Disusun oleh:
Nurlaila Fadjarwati: 19600430 198803 2 001
Wida Oktavia Suciyani: 19881015 201404 2 00
Arsal Maulana Nugraha: 185244004
Dyah Ayu T: 185244006
Kiki Hermansyah: 185244017
Siti Alya Kamila: 185244027
Vina Rosy Milenia: 185244030
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta karunia-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan Laporan Pengabdian Kepada Masyarakat ini. Laporan
Pengabdian Kepada Masyarakat ini disusun dalam rangka implementasi salah satu
poin Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat yang
pelaksanaannya dilangsungkan di Desa Ciwaruga, Kab. Bandung Barat.
Kami menyadari bahwa Laporan Pengabdian Kepada Masyarakat ini tidak
akan selesai dengan baik tanpa bimbingan dan dorongan semangat dari semua
pihak yang terkait. Untuk itu, hanya ucapan terima kasih yang tulus yang kami
sampaikan kepada Bapak H. Dadang selaku narasumber dan teman-teman
seperjuangan program studi Manajemen Aset angkatan 2018.
Kami sadar bahwa Laporan Pengabdian Kepada Masyarakat ini masih
jauh dari sempurna mengingat keterbatasan kami sebagai manusia. Untuk itu kami
menerima dengan tangan terbuka untuk setiap kritik dan masukan serta saran dari
semua pihak.
Akhirnya kami berharap Laporan Pengabdian Kepada Masyarakat ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait.
Tim Penyusun
ii
RINGKASAN
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ................................................................................................20
4.2 Saran ...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................21
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
ix
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perencanaan Tata Guna Lahan Pada Lahan Idle ?
2. Bagaimana Perencanaan Tata Guna Bangunan Pada Lahan Idle ?
3. Bagaimana Perencanaan Tata Ruang Terbuka Hijau agar Terwujudnya
Kualitas Lingkungan yang Baik?
4. Bagaimana Perencanaan Sarana dan Prasarana dalam Penataan Pada
Lahan Idle?
x
BAB II
LANDASAN TEORI
1
2.1.2 Aktivitas Utama Manajemen Aset
Menurut Victorian Government dalam Hastings (2009), aktivitas utama dari
manajemen aset adalah: (I) Need Analysis; (2) Economic Appraisal; (3)
Perencanaan; (4) Budgeting; (5) Pricing; (6) Acquistion and Disposal ; (7)
Recording, Valuating, and Reporting; (8) Management in Use
2.2 Siklus Aset
Menurut Siregar (2004), manajemen aset dapat dibagi menjadi lima
tahapan kerja, yaitu:
1. Inventarisasi aset
2. Legal audit
3. Penilaian aset
4. Optimalisasi aset
5. Pengembangan SIMA (Sistem Informasi Manajemen Aset).
Kelima tahapan kerja tersebut berhubungan dan terintegrasi, dan dapat
digambarkan seperti gambar berikut ini:
2
2.3 Dasar-Dasar Tata Ruang dan Lingkungan
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah wadah yang meliputi ruang
darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu
kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan,
dan memelihara kelangsungan hidupnya. Sementara D.A Tisnaamidjaja
memaknai ruang sebagai wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan
geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan
kehidupannya dalam suatu kualitas hidup yang layak.
Tata ruang adalah wujud dari struktur ruang dan pola ruang. Struktur
ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan
sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi
peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk
fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya (Undang-Undang No.
26 Tahun 2007).
3
Penatagunaan tanah bertujuan untuk (a) mengatur penguasaan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, (b) mewujudkan
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi
kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah, (c) mewujudkan tertib pertanahan
yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah termasuk
pemeliharaan tanah serta pengendalian pemanfaatan tanah.
Tata guna lahan adalah sebuah pemanfaatan lahan dan penataan lahan
yang dilakukan sesuai dengan kondisi alam. Tata guna lahan berupa Kawasan
permukiman, Kawasan perumahan, Kawasan perkebunan, Kawasan pertanian,
Kawasan ruang terbuka hijau, Kawasan perdagangan, Kawasan industri, dan
Kawasan perairan.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat No 21 tahun 2009 kawasan
Bandung Utara dan Bandung Barat merupakan kawasan-kawasan sebagai berikut.
1. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan
tinggi untuk meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat
pengisian akuifer yang berguna bagi sumber air.
2. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya
alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa, guna
kepentingan pembangunan berkelanjutan.
3. Kawasan Budi Daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya
alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
4. Kawasan Pertanian adalah kawasan yang dibudidayakan untuk kegiatan
pertanian tanaman pangan, holtikultura, hutan produksi, perkebunan,
peternakan, perikanan, agribisnis dan agrowisata.
5. Kawasan Permukiman adalah kawasan yang didominasi oleh lingkungan
hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi
dengan sarana dan prasarana lingkungan serta tempat kerja yang
memberikan pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk mendukung
4
perikehidupan dan penghidupan, sehingga fungsi permukiman tersebut
dapat berdayaguna dan berhasil guna.
6. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
7. Kawasan Pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
8. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai
hutan tetap.
9. Kawasan Pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun
atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
5
tempat melakukan kegiatan usaha. (d) Fungsi sosial dan budaya, yakni
mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan sosial dan budaya.
Menurut Peraturan Gubernur No. 21 Tahun 2009 Penataan bangunan
dibedakan atas kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan, yang diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Perhitungan Teknis Bangunan terdiri dari:
1. Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Setiap bangunan harus memenuhi
ketentuan KDB sesuai yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan
dalam rencana detail tata ruang dan/atau rencana tata bangunan dan
lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Penetapan
KDB untuk suatu kawasan yang terdiri atas beberapa kaveling/persil
dapat dilakukan berdasarkan pada perbandingan total luas bangunan
gedung terhadap total luas kawasan dengan tetap mempertimbangkan
peruntukan atau fungsi kawasan dan daya dukung lingkungan.KDB
ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan, resapan air,
pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan ekonomi,
peruntukan lahan, fungsi bangunan dan kenyamanan bangunan.
Pertimbangan dalam perhitungan KDB untuk wilayah KBU didasarkan
pada Ikp dan KWT. Ketentuan besarnya KDB dibatasi setinggi-
tingginya 40% untuk kawasan perkotaan dan 20 % untuk kawasan
perdesaan. Ketentuan teknis perhitungan dan penetapan besarnya KDB
dalam rencana detail tata ruang dan/atau rencana tata bangunan dan
lingkungan tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini.
2. Ketinggian Bangunan dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB).
Ketinggian Bangunan diatur dalam rencana detail tata ruang dan/atau
rencana tata bangunan dan lingkungan. Lokasi yang belum diatur dalam
rencana detail tata ruang dan/atau rencana tata bangunan dan lingkungan,
ketinggian maksimum bangunan ditetapkan oleh instansi yang
berwenang dengan mempertimbangkan keselamatan operasi
penerbangan, lebar jalan, kondisi tanah, fungsi bangunan, keselamatan
6
bangunan, kajian arsitektural, daya dukung serta keserasian dengan
lingkungannya. Bangunan harus memenuhi ketentuan KLB yang
ditetapkan dalam rencana detail tata ruang dan/atau rencana tata
bangunan dan lingkungan, sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. KLB ditentukan berdasarkan kepentingan pelestarian
lingkungan, resapan air permukaan tanah, keselamatan operasi
penerbangan, pencegahan terhadap bahaya kebakaran, kepentingan
ekonomi, peruntukan lahan, fungsi dan kenyamanan bangunan.
Perhitungan KLB didasarkan pada KDB petak tersebut dan ketentuan
mengenai tinggi bangunan maksimum yang diperbolehkan. Ketentuan
mengenai perhitungan dan penetapan besarnya KLB dalam rencana
detail tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan tercantum
dalam Lampiran IV, sebagai bagian tak terpisahkan dari Peraturan
Gubernur ini.
