Anda di halaman 1dari 17

TUGAS GENESA MINERAL DAN

BATUBARA

Kelompok :

1. Alfian Mukti Pratama (112160131)


2. Galih Wijayanto (112160129)
3. Kurnia Aji Yudanto (112160119)
4. Rafif Mahrus Khalik (112160137)
5. Layopa Muhammad R (112160113)
6. Willy Santoso (112160031)

Kelas : D

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenan dan
RahmatNya kepada kami, sehingga tugas genesa mineral dan batu bara tentang
minyak bumi ini dapat selesai tepat pada waktunya sesuai dengan yang
diharapkan. Tugas ini disusun agar Mahasiswa dapat mengetahui secara praktis
mengenai dasar – dasar teori tentang minyak bumi.
Dengan telah tersusunnya tugas ini, maka kami selaku penyusun
mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Waterman Sulistyna Bargawa, M.T. Selaku Dosen Genesa Mineral
dan Batu Bara, TA 2017/2018 Program Studi Teknik Pertambangan , FTM,
UPN ”Veteran” Yogyakarta.

2. Ir. Ketut Gunawan, M.T., Ir. Drs. Abdul Rauf, M.Sc., Dr. Edy Nursanto,
S.T, M.T. selaku Dosen Genesa Mineral dan Batu Bara.

3. Semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah
membantu sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penyusun telah berusaha agar tugas ini sempurna, jika terdapat kesalahan
dalam tugas ini kami mohon maaf. Saran dan kritik yang membangun dari pembaca
sangat penyusun harapkan untuk perbaikan kedepan.
Akhir kata, saya berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat dan
memberikan ilmu bagi penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 28 Nopember 2017

Penyusun

(Kelompok)

i
DAFTAR ISI

Halaman
COVER ………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………….................iii
BAB
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ……………………………………………..1
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………….1
1.3. Tujuan ………………………………………………….......1
II. PEMBAHASAN
2.1. Genesa Batugamping ………………………………………2
2.2. Jenis – jenis Batugamping …………………………………4
2.3. Fenomena Karst ……………………………………………5
2.4. Terbentuknya Goa …………………………………………7
2.5. Terbentuknya Sungai Bawah Tanah ……………………….9
2.6. Terbentuknya Stalagtit, Stalagmit dan Pilar ……………….9
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan …………………………………………………13
3.2. Saran ………………………………………………………..13
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………...14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Batu gamping adalah batuan sedimen yang sebagian besar disusun oleh
kalsium karbonat yang berasal dari sisa- sisa organisme laut seperti kerang, siput
laut, dan koral yang sudah mati. Batu gamping terbentuk secara organik, secara
mekanik maupun secara kimia. Batu gamping yang terjadi secara organik di alam
yang merupakan pengendapan cangkang ataupun siput dan ganggang yang berasal
dari kerangka koral. Batu gamping yang terjadi secara mekanik tidak jauh berbeda
dengan jenis batu gamping yang terbentuk secara organik, perbedaannya yang
terjadi diantara keduanya adalah terjadinya perombakan bahan batu gamping yang
kemudian terbawa arus dan biasanya mengendap tidak jauh dari tempat semula.
Batu gamping yang terjadi secara kimia merupakan jenis dari batu gamping yang
terjadi dalam kondisi iklim dan dalam suasana lingkungan tertentu.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana genesa batugamping?
2. Apa jenis – jenis batugamping?
3. Bagaimana fenomena karst?
4. Bagaimana terbentuknya goa?
5. Bagaimana terbentuknya sungai bawah tanah?
6. Bagaimana terbentuknya stalagtit, stalagmite, dan pilar?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui dasar – dasar tentang batu gamping
2. Mengetahui proses terbentuknya batu gamping

1
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Genesa Batugamping


Batu gamping terjadi dengan beberapa cara, yaitu :

Ø secara organic

Sebagian besar batu gamping di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari
pengendapan cangkang atau rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang
berasal dari kerangka binatang koral/kerang

Ø secara mekanik/secara kimia

Untuk batu gamping yang terjadi secara mekanik, sebetulnya bahannya tidak jauh
berbeda dengan jenis batu gamping yang terjadi secara organic. Yang
membedakannya adalah terjadinya perombakan dari bahan batu kapur tersebut yang
kemudian terbawa oleh arus dan biasanya diendapkan tidak jauh dari tempat
semula.

