Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
program pemerintah, yaitu 70%.8 Kota Pontianak, sepanjang tahun 2011
ditemukan 184 kasus baru TB paru BTA positif pada Surveilans Terpadu Penyakit
(STP) berbasis puskesmas, 84 kasus baru rawat jalan dan 55 kasus baru pasien
rawat inap pada STP berbasis rumah sakit.
Besar dan luasnya permasalahan akibat TB mengharuskan kepada semua
pihak untuk dapat berkomitmen dan bekerjasama dalam melakukan
penanggulangan TB. Kerugian yang diakibatkannya sangat besar, bukan hanya
dari aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial maupun ekonomi.
Seluruh negara di dunia sepakat untuk menyatakan TB sebagai ancaman terhadap
kesehatan dunia. (Amin, 2009)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tuberculosis
1.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini,
dapat merupakan organisme pathogen maupun saprofit. Ada beberapa
mikobakteri pathogen, tetapi hanya strain Bovin dan manusia yang
patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2-4 µm,
ukuran ini lebih kecil daripada sel darah merah.
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6
µm. Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculose complex
adalah M. tuberculose, Varian Asian, Varian African I, Varian African II,
M bovis. Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara
epidemiologi. Kelompok kuman Mycobacterium Other Than TB (MOTT,
atypical) adalah M. kansasi, M. avium, M. intra cellular, M. scrofulaceum,
M. malmacerse, dan M. xenopi.
1.2 Epidemiologi
Pada tahun 2011, terdapat 8,7 juta kasus TB (range, 8,3 juta-9 juta) di
seluruh dunia, atau 125 kasus per 100.000 penduduk. Dari seluruh kasus
tersebut, 0,5 juta diantaranya adalah anak-anak, dan 2,9 juta (range, 2,6
juta-3,2 juta) terjadi pada wanita. Sebagian besar kasus ditemukan di Asia
(59%) dan Afrika (26%). Negara-negara dengan jumlah kasus terbesar
adalah India (2-2,5 juta), China (0,9-1,1 juta), Afrika Selatan (0,4-0,6 juta),
Indonesia (0,4-0,5 juta), dan Pakistan (0,3-0,5 juta). India dan China
masing-masing tercatat mengalami kasus TB sebesar 26% dan 12% dari
seluruh kasus TB di dunia.(TB Coalition ,2014)
Jumlah pasien TB di Indonesia diperkirakan sekitar 5,8% dari total
jumlah pasien TB di dunia. Setiap tahun ada 429.370 kasus baru dengan
kematian 62.246 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 102 per
3
100.000 penduduk. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada
tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan
penyakit infeksi. (Depkes, 2015)
1.3 Patogenesis
Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar. Partikel infeksi ini
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
sinar ultraviolet, ventilasi, dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan
gelap kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. (Price
and Wilson, 2006)
Patogenesis TB pada individu imunokompeten yang belum pernah
terpajan berpusat pada pembentukan imunitas selular yang menimbulkan
resistensi terhadap organisme dan menyebabkan terjadinya
hipersensitivitas jaringan terhadap antigen. TB primer merupakan bentuk
penyakit yang terjadi pada orang yang belum pernah terpajan, sehingga
tidak pernah tersensitisasi. Sumber organism yang menyerang adalah
eksogen. Pada patogenesis TB primer, Mycobacterium tuberculosis akan
masuk melalui saluran napas dan bersarang di jaringan paru, dimana akan
terbentuk suatu sarang pneumonik yang disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini bisa timbul di bagian mana saja dalam paru. Dari
sarang primer, akan terlihat peradangan saluran getah bening yang menuju
hilus (limfangitis lokal) dan diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening
di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal dengan
limfadenitis regional kemudian disebut sebagai kompleks primer (Ranke).
Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini
selanjutnya dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas, sembuh dengan
meninggalkan bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus), atau bahkan dapat menyebar dengan berbagai cara.
4
Penyebaran secara perkontinuitatum yaitu menyebar kesekitarnya, secara
bronkogen yaitu menyebar di paru bersangkutan atau ke paru sebelahnya,
dapat juga terjadi ke usus apabila kuman tertelan bersama sputum,
sedangkan secara hematogen dan limfogen berkaitan dengan daya tahan
tubuh, serta jumlah dan virulensi basil.(Amin,2009)
Fase TB pascaprimer terjadi karena imunitas menurun seperti
malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS), dan gagal ginjal. TB pasca primer ini
juga dapat terjadi akibat reinfeksi eksogen karena berkurangnya proteksi
yang dihasilkan oleh penyakit primer atau karena besarnya inokulum basil
hidup. TB pascaprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya
terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang dini ini pada awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil,
yang dalam 3-10 minggu akan menjadi tuberkel yakni suatu granuloma
yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia langhans yang dikelilingi
oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. Sarang dini dapat
diresorpsi dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat. Sarang
ini dapat pula mulai meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan
dengan serbukan jaringan fibrosis, selanjutnya akan membungkus diri
menjadi lebih keras, terjadi perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sebaliknya, dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju
dibatukkan keluar. Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena
hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh
makrofag dan proses yang berlebihan antara sitokin dengan Tumor
Necrosis Factor (TNF).
Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi
tebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga
menjadi kavitas sklerotik (kronik). Kavitas ini mungkin meluas kembali
dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang pneumonik ini akan
mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas, dapat pula
5
memadat dan membungkus diri (encapsulated), disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kavitas lagi. Kavitas bisa pula menjadi
bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity atau kavitas
menyembuh dengan membungkus diri lalu akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kavitas yang terbungkus dan menciut
sehingga kelihatan seperti bintang atau stellate shaped.(Amin, 2009)
6
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/menghembuskan nafas.
5. Malaise
Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise yang
sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.(PDPI,2011)
1.5 Diagnosis
Diagnosis TB paru diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu SPS. Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding
dengan 2 spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi
sistem dan hasil jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium.
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak
dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB
paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis(PDPI,2011)
1.6 Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
7
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. (Yew,2007)
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
Tahap intensif (awal):
1. Pada tahap intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan:
1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama.
2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya:
1) Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
a) Pasien baru TB paru BTA positif
b) Pasien TB paru BTA negatif, foto toraks positif’
c) Pasien TB ekstra paru (PDPI, 2011)
8
Tahap Lanjutan
Tahap Intensif
3 kali seminggu selama
Berat badan Tiap hari selama 56 hari
16 minggu
RHZE (150/75/400/275)
RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT
9
5 tab 4 KDT
5 tab 2 KDT
≥ 71 kg + 1000 mg 5 tab 4 KDT
+ 5 tab Etambutol
Streptomisin inj
10
BAB III
PENYAJIAN KASUS
I. ANAMNESIS
Identitas
Nama : Ny. B
Jenis Kelamin : perempuan
Umur : 65 tahun
Alamat : Enggros
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal Masuk RS : 13 Agustus 2019
Anamnesis dilakukan pada tanggal 13 Agustus 2019
Keluhan Utama
Batuk darah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan utama batuk darah dan
dirawat di ruang/penyakit dalam wanita pada tanggal 13 Agustus 2019. Pasien
batuk-batuk selama 2 minggu terakhir dengan dahak berwarna mengeluarkan
darah, batuk terus menerus, dan pasien merasa sesak setelah batuk. Pasien
didiagnosis suspek TB paru sehingga dipindahkan ke ruang /paru. Pasien sering
berkeringat dingin, sering demam selama 1 minggu terakhir, demam pada
malam hari, tidak mengigil, pasien mengalami penurunan berat badan. Pasien
mengeluh terdapat sariawan pada lidah yang tidak sembuh-sembuh. Pasien juga
merasa nyeri ulu hati (epigastrium).
Riwayat Lainnya
11
• Riwayat penyakit keluarga disangkal.
• Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal
• Riwayat alergi disangkal
• Pasien tidak pernah bekerja selama hidupnya, suami pasien bekerja sebagai
buruh lepas harian, biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS.
12
- Perkusi : dalam batas normal (tidak ada pembesaran jantung)
- Auskultasi : bunyi jantung I/II normal, murmur (-), gallop (-),
Abdomen
- Inspeksi : bentuk normal, venektasi (-)
- Palpasi : nyeri tekan (+) di regio epigastrium, hati tidak teraba, lien
tidak teraba
- perkusi : asites (-)
- Auskultasi : bising usus tidak meningkat
Ekstremitas
- Inspeksi : Edema tungkai (-), edema lengan (-), sianosis (-),
jari tabuh (-)
Status Lokalis
Paru
• Inspeksi :bentuk dada normal, asimetris pada paru kiri dan kanan.
• Palpasi :fremitus taktil meningkat pada paru kiri
• Perkusi : hipersonor pada paru sebelah kanan
• Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler, suara tambahan rhonki basah
pada paru sebelah kiri, suara paru menurun pada paru sebelah kanan.
13
Foto polos thorax
V. TATALAKSANA
Non Medikamentosa :
• Tirah baring
• Infus RL 20 tpm
• Nutrisi adekuat
Medikamentosa :
• Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
• Inj. Kalnex 3x500 mg
• P.O. Kodein 3x1
• P.O. azitromycin 1x500 mg.
• P.O. PCT 3x500 mg
Usulan Pemeriksaan Lanjutan :
TCM Gen Expert
VI. PROGNOSIS
14
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanactionam : dubia ad malam
FOLLOW UP
Kamis : 13 Agustus 2019
• S: pasien masih batuk darah, demam (+)
• O: 1. TD= 110/70 mmHg
2. Nadi= 88x/menit
3. Nafas= 62x/menit
4. Suhu= 38,4°C
Konjungtiva anemis (+/+), sklera tidak ikterik
Tonsil T1/T1
Paru: inspeksi: statis dinamis asimetris, bentuk dada normal
Palpasi: Pembesaran KGB leher, deviasi trakea (-), fremitus taktil
kanan menurun,.
Perkusi: hipersonor di paru kanan
Auskultasi: ronkhi basah pada paru kiri, dan suara paru menurun
pada paru kiri
15
4. Suhu= 37,6°C
Pasien tampak lemas, kesadaran somnolen
Kaku kuduk (-)
Konjungtiva anemis (+/+), sklera tidak ikterik
Terdapat sariawan di lidah, multipel
Tonsil T1/T1
Paru: inspeksi: statis dinamis asimetris, bentuk dada normal
Palpasi: Pembesaran KGB leher, deviasi trakea (-), fremitus taktil
menurun pada paru kanan.
Perkusi: hipersonor pada paru kanan
Auskultasi: ronkhi pada paru kiri disertai suara vesikuler menurun
pada paru kanan
16
Palpasi: Pembesaran KGB leher, deviasi trakea (-), fremitus
taktil menurun pada paru kanan
Perkusi: hipersonor pada paru kanan
Auskultasi: SP= vesikuler diseluruh lapang paru
ST = Rhonki basah diseluruh lapang paru
17
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan utama batuk darah dan
dirawat di ruang/penyakit dalam wanita pada tanggal 13 Agustus 2019. Pasien
batuk-batuk selama 2 minggu terakhir dengan dahak berwarna mengeluarkan
darah, batuk terus menerus, dan pasien merasa sesak setelah batuk. Pasien
didiagnosis suspek TB paru sehingga dipindahkan ke ruang /paru. Pasien sering
berkeringat dingin, sering demam selama 1 minggu terakhir, demam pada malam
hari, tidak mengigil, pasien mengalami penurunan berat badan. Pasien mengeluh
terdapat sariawan pada lidah yang tidak sembuh-sembuh. Pasien juga merasa
nyeri ulu hati (epigastrium).
Pasien TB paru memiliki tanda dan gejala yang berbagai macam pada
pasien namun ada beberapa tanda dan gejala yang khas yang terdapat pada pasien
ini. Pasien tersebut memiliki gejala batuk berdarah yang ditandai dengan rasa
ingin batuk sebelum keluarnya darah, darah bersifat segar, dan terkadang hanya
terdapat bercak-bercak darah bercampur lendir/dahak. Gejala umum kedua adalah
keringat dingin, yang pada umumnya terjadi pada malam hari. Suhu badan dalam
rentang 37.5-38.5, badan tidak terasa menggigil, namun justru terasa dingin dan
disertai keringat, atau badan terasa meriang-meriang. Gejala kardinal ketiga
adalah penurunan berat badan dalam dua minggu terakhir, yang mana sulit
diidentifikasi pada pasien yang jarang menimbang berat badan, namun sering
muncul dengan gejala kurangnya nafsu makan pada pasien.(Amin, 2009)
Pasien mengalami demam sebagai akibat dari respon tumor nekrosis faktor
(TNF) sistem imun pasien melawan bakteri mycobacterium tuberculosis. Demam
yang terjadi bervariasi yang pada umumnya disertai dengan keringat dingin pada
malam hari karena infeksi yang terjadi pada umumnya diawali oleh infeksi lokal
pada apex paru yang menyebar secara regional ke saluran getah bening regional di
dekatnya(pada umumnya leher). (Price and Wilson, 2006)
Nyeri ulu hati yang dialami pasien pada umumnya terjadi karena riwayat
penggunaan obat jangka panjang OAT-KDT yang berjalan selama enam bulan,
18
hal ini dapat menyebabkan tukak pada lambung, serta penurunan nafsu makan
menyebabkan gejala-gejala nyeri epigastrium timbul kembali. Penggunaan OAT-
KDT juga pada umunya dapat menyebabkan timbul gejala, mual dan muntah serta
nyeri telinga dan cairan urin berwarna kemerahan, hal ini merupakan efek
samping dari OAT seperti rifampycin dan etambuthol. (Amin,2009)
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan sputum dan foto thoraks. Berikut adalah bagan
diagnosis TB paru : (PDPI,2011)
19
Pasien tersebut didiagnsosis berdsasarkan bagan tersebut di atas. Dari
anamnesis didapatkan gejala batuk berdarah, penurunan berat badan, keringat
dingin pada malam hari, sehingga ini mengarahkan pada pasien suspek TB paru,
selanjutnya berdasarkan bagan diagnosis di atas harus dilakukan pemeriksaan
dahak mikroskopis atau sputum sewaktu pagi sewaktu (SPS) untuk menemukan
bakteri mycobacterium tuberculossis. Di RSAL Soedibjo Sardadi tidak dapat
dilakukan pemeriksaan sputum SPS sehingga dianggap pemeriksaan BTA sputum
negatif (bagian bagan paling kanan). Pemeriksaan sputum BTA negatif karena
ketidaktersediaan alat di RSAL Soedibjo Sardadi maka pada pasien tersebut
diberikan antibiotik oral golongan non-florokuinolon dan non-OAT, hal ini terjadi
karena penggunaan antibiotik golongan florokuinolon akan menyebabkan
masking effect yaitu suatu keadaan gejala membaik namun bakteri
mycobacterium tuberculossis masih hidup atau dorman dalam jaringan paru.
Kedua pemberian antibiotik non-OAT disebabkan oleh belum tegaknya
diagnosis TB paru pada pasien ini, karena tidak adanya pemeriksaan sputum BTA
SPS di RSAL Soedibjo Sardadi. Pemberian obat OAT pada pasien yang belum
pasti terinfeksi TB paru akan dapat menyebabkan kemungkinan terjadimya
resistensi terhadap OAT KDT yang akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas
akibat penyakit TB paru. Resistensi OAT pada penderita TB paru sering disebut
dengan TB MDR (Multi Drug Resistance) yang mana ditandai bakteri
mycobacterium tuberculossis tidak peka lagi terhadap dua jenis OAT yaitu
rifampycin dan ethambutol.
Langkah berikutnya setelah pemberian antibiotik oral adalah mengevaluasi
perbaikan dari gejala yang dialami pasien. Pasien tersebut masih sering
mengalami demam, penurunan nafsu makan dan badan masih terasa lemah
sehingga dianggap tidak menunjukkan perbaikan, yang mana apabila tidak ada
perbaikan signifikan pada pemberian antibiotik non-OAT pada pasien tersebut
maka dilakukan pemeriksaan foto thoraks. Pemeriksaan foto thoraks yang
dilakukan pada pasien dilakukan dengan tujuan membantu menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan foto thoraks didapatkan hasil adanya peningkatan corakan
bronkovaskular pada paru kiri disertai cavitas, serta gambaran radiolucent pada
20
paru kanan dan deviasi trakea ke paru sebelah kiