akibat tembakau pada usia paruh baya. Hampir 70
persen perokok Indonesia mulai merokok sebelum mereka berumur 19 tahun, seperti
80
59.1
60
40 23.8
%
20 9.4 4.8
0.3 2.6
0
5-9 tahun 10-14 15-19 20-24 25-29 30 tahun
tahun tahun tahun tahun ke atas
2. Sejumlah 54,5 persen penduduk laki- laki merupakan perokok dan hanya 1,2
rumah, ketika bersama anggota keluarga lainnya dengan demikian sebagian besar
5. Sejumlah 68,5 persen penduduk mulai merokok pada usia 20 tahun meningkat 8
6. Peningkatan usia muda yang merokok, kelompok umur 25-29 tahun (75 %) dan
mempengaruhi remaja memulai untuk merokok, yaitu (1) Adanya anggota keluarga
yang merokok, seperti orang tua maupun saudara kandung, (2) Teman dan kelompok
seusia, kaum remaja pada umumnya ingin sekali diterima oleh kelompok seusia dan
tidak ingin merasa dikucilk an karena merasa kurang cocok, (3) Kelegaan dari
perasaan negatif, pendapat bahwa merokok menimbulkan rasa santai dan merupakan
cara untuk mengatasi stress, (4) Mempunyai tujuan untuk merokok, para pelajar yang
menyatakan bahwa mereka ingin merokok kemungkinan besar akan mulai merokok
daripada mereka yang menyatakan tidak mempunyai keinginan untuk merokok, (5)
Promosi tembakau melalui iklan di televisi, majalah, dan sponsor pada acara konser
1. Pengaruh Orangtua
Remaja yang berasal dari keluarga konservatif yang menekankan nilai- nilai sosial
dan agama dengan baik dengan tujuan jangka panjang lebih sulit untuk terlibat
Paling kuat pengaruhnya adalah bila orangtua sendiri menjadi figur contoh yaitu
mencontohnya. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada mereka yang tinggal
dengan satu orangtua (single parent). Remaja akan lebih cepat berperilaku sebagai
perokok bila ibu mereka merokok daripada ayah yang merokok, hal ini lebih
2. Pengaruh Teman
sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja
dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi
3. Faktor Kepribadian
Orang mencoba untuk merokok karena alas an ingin tahu atau ingin melepaskan
diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu
rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai
4. Pengaruh Ikla n
Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa
terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut.
2.1.2 Tipe -tipe Perokok Aktif
Meski semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok,
perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih
dapat ditolerir oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari
1. Perokok sangat berat adalah bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang per
2. Perokok berat adalah bila mengkonsumsi sekitar 21-30 batang sehari dengan
3. Perokok sedang adalah bila menghabiskan rokok sekitar 11-21 batang sehari
4. Perokok ringan adalah bila menghabiskan rokok sekitar 10 batang sehari dengan
Menurut Silvan Tomkins dalam Al- Bachri (1991) ada empat tipe perilaku
1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok seseorang
merasakan penambahan rasa yang positif. Tipe perokok ini dibagi dalam 3 sub
tipe, yaitu :
lebih senang berlama- lama untuk memainkan rokoknya dengan jari- jarinya
2. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang yang
bila perasaan tidak enak terjadi sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak
enak. Perokok yang memiliki perilaku seperti ini digolongkan pada tipe perokok
kadang-kadang, karena mereka merokok pada saat perasaan mereka tidak nyaman.
yang sudah adiksi akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah
efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar
rumah membeli rokok walau tengah malam sekalipun karena khawatir kalau rokok
sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena
benar-benar sudah menjadi kebiasaan rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang
tipe ini merokok sudah merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis,
seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari. Perokok akan menghidupkan api
merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll). Mereka yang berani
kurang etis dan tidak mempunyai tata krama. Bertindak kurang terpuji dan
kurang sopan, dan secara tersamar mereka tega menyebar “racun” kepada
seperti ini sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang
berfantasi.
Menurut Dariyo (2003) bahwa tipe perokok ada dua jenis, yaitu perokok aktif
Merokok sudah menjadi bagian hidupnya sehingga rasanya tak enak kalau sehari
b. Perokok pasif adalah individu yang tidak memiliki kebiasaan merokok, namun
terpaksa harus menghisap asap rokok yang dihembuskan orang lain yang
mempunyai kebiasaan merokok. Jika tidak merokok, mereka tidak merasakan apa-
apa dan tidak terganggu aktivitasnya. Tipe perokok ini dapat ditemui pada mereka
yang duduk di halte, di dalam bus kota atau di tempat-tempat umum dimana
didekat mereka ada seseorang atau beberapa orang yang sedang merokok. Jadi
dari rokok sangat banyak terutama bagi kesehatan tetapi masih banyak orang yang
tetap memilih untuk menikmatinya. Dalam asap rokok terdapat 4000 zat kimia
berbahaya untuk kesehatan, dua diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan
tar yang bersifat karsinogenik. Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran
tembakau dapat memicu terjadinya kanker. Pada awalnya rokok mengandung 8-20
miligram nikotin dan setelah dibakar nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah
hanya 25 persen. Walau demikian jumlah kecil tersebut memiliki waktu hanya 15
membaginya ke jalur imbalan dan jalur adrenergik. Pada jalur imbalan, perokok akan
merasakan rasa nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa
lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar.
menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. Hal
inilah yang menyebabkan perokok sangat sulit meninggalk an rokok, karena sudah
ketergantungan pada nikotin. Ketika perokok berhenti merokok maka rasa nikmat
yang diperoleh dari rokok akan berkurang. Efek dari rokok atau tembakau memberi
stimulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam perasaan, alam pikiran,
Perokok pasif adalah orang yang menghisap asap rokok orang lain. Perokok
pasif mempunyai resiko kesehatan yang sama seperti resiko perokok aktif. Ibu hamil
yang terpapar asap rokok beresiko keguguran, lahir mati, bayi dengan berat badan
lahir rendah, kurang gizi, gangguan pertumbuhan bayi, bayi lahir prematur. Bayi dan
anak yang terpapar asap rokok beresiko perkembangan parunya lambat, infeksi
saluran nafas, infeksi telinga, kekambuhan asma dan bayi mati mendadak.
2.3 Peraturan Larangan Merokok
Rokok merupakan salah satu barang konsumsi yang dikenai tarif cukai oleh
Dalam UU No.11 tahun 1995 tentang cukai, tujuan dikenakannya tarif cukai pada
rokok adalah untuk mengendalikan dan membatasi jumlah konsumsi rokok itu sendiri,
dengan alasan mengganggu kesehatan baik kesehatan orang yang tidak mengkonsumsi
(perokok pasif).
untuk rokok, tapi tidak pada produk tembakau lainnya. Tidak ada peraturan tentang
ukuran minimum tanda peringatan dan hanya satu pesan saja yang digunakan pada
kemasan rokok. Masyarakat begitu terbiasa melihat pesan yang sama di semua merk
dengan rokok, seperti tarif cukai sebagai salah satu bentuk kebijakan pemerintah guna
peraturan, antara lain, PP No.81 tahun 1999, PP No.38 tahun 2000, PP No.19 tahun
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 1999 pada pasal 23 yang
mewajibkan semua tempat umum serta sarana pelayanan kesehatan, proses belajar-
mengajar, kegiatan ibadah, dan angkutan umum untuk bebas dari asap rokok.
(Pergub) Nomor 75 Tahun 2005 dengan tujuan menurunkan angka kesakitan atau
angka kematian dengan cara merubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat,
sehat dan bersih bebas dari asap rokok, menurunkan angka perokok dan mencegah
Larangan merokok tertuang pada Pasal 13 Perda Nomor 02 Tahun 2005 antara
lain berisi tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara
spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah
dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan dilarang merokok. Perda ini
mencantumkan ancaman pidana bagi yang melanggar, dalam pasal 41 ayat 2 bab
tentang Ketentuan Pidana disebutkan bahwa setiap orang yang melanggar ketentuan
beberapa pasal dalam Perda termasuk pasal 13, diancam dengan pidana kurungan
kampanye -kampanye anti rokok dan menetapkan tanggal 31 Mei sebagai hari bebas
masyarakat agar jangan mulai merokok bagi orang yang belum merokok dan berhenti
2.4 Persepsi
Veitch dan Arkkelin (1995) dalam Handoko (2003) menyatakan bahwa persepsi
merupakan dasar utama dan fundamental dari proses psikologi dalam kehidupan
manusia. Proses persepsi tersebut dimulai sejak manusia lahir dan terus berlangsung
serta mempunyai peran penting sepanjang hidup manusia. Persepsi ditandai dengan
adanya indera manusia yang menangkap stimuli. Persepsi terhadap lingkungan tidak
sekedar proses indera yang menangkap stimuli semata, namun persepsi juga
bagi stimuli atau dunia sekitarnya. Handoko (2003) mendefinisikan persepsi sebagai
adalah pandangan atau sikap seseorang terhadap sesuatu hal, yang menumbuhkan
melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Definisi persepsi lainnya dikemukakan oleh
Wibowo (1987) dikutip oleh Syahyuni (1999), menyatakan bahwa persepsi adalah
terutama bagaimana orang tersebut menghubungkan informasi itu dengan dirinya dan
bahwa persepsi adalah penilaian seseorang mengenai suatu obyek tertentu berdasarkan
pengalaman, motivasi, dan sikap-sikap yang relevan terhadap stimuli tersebut. Apa
pada masa bayi, ketika pertama kali anak menyadari kehadiran manusia lain, pada
masa kanak-kanak, hingga berlanjut sampai dengan masa remaja, ketika si remaja itu
belajar bersimpati kepada orang lain dan untuk berpikir secara abstrak. De Vito (1997)
menyatakan bahwa proses persepsi berlangsung dalam tiga tahap, yaitu stimulasi alat
Pada tahap pertama alat-alat indera distimulasi (dirangsang). Pada tahap ini
seseorang bisa mendengar musik, bisa melihat seseorang, mencium parfum orang
yang berdekatan, mencicipi sepotong kue, merasakan telapak tangan yang berkeringat.
Pada tahap kedua, rangsangan terhadap alat indera diatur menurut berbagai
pesan yang lain sebagai satu unit dan menganggap bahwa keduanya tentu saling
istilah ini sengaja digabungkan untuk menegaskan bahwa keduanya tidak dapat
dipisahkan. Tahap ketiga ini merupakan proses subyektif yang melibatkan evaluasi di
luar, melainkan yang dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kebutuhan, keinginan,
sistem nilai, keyakinan tentang seharusnya, keadaan fisik dan emosi pada saat itu, dan
sebagainya yang ada pada diri seseorang. Proses terbentuknya persepsi secara jelas
sebagaimana dikutip oleh Handoko (2003) dibedakan menjadi empat tahapan, yakni
detection, recognition, discrimination, dan scaling terhadap stimuli yang diterima dari
lingkungan. Proses awal terbentuknya persepsi adalah mendeteksi stimulus berupa
atau perubahan suhu lingkungan. Proses deteksi ini merupakan proses mengenali jenis
stimuli, tingkat stimuli, intensitas atau jumlah stimuli yang dapat diterima oleh
individu.
mendeteksi objek atau stimuli dari lingkungannya maka proses selanjutnya adalah
individu harus mengetahui stimulus atau objek apa yang dideteksi tersebut. Tahap
yang lain. Proses diskriminasi ini juga berkaitan dengan keadaan serba seimbang
stimulus dengan individu cenderung dipertahankan. Hal ini yang kemudian disebut
bahwa stimulus tertentu telah berada di luar batas kemampuan individu untuk
mengukur seberapa besar stimuli yang dapat diterima oleh individu tersebut atau bisa
juga seberapa besar stimuli yang ada dibutuhkan oleh individu tersebut.
2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
oleh karakteristik pengalaman masa silam, selain itu juga dipengaruhi oleh
karakteristik responden seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan status
bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi persepsi adalah faktor personal dan faktor
situasional. Krech dan Crutchfield (1977) sebagaimana dikutip oleh Rakhmat (1994)
dalam Sumitra (2003) menyebut faktor personal sebagai fungsi fungsional dan faktor
situasional sebagai faktor struktural. Faktor- faktor tersebut dijelaskan oleh Sumitra
Dikatakan bahwa menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi
yang lazim disebut kerangka rujukan, faktor ini berkaitan dengan persepsi objek,
sehingga para psikolog sosial menerapkan konsep ini untuk menjelaskan persepsi
kebaruan, dan perulangan. Faktor struktural berasal semata- mata dari sifat stimuli
fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Kohler et al
(1959) dikutip oleh Sumitra (2003) merumuskan prinsip-prinsip yang bersifat
struktural yang disebut Prinsip Gestalt. Menurut teori ini bila kita
Adalah faktor yang terdapat dalam diri individu yang mempersepsikan, misalnya
kebutuhan, suasana hati, pengalaman masa lalu dan karakteristik lain yang
terdapat dalam diri individu. Adanya faktor fungsional yang dapat menyebabkan
perbedaan persepsi pada setiap orang terhadap suatu objek yang sama.
Karena target tidak dilihat sebagai suatu yang terisolasi, maka hubungan antar
target dan latar belakang serta kedekatan/kemiripan dan hal- hal yang dipersepsi
faktor baik internal maupun eksternal. Dengan kata lain persepsi dipengaruhi oleh
faktor personal dan situasional. Faktor personal meliputi; pengalaman, motivasi,
primasi (primacy effect) dan petunjuk-petunjuk non verbal (proksemik, kinesik, fasial,
Pengalaman, tingkah laku, dan persepsi merupakan tiga aspek yang saling
yang dihadapi (Sadli (1977) dikutip oleh Yuniarti (2000). Hal yang dikemukakan oleh
Budaya yang terjadi di Indonesia saat ini mendorong anak-anak untuk mencoba
rokok. Contoh saja, para remaja akan lebih merasa akrab dan percaya diri saat ia
teman dalam kesendirian, bahkan ada yang mengatakan sebagai pemuncul ide atau
perangsang logika. Masih banyak asumsi-asumsi tentang rokok yang tetap mampu
bahaya dari merokok, karena dalam setiap bungkus rokok tertulis peringatan
gangguan kehamilan dan janin”. Peringatan kesehatan ini tidak hanya dicantumkan
pada bungk us rokok tetapi media iklan rokok di televisi juga melampirkan peringatan
yang sama. Meskipun demikian masih ada yang tidak tahu akan bahaya rokok yang
bisa berdampak pada diri sendiri maupun orang lain yang tidak merokok.
Masyarakat DKI Jakarta dibuat kaget dengan kebijakan baru bertajuk larangan
merokok di tempat umum, yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta. Pemerintah
Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah mengeluarkan Perda No.2 Tahun 2005 tentang
pencemaran udara dan Peraturan Gubernur (Pergub) No.75 Tahun 2005 tentang
untuk menekan jumlah perokok aktif yang semakin meninggi, menurunkan angka
kesakitan atau angka kematian dengan cara merubah perilaku masyarakat untuk hidup
yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok, menurunkan dan mencegah perokok
pemula, serta mewujudkan generasi muda yang sehat. Namun, selama ini larangan ini
belum berlaku efektif karena masih banyak warga Jakarta khususnya para perokok
merokok ini menimbulkan berbagai macam reaksi dan persepsi yang berbeda pada
perokok aktif.
Karakteristik individu diduga berhubungan dengan persepsi terhadap peraturan
larangan merokok. Karakteristik individu yang dilihat dalam penelitian ini adalah
jenis kelamin, tingkat pendidikan, pendapatan, motif merokok dan status perkawinan.
merokok menimbulkan berbagai macam reaksi yang berbeda pada perokok aktif.
Maka diduga perokok aktif yang memiliki persepsi positif terhadap peraturan larangan
perokok aktif terhadap peraturan larangan merokok yang telah dikemukakan di atas
Implementasi (Penerapan)
Perilaku Merokok
Keterangan : : Mempengaruhi
pemecahannya. Oleh karena itu, untuk lebih mengarahkan pelaksanaan penelitian ini
merokok.
larangan merokok.
larangan merokok.
larangan merokok.
larangan merokok.
yang terkait langsung dengan diri individu, terdiri atas variabel jenis kelamin,
b. Perempuan, kode 2
hidup. Motif merokok ini dipilih sebagai alasan seseorang mulai menjadi
perokok, dimana lima kategori ini dipilih salah satunya. Pada kategori yang
dipilih diberi skor 1 dan kategori yang tidak dipilih diberi skor 0, kemudian
undang negara dan hukum agama. Status perkawinan dibedakan menjadi dua
kategori, yaitu :
b. Menikah, kode 2
perokok aktif tentang kandungan yang terkandung dalam rokok dan dampaknya
dikategorikan menjadi tinggi, sedang dan rendah, semakin banyak perokok aktif
pengetahuannya akan tinggi, begitu pula sebaliknya jika perokok aktif banyak
tidak tahu tentang rokok dan dampaknya pada kesehatan maka tingkat
berikut :
Pada pernyataan yang mengukur nilai positif, “Tahu” diberi skor 3, dan “Tidak
Tahu” diberi skor 1. Pada pernyataan yang mengukur nilai negatif, “Tahu” diberi
Skor :
a. Rendah : 20-33
b. Sedang : 34-47
c. Tinggi : 48-60
merokok atau tidak merokok. Penerapan perilaku ini ditunjukkan dengan tindakan
a. Mentaati
b. Kadang-kadang
c. Tidak mentaati
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Baru di sebelah barat, Kelurahan Mampang Prapatan, Tegal Parang dan Kecamatan
data dan informasi karena keterbatasan pada tenaga, biaya dan waktu; dan 2) wilayah
tersebut memiliki jumlah perokok aktif cuk up banyak dan memiliki karakteristik
individu yang ragam. Pengumpulan data di lapangan berlangsung selama dua bulan
tinggal di wilayah Kelurahan Pela Mampang. Kelurahan Pela Mampang terdiri dari
lima lingkungan, yaitu Kemang Raya, Kemang Selatan, Kemang Utara, Kemang
Timur, dan Bangka Raya. Kelurahan Pela Mampang memiliki 13 RW, dengan jumlah
10. Jika pada saat pengambilan sampel didapatkan sampel bukan perokok aktif maka
n = N
1 + N(e)2
N = Jumlah populasi
Kepala Keluarga (KK) dengan luas wilayah 1,62 km2 . Persen kelonggaran ketelitian
1 + 8.919(0.1)2 90,19
Sampel sebanyak 100 orang perokok aktif ini dianggap sud ah mewakili populasi yang
ada, karena dalam pengolahan data analisis statistik yang dibutuhkan minimal 30
Sumber data penelitian yang dipakai dalam penelitian ini berupa sumber data
primer dan sekunder. Data primer didefinisikan sebagai data yang didapat dari sumber
pertama. Data sekunder adalah data primer yang telah diolah dalam bentuk lebih
lanjut.
Mengingat penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, maka sumber data manusia
diistilahkan dengan responden. Selain itu sumber data primer dalam penelitian ini
dapat berupa data hasil pengamatan terhadap perilaku merokok para perokok aktif
yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Hal ini didasari bahwa melalui
Sumber data sekunder penelitian ini berupa data gambaran umum tempat
penelitian dilaksanakan, yaitu data dari kantor Kelurahan Pela Mampang. Data
Pada penelitian ini, metode yang akan digunakan adalah metode penelitian
kuantitatif yang digunakan adalah penelitian survai, yaitu penelitian yang mengambil
sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data
Data kuantitatif diperoleh juga dari data-data dokumen dari instasi terkait.
terstruktur, melalui metode ini data diperoleh dengan cara bertanya langsung kepada
1995). Dalam menguatkan hasil penelitian digunakan data kualitatif, yang digunakan
kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari informan dan beberapa kasus responden
terpilih.
Setelah diperoleh dua jenis data yaitu data kuantitatif dan data kualitatif, data
tersebut dapat dikelompokkan menjadi data primer dan sekunder. Data primer adalah
data yang berupa hasil jawaban responden dan informasi yang diperoleh secara
diperoleh dari analisa statistik. Data sekunder didapatkan melalui analisa dokumen
yang berupa data gambaran umum tempat penelitian dilaksanakan, yaitu data dari
terdiri atas tiga kegiatan yaitu: penyuntingan (editing), dengan memeriksa kembali
setiap lembar kuesioner untuk memastikan bahwa setiap pertanyaan telah diisi dengan
(tabulating), yaitu dengan memasukkan data yang telah dikoding ke dalam bentuk
variabel terpengaruh dimana salah satu variabel minimal nominal dilakukan uji
statistik Chi-Square atau Kai-Kuadrat. Untuk menguji ada tidaknya hubungan antar
variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh dimana salah satu variabel minimal
ordinal dilakukan uji korelasi Rank Spearman. Uji statistik Chi-Square dan uji
hasil analisis tersebut. Penafsiran atau pemaknaan hasil analisis tersebut bertujuan
perumusan masalah yang difokuskan secara lebih spesifik dalam bentuk hipotesa
penelitian. Hasil analisis ini merupakan jawaban dari perumusan masalah penelitian
yang telah ditetapkan berupa bab-bab pembahasan masalah yang terepresentasi dalam
GAMBARAN UMUM
dengan sekitar 13.000 pulau dan jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa. Negara
budaya, serta adat dan agama. Kebhinekaan tersebut tercermin pula di ibukota negara,
Jakarta.
di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6°12' Lintang Selatan dan 106°48'
Bujur Timur. Luas wilayah Propinsi DKI Jakarta berdasarkan SK Gubernur DKI
Jakarta Nomor 1227 tahun 1989 adalah berupa daratan seluas 661,52 km2 dan berupa
lautan seluas 6.977,5 km2 , terdapat tidak kurang dari 110 buah pulau yang tersebar di
digunakan sebagai sumber air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan.
meter yang menjadi tempat bermuaranya sembilan buah sungai dan dua buah kanal,
sementara di sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan wilayah Provinsi Jawa
Barat, sebelah Barat dengan Provinsi Banten, sedangkan di sebelah Utara berbatasan
Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara serta Kabupaten Administratif
berikut :
Keadaan iklim kota Jakarta secara umum beriklim panas dengan suhu
maksimum 30,8°C pada siang hari dan suhu minimum udara berkisar 26,1°C pada
malam hari. Jumlah penduduk Propinsi DKI Jakarta berdasarkan data BPS tahun 2005
sebesar 8.603.776 dengan rincian 4.312.158 orang penduduk Laki- laki, 4.291.618
orang penduduk Wanita, yang tersebar di lima Kotamadya dan satu Kabupaten, 44
Kecamatan, 267 Kelurahan, 2.657 Rukun Warga dan Rukun Tetangga 29.769 serta
Rukun Warga Kumuh (slum areas) berjumlah 561. Pertumbuhan penduduk 1,26% per
tahun dan tingkat kepadatan penduduk sebesar 13.006 orang per km2 lahan.
Nama- nama kecamatan dan jumlah kelurahan di Kotamadya Jakarta Selatan dapat
Prapatan merupakan bagian wilayah Jakarta Selatan yang berkembang sangat pesat
§ Visi
dengan kota-kota besar Negara maju dunia, dihuni oleh masyarakat yang sejahtera dan
§ Misi
resapan air serta mewujudkan wilayah bagian utara Jakarta Selatan sebagai pusat
niaga terpadu.
Kelurahan Pela Mampang terdiri dari lima lingkungan, yaitu Kemang Raya,
Kemang Selatan, Kemang Utara, Kemang Timur, dan Bangka Raya. Kelurahan Pela
Mampang memiliki luas wilayah ± 1,62 km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 8.919
kepala keluarga dan terbagi dalam 150 RT dan 13 RW. Kelurahan Pela Mampang
merupakan kawasan hiburan dan perkantoran karena sepanjang wilayah ini berdiri
Kemang dipenuhi tempat-tempat café, bar, restaurant dan boutique. Tempat hiburan
di kawasan Kemang dibuka dari jam 9.00 pagi hingga jam 3.00 pagi. Gaya hidup
moderenisasi dapat dijumpai di kawasan ini karena warga negara asing banyak yang
tinggal sebagai penduduk tetap. Banyaknya warga negara asing yang menetap
memberi dampak pada munculnya bar, tempat ini menyediakan minuman alkohol,
ruangan khusus untuk clubbing, dan bebas merokok. Munculnya tempat hiburan ini
mulanya kawasan Kemang belum menjadi kawasan hiburan tetapi semenjak warga
negara asing mulai banyak yang tinggal sebagai penduduk tetap para penduduk mulai
meraup rezeki dengan membuka restaurant. Setelah banyak restaurant yang berd iri
diikuti dengan munculnya bar dan boutique, bisnis hiburan ini kebanyakan dikelola
oleh penduduk sekitar dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan warga asing.
Kebudayaan barat berbeda dengan kebudayaan di Indonesia karena bisnis ini
banyak tempat yang menjual minuman keras dan segala macam jenis rokok. Hal ini
Merokok sudah menjadi bagian hidupnya sehingga rasanya tidak enak kalau sehari
tidak merokok. Penduduk di Kelurahan Pela Mampang sebagian besar adalah perokok
aktif, baik laki- laki maupun wanita. Munculnya tempat-tempat hiburan di sekitar
kawasan Pela Mampang telah memberi dampak negatif yaitu meningkatnya jumlah
perokok aktif.
Perokok aktif dapat di jumpai di setiap sudut sarana umum karena tempat
khusus untuk merokok tidak ada. Mudahnya para perokok membeli rokok
dikarenakan setiap tempat hiburan menjual berbagai jenis rokok dan di setiap sudut
jalan terdapat warung rokok. Sebagian besar para perokok menghilangkan stress dan
mencari ide dengan cara merokok. Bagi para perokok, rokok adalah penyelamat dalam
kebimbangan walaupun hanya sekejap. Para perokok rela mengeluarkan uang cukup
banyak untuk membeli rokok asalkan kebutuhan jiwa terpenuhi. Hal ini seperti
Pela Mampang, Kecamatan Mampang Prapatan, Propinsi DKI Jakarta. Jumlah sampel
yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 orang. Ada lima karakteristik
individu yang diamati dalam penelitian ini antara lain jenis kelamin, tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan, motif merokok dan status perkawinan. Untuk lebih
menjadi laki- laki dan perempuan. Data jenis kelamin perokok aktif pada Tabel 5
menunjukkan bahwa perokok aktif laki- laki lebih banyak daripada perokok aktif
perempuan. Jumlah perokok aktif laki- laki sebanyak 85 orang atau 85 persen,
Laki- laki 85 85
Perempuan 15 15
mengkaitkannya dengan emansipasi wanita bahwa perempuan sejajar dengan laki- laki
dalam melakukan hal- hal yang menjadi kebiasaan laki- laki salah satunya yaitu
dengan tingkat pendidikan akhir perguruan tinggi sebanyak 56 orang atau 56 persen.
enam orang atau 6 persen. Sisanya sebanyak 5 persen atau lima orang responden
dengan tingkat pendidikan akhir SD/sederajat dan 4 persen atau 4 orang responden
tidak sekolah. Berdasarkan data Tabel 6 terlihat bahwa sebagian besar responden
perokok aktif saat dibangku kuliah (kampus). Bagi para responden saat menjadi
mahasiswa/mahasiswi beban tigas kuliah yang dihadapi sangat berat dan cara yang
mengetahui akan dampak dari merokok. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh
responden (R) :
Tidak Sekolah 4 4
SD/sederajat 5 5
SLTP/sederajat 6 6
SLTA/sederajat 29 29
Perguruan Tinggi 56 56
bahwa cukup beragam tingkat pendapatan yang diperoleh para responden. Kisaran
pendapatan yang dimiliki responden yang terbanyak adalah lebih dari Rp1.000.000
berkategori pendapatan rendah di bawah Rp500 ribu per bulannya sebanyak 17 orang
atau 17 persen.
Tinggi (>Rp1.000.000) 43 43
pendapatan tinggi yaitu lebih dari Rp 1.000.000. Melalui wawancara yang dilakukan
pada responden, diperoleh keterangan bahwa dengan pendapatan yang tinggi mereka
dapat menyisakan uang pendapatan yang lumayan untuk membeli rokok. Hal ini
“Harga rokok sekarang makin mahal nggak seperti dulu. Kalau cuma
ngandelin uang gaji yang Rp 1 juta mana kuat buat beli rokok
makanya saya harus nyari usaha sampingan. Seminggu paling ngga
bisa habis Rp 50 ribu buat beli rokok aja”
pendapatan rendah sering membeli rokok dalam bentuk eceran (ketengan) karena
harga dalam eceran sangat terjangkau bagi perokok aktif yang berpendapatan rendah.
Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa 25 orang responden atau 25 persen dari
jumlah 100 responden perokok aktif, memilih motif coba-coba. Responden yang
orang atau 20 persen dari jumlah 100 responden perokok aktif. Sebanyak sembilan
orang (9 persen) dari jumlah 100 responden memilih motif pengaruh iklan/TV dan 22
orang (22 persen) dari jumlah 100 responden perokok aktif memilih motif gaya hidup.
Coba-coba 25 25
Pengaruh Orangtua Merokok 24 24
Pengaruh Teman Merokok 20 20
Pengaruh Iklan/TV 9 9
Gaya Hidup 22 22
Total 100 100
Data tersebut menunjukkan bahwa responden perokok aktif menyatakan
mereka menjadi perokok karena keinginan untuk coba-coba, pengaruh orangtua yang
merokok dan pengaruh teman yang merokok. Hal ini diungkapkan salah seorang
responden (R) yang menjadi perokok aktif karena pengaruh teman merokok :
Bagi para responden rasa ingin coba-coba untuk mulai merokok lebih besar
muncul pada individu yang belum pernah merokok dan dalam kesehariannya hidup
berdampingan dengan perokok aktif. Selain itu beberapa responden yaitu MS, AP dan
orangtua yang merokok, seperti yang diungkapkan salah satu responden AA sebagai
berikut :
Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa motif gaya hidup juga menjadi pilihan
pengaruh responden menjadi perokok. Hal ini dikarenakan merokok dikalangan anak
muda dianggap sebagai hal yang moderen, mereka menilai bagi yang tidak merokok
dianggap sebagai orang yang tidak moderen, seperti yang diungkapkan oleh responden
(S) :
“Zaman anak muda sekarang beda sama zaman babe gue, merokok
pas zaman babe gue jadi hal yang tabu kalau sekarang mah hal yang
wajib, kalo kaga ngerokok gak bakal bisa jadi orang moderen kan
moderen itu hidup bebas berekspresi. Anak muda kan kudu bebas
berekspresi.”
undang-undang negara dan hukum agama. Data status perkawinan pada Tabel 9
menunjukkan bahwa perokok aktif dengan status belum menikah sebanyak 34 orang
atau 34 persen dan perokok aktif dengan status menikah sebanyak 66 orang atau 66
persen. Responden dengan status menikah diantaranya menjadi perokok aktif setelah
menikah dan sebagian besar responden menjadi perokok aktif sebelum menikah.
bawah ini :
yang menjadi perokok setelah menikah untuk menghilangkan pikiran dan penat
setelah beraktivitas.
Tabel 9. Frekuensi dan Persentase Responden Berdasarkan Status Perkawinan
Belum Menikah 34 34
Menikah 66 66
kategori sedang, yaitu sebanyak 89 orang atau 89 persen. Responden perokok aktif
dengan kategori pengetahuan rendah sebanyak 4 orang atau 4 persen dan responden
perokok aktif dengan kategori pengetahun tinggi sebanyak 7 orang atau 7 persen.
Rendah 4 4
Sedang 91 91
Tinggi 5 5
bahaya merokok untuk kesehatan tetapi peringatan kesehatan yang terlampir di setiap
bungkus rokok tidak bisa menjadi ajakan para responden untuk berhenti merokok. Hal
mencakup pandangan, gambaran dan penilaian terhadap isi dan pelaksanaan pada
peraturan larangan merokok yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta. Pada Tabel
tidak setuju terhadap peraturan larangan merokok yang berjumlah 77 orang atau 77
persen dan perokok aktif yang memiliki persepsi setuju pada peraturan larangan
Tidak Setuju 77 77
Setuju 23 23
setuju pada peraturan larangan merokok. Hal ini dikarenakan responden merasa
dengan adanya peraturan larangan merokok secara tidak langsung ruang lingkup
perokok aktif dibatasi. Hal ini seperti diungkapkan oleh seorang responden (OP) :
dikarenakan jumlah denda yang terlalu besar serta sosialisasi pemerintah tentang
peraturan larangan merokok kepada masyarakat kurang jelas sehingga banyak para
perokok aktif kurang mengerti pada maksud dan tujuannya. Hal ini seperti
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden laki- laki
merokok di tempat umum. Sebagian besar responden perempuan (80%) juga tidak
setuju dengan peraturan tersebut. Hal ini menggambarkan keyakinan bahwa perokok
aktif laki- laki dan perempuan sama-sama memiliki persepsi tidak setuju terhadap
Dengan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai P Value sebesar 0,765. Nilai ini
lebih besar dari 0,10. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan persepsi peraturan larangan merokok. Perokok
aktif laki- laki maupun perempuan cenderung memiliki persepsi tidak setuju karena
merasa memiliki hak yang sama untuk merokok dan dengan adanya peraturan
larangan merokok hak perokok aktif untuk merokok dibatasi. Hal tersebut
dikarenakan perokok aktif belum mengerti sepenuhnya pada tujuan peraturan larangan
merokok.
Tabel 12. Persepsi Peratura n Larangan Merokok Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Laki- laki 65 (77) 20 (23) 85 (100)
Perempuan 12 (80) 3 (20) 15 (100)
Total 77 23 100
Keterangan : X2 hitung = 0,765 ; a = 0,10
perguruan tinggi sebagian besar cenderung menunjukkan persepsi tidak setuju yaitu
menunjukkan persepsi tidak setuju yaitu sebanyak 100%. Responden perokok aktif
dengan pendidikan akhir perguruan tinggi mengerti pada tujuan peraturan larangan
merokok sedangkan responden tidak sekolah seluruhnya tidak mengerti pada tujuan
peraturan larangan merokok. Hal ini menggambarkan bahwa tidak ada perbedaan
perguruan tinggi dimana sama-sama memiliki persepsi tidak setuju pada peraturan
larangan merokok.
Dengan uji statistik korelasi Rank Spearman diperoleh nilai probability (P)
sebesar 1,00. Nilai ini lebih besar dari 0,10 yang berarti tidak terdapat hubungan yang
signifikan. Hal ini dikarenakan perokok aktif dengan tingkat pendidikan akhir
perguruan tinggi memiliki persepsi tidak setuju pada peraturan larangan merokok
karena merokok sudah menjadi kebiasaan dan dengan adanya peraturan larangan
Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah 4 (100) 0 (0) 4 (100)
SD/sederajat 3 (60) 2 (40) 5 (100)
SLTP/sederajat 4 (67) 2 (33) 6 (100)
SLTA/sederajat 23 (80) 6 (20) 29 (100)
Perguruan Tinggi 43 (77) 13 (23) 56 (100)
Total 77 23 100
Keterangan : Probabilitas = 1,00; koefisien korelasi = 0,00
pendapatan rendah, sedang dan tinggi cenderung menunjukkan persepsi tidak setuju
yaitu sebanyak 70%, 82% dan 75%. Hal ini menggambarkan keyakinan bahwa
perokok aktif memiliki persepsi tidak setuju pada peraturan larangan merokok dan
kebiasaan merokok. Merokok bagi responden sudah menjadi kebiasaan dan untuk
sebesar 0,895. Nilai ini lebih besar dari 0,10 yang berarti tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pendapatan dengan persepsi peraturan larangan merokok. Hal
tersebut menunjukkan bahwa merokok sudah menjadi kebiasaan dan dengan adanya
peraturan larangan merokok perokok aktif merasa ruang lingkup untuk merokok
dibatasi dan ketentuan mengenai sanksi pidana yang dibuat terlalu berat.
Pendapatan
Rendah 12 (70) 5 (30) 17 (100)
Sedang 33 (82) 7 (18) 40 (100)
Tinggi 32 (75) 11 (25) 43 (100)
Total 77 23 100
Keterangan : Probabilitas = 0,895; koefisien korelasi = 0,013
untuk merokok. Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa responden dengan motif
coba-coba, pengaruh teman merokok, pengaruh iklan/TV dan gaya hidup cenderung
menunjukkan persepsi tidak setuju yaitu sebanyak 88% (22 orang), 95% (19 orang),
89% (8 orang), dan 78% (17 orang) sedangkan responden dengan motif pengaruh
dengan motif pengaruh orangtua merokok memiliki persepsi setuju pada peraturan
larangan karena responden menyadari bahwa merokok memberi dampak yang tidak
baik pada anggota keluarga yang tidak merokok sedangkan sebagian besar responden
memiliki persepsi tidak setuju karena merokok sudah menjadi kebiasaan dan untuk
Motif Merokok
Coba-coba 22 (88) 3 (12) 25 (100)
Pengaruh Orangtua Merokok 11 (46) 13 (54) 24 (100)
Pengaruh Teman Merokok 19 (95) 1 (5) 20 (100)
Pengaruh Iklan/TV 8 (89) 1 (11) 9 (100)
Gaya Hidup 17 (78) 5 (22) 22 (100)
Total 77 23 100
Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat nilai P Value yang diperoleh dari hasil uji
hubungan antara kelima pilihan motif merokok dengan persepsi peraturan larangan
merokok lebih besar dari tingkat signifikansi, yaitu 0,131 lebih besar dari 0,10 untuk
uji hubungan antara motif coba-coba dengan persepsi peraturan larangan merokok.
Begitu juga untuk uji hubungan antara motif pengaruh orangtua merokok dengan
persepsi peraturan larangan merokok, yaitu 0,00 lebih kecil dari 0,10, untuk motif
pengaruh teman merokok, yaitu 0,032 lebih kecil dari 0,10, untuk motif pengaruh
iklan/TV, yaitu 0,374 lebih besar dari 0,10, serta untuk motif gaya hidup, yaitu 0,973
disebabkan merokok memberi dampak yang tidak baik pada anggota keluarga yang
tidak merokok dan dengan adanya pera turan larangan merokok perokok aktif
signifikan antara motif coba-coba, pengaruh iklan/TV, dan gaya hidup dengan
status menikah dan belum menikah cenderung menunjukkan persepsi tidak setuju
yaitu sebanyak 66 persen dan 100 persen. Hal ini menggambarkan bahwa tidak ada
perbedaan persepsi antara perokok aktif yang menikah dan belum menikah. Tetapi hal
ini berbanding terbalik dengan hasil uji statistik Chi-Square, dimana untuk
merokok.
Status Perkawinan
Belum Menikah 34 (100) 0 (0) 34 (100)
Total 77 23 100
Dengan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai P Value sebesar 0,01. Nilai ini
lebih kecil dari 0,10. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
persepsi setuju dari perokok aktif yang berstatus menikah karena merokok memberi
dampak yang tidak baik pada anggota keluarga yang tidak merokok dan dengan
pasif di sekitarnya.
tingkat pengetahuan mengenai dampak merokok baik tinggi, sedang maupun rendah
cenderung menunjukkan persepsi tidak setuju yaitu sebanyak 80%, 77% dan 75%. Hal
Dengan uji statistik korelasi Rank Spearman diperoleh nilai probability (P)
sebesar 0,857. Nilai ini lebih besar dari 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
pengetahuan perokok aktif tentang dampak merokok tinggi namun hal ini tidak
memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh seorang
responden (MT) :
“Saya yakin semua perokok pasti tahu bahayanya ngerokok tapi mau
gimana lagi ya namanya udah ketergantungan susah berhenti dalam
sekejap butuh waktu lama. Kalau mau berhenti mah kudu dari niat si
perokoknya sendiri kaga bisa dipaksa sama orang lain. Walau udah
batuk-batuk mah tetep aja tuh rokok dicari-cari” (M 42 tahun, Laki-
laki).
Tingkat Pengetahuan
Rendah 3 (75) 1 (25) 4
Sedang 70 (77) 21 (23) 91
Tinggi 4 (80) 1 (20) 5
Total 77 23 100
Keterangan : Probabilitas = 0,857; koefisien korelasi = -0,018
BAB VI
Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2005 tentang pengendalian pencemaran udara
dan Peraturan Gubernur (Pergub) No. 75 Tahun 2005 tentang kawasan dilarang
merokok. Dalam pasal 41 ayat 2 bab tentang Ketentuan Pidana disebutkan bahwa
setiap orang yang melanggar ketentuan beberapa pasal dalam Perda termasuk pasal
13, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda sebanyak-
mengandung pro-kontra. Perda yang salah satunya mengatur tentang etika merokok
ditanggapi dingin oleh sebagian besar perokok aktif. Sebagian besar perokok tidak
setuju dengan larangan merokok di tempat umum namun perokok pasif menyambut
Kelurahan Pela Mampang sebagian besar memiliki persepsi tidak setuju terhadap
peraturan larangan merokok. Persepsi tidak setuju perokok aktif pada peraturan
larangan merokok karena ketentuan pidana dalam Peraturan Daerah (Perda) No.2
Tahun 2005 yang tercantum dalam pasal 41 ayat 2. Melalui wawancara yang
dilakukan dengan responden perokok aktif di Kelurahan Pela Mampang sebagian
besar mentaati peraturan larangan merokok karena takut terhadap besarnya denda
yang harus dibayar. Hal ini diungkapkan oleh B yang berpendapat sebagai berikut :
tempat kerja dan pusat perbelanjaan dikarenakan adanya petugas pengawas peraturan
larangan merokok yang selalu bertugas mengawasi jika ada yang merokok. Sebaliknya
di lingkungan perumahan perokok aktif terlihat tidak ada yang mentaati peraturan
larangan merokok tidak mungkin ada. Hal ini diungkapkan oleh R yang berpendapat
sebagai berikut :
Pasal 41 ayat 2 bab tentang ketentuan pidana disebutkan bahwa setiap orang
yang melanggar, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan atau
mentaati peraturan larangan merokok bukan karena tujuan peraturan itu sendiri,
walaupun masih dijumpai perokok yang merokok di depan sekolah, masjid dan TPA.
“Udah kebiasaan ngerokok dimana aja sih, apalagi kalau mulut rasanya kecut
tangan udah reflek ngambil rokok buat dihisap. Kalau udah ngisap rokok udah
ga inget yang lain- lainnya.”
Banyak dijumpai perokok aktif yang merokok di sarana umum seperti yang
tertuang dalam pasal 3 pada Peraturan Gubernur No. 75 Tahun 2005 yaitu tempat
arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah dan angkutan umum. Penyebab banyaknya
perokok aktif yang masih merokok di sarana umum dikarenakan kebiasaan merokok
lainnya diperoleh alasan lain mengapa memilih merokok di tempat umum, seperti
“Ya abis mau gimana, serba salah juga sih mau ngerokok ditempat umum
dilarang sedangkan ruang khusus merokok terbatas jumlahnya dan hanya
terdapat ditempat pusat perbelanjaan itupun sedikit sekali yang punya ruang
khusus merokok, yah masa untuk merokok kita harus datang kesana dulu mana
jaraknya jauh lagi.”
Sebagian besar masyarakat Jakarta meragukan pada pelaksanaan peraturan
larangan merokok. Aparat penegak hukum yang ditugasi mengawasi dilapangan masih
dirasa kurang sehingga masih banyak perokok aktif yang merokok di tempat-tempat
umum. Ruangan khusus merokok yang disediakan disetiap gedung perkantoran dan
pusat perbelanjaan dirasakan tidak nyaman bagi para perokok aktif dikarenakan
ruangan yang terlalu kecil dan tidak sesuai dengan jumlah perokok aktif serta ventilasi
udara yang terlalu minim sehingga ruangan akan penuh dengan asap rokok. Bagi
perokok aktif perempuan ruangan khusus merokok dirasakan tidak nyaman karena
bercampur dengan perokok aktif laki- laki sehingga toilet menjadi pilihan untuk tempat
merokok. Peraturan larangan merokok hanya ditakuti perokok aktif pada saat
pelaksanaan peraturan larangan merokok tidak disertai petugas penegak hukum yang
melanggar.
BAB VII
7.1 Kesimpulan
1. Sebagian besar perokok aktif memiliki persepsi tidak setuju terhadap peraturan
larangan merokok. Persepsi tidak setuju karena ketentuan sanksi pidana yang
tempat umum bukan berdasarkan tujuannya tetapi karena takut akan sanksi denda.
dan motif merokok (coba-coba, pengaruh iklan/TV dan gaya hidup) tidak
sudah menjadi kebiasaan dan dengan adanya peraturan larangan merokok perokok
aktif merasa ruang lingkup untuk merokok dibatasi serta ketentuan sanksi pidana
yang terlalu berat. Motif merokok (pengaruh orangtua dan pengaruh teman) dan
dikarenakan merokok memberi dampak yang tidak baik pada anggota keluarga
yang tidak merokok dan dengan adanya peraturan larangan merokok perokok aktif
untuk berhenti merokok karena merokok sudah menjadi ketergantungan dan untuk
Saran
1. Bagi perokok aktif, sebaiknya tidak merokok di tempat sarana umum masyarakat
karena asap dari rokok yang dikeluarkan dapat mengganggu kesehatan bagi orang
2. Bagi orangtua diharapkan dapat menjelaskan akan dampak rokok bagi kesehatan
atau perilaku merokok yang sebaiknya tidak mengganggu orang lain. Orangtua
yang merokok sebaiknya tidak merokok di dalam rumah dan memberikan contoh
3. Penerapan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 75 Tahun 2005 dan
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 02 Tahun 2005 Pasal 13, perlu didukung dengan
penyediaan ruangan khusus merokok yang nyaman serta mudah dijangkau bagi
masyarakat secara jelas sehingga para perokok aktif dapat mengerti dan
Al-Bachri. 1991. Dampak dari Sebatang Rokok dalam Buletin RSKO. Juni 1991.
Jakarta.
Handoko, Dwi Dharma. 2003. Persepsi Masyarakat Tentang Lingkungan Sungai dan
Pengaruhnya Terhadap Perilaku Pemanfaatnya. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kristono, Hidayat. 1994. Studi Migrasi dan Perubahan Nilai Kerja Pekerja Asal
Pedesaan pada Sektor Industri di Tangerang. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gubernur DKI Jakarta. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 75 Tahun 2005
Tentang Kawasan Larangan Merokok. Jakarta.
Singgih, Renie. 2002. Bahaya Perokok Pasif Sama dengan Perokok Aktif. Lembaga
Menanggulangi Masalah Merokok (LM3). Jakarta.
Soesetiyo, J. Budhy. 1990. Nilai Kerja Tradisi; Telaah pada Masyarakat Pertanian
Padi Sawah di Desa Sidorejo Godean, Yogyakarta. Skripsi. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Sumitra, Tata. 2003. Hubungan Antara Perilaku Komunikasi dan Persepsi Petani
Hutan Kemasyarakatan (HKm dengan Partisipasinya Terhadap Pembangunan
HKm). Tesis. Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Syahyuni, Tuti. 1999. Persepsi Pekerja Industri Terhadap Tingkat Pendidikan Anak
pada Masyarakat Transisi Agraris Ke Industri. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jenis Kelamin *
100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Persepsi
Count
Persepsi
Tidak Setuju Setuju Total
Jenis Kelamin Laki-laki 65 20 85
Perempuan 12 3 15
Total 77 23 100
Chi-Square Tests
Exact
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. Sig. (1-
Value df sided) (2-sided) sided)
Pearson Chi-Square .090(b) 1 .765
Continuity Correction(a) .000 1 1.000
Likelihood Ratio .092 1 .762
Fisher's Exact Test 1.000 .531
Linear-by-Linear
Association .089 1 .766
N of Valid Cases 100
a Computed only for a 2x2 table
b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.45.
Lampiran 2. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Tingkat Pendidikan
dengan Persepsi Peraturan Larangan Merokok
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat
Pendidikan Persepsi
Spearman's Tingkat Correlation Coefficient
1.000 .000
rho Pendidikan
Sig. (2-tailed) . 1.000
N 100 100
Persepsi Correlation Coefficient .000 1.000
Sig. (2-tailed) 1.000 .
N 100 100
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat Pendidikan
* Persepsi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Count
Persepsi
Tidak Setuju Setuju Total
Tingkat Tidak Sekolah
4 0 4
Pendidikan
SD/sederajat 3 2 5
SLTP/sederajat 4 2 6
SLTA/sederajat 23 6 29
Perguruan
43 13 56
Tinggi
Total 77 23 100
Lampiran 3. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Pendapatan dengan
Persepsi Peraturan Larangan Merokok
Nonparametric Correlations
Correlations
Pendapatan
(Gaji) Persepsi
Spearman's Pendapatan Correlation
1.000 .013
rho (Gaji) Coefficient
Sig. (2-tailed) . .895
N 100 100
Persepsi Correlation
.013 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .895 .
N 100 100
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pendapatan
(Gaji) * Persepsi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Count
Persepsi
Tidak Setuju Setuju Total
Pendapatan Rendah
12 5 17
(Gaji)
Sedang 33 7 40
Tinggi 32 11 43
Total 77 23 100
Lampiran 4. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Motif Merokok dengan
Persepsi Peraturan Larangan Merokok
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Coba-coba * Persepsi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Chi-Square Tests
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengaruh Orangtua
100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Merokok * Persepsi
Chi-Square Tests
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengaruh Teman
100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Merokok * Persepsi
Count
Persepsi
Tidak Setuju Setuju Total
Pengaruh Teman Tidak 58 22 80
Merokok Ya 19 1 20
Total 77 23 100
Chi-Square Tests
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pengaruh Iklan/TV
100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
* Persepsi
Chi-Square Tests
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Gaya Hidup * Persepsi 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Chi-Square Tests
Nonparametric Correlations
Correlations
Tingkat
Pengetahua
n Persepsi
Spearman's Tingkat Correlation
1.000 -.018
rho Pengetahuan Coefficient
Sig. (2-tailed) . .857
N 100 100
Persepsi Correlation
-.018 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .857 .
N 100 100
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Tingkat
Pengetahuan * 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Persepsi
Count
Persepsi
Tidak Setuju Setuju Total
Tingkat Rendah
3 1 4
Pengetahuan
Sedang 70 21 91
Tinggi 4 1 5
Total 77 23 100
Lampiran 6. Hasil Uji SPSS Tentang Hubungan Antara Status Perkawinan
dengan Persepsi Peraturan Larangan Merokok
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Status
Perkawinan * 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Persepsi
Count
Persepsi
Tidak
Setuju Setuju Total
Status Belum Menikah
34 0 34
Perkawinan
Kawin 43 23 66
Total 77 23 100
Chi-Square Tests