GABUNG
GABUNG
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Epidemiologi
Umumnya LES lebih banyak menyerang wanita dibandingkan laki-laki
dengan rasio wanita banding pria adalah 12:1. Pasien dengan LES dapat mengenai
segala umur dengan insiden puncak umur 15–45 tahun. Penderita LES
diperkirakan mencapai 5 juta orang di seluruh dunia. Insiden tahunan LES di
Amerika Serikat sebesar 5,1 per 100.000 penduduk, sementara prevalensi LES di
Amerika dilaporkan 52 kasus per 100.000 penduduk dengan rasio gender wanita
dan laki-laki antara 9–14:1. Prevalensi LES di India 3 kasus per 100.000
penduduk yang dilaporkan. Kejadian LES di United Kingdom dilaporkan sekitar
49,6 kasus per 100.000 populasi. Di Indonesia, prevalensi LES di Indonesia tahun
2010 mencapai 10.314 kasus. Data tahun 2001 di RSUP Cipto Mangunkusumo
(RSCM) Jakarta, didapatkan 1,4% kasus SLE dari total kunjungan pasien
poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam, sementara di RS Hasan Sadikin Bandung
terdapat 291 pasien SLE atau 10,5% dari total pasien berobat kepoliklinik
Reumatologi selama tahun 2010.1,2
Patogenesis
Patogenesis timbulnya SLE diawali adanya interaksi antara faktor
predisposisi genetic dengan faktor lingkungan, faktor hormone seks, dan faktor
sistem neuroendokrin. Interaksi faktor-faktor ini akan mempengaruhi dan
1
mengakibatkan terjadinya respon imun yang menimbulkan peningkatan aktivitas
sel T dan sel B, sehingga terjadi peningkatan auto antibody (DNA-anti DNA).
Sebagian autoantibody ini akan membentuk komplek imun bersama nukleosom
(DNA-histon), kromain, C1q, laminin, Ro (S5-A), dan ribosom, yang kemudia
akan membentuk deposit (endapan) sehingga terjadi kerusakan jaringan.1
Gambaran klinis kerusakan glomerolus dihubungkan dengan lokasi
terbentuknya deposit kompleks imun. Deposit pada mesangium dan subendotel
letaknya proksimal terhadap membrane basalis glomerolus sehingga mempunyai
akses dengan pembuluh darah. Deposit pada daerah ini akan mengaktifkan
komplemen yang selanjutnya akan membentuk kemoatraktan C3a dan C5a yang
akan menyebabkan terjadinya influx sel netrofil dan mononuclear.1
Deposit pada mesangium dan subendotel secara histopatologis
memberikan gambaran mesangial, proliferative fokal, dan proliferative difus
yang secara klinis memberikan gambaran sedimen urin yang aktif (ditemukan
eritrosit, lekosit, silinder sel, dan granular), proteinuri, dan sering disertai
gangguan fungsi ginjal.1
2
Manifestasi Klinis
Kcurigaan akan penyakit SLE perlu dipikirkan bila dijumpai 2 atau lebih
kriteria sebagaimana tercantum dibawah ini yaitu :2
1. Wanita muda dengan keterlibatan dua organ atau lebih.
2. Gejalan konsitusional : kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan
penurunan berat badan.
3. Muskuloskeletal : artritis, artralgia, miositis.
4. Kulit: ruam kupu-kupu (butterfly atau malar rash), fotosensitivitas, lesi
membran mukosa, alopesia, fenomena raynaud, purpura, urtikaria, vasculitis.
5. Ginjal : hematuria, proteinuria, silinderuria, sindroma nefrotik
6. Gastrointestinal : mual, muntah, nyeri abdomen.
7. Paru-paru : pleurisy, hipertensi pulmonal, lesi parenkim paru.
8. Jantung : perikarditis, endokarditis, miokarditis.
9. Retikuloendotel : organomegali (limfadenopati, splenomegali,
hepatomegali).