3. Koefisien Dasar Hijau (KDH). Ditentukan berdasarkan kepentingan
pencegahan erosi dan gerakan tanah, serta peningkatan resapan air
permukaan ke dalam tanah. Ketentuan mengenai besarnya KDH
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 52% untuk kawasan
perkotaan dan 76% untuk kawasan pedesaan. Ketentuan mengenai
perhitungan dan penetapan besarnya KDH tercantum dalam Lampiran
IV, sebagai bagian tak terpisahkan dari Peraturan Gubernur.
Adapun cara perhitungan teknis bangunan adalah dengan menggunakan rumus
perhitungan sebagai berikut :
Tabel 2.1 Rumus Perhitungan Teknis Bangunan
7
KLB = Ltotal : LDP
Ltotal = KLB x LDP
JLB = Ltotal : Ltd
(Sumber : Bahan Ajar Perencanaan Tata Bangunan)
2.6 Merencanakan Tata Ruang Terbuka Hijau
Perencanaan RTH merupakan upaya luhur untuk menjaga kesinambungan
antar generasi, sehingga diharapkan akan dapat diperoleh arah, bentuk, fungsi, dan
peran RTH pada masing-masing kawasan, secara menyeluruh, baik dalam
kedudukannya sebagai ruang terbuka hijau alami: berupa habitat liar alami,
kawasan lindung, dan taman nasional, maupun RTH nonalami atau binaan,
sebagai hasil olah karya perencana tata ruang untuk mengalokasikan RTH
nonalami. Pada dasarnya perencanaan RTH disusun sebagai upaya untuk
mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan kegiatan pembangunan kota,
sebagai upaya menjaga keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara ruang
terbangun dengan RTH. Upaya ini sejalan dengan Undang-undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36
Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Undang-undang tentang Bangunan Gedung
Pasal 25 Ayat (1), dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.
Penataan RTH pada suatu kota, bertujuan untuk:
a. Menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan.
b.Mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan/binaan di wilayah perkotaan.
c. Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih,
dan nyaman.
Dalam rencana tata ruang, maka kedudukan RTH merupakan ruang
terbuka publik yang direncanakan pada suatu kawasan, yang tersusun atas RTH
dan ruang terbuka nonhijau. Ruang terbuka hijau, memiliki fungsi dan peran
khusus pada masing-masing kawasan yang ada pada setiap perencanaan tata ruang
kabupaten/kota, yang direncanakan dalam bentuk penataan tumbuhan, tanaman,
dan vegetasi, agar dapat berperan dalam mendukung fungsi ekologis, sosial
8
budaya, dan arsitektural, sehingga dapat memberi manfaat optimal bagi ekonomi
dan kesejahteraan bagi masyarakat sebagai berikut.
a. Fungsi ekologis. RTH diharapkan dapat memberi kontribusi dalam
peningkatan kualitas air tanah, mencegah terjadinya banjir, mengurangi
polusi udara, dan pendukung dalam pengaturan iklim mikro.
b. Fungsi sosial budaya. RTH diharapkan dapat berperan terciptanya ruang
untuk interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai penanda Kawasan.
c. Fungsi arsitektural/estetika. RTH diharapkan dapat meningkatkan nilai
keindahan dan kenyamanan kawasan, melalui keberadaan taman, dan
jalur hijau.
d. Fungsi ekonomi. RTH diharapkan dapat berperan sebagai
pengembangan sarana wisata hijau perkotaan, sehingga menarik minat
masyarakat atau wisatawan untuk berkunjung ke suatu kawasan,
sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi.
Idealnya sebuah kota memiliki RTH minimal 30% dari total luas kota,
mengacu pada KTT Bumi di Rio deJaneiro, Brazil (1992) dan dipertegas pada
KTT Johannesburg, AfrikaSelatan (2002). Bagi wilayah dengan ciri kekotaan
kuat, senantiasa akan dihadapkan pada kondisi semakin menurunnya kualitas dan
kuantitas RTH yang dapat dialokasikan, karena desakan pertumbuhan sarana dan
prasarana kota, sebagai konsekuensi dari dinamika meningkatnya kebutuhan
warga kota akan wadah kegiatan.
Manfaat yang diharapkan dari perencanaan RTH di kawasan perkotaan adalah
sebagai berikut.
a. Sarana untuk mencerminkan identitas (citra) daerah.
b. Sarana penelitian, pendidikan, dan penyuluhan.
c. Sarana rekreasi aktif dan rekreasi pasif, serta interaksi sosial.
d. Meningkatkan nilai ekonomis lahan perkotaan.
e. Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah.
f. Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula.
g. Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat.
h. Memperbaiki iklim mikro.
9
i. Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.
Upaya perencanaan RTH dilakukan melalui pengaturan dan upaya untuk
memberi arah pada berbagai kegiatan pembangunan, agar perubahan yang terjadi
dapat berkembang pada kondisi yang lebih baik dari yang ada pada saat ini,
sehingga pada akhirnya dapat memberi ciri yang spesifik dari sifat kehidupan
kawasan yang mantap dan dinamis, namun tetap dapat menjaga keseimbangan
antara ruang terbangun dengan ruang terbuka. Dengan demikian diharapkan dapat
diperoleh gambaran tentang potensi yang selanjutnya akan menjadi RTH yang
spesifik pada masing-masing kawasan, sehingga dapat menumbuhkan minat para
pelaku pembangunan untuk berpartisipasi dalam pengembangan RTH kawasan
yang bersangkutan.
Dalam perencanaan RTH diupayakan untuk memperoleh masukan atas
berbagai permasalahan yang secara spesifik terjadi pada setiap kawasan kota yang
nantinya akan dialokasikan RTH, baik yang berupa karakteristik dan potensi
kawasan, pengaturan penggunaan lahan dan pengalokasian ruang kawasan,
penyempurnaan bentuk dan skala RTH, sisi pemanfaatan bagi warga kota, dan
berbagai perencanaan vegetasi, dan instrumen pendukung sebagai bagian dari
RTH agar RTH dapat berperan lebih hidup untuk memberi manfaat optimal bagi
kawasan maupun kota secara keseluruhan.
Dengan demikian, perencanaan RTH tidak selalu dalam bentuk ‘mutlak’
hanya unsur vegetatif (pohon-pohon) saja, namun dapat diselipkan di dalamnya
berupa sarana kegiatan untuk aktivitas pendukung yang lain, sehingga dapat
diperoleh manfaat sebesar-besarnya untuk berbagai kemungkinan, tidak hanya
dari sisi ekologis, namun juga dari sisi ekonomis, sosial budaya, dan arsitektural.
Yang perlu menjadi penekanan adalah dominasi unsur vegetatif yang merupakan
bagian utama yang perlu diperhatikan dan merupakan pembeda dengan
perencanaan ruang terbuka yang lain.
Perencanaan RTH pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan
kualitas lingkungan, baik berupa lingkungan hidup maupun lingkungan
binaannya. Tidak perlu dipersoalkan apakah RTH direncanakan pada suatu square
(ruang terbuka) yang benar-benar masih kosong ataupun penataan kembali RTH
10
yang sudah ada dengan lebih mengoptimalkan peran dan fungsinya agar dapat
lebih memberi manfaat bagi warga kota. Dalam konteks ini, yang harus menjadi
pegangan adalah adanya peningkatan peran dan fungsi RTH, tidak hanya secara
fisik dalam bentuk penambahan vegetasi dan instrumen pendukung yang lain,
namun lebih dari itu harus dapat memberi stimuli pada kesadaran warga kota akan
pentingnya RTH yang secara langsung dapat memberi tingkat kenyamanan lebih
sebagai penyeimbang lingkungan terbangun.
Warga kota harus disadarkan bahwa untuk tidak mengartikan RTH
‘hanya’ berupa unsur vegetatif saja, walaupun juga harus disadari bahwa
dominasinya harus tampak. Unsur-unsur ekonomis, sosial budaya, dan nilai
estetika/desain arsitektural diharapkan dapat memberi makna lebih dari suatu
RTH. Kesadaran ini perlu senantiasa ditumbuhkembangkan, agar tidak hanya
memandang RTH sebagai barang mati, namun harus dipandang sebagai ruang
kehidupan yang pada dasarnya harus dapat dinikmati sepenuhnya baik secara fisik
maupun nonfisik. Kesadaran ini akan menjadi landasan kuat bagi setiap warga
kota untuk dapat diajak berperan serta dalam memelihara, meningkatkan, dan
menumbuhkembangkan tidak hanya secara kualitatif namun juga secara
kuantitatif.
11
2. jaringan saluran pembuangan air limbah
3. jaringan saluran pembuangan air hujan (drainase)
4. tempat pembuangan sampah.
5. jaringan air bersih
6. jaringan listrik
7. jaringan telepon
8. jaringan gas
9. jaringan transportasi
10. sarana pemadam kebakaran
11. sarana penerangan jalan umum
sarana, antara lain :
1. sarana perniagaan/perbelanjaan
2. sarana pelayanan umum dan pemerintahan
3. sarana pendidikan
4. sarana kesehatan
5. sarana peribadatan
6. sarana rekreasi dan olahraga
7. sarana pemakaman/tempat pemakaman
8. sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau
9. sarana parkir
Pengembang wajib menyerahkan prasarana, sarana dan utilitas perumahan
yang telah selesai dibangun kepada Pemerintah Daerah maksimal dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun sejak masa pemeliharaan. Prasarana, sarana dan utilitas yang
akan diserahterimakan sebagaimana dimaksud harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1. Untuk prasarana berupa tanah dan bangunan harus sudah selesai dibangun
dan dipelihara serta sesuai dengan fungsinya.
2. Untuk sarana harus dalam bentuk lahan siap bangun atau siap pakai,
dikecualikan untuk sarana taman dan ruang terbuka hijau, pada saat akan
diserahterimakan harus sudah terbangun dan sesuai dengan fungsinya.
3. Untuk utilitas, harus sudah selesai dibangun dan dipelihara.
12
BAB III
PERENCANAAN TATA RUANG DAN LINGKUNGAN
AYOPETIK
13
3.2. Perencanaan Tata Ruang dan Lingkungan Kawasan Wisata Pertanian
AyoPetik
Perencanaan tata ruang dan lingkungan Kawasan wisata pertanian
AyoPetik dilakukan menggunakan prinsip yang sesuai dengan landasan teori Bab
II. Ada pun penjelasannya adalah sebagai berikut.
3.2.1 Perencanaan Tata Guna Lahan AyoPetik
Menurut Peraturan Gubernur Jawa Barat No 21 tahun 2009 kawasan
Bandung Utara dan Bandung Barat merupakan kawasan-kawasan :
1. Kawasan Resapan Air
2. Kawasan Lindung
3. Kawasan Budi Daya
4.Kawasan Pertanian
5. Kawasan Permukiman
6. Kawasan Perkotaan
7. Kawasan Pedesaan
8. Kawasan Hutan
9. Kawasan Pariwisata
Berdasarkan ketentuan tersebut maka kelompok kami memutuskan untuk
membangun Kawasan Pertanian. Dan agar masyarakat tertarik, kami juga
membuat 14emetic pertanian tersebut menjadi tempat wisata dimana pengunjung
dapat 14emetic sendiri buah-buahan atau sayuran yang diinginkannya.
14
KLB = 0,6
Total luas GSB = 240m²
15
Perhitungan Jumlah Lantai Bangunan (JLB)
JLB = Ltotal : Ltd
= 1.020 m² : 408m²
= 2,5
Agar tidak melebihi KLB yang telah ditetapkan, maka JLB adalah 2,5 atau bisa
kurang dari 2,5. Kami memutuskan untuk membangun 2 lantai.
16
3.2.3 Perencanaan Tata Ruang Terbuka Hijau AyoPetik
Berdasarkan RTRW Kabupaten Bandung Barat wilayah Kec.
Parongpong, perencanaan tata ruang terbuka hijau dengan lahan idle seluas
1.700 m2 dan menurut Peraturan Gubernur No. 21 Tahun 2009 Penataan
bangunan dibedakan atas kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan KDH yang
diperuntukan untuk daerah pedesaan adalah 76% sehingga KDH lahan yang
rencanakan adalah sebesar 1.292 m2 dan akan dibuat kawasan wisata dengan
RTH didalamnya dan dapat menjual hasil pertanian. Pertanian yang dimaksud
merupakan RTH yang akan dibuat. Perencanaan pembuatan RTH ini didasari oleh
RTRW yang dimana Kec. Parongpong merupakan wilayah resapan air, wilayah
pemukiman, dan wilayah pertanian. Maka dari itu pembuatan RTH ini dapat
menunjang seluruh aspek yang dibutuhkan oleh warga Ciwaruga, dengan
membuat RTH pertanian akan menciptakan keseimbangan antara ruang bangunan
dan RTH. Dengan demikian kami akan memutuskan untuk melakukan
perencanaan wisata pertanian.
17
sosial budaya, serta terjadinya peningkatan oksigen yang ada di daerah tersebut.
RTH yang dimaksud adalah seperti gambar diatas yang berbentuk kebun/lahan
pertanian yang mengelilingi bangunan dan tempat parkir yang bias meresap air
hujan. Dengan luas KDH tersebut kami berencana akan membuat lahan pertanian
buah dan sayuran dan lahan parker yang terbuat dari paving block dengan jenis
grass block yang dapat meresap air hujan.
18
pada lahan parkir, bangunan lantai 1 dan lantai 2 dan penerangan yang
di peruntukan untuk perkebunan dibuat mengelilingi pertanian
AyoPetik sehingga mempermudah pengunjung dan pemilik pada
waktu yang mulai gelap.
5. Terdapat pula jalan utama yang akan mempermudah para pengunjung
untuk masuk ke dalam wisata AyoPetik. Dibuatnya wisata pertanian
AyoPetik yang berada di pinggir jalan utama ini akan mempermudah
pengunjung yang memiliki kendaraan pribadi maupun yang
mengendarai kendaraan umum, karena jalan utama ini di lewati oleh
banyak angkutan umum. Kentungan lainnya yang akan dirasakan
masyarakat yaitu masyarakat akan lebih mudah mendapatkan sayur
dan buah yang segar dan dapat di petik langsung.
6. Sebagai sarana rekreasi keluarga yang dapat menambahkan
pengalaman baru saat datang ke wisatan pertanian AyoPetik para
pengunjung akan mendapatkan buah dan sayur yang mereka petik
sendiri dan para pengunjung dapat membeli makanan dan cemilan
yang AyoPetik produksi sendiri.
19
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Perencanaan tata guna lahan AyoPetik digunakan untuk menjadi Kawasan
Pertanian dan Wisata.
2. Perencanaan tata guna bangunan AyoPetik berupa bangunan 2 lantai dan
lahan pertanian untuk sayuran dan buah-buahan.
3. Perencanaan tata ruang terbuka hijau AyoPetik berupa 1.532 m2 dari total
lahan 1700 m2 disisakan untuk Ruang Terbuka Hijau.
4. Perencanaan sarana dan prasarana AyoPetik berupa lahan parkiran seluas
120m2 untuk kendaraan pengunjung serta penunjang lainnya adalah angkot
yang melewati AyoPetik.
4.2 Saran
Saran untuk mengoptimalkan lahan idle milik H. Dadang Mukti dan untuk
merealisasikan kawasan wisata pertanian AyoPetik adalah sebagai berikut :
1. Diperlukan adanya pembuatan proyek Detail Engineering Design (DED)
2. Adanya rambu penunjuk arah ke AyoPetik yang ditempatkan di pertigaan
Ciwaruga.
20
DAFTAR PUSTAKA
21