Ø Secara kimia

Sedangkan yang terjadi secara kimia adalah jenis batu gamping yang terjadi dalam
kondisi iklim dan suasana lingkungan tertentu dalam air laut ataupun air tawar.

Selain hal diatas, mata air mineral dapat pula mengendapkan batu gamping.
Jenis batu gamping ini terjadi karena peredaran air panas alam yang melarutkan
lapisan batu gamping dibawah permukaan, yang kemudian diendapkan kembali
dipermukaan bumi. Magnesium, lempung dan pasir merupakan unsur pengotor
yang mengendap bersama-sama pada saat proses pengendapan. Keberadaan
pengotor batu gamping memberikan klasifikasi jenis batu gamping, apabila
pengotornya magnesium, maka batu gamping tersebut diklasifikasikan sebagai batu
gamping dolomitan.

2
Begitu juga apabila pengotornya lempung, maka batu kapur tersebut
diklasifikasikan sebagai batu gamping lempungan, dan batu gamping pasiran
apabila pengotornya pasir. Persentase unsure-unsur pengotor sangat berpengaruh
terhadap warna batu kapur tersebut, yaitu mulai dari warna putih susu, abu-abu
muda, abu-abu tua, coklat, bahkan hitam. Warna kemerah-merahan misalnya,
biasanya disebabkan oleh adanya unsure mangan, sedangkan kehitam-hitaman
disebabkan oleh adanya unsure organic. Batu gamping dapat bersifat keras dan
padat, tetapi dapat pula kebalikannya. Selain yang pejal dijumpai pula yang porous.
Batu gamping yang mengalami metamorfosa akan berubah penampakannya
maupun sifat-sifatnya. Hal ini terjadi karena pengaruh tekanan maupun panas,
sehingga batugamping tersebut menjadi berhablur, seperti yang dijumpai pada
marmer. Selain itu, air tanah juga sangat berpengaruh terhadap penghabluran
kembali pada permukaan batugamping, sehingga terbentuk hablur kalsit.

Di beberapa daerah endapan batu batugamping seringkali ditemukan di gua


dan sungai bawah tanah. Hal ini terjadi sebagai akibat reaksi tanah. Air hujan yang
mengandung CO3 dari udara maupun dari hasil pembusukan zat-zat organic
dipermukaan, setelah meresap ke dalam tanah dapat melarutkan batugamping yang
dilaluinya. Reaksi kimia dari proses tersebut adalah sebagai berikut :
CaCO3 + 2 CO2 + H2O Ca (HCO3)2 + CO2 Ca (HCO3)2 larut dalam air, sehingga
lambat laun terjadi rongga di dalam tubuh batugamping tersebut. Secara geologi,
batugamping erat sekali hubungannya dengan dolomite. Karena pengaruh pelindian
atau peresapan unsure magnesium dari air laut ke dalam batugamping, maka
batugamping tersebut dapat berubah menjadi dolomitan atau jadi dolomite. Kadar
dolomite atau MgO dalam batugamping yang berbeda akan memberikan klasifikasi
yang berlainan pula pada jenis batugamping tersebut.

3
2.2. Jenis – jenis Batugamping
1. Gamping Terumbu

Proses pembentukan batuan gamping terumbu berasal dari pengumpulan


plankton, moluska, algae yang keudian membentuk terumbu. Jadi gamping terumbu
berasal dari organisme. Batuan sedimen yang memiliki komposisi mineral utama
dari kalsit (CaCO3) terbentuk karena aktivitas dari coral atau terumbu pada perairan
yang hangat dan dangkal dan terbentuk sebagai hasil sedimentasi organik.

2. Gamping Oolitik

Batuan sedimen kimiawi yang terbentuk dari butiran kalsit. Batuan ini baik
untuk bahan bangunan.Memiliki lapisan (LIAS) yaitu lapisan gamping dan serpih
laut dalam yang tersusun berselang-seling. Lapisan ini mengendap sebagai lumpur
laut dalam dan gampingnya terpisah keika batuan mengeras.

Batuan sedimen klastik yang terbentuk karena adanya akumulasi zat-zat


organik dimana memiliki partikel butiran kapur dan butirannya bundar serta agak
halus. Terbentuknya sebagsi hasil sedimentasi mekanik.

3. Gamping Numulitis

Bongkah batu atau gamping numuliites merupakan "olistolit" hasil suatu


pelongsoran besar didasar laut dari tepian menuju tengah cekungan yang dalam.
Fosil yang ada menunjukkan bahwa pada kala Eosen kawasan sekitar
Karangsambung merupakan laut dangkal di mana pada tepi-tepi cekungan
diendapkan batu gamping numulites.

Batuan sedimen bioklastik yang dipenuhi oleh fosil Foramnifera


Nummulities yang memberikan petunjuk bahwa batuan ini diendapkan dilaut
dangkal dan berumur hingga 55 juta tahun lalu.

4. Gamping Kristalin

Batu gamping kristalin merupakan salah satu jenis batuan sedimen yang
terbentuk dari batuan sediment seperti yang kita kira, batuan sedimen terbentuk dari
batuan sedimen, tidak juga terbentuk dari clay dan sand, melainkan batuan ini
terbentuk dari batu-batuan bahkan juga terbentuk dari kerangka calcite yang berasal
dari organisme microscopic di laut yang dangkal.

4
Sehingga sebagian perlapisan batu gamping hampir murni terdiri dari kalsit, dan
pada perlapisan yang lain terdapat sejumlah kandungan silt atau clay yang
membantu ketahanan dari batu gamping tersebut terhadap cuaca. Sehingga lapisan
yang gelap pada bagian atas batuan ini mengandung sejumlah besar fraksi dari
silika yang terbentuk dari kerangka mikrofosil, sehingga dimana lapisan pada
bagian ini lebih tahan terhadap cuaca.

2.3. Fenomena Karst


Pengertian Karst secara luas adalah bentuk bentang alam khas yang terjadi akibat
proses pelarutan pada suatu kawasan batuan karbonat atau batuan mudah terlarut
(umumnya formasi batu gamping) sehingga menghasilkan berbagai bentuk
permukaan bumi yang unik dan menarik dengan ciri-ciri khas exokarst (di atas
permukaan) dan indokarst (di bawah permukaan).

Penggunaan istilah karst secara internasional berawal dari bahasa Jerman yang
diserap dari bahasa Slavia kras yang memiliki arti lahan gersang berbatu. Istilah
kras diberikan untuk wilayah di Serbia, Bosnia, Herzegovina, Slovenia,
Albania (dahulu Yugoslavia) yang memiliki topografi khas akibat proses pelarutan
pada batuannya.

Di beberapa negara penggunaan istilah bentang alam unik ini beragam misalnya
karst (Jerman dan Inggris), carso (Italia), kras (negara-negara Balkan), karusuto
(Jepang), atau kars (Malaysia). Sedangkan di Indonesia pernah diperkenalkan
dengan istilah kras atau curing (Kamus Kebumian Purbo-Hadiwidjojo, 1994).

Dalam ilmu bumi, definisi karst adalah suatu wilayah kering, yang tidak
subur/gersang dan berbatu-batu sedangkan dalam geologi, pegunungan yang terdiri
dari batu gamping dan kemudian memperlihatkan bentang alam yang khas akibat
adanya proses pelarutan batuannya oleh air, dinamakan morfologi karst.

5
Kawasan Karst merupakan kawasan yang mudah rusak. Batuan dasarnya mudah
larut sehingga mudah sekali terbentuk goa-goa bawah tanah dari celah dan retakan.
Mulai banyaknya permukiman penduduk yang terdapat di daerah ini akan
berpengaruh terhadap tingginya tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Serta bahaya dari alam sendiri berupa bencana alam guguran batuan dan runtuhnya
goa bawah tanah.

Ciri-ciri kawasan karst antara lain:

Terdapatnya sejumlah cekungan (depresi) dengan bentuk dan ukuran yang


bervariasi, cekungan tersebut digenangi air atau tanpa air dengan kedalaman dan
jarak yang berbeda-beda.

Bukit-bukit kecil dalam jumlah banyak yang merupakan sisi-sisi erosi akibat
pelarutan kimia pada batu gamping, sehingga terbentuk bukit-bukit (conical hills).

Sungai-sungai tidak mengalami perkembangan pada permukaan. Sungai pada


daerah Karst umumnya terputus-putus, hilang kedalam tanah dan begitu saja
muncul dari dalam tanah.

Terdapatnya sungai-sungai di bawah permukaan, adanya goa-goa kapur pada


permukaan atau di atas permukaan.

Terdapatnya endapan sedimen lumpur berwarna merah (terrarosa) yang merupakan


endapan resedual akibat pelapukan batu gamping.

Permukaan yang terbuka mempunyai kenampakan yang kasar, pecah-pecah atau


lubang-lubang mapun runcing-runcing (lapies)

Banyaknya Stalaktit dan Stalakmit akibat dari air yang masuk ke lubang-lubang
(doline) kemudian turun ke gua dan menetes dari atap gua ke dasar gua yang
berubah jadi batuan.

Kawasan karst di Indonesia

Indonesia diperkirakan memiliki kawasan batuan karbonat yang luasnya mencapai


15,4 juta hektar yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia mulai dari barat
hingga timur. Beberapa kawasan tersebut telah dikembangkan sebagai kawasan
kars bahkan telah menjadi Geopark pertama di Indonesia untuk kawasan kars
Gunungsewu (Jawa Tengah – Jawa Timur) dan secara aklamasi oleh International
Union of Speleoloogy dinyatakan sebagai World Natural Heritage.

6
Permukaan bumi 25 persen merupakan kawasan Karst, sehingga 25 persen
kehidupan dunia pun tergantung pada kawasan ini. Keunikan kawasan Karst itu
sendiri terletak pada fenomena melimpahnya air bawah permukaannya yang
membentuk jaringan sungai bawah tanah, namun di sisi lain, kekeringan tampak di
permukaan tanahnya.

Untuk itu pengelolaan berkelanjutan kawasan karst membutuhkan prinsip-prinsip


pengelolaan sumber daya alam dengan terencana, optimal, dan bertanggung jawab.
Selain itu, untuk menekan laju kerusakan, diperlukan wawasan mengenai
lingkungan hidup ekosistem karst secara menyeluruh. Termasuk perubahan cara
pandang dari semua komponen termasuk para pengambil keputusan.

2.4. Terbentuknya Goa


Dari seluruh proses kejadian terbentuknya gua, yang paling luas dan intensif
adalah gua-gua yang terbentuk pada formasi batu gamping yang umumnya
kemudian berkembang menjadi suatu bentang alam khas yang dikenal sebagai
bentang alam kars (karst, istilah internasional, berasal dari bahasa Jerman yang
diperkenalkan oleh Cvijic pada sekitar tahun 1850 dari istilah asli bahasa Slavia krs
atau kras setelah ia meneliti suatu daerah gersang di Slovenia/dulu Yugoslavia,
timur laut Trieste). Hampir semua goa yang ada dibentuk dari karst (dari bahasa
Slavia Krs/Kras yang berarti batu-batuan). Istilah karst dipakai untuk suatu kawasan
batu gamping (limestone) yang telah mengalami pelarutan sehingga menimbulkan
relief dan pola pengaliran yang khas. Hal ini dicirikan dengan adanya proses
geokimia dan kehadiran atmosfer, biosfer, dan hidrosfer sekaligus.

Sejarah geologi karst dimulai pada zaman karbon (sebutan untuk sebuah
masa di 354-290 juta tahun lalu) akhir, hingga Perm (290-248 juta tahun lalu) awal
yang menimbulkan batuan tertua. Umumnya pada akhir masa Perm awal, terjadi
aktivitas tektonik berupa pengangkatan dan pelipatan satuan sabak serta timbulnya
sesar mendatar. Pada zaman Trias (248-206 juta tahun lalu) awal, terjadi proses
susut laut yang membentuk morfologi batu gamping. Ini akan diikuti dengan intrusi
ke permukaan yang menerobos batu gamping, hingga mengakibatkan batu gamping
menjadi marmer.

7
Akibat proses gaya-gaya geologi yang berpengaruh, akan terbentuk struktur
rekahan yang disebut diaklas, yakni jalur resapan air permukaan dan membentuk
morfologi karst. Hal ini akan terus terjadi, entah sampai kapan berakhirnya.
Mengapa pembentukan gua sangat intensif di kawasan kars yang batuannya
didominasi batu gamping / batu kapur / limestone? Hal ini sangat terkait dengan
sifat batu gamping yang unsur utamanya adalah karbonat CaCO3 yang sangat
reaktif terhadap larutan asam, khususnya larutan senyawa asam yang mengandung
CO2. Walaupun secara kimiawi prosesnya sangat rumit dan kompleks, tetapi proses
pelarutan batu gamping secara sederhana mengikuti persamaan reaksi berikut:

CaCO3 + H2O + CO2 Ca+ 2HCO3


Proses dengan panah bolak-balik tersebut menunjukan bahwa air yang mengandung
senyawa asam CO2 akan melarutkan karbonat menjadi kalsium dan bikarbonat.
Reaksi balik dari kanan ke kiri akan kembali menghasilkan karbonat. Maka selain
adanya proses pelarutan yang membawa partikel karbonat sehingga terjadi
pelubangan dan pengguaan pada batu gamping, di tempat lain terjadi proses
pengendapan karbonat berikutnya. Ini menerangkan proses selain terbentuknya gua
itu sendiri, juga terbentuknya hiasan-hiasan gua (stalactite, stalagmite, flowstone,
guardam, dll) yang merupakan hasil endapan karbonat dari pelarutan karbonat di
tempat lain.

Namun demikian tidak sembarang batu gamping dan tidak sembarang


tempat bisa membentuk gua. Gua batu gamping (yang berlorong panjang dan
berliku-liku) umumnya berkembang akibat adanya proses pelarutan dan diperbesar
oleh proses erosi / abrasi yang mengikuti suatu jaringan retakan pada batu gamping.
Sebelumnya, faktor iklim, tanah penutup dan keberadaan air tanah menjadi kontrol
utama proses pengguaan ini. Selain itu batu gampingnya sendiri umumnya harus
padat, murni karbonat dengan sedikit campuran partikel lain, berlapis baik dan
dalam kedudukan mendatar / tidak miring terjal. Kondisi ideal di atas merupakan
kondisi ideal bagi berkembangnya perguaan dan biasanya berkembang menjadi
kawasan kars tyang luas. Contoh daerah yang mempunyai kondisi ideal tersebut
antara lain di Pangandaran, Jawa Barat ; Karangbolong, Gombong Selatan di Jawa
Tengah ; Gunung Sewu yang sangat luas mulai dari Yogyakarta, selatan Wonogiri
Jawa Tengah hingga Pacitan di Jawa Timur, yang kemudian bahkan menerus ke
Tulungagung dan Blitar. Di Sumatra kawasan kars cukup luas berada di
Payakumbuh hingga Sawahlunto, di Kalimantan terdapat di Sangkurilang,
Kalimantan Timur bagian utara, Sulawesi Selatan di Maros dan Toraja, serta di
berbagai tempat di Papua.

8
2.5 Terbentuknya Sungai Bawah Tanah

Sungai bawah tanah terbentuk akibat hujan yang mengikis permukaan batu
kapur. Selama beratus – ratus tahun air tersebut mengikis dan membentuk goa. Air
tersebut tidak berhenti sampai disana, melaikan terus mengikis hingga antar goa
saling betemu dan membentuk aliran – aliran air atau yang kita sebut sebagai sungai
bawah tanah.

Sumber : google.com

2.6 Terbentuknya Stalagtit, Stalagmit dan Pilar

Bukti-bukti yang nyata tentang bekerjanya kesetimbangan ionik dalam


larutan ada di dalam gua batu kapur dan struktur terperinci di dalamnya.
Pembentukkan gua lebih sering terjadi pada jenis batuan karst, gamping dengan
komposisi dominan Kalsium Karbonat (CaCO₃). Puncak-puncak dan kolong-
kolong gua ini merupakan produk dari reaksi antara batu-batu karbonat dan air yang
telah terjadi berabad-abad tahun lamanya. Batu kapur , terutama CaCO₃ adalah
bahan yang sedikit dapat larut dengan 3.3 × 10ˉ⁹. Batu-batu ini mulai mengumpul
di tanah lebih dari 400 juta tahun yang lalu.

9
Dua kunci fakta untuk memahami bagaimana gua terbentuk.

1. CO₂ terdapat dalam kesetimbangan dengan larutan CO₂ dalam pelarut air murni.

CO₂(g) CO₂(aq) ……(1)

Konsentrasi CO₂ dalam air proporsional dengan tekanan parsial gas CO₂ yang
bereaksi dengan air (hukum Henry), [CO₂(aq)] ≈ . dalam lekukan tanah lebih
tinggi daripada di atmosfer karena terus-menerus melepaskan CO₂ dari dalam
tanah.

2. Di daerah batu kapur, gua terbentuk oleh air hujan yang mengandung gas (CO₂)
yang di serap dari atmosfer batu kapur tersusun dengan bahan utama CaCO₃.
CaCO₃ larut oleh asam lemah. Kemudian membentuk saluran dalam jangka waktu
yang lama. Reaksi kimia ini merupakan reaksi kesetimbangan.

Reaksi CO₂ dan air menghasilkan . Persentase meningkatkan daya larut bahan-
bahan ionik yang terdiri dari anion asam lemah.

CO₂(aq) + 2H₂O(l) ↔ (aq) + HCO₃ˉ (aq)

Jadi, CO₂(aq) membentuk yang meningkatkan daya larut CaCO₃.

CaCO₃(s) + CO₂(aq) + 2H₂O(l) ↔ (aq) + 2HCO₃ˉ(aq) ……(2)

Inilah penjelasan dari proses pembentukan gua. Ketika air permukaan menetes
melalui celah-celah pada tanah, maka akan bertemu dengan udara yang terjebak
dalam tanah dengan tekanan CO₂ yang tinggi. Sebagai hasilnya CO₂(aq) akan
meningkat (persamaan 1 bergeser ke kanan) dan larutan menjadi bersifat lebih
asam. Ketika CO₂ memperkaya air yang bereaksi dengan batu kapur, maka makin
banyak CaCO₃ yang larut (persamaan 2 bergeser ke kanan). Sebagai hasilnya maka
semakin banyak batu-batu ynag terbentuk, semakin banyak air yang mengalir di
dalamnya. Seiring berjalannya waktu, gua perlahan-lahan akan membentuk stalaktit
dan stalagmit.

10
Proses pembentukan stalaktit dan stalagmit melalui terowongan-terowongan bawah
tanah. Beberapa larutan sebagian besar melarutkan Ca(HCO₃)₂ melewati langit-
langit gua yang terbentuk. Ketika menetes maka akan bertemu dengan udara yang
mempunyai tekanan CO₂ lebih rendah dari tekanan CO₂ di tanah, sehingga
beberapa CO₂(aq) keluar dari larutan (persaman 1 bergeser ke kiri). Ini
menyebabkan CaCO₃ mengendap di langit-langit dan di tempat tetesan jatuh
(persamaan 2 bergeser ke kiri).

Pembentukan pilar stalaktit dan stalagmite terjadi ketika air mengandung kalsium
karbonat menguap secar berulang-ulang. Dengan kata lain, jumlah
CaCO₃ berkurang. Menurut asas Le Chatelier, jika kosentrasi zat berkurang, reaksi
akan bergeser ke arah zat yang berkurang tersebut. Jadi reaksi akan bergeser ke kiri
(pembentukan CaCO₃). Hal itu dapat di amati dari jatuhnya larutan dan
HCO₃ˉ yang berada di atap gua. Penguapan dalam gua terjadi dalam waktu yang
sangat lambat. Penyebabnya, karena tidak ada radiasi matahari untuk menarik
molekul air, kecilnya pergerakan udara bahkan hampir tidak ada, dan hampir semua
udara yang jenuh dengan uap air.

Sepuluh tahun berlalu dan langit-langit menghasilkan untaian tetesan yang


membeku dari CaCO₃ disebut stalaktit, sedangkan bentuk paku dari CaCO₃disebut
stalagmite, tumbuh ke atas dari lantai gua. Dengan waktu yang cukup, stalaktit dan
stalagmite bertemu dan membentuk kolom endapan batu kapur.

Stalaktit adalah jenis formasi geologi yang menggantung dari langit-langit gua,
mata air panas atau struktur bangunan buatan manusia seperti jembatan dan
tambang. Pertambahan panjang stalaktit hanya 0.2 mm pertahun. Lambatnya laju
pengendapan ini juga dipengaruhi oleh gerakan udara dan campuran di dalam batu
kapur.

Stalagmit adalah jenis fromasi batuan yang naik dari dasar atau lantai gua karena
akumulasi bahan tersimpan di lantai gua dari tetesan di langit gua.

Stalagmit pasangan dari stalaktit, yang tumbuh di lantai gua karena hasil tetesan air
dari atas langit-langit gua. Ciri-ciri stalaktit berlubang, bentuknya meruncing ke
bawah & lebih runcing dan menggantung, serta dapat di bentuk dari pelarutan batu
kapur, lava, es, mineral, lumpur, gambut atau pasir. Sedangkan stalagmit berlapis-
lapis, tidak berlubang, bentuknya meruncing keatas dan di lantai gua, dapat
dibentuk dari pelarutan batu kapur, lava, es, lumpur, gambut, dan beton.

11
Proses kimia yang sama dapat menghasilkan bentuk-bentuk endapan yang berbeda.
Kumpulan larutan Ca(HCO₃)₂ membentuk batu “lily” atau “koral”. Larutan
membentuk batu yang lembut, menghias pada dinding gua dengan warna yang
timbul menakjubkan dari ion-ion logam,seperti besi (coklat kemerahan) atau
tembaga (hijau kebiruan).

Gambar stalaktit dan stalagmit di Carisbad Caverns New Mexico, bentuk yang
mengagumkan di dalam gua batu kapur menghasilkan perubahan yang halus dalam
peristiwa kesetimbangan ionik karbonat lebih dari jutaan tahun (Wikimedia
Commons [1])

Sumber: Chemistry,The Molecular Nature of Matter and Change, Martin S.


Silberberg, 2000

Stalagmit biasanya tidak boleh disentuh, karena penumpukan batuan dibentuk oleh
mineral, mempercepat keluar dari larutan air ke permukaan tua, minyak kulit dapat
mengubah permukaan dimana air mineral akan melekat sehingga mempengaruhi
pertumbuhan formasi . Minyak dan kotoran dari kontak manusia juga bisa menodai
pembentukan dan perubahan warna permanen.

12
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Batu gamping adalah batuan sedimen yang sebagian besar disusun oleh
kalsium karbonat yang berasal dari sisa- sisa organisme laut seperti kerang, siput
laut, dan koral yang sudah mati. Banyak fenomena yang terjadi pada daerah batu
gamping yaitu stalagmite, stalagtit, dan pilar. Sungai bawah tanah juga termasuk
dari fenomena yang terbentuk di kawasan batugamping ini. Manfaat yang didapat
mulai dari tempat wisata, bahan tambang dan sebagai bahan kebutuhan kehidupan
manusi jaman sekarang.

3.2. Saran
1. Menjaga dan melestarikan kawasan – kawasan batugamping
2. Tidak mengeksploitasi secara berlebihan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Dunham, R. J., 1962, Classification of carbonate : Rock According To


Depositional Textures,AAPG Memoir No.1Bemmelen,

R.W van,1949, The Geology Of Indonesia, Vol 1. Netherlands: Martinus Nijhoff,


The Haque.

William, H., Turner, F.J. & Gilbert, C. M., 1982,“ Petrography, An Introduction

to Study of Rock in Thin Section”

W.H. Reeman and Co.Blow, A.H., 1969,


Late Middle Eocene to Recent Planktonic Foraminifera Biostratigraphy, P
roc. Intern, Conf. Planktonic Microfossil , 1

14

Anda mungkin juga menyukai