10. Hematologi : anemia, leukopenia, trombositopenia.
11. Neuropsikiatri : psikosis, kejang, sindroma otak organik, mielitis transversus,
gangguan kognitif neuropati kranial dan perifer.
Diagnosis
Batasan operasional diagnosis LES yang direkomendasikan oleh
Perhimpunan Reumatologi Indonesia, mengacu pada the American College of
Rheumatology (ACR) revisi tahun 1997, yaitu terpenuhinya minimum kriteria
(definitif) atau banyak kriteria terpenuhi (klasik).2
3
matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang dilihat oleh
dokter pemeriksa.
Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri dan dilihat
oleh dokter pemeriksa.
Artritis Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi
perifer, ditandai oleh nyeri tekan, bengkak atau efusia.
Serositis
Pleuritis a. Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritc friction rubyang
didengar oleh dokter pemeriksa atau terdapat bukti efusi
pleura. Atau,
Perikarditis b. Terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial friction
rub atau terdapat bukti efusi perikardium.
Gangguan a. Proteinuria menetap >0.5 gram per hari atau >3+ bila
Renal tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif, atau
b. Silinder seluler : - dapat berupa silinder eritrosit,
hemoglobin, granular, tubular atau campuran.
Gangguan a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau
Neurologi gangguan metabolic (misalnya uremia, ketoasidosis, atau
ketidak-seimbangan elektrolit).
Atau
b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau
gangguan metabolic (misalnya uremia, ketoasidosis, atau
ketidak-seimbangan elektrolit).
Gangguan a. Anemia hemolitik dengan retikulosis, atau
hematologik b. Lekopenia <4.000/mm3 pada dua kali pemeriksaan/lebih,
atau
c. Limfopenia <1.500/mm3 pada dua kali pemeriksaan/lebih,
atau
d. Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa disebabkan oleh
obat-obatan
Gangguan a.Anti DNA : antibodi terhadap native DNA dengan titer
Imunologik yang abnormal atau,
4
b. Anti-Sm : terdapatnya antibodi terhadap antigen nuklear
Sm atau,
c. Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang
didasarkan atas :
1. Kadar serum antibodi antikardiolipin abnormal, baik IgG
atau IgM
2. Tes Lupus Antikoagulan positif menggunakan metode
standar atau,
3. Hasil tes serologi positif palsu terhadap sifilis sekurang-
kurangnya selama 6 bulan dan dikonfirmasi dengan tes
imobilisasi Treponema palidum atau tes fluoresensi absobsi
antibodi treponema.
Antibodi Titer abnormal dari antibodi anti-nuklear berdasarkan
antinuklear pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat
positif padasetiap kurun waktu perjalanan penyakit tanpa
keterlibatan obat yang diketahui berhubungan dengan
sindroma lupus yang diinduksi obat
5
Derajat Berat Ringannya Penyakit SLE
Kriteria untuk dikatakan SLE ringan adalah:2
3. Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal,
susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.
3. Serositis mayor
Penatalaksanaan
Semua pasien lupus nefritis seyogyanya menjalani biopsi ginjal bila tidak
terdapat kontraindikasi (trombositopenia berat, reaksi penolakan terhadap
6
komponen darah, koagulopati yang tidak dapat dikoreksi) dan tersedianya dokter
ahli dibidang biospi ginjal. 2
Tujuan khusus pengobatan SLE adalah mendapatkan masa remisi yang
panjang, menurunkan aktivitas penyakit seringan mungkin, mengurangi rasa
nyeri dan memelihara fungsi organ agar aktivitas hidup keseharian tetap baik
guna mencapai kualitas hidup yang optimal.3
Pilar pengobatan SLE adalah :
Edukasi dan konseling
Program rehabilitasi
Pengobatan medikamentosa yaitu OAINS, antimalaria, steroid, dan
imunosupresan
Prognosis
7
Mexican Systemic Lupus Erythematosus Disease Activity
8
9
ILUSTRASI KASUS
Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 46 tahun di bagian Penyakit Dalam
RSUP DR M. Djamil Padang sejak tanggal 27 Maret 2019 pukul 01.00 WIB
dengan
10
Gusi berdarah 2 hari yang lalu, trauma tidak ada, sekarang keluhan
perdarah dari gusi tidak ada, perdarahan ditempat lain tidak ada.
