Anda di halaman 1dari 17

LEARNING ISSUE

LBM 5 ‘IPE’
1. Mengapa ibu mengalami perdarahan post partum?
 Perdarahan postpartum (PPP) didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau lebih
darah setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih setelah seksio sesaria
(Leveno, 2009; WHO, 2012)
 Klasifikasi pada Perdarahan postpartum (PPP) :
a. Pendarahan Postpartum Primer: Pendarahan melebihi 500ml setelah
persalinan dalam 24 jam pertama kelahiran.
b. Pendarahan Postpartum Sekunder : Pendarahan pasca persalinan yang terjadi
setelah 24 jam pertama kehamilan
 Beberapa hal yang menyebabkan perdarahan setelah kelahiran , 4T:
a. Tonus :atonia uteri, kandung kemih yang overdistensi
b. Tissue:retensi plasenta (sisa plasenta) dan bekuan darah
c. Trauma:perlukaan pada vagina, serviks, atau uterus.
d. Trombin: gangguan pembekuan darah (bawaan atau didapat).
2. Apakah ada pemeriksaan penunjang dari skenario ?

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium :
a. Pemeriksaan darah lengkap/ Complete blood counts (CBC) :
- Pemeriksaan Hb dan Ht sangat membantu dalam menentukan jumlah kehilangan
darah, namun pada pasien dengan perdarahan akut, ukuran Hb dan Ht
memerlukan waktu sehingga beberapa jam untuk menunjukkan jumlah
kehilangan darah dan platelet count.
- Mengetahui jumlah leukosit dan trombosit.
- Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi (crossmatch) harus dilakukan sejak
periode antenatal yang sangat membantu sekiranya transfusi darah diperlukan.
b. Coagulation Laboratory Studies :
- Peningkatan PT , aPTT dan INR (International Normalized Ratio) dapat
menunjukkan adanya kelainan pembekuan darah atau koagulopati.
c. Fibrinogen Level :
- Kadar fibrinogen sering meningkat sehingga 300-600 mg/dl pada kehamilan.
Nilai normal atau kadar yang rendah memungkinkan sesuatu koagulopati.
d. Pemeriksaan Elektrolit.
- Memeriksa apakah ada gangguan pada elektrolit seperti hipokalsemia,
hipokalemia, dan hipomagnesemia. Pemeriksaan diperlukan sebagai dasar untuk
membandingkan antara sebelum dan setelah dilakukan resusitasi cairan atau
resusitasi darah.
e. BUN/Kreatinin
- Pemeriksaan ini dapat membantu untuk mengidentifikasi apakah ada kegagalan
pada ginjal sebagai suatu komplikasi syok. Jika nilai BUN meningkat selama atau
setelah resusitasi cairan, pertimbangkan suatu hemolisis yang terjadi dari
komplikasi.6
Pemeriksaan Radiologi.
a. Ultrasonografi
- Secara umum, ultrasonografi pelvik (transabdominal/transvaginal) sangat
membantu untuk melihat adanya sisaplasenta yang besar, hematoma, atau
abnormalitas intrauterin yang lainnya. Sisa plasenta dan hematoma dapat terlihat
identik, namun dapat dibedakan antara satu lainnya dengan menggunakan
Doppler USG di mana hematoma tampak avaskule sedangkan pada sisa plasenta
dapat terlihat adanya aliran darah persisten dari uterus. Pemeriksaan abdominal
FAST (focused assessment with sonography in trauma) dapat membantu
mengidentifikasi cairan dalam peritoneal yang dapat disebabkan oleh perdarahan.
b. CT-Scan: memperlihatkan gambaran detail terhadap hematoma pelvis, luka
persalinan sectio Caesarea, dan sisa plasenta.
c. MRI : membantu mengidentifikasi hematoma dan abses pada intrauterin atau
ekstrauterin yang tidak dapat dilihat jelas oleh USG atau CT-scan
3. Apa hubungan riwayat lahir spontan dan bb lahir 3850 gram dan Hubungannya P6A0
dengan penyakit di skenario ?
4. Bagaimana cara memberikan oksitosin 20iu dan kompresi bimanual ?
5. Apakah faktor resiko dari skenario ?
6. Bagaimanakah etiologi dari skenario ?

Etiologi Faktor Resiko


Kontraksi  Overdistensi uterus  Polihidramnion
uterus  Kehamilan ganda
abnormal  Makrosomia
(Tone) /  Kelelahan otot uterus  Persalinan yang cepat
Atonia Uteri  Persalinan lama
 Paritas tinggi
 Infeksi intramnion  Demam
 Ketuban pecah
 Kelainan funsional atau  Uterus fibroid
anatomi uterus  Plasenta previa
 Anomaly uterus
Sisa konsepsi  Sisa konsepsi (retained  Plasenta lahir tidak lengkap
(Tissue) Placenta Fragments)
 Plasenta yang abnormal  Jaringan parut/sikatriks/scar
uterus akibat operasi
sebelumnya
 Sisa kotiledon atau lobus  Paritas tinggi
suksenturiata  Abnormal plasenta saat USG
 Sisa bekuan darah  Atonia uteri
Luka jalan  Laserasi cervix, vagina atau  Persalinan presipitatus
lahir/Trauma perineum  Persalinan pervaginan operatif
genitalia  Perpanjangan laserasi saat SC  Malposisi
(Trauma)  .  Deep engagement
 Ruptura uteri  Operasi uterus sebelumnya
 Inversio uteri  Paritas tinggi
 Fundal plasenta
Gangguan Kelainan yang telah ada
koagulasi/ sebelumnya:
koagulopati/  Hemofilia A  Riwayat koagulopati herediter
(Thrombin)  Penyakit Von Willebrand  Riwayat gangguan hepar
Didapat saat kehamilan :
 ITP  Memar
 Trombositopenia pada PEB  Peningkatan tekanan darah
 IUFD
 DIC
 Demam, peningkatan leukosit
 Preeklampsia
 HAP
 IUFD  Kolaps
 Infeksi berat
 Solusio plasenta
 Emboli cairan ketuban
 Terapi antikoagulan
 Riwayat bekuan darah

7. Apa interpretasi dari px fisik ibu?


8. Apa diagnosis medis dan keperawatan dan dd dari skenario?
Diagnosis perdarahan post partum
1. Terjadi perdarahan segera setelah bayi lahir
a. Dapat terjadi sebelum plasenta lahir
b. Sesudah plasenta lahir
2. Jumlahnya sekitar 400-500 cc
3. Umumnya keluar secara mendadak, tanpa disadari
4. Dapat diikuti dengan menurunnya kesadaran
5. Dapat diikuti oleh perubahan system kardiovaskular
9. Apa intervensinya?
10. Sebutkan penatalaksanaan medis dan keperawatan di skenario ?
Penatalaksanaan
a. Atonia uteri
Manajemen Aktif kala III Ibu yang mengalami perdarahan post partum jenis ini
ditangani dengan :
1. Pemberian suntikan Oksitosin
 Periksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal
 Suntikan Oksitosin 10 IU IM
2. Peregangan Tali Pusat
 Klem tali pusat 5-10 cm dari vulva/gulung tali pusat
 Tangan kiri di atas simfisis menahan bagian bawah uterus, tangan kanan
meregang tali pusat 5-10 cm dari vulva
 Saat uterus kontraksi, tegangkan tali pusat sementara tangan kiri menekan
uterus dengan hati-hati arah dorso-kranial
3. Mengeluarkan Plasenta
 Jika tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan
plasenta, minta ibu meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali
pusat ke arah bawah kemudian keatas dengan kurve jalan lahir
 Bila tali pusat bertambah panjang tetapi belum lahir, dekatkan klem ± 5-10
cm dari vulva
 Bila plasenta belum lepas setelah langkah diatas, selama 15 menit lakukan
suntikan ulang 10 IU oksitosin i.m, periksa kandung kemih lakukan
katerisasi bila penuh, tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan
plasenta manual.
4. Massase Uterus
 Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase pada fundus uteri dengan
menggosok fundus secara sirkular mengunkan bagian palmar 4 jam tangan
kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus terasa keras).
 Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan,
kelengkapan plasenta dan ketuban, kontraksi uterus, dan perlukaan jalan
lahir.
Manajemen aktif kala III
b. Retensio Plasenta
- Plasenta Manual dilakukan dengan :
 Dengan narkosis
 Pasang infus NaCl 0.9%
 Tangan kanan dimasukkan secara obstetrik ke dalam vagina
 Tangan kiri menahan fundus untuk mencegah korporeksis
 Tangan kanan menuju ostium uteri dan terus ke lokasi plasenta
 Tangan ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas
 Dengan sisi ulner, plasenta dilepaskan
- Pengeluaran isi plasenta :
 Pengeluaran Isi Plasenta dilakukan dengan cara kuretase
 Jika memungkinkan sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual
 Kuretase harus dilakukan di rumah sakit
 Setelah tindakan pengeluaran, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika
melalui suntikan atau peroral
 Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan

c. Robekan jalan lahir


Penatalaksanaan robekan tergantung pada tingkat robekan. Penatalaksanaan pada
masing-masing tingkat robekan adalah sebagai berikut :
 Robekan perineum tingkat I : Dengan cut gut secara jelujur atau jahitan angka
delapan (figure of eight)
 Robekan perineum tingkat II :
 Jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, harus
diratakan lebih dahulu
 Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan dijepit dengan klem kemudian
digunting
 Otot dijahit dengan catgut, selaput lendir vagina dengan catgut secara
terputusputus atau jelujur. Jahitan mukosa vagina dimulai dari puncak
robekan, sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara
jelujur.
 Robekan perineum tingkat III (Kewenangan dokter)
 Dinding depan rektum yang robek dijahit
 Fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan cat gut
kromik
 Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit dengan
klem,
kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik
 Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan
perineum tingkat II
 Robekan perineum tingkat IV (Kewenangan dokter)
 Dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan
rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota
 Robekan dinding Vagina
 Robekan dinding vagina harus dijahit
 Kasus kalporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit.
Ingatlah bahwa robekan perineum tingkat III dan IV bukan kewenangan
bidan untuk melakukan penjahitan.
11. Apa saja komplikasi penyakit dari skenario ?
KOMPLIKASI
1. Syok Hemoragik
 Akibat dari perdarahan berlebihan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya
kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan
gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan
hipovolemia berat. Pada kasus berat, syok hemoragik dapat menyebabkan
iskemi hipofise anterior dan keterlambatan dan gangguan laktasi pada ibu.
 Occult Myocardial Ischemia dan kematian mungkin juga terjadi.
 Sheehan Syndrome (jarang) adalah nekrosis dari kelenjar hipofise dengan
hiponatremia berat. Pada kehamilan, kelenjar hipofise secara fisiologis
membesar seterusnya menjadikannya sangat sensitive terhadap penurunan
aliran darah yang disebabkan perdarahan masif dan syok hipovolemik.
Hipofise anterior cenderung mengalami kerusakan berbanding hipofise
posterior. Kegagalan pada proses laktasi merupakan gejala awal yang umum
terjadi pada sindrom ini.
2. Collapse of the patient
 Pasien bisa pingsan akibat dari hipotensi ortostatik, anemia dan kelelahan atau
fatigue akibat kekurangan darah.
3. Excessive Bleeding
 (Disseminated Intravascular Coagulation) akibat dari pembentukan
pembekuan darah yang banyak dalam tubuh.
12. Bagaimana patyway keperawatannya ?

Anda mungkin juga menyukai