Demam tidak ada
Nyeri kepala tidak ada
Gelisah tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Nyeri dada tidak ada
Kelemahan anggota gerak tidak ada
Kejang tidak ada
Penurunan berat badan tidak ada
Buang air kecil warna, jumlah dan frekuensi biasa, buang air kecil berpasir
tidak ada. buang air kecil seperti air cucian daging tidak ada.
Buang air besar konsistensi, jumlah dan frekuensi biasa.
Pasien seorang merupakan ibu rumah tangga dan tinggal dirumah kedua
orang tua bersama saudara dan anak kandung di bukit tinggi.
Pasien anak ketiga dari lima bersaudara, pernah menikah 1 kali pada tahun
1993 dan kemudian bercerai pada tahun 2012, memiliki 2 orang anak
perempuan dan 1 orang anak laki-laki. Riwayat keguguran saat hamil
ketiga usia kehamilan 1 bulan.
Riwayat merokok tidak ada
11
Pemeriksaan Fisik :
Kesadaraan : Compos mentis cooperatif
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Frekuensi Nadi : 98 x/menit, denyut teratur, pengisian cukup
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
suhu : 36, 80C
BB : 47,5 kg
TB : 150 cm
Keadaan gizi : cukup
BMI : 47,5 : (2,25)² = 20,66 (normoweight)
Ikterus : (-)
Edema : (-)
Anemia : (+)
VAS :4
Kulit : Turgor baik, akral hangat,sianosis (-), ikterus (-), ptekie (-)
purpura (-), discoid rash (-)
Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran KGB di supraklavikula, infra
klavikula, axilla, dan inguinal.
Kepala : Normocephal
Wajah : Malar rash (+)
Rambut : Hitam, tipis, alopesia (+)
Mata : Konjungtiva anemis (+), sclera ikterik (-),reflek
pupil baik, diameter 3 mm/3mm
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Septum deviasi (-)
12
Paru : Normochest
Paru depan
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri saat statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus paru kanan dan paru sama
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, batas pekak paru
hepar RIC V
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Paru belakang
Inspeksi : Simetris kanan = kiri saat statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus paru kanan = fremitus paru kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, peranjakan paru 2 jari
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V, luas 1
jari tidak melebar,tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kanan : LSD, Atas : RIC II,
Batas jantung kiri 1 jari medial LMCS RIC V,
pinggang jantung (-)
Auskultasi : Irama teratur, Bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Punggung : nyeri tekan dan nyeri ketok pada sudut CVA (-/-)
Alat kelamin : tidak ada dilakukan pemeriksaan
Anus : tidak ada dilakukan pemeriksaan
Anggota Gerak : reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-, lateralisasi
(-),oedem -/-, ptekie pada kedua ujung jari tangan dan
kedua ujung jari kaki.
13
Pemeriksaan sendi
Sendi Inspeksi Palpasi ROM
Shoulder Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (+) Bebas
joint bilateral kaku (-), deformitas (-)
Elbow Bengkak (-) kemerahan (-), nyeri tekan (+) Bebas
joint bilateral kaku (-), deformitas (-)
Genue bilateral Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (+) Bebas
kaku (-), deformitas (-)
MCP bilateral Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (+) Bebas
kaku (-), deformitas (-),
ulnar deviation (-)
PIP bilateral Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (+) Bebas
kaku (-), deformitas (-),
swan neck (-)
MTP II-V Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (+) Bebas
kaku (-), deformitas (-)
IP ibu jari Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (+) Bebas
kaku (-), deformitas (-),
boutuniere deformity (-)
Pergelangan Bengkak (-), kemerahan (-), nyeri tekan (+) Bebas
Tangan kaku (-), deformitas (-)
Pergelangan Bengkak (+), kemerahan nyeri tekan (+) Bebas
Kaki (+), kaku (-), deformitas (-)
Laboratorium
Hemoglobin 6,4 gr/dl
Leukosit 1.210/mm3
Hematokrit 22 %
Trombosit 2.000/mm3
Hitung jenis 0/0/4/66/28/2
14
Gambaran darah tepi :
Eritrosit : Anisositosis,normokrom
Leukosit : Jumlah kurang
Trombosit : Jumlah kurang, morfologi normal
Kesan : Anemia sedang, leukopenia, trombositopenia
Urinalisa
Makroskopis Mikroskopis Kimia
Warna Kuning Leukosit 0-1/LPB Protein positif (+)
Feses rutin
Makroskopis Mikroskopis
15
EKG
Axis Normal
Gel P Normal
PR interval 0.12 detik
QRS Kompleks 0.04 detik
ST segmen Isoelektris
Gel T Normal
16
Chronic cutaneous lupus -
Oral ulcers +
Non scaring alopecia +
Synovitis involving ≥ 2 joints +
Serositis -
Renal manifestations -
Neurological manifestation -
Hemolytici anemia -
Leucopenia +
Thrombocytopenia +
ANA -
Anti-dsDNA -
Anti-Sm -
Anti phospholipid antibody -
Low complement -
Direct coombs test -
Kesan : dijumpai 6 dari 17 kriteria
17
Lekopenia 1 +
Limfopenia
Daftar Masalah
Artritis
Malar rash
Oral ulcer
Vaskulitis
Pansitopenia
Wajah sembab
Proteinuria
Diagnosis Kerja :
Primer : Lupus eritematosus sistemik
Sekunder :
Vaskulitis
Susp. Lupus nefritis
Pansitopenia ec aplasia sekunder
Diagnosis Banding :
Anemia sedang normositik normokrom ec anemia hemolitik autoimun
Terapi :
Istirahat/ Makan biasa 1400 kkal (840 kkal karbohidrat, 350 kkal protein,
210 kkal lemak)
IVFD NaCl 0,9 % 8 jam/kolf
Paracetamol 3 x 1000 mg (PO)
Pemeriksaan anjuran
Darah perifer lengkap (MCV, MCH, MCHC, Retikulosit, LED)
ANA IF, Anti-dsDNA
18
Faal hemostasis (PT, APTT, INR, D-dimer)
Fungsi ginjal (Ureum /Creatinin)
Faal hepar (Albumin, Globulin, SGOT, SGPT)
Profil Lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida)
Coombs test
Roengent thorax
FOLLOW UP
S/ Nyeri sendi (+), Lemah letih (+), penurunan nafsu makan (+), sembab di
wajah (+), bintik kemerahan diujung jari (+)
O/
KU Kesadaran TD Nadi Nafas Temp VAS
19
Konsul Konsultan Alergi Imunologi
Kesan :
Lupus eritematosus sistemik
Susp. Lupus nefritis
Vaskulitis
Advis :
Metilprednisolon 3 x 16 mg
Lansoprazole 1 x 30 mg
Osteocal 1 x 1000 mg
Asam folat 1 x 5 mg
Paracetamol 3 x 1000 mg
Anjuran pemeriksaan ANA (IF), Anti-dsDNA
Coomb test
D-Dimmer
A/
Lupus eritematosus sistemik
Susp. Lupus nefritis
20
Vaskulitis
Pansitopenia ec aplasia sekunder ec Lupus eritematosus sistemik
P/
Metilprednisolon 3 x 16 mg
Lansoprazole 1 x 30 mg
Osteocal 1 x 1000 mg
Asam folat 1 x 5 mg
Paracetamol 3 x 1000 mg
Transfusi trombosit 10 unit, target trombosit ≥ 20.000 /mm3
FOLLOW UP
Tanggal 29 Maret 2019
S/ Nyeri sendi berkurang, lemah letih (+), penurunan nafsu makan (+), sembab di
wajah (+), bintik kemerahan diujung jari (+)
O/
KU Kesadaran TD Nadi Nafas Temp VAS
Urinalisa
Makroskopis Mikroskopis Kimia
Warna Kuning Leukosit 0-1/LPB Protein positif (+++)
21
Keluar hasil Pemeriksaan Laboratorium :
ICT
Golongan Rhesus Sel Sel DCT Ket
Darah segolongan golongan O AC
B POSITIF NEGATIF NEGATIF POSITIF POSITIF
22
Vaskulitis
Advis :
Azatioprin 2 x 50 mg
Terapi lanjut
A/
Lupus Eritematosus sistemik derajat sedang
Lupus nefritis
Vaskulitis
Anemia sedang normositik normokrom ec anemia hemolitik autoimun
Pansitopenia ec aplasia sekunder ec sistemik lupus eritematosus
P/
Azatioprin 2 x 50 mg
Captopril 2 x 12,5 mg
Terapi lanjut
23
FOLLOW UP
Tanggal 1 April 2019
S/ Lemah letih (+), sembab di wajah (+), bintik kemerahan diujung jari (+)
O/
KU Kesadaran TD Nadi Nafas Temp
24
Awasi tanda perdarahan
Kesan :
Lupus nefritis
Advis:
Terapi lanjut
A/
Lupus Eritematosus sistemik derajat sedang
Nefritis lupus
Vaskulitis
Anemia sedang normositik normokrom ec anemia hemolitik autoimun
Pansitopenia ec aplasia sekunder ec sistemik lupus eritematosus
P/
Warfarin 1 x 2 mg
Cek INR per 3 hari, target INR 2-3, jika >3 atau perdarahan stop warfarin
Terapi lanjut
25
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 46 tahun di bagian Penyakit Dalam
RSUP DR M. Djamil Padang sejak tanggal 27 Maret 2019 pukul 01.00 WIB
dengan
Sistemik Lupus Eritematosus derajat sedang
Nefritis lupus
Vaskulitis
Anemia sedang normositik normokrom ec anemia hemolitik autoimun
Pansitopenia ec aplasia sekunder ec sistemik lupus eritematosus
Diagnosis Lupus sistemik eritematosus pada pasien ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada
anamnesis didapatkan keluhan nyeri sendi dirasakan di ujung jari kaki, kemudian
nyeri juga dirasakan di kedua jari tangan, pergelangan kaki, kedua siku, kedua
lutut dan bahu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Nyeri meningkat dengan
pergerakan dan aktivitas. Pada pasien ini juga didapatkan bercak merah pada
kedua pipi dan hidung yang semakin meningkat saat terkena cahaya matahari,
tidak nyeri, tidak gatal, rambut rontok, pucat, wajah sembab, lemah letih, bintik
kemerahan pada ujung jari tangan dan kaki kemerahan, sariawan yang tidak
sembuh disertai nyeri dan penurunan nafsu makan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri pada sendi yang disertai
nyeri tekan tanpa krepitasi, bercak merah pada kedua pipi dan hidung, bintik
kemerahan pada ujung jari tangan dan kaki yang tidak timbul dan meninggi di
kulit tidak disertai nyeri, alopesia pada kepala bagian depan, sariawan dan wajah
sembab.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan anemia, leukopenia,
trombositopenia. Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan ANA (IF), Anti ds-
DNA, D-Dimmer dan proteinuria yang memberikan hasil melebihi nilai rujukan
normal.
Menurut American College of Rheumatology tahun 1997 untuk
menegakkan diagnosis Lupus minimal ditemukan 4 dari 11 kriteria yaitu :2
1. Ruam malar
2. Ruam diskoid
26
3. Fotosensitivitas
4. Ulkus mulut
5. Artritis
6. Serositis
7. Gangguan renal
8. Gangguan neurologi
9. Gangguan hematologik
10. Gangguan imunologik
11. Antibodi antinuklear positif (ANA)
Kriteria yang terpenuhi pada pasien ada 8 dari 11 yaitu ruam malar,
fotosensitivitas, ulkus mulut, gangguan hematologik, gangguan renal, artritis,
ANA dan anti dsDNA sehingga mendukung diagnosis ke arah Sistemik Lupus
Eritematosus.
Systemic Lupus International Collaborating Clinics (SLICC) menetapkan
kriteria diagnosis untuk Sistemik Lupus Eritematosus yaitu :
Kriteria klinis :
1. Acute Cutaneous Lupus
2. Chronic Cutaneous Lupus
3. Oral ulcers
4. Non-scarring alopecia
5. Synovitis involving >2 joints
6. Serositis
7. Renal manifestations
8. Neurological Manifestations
9. Hemolytic anemia
10. Leucopenia/ Lymphopenia
11. Thrombocytopenia
Kriteria imunologis
1. ANA
2. Anti dsDNA
3. Anti-sm
4. Anti phospolipid antibodi
27
5. Low complement
6. Direct coombtest
Jika dijumpai 4 dari 16 poin maka diagnosis Lupus eritematosus sistemik
dapat ditegakkan, jika terdapat 3 poin dari 16 maka kecurigaan tinggi Lupus
eritematosus sistemik, jika didapat 2 poin mungkin Lupus eritematosus sistemik,
jika hanya 1 poin maka diagnosis bukan Lupus eritematosus sistemik. Pada
pasien ini kriteria SLICC yang terpenuhi adalah malar rash, alopesia, nyeri sendi,
proteinuria, leukopenia, trombositopenia, direct coomb test, ANA dan anti
dsDNA .5
Pada pasien ini ditegakan Lupus eritematosus sistemik dengan derajat
sedang. Berdasarkan tingkat keparahan Lupus eritematosus sistemik pasien ini
dikategorikan sedang dengan dijumpai adanya lupus nefritis dan
trombositopenia.2
Pasien ini juga didiagnosis nefritis lupus. Nefritis lupus adalah faktor
risiko untuk angka kesakitan dan kematian pada SLE dan 10% pasien nefritis
lupus akan berlanjut menjadi penyakit ginjal tahap akhir (end stage renal disease).
Sebagai contoh, nefritis lupus stadium 4 akan berisiko sebanyak 44% menjadi
ESRD dalam 15 tahun. Pasien dengan nefritis lupus memiliki rasio kematian yang
lebih tinggi dibandingkan pasien yang SLE yang tidak mengalami nefritis lupus.
Menurut Kriteria WHO, nefritis lupus dibagi menjadi 5 kelas dan pasien ini
menderita nefritis lupus kelas IV berdasarkan hasil urinalisis protein positif 3,
hematuria, silinder granular yang positif, dan anti ds DNA yang positif. Gold
standard untuk pemeriksaan nefritis lupus ada dengan biopsi ginjal, tetapi tidak
dilakukan pada pasien ini. Menurut Saleem dkk, setelah penggunaan terapi
imunosupresif selama 6-8 bulan, 20-50% jika dilakukan pemeriksaan histology
ginjal akan memberikan gambaran proses aktif inflamasi dengan proteinuria yang
positif. Bahkan, setelah beberapa tahun pengobatan dengan imunosupresi,
aktivitas inflamasi ginjal masih berlangsung walaupun sudah tercapai remisi.4
Vaskulitis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis didapatkan
keluhan bintik merah yang tidak nyeri dan tidak gatal pada ujung jari kedua
tangan dan ujung jari kedua kaki.
Vaskulitis adalah peradangan pada pembuluh darah, vaskulitis pada SLE
28
dihubungkan dengan gambaran klinik, histopatologik dan kriteria arteriografi.
Kejadian vaskulitis pada SLE bisa secara kutaneus ataupun viseral. Kelainan kulit
pada vaskulitis kutaneus di kulit dapat berupa lesi pungtata (bintik-bintik),
purpura, papula, urtikaria, ulkus, plakat, dan panikulitis, sedang vaskulitis viseral
dapat berupa mono-neuritis multiplek, nekrosis jari-jari dan pembuluh darah besar
seperti arteritis mesenterika dan arteritis arteri korona.6
Menurut Calamia dan Barbaria kasus vaskulitis pada lupus berkisar 4%
saja. Pembuluh darah yang terlibat bisa pembuluh darah kecil, sedang ataupun
besar ataupun kombinasinya. Vaskulitis pada pasien ini merupakan salah satu
bentuk manifestasi klinis penyakit SLE yang dideritanya.6,7
Hiperkoagulasi dan gangguan hematologik pada pasien ini ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan laboratorium darah rutin dan faal hemostasis didapatkan
hasil anemia, leukopenia dan trombositopenia dan pemeriksaan D-dimer yang
meningkat.
Pasien dengan SLE meningkatkan faktor risiko untuk terjadinya
trombosis, baik arteri dan atau trombosis vena diketahui merupakan suatu
manifestasi klinis dari SLE, dengan prevalensi >10%. Prevalensi ini bahkan bisa
meningkat 50% pada pasien dengan risiko tinggi. Insiden terjadinya trombosis
pada pasien SLE menurut dua penelitian cohor tadalah 26,8 hingga 51, 9 kejadian
dari 1000 pasien per tahun, penelitian lain mengatakan bahwa insiden trombosis
sebesar 36, 3 kejadian per 1000 pasien per tahun.5,8
Inflamasi dapat mempengaruhi beberapa langkah dalam proses
pembekuan darah, inflamasi menyebabkan pengeluaran tissue factors, sebuah
langkah penting dalam proses awal koagulasi. Kehadiran inflamasi menurunkan
aktivitas fibrinolitik melalui mekanisme upregulation dari produksi plasminogen
activator inhibitor (PAI). Efek antikoagulan dari jalur ptrotein C akan terganggu
karena mekanisme down regulationdari trombomodulin.5,7
Pansitopenia pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis
didapatkan keluhan lemah letih, pucat dan dari pemeriksaan fisik didapatkan
konjungtiva anemis, dan dari pemeriksaan darah lengkap didapatkan gambaran
anemia normositik normokrom dengan retikulosit normal. Pansiitopenia termasuk
29
didalamnya anemia, trombositopenia, leukopenia sering terjadi pada penderita
SLE.
Anemia pada pasien SLE bervariasi antara, anemia penyakit kronik,
anemia hemolitik, kehilangan darah, insufiensi ginjal, infeksi dan mielodisplasia
dan anemia aplastik. Anemia pada SLE disebabkan oleh supresi eritropoesis
karena inflamasi yang kronik. Sangat mungkin terdapat anemia karena proses
autoimun atau bukan, anemia yang didapat berupa anemia penyakit kronik,
defisiensi besi dan diikuti anemia hemolitik autoimun.6,7
Menurut Matsumoto et al. (2013) walaupun tidak ada peningkatan
jumlah retikulosit yang terbukti dalam darah tepi, sel T patogenik pada pasien
SLE dapat memediasi penekanan produksi erytroid dan membatalkan semua
peningkatan reaktif dari jumlah retikulosit pada AIHA. AIHA dan penghambatan
retikulosit dan kadar hemoglobin pulih setelah dimulainya terapi steroid.12
Pada pasien ini didapatkan hasil direct coomb test positif. Pada pasien
AIHA dilakukan confirmasi dengan tes antiglobulin (coomb test) direct
antiglobulin test (DAT) yang menunjukan antibodi yang terdiri atas IgG atau
komplemen, terutama C3 yang menyelimuti permukaan eritrosit. Tetapi sekitar 2-
5% kasus AIHA tidak disertai coombs test positif karena antibodi komplemen
yang menyelimuti eritrosit titernys sangat rendah.14
Leukopenia dengan leukosit <4500 /µL dilaporkan terjadi kurang lebih
50% kasus penderita lupus. Pada pasien SLE dengan leukopenia umumnya
produksi sumsum tulang normal. Neutropeni pada penderita SLE yang aktif
karena pemakaian imunosupresif atau adanya auto-antibody yang menghambat
Granulosit Growth Coloning Forming Unit di sumsum tulang. Trombositopenia
karena sistem imun merusak trombosit yang beredar di darah, disamping itu dapat
juga karena supresi produksi trombosit di sumsum tulang. 6
Manifestasi kulit pada pasien ini adalah adanya ruam malar dan ulkus
mulut. Manifestasi kulit pada pasien SLE adalah yang paling umum dimana
kejadiannya berkisar 80-90% dari kasus SLE. Jika diperhatikan 4 dari 11 kriteria
ARA adalah kelainan pada kulit yaitu fotosensitivitas, ruam malar, ruam diskoid
dan ulkus mulut. 9
30
Pada pasien ini terapi awal yang diberikan kortikosteroid metilprednisolon
3x16 mg karena derajat ringan dengan manifestasi kulit dan artritis. Pada kasus
lupus nefritis diberikan dosis kortikosteroid pulse selama 3 hari, dan kemudian
dilakukan tapering secara bertahap. Pertimbangan pemberian kortikosteroid pulse
pada keadaan yang mengancam nyawa seperti endokarditis, hipertensi pulmonal,
vaskulitis mesenterika, vaskulitis beratdan acute confusional state. Pemberian
kortikosteroid ini juga diikuti dengan pemberian terapi untuk mencegah efek
samping yaitu lansoprazol untuk mencegah gastropati steroid dan osteocal untuk
mencegah hipokalsemia.2
Untuk menilai aktivitas penyakit dilakukan skoring MEX-SLEDAI. Pada
pasien didapatkan skor 19. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sutcliffe et
al.(1999) terdapat hubungan antara berat ringan LES dengan status kesehatan
pasien. Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, pasien yang memiliki aktivitas
penyakit LES yang berat memiliki kemampuan fisik yang buruk, kondisi
kesehatan yang jelek, fungsi sosial yang jelek, dan nyeri berkelanjutan yang
berdampak pada pekerjaan yang dilakukannya. Namun, pada pasien ini, awalnya
tergolong sedang, namun pada saat pulang, derajat LES pasien sudah ringan dan
pasien masih dapat melakukan aktivitas seperti orang sehat lainnya. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Chaiamnuay et al.(2010) yang menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara aktivitas penyakit LES dengan status
kesehatan pasien.2
Pasien ini dianjurkan untuk kontrol secara rutin sehingga perjalanan
penyakit dan efek samping pengobatan pada pasien dapat diawasi. Saat kontrol,
perlu diperhatikan apakah ada peningkatan gejala dan tanda baru, seperti adanya
demam, penurunan berat badan, ruam dan rambut rontok yang meningkat, nyeri
dada, nyeri dan bengkak pada sendi. Selain itu, juga perlu dilakukan pemeriksaan
darah rutin dan kimia darah setiap 3 bulan dan pemeriksaan anti dsDNA setiap 3 –
6 bulan sekali.2
31
DAFTAR PUSTAKA
32
period, a comparison of early and late manifestation in a cohort of 1000
patients. Medicine 2003;82:299-308
12. Matsumoto M, Kaieda S, Honda S, Ida H, Hoshino T, Fukuda T. A case of
Late Onset systemic Lupus Erythematosus with Severe Anemia. Kurume
Medical Journal. 60, 25-28, 2013
13. Situasi Lupus di Indonesia. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
14. Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.1-2,9.11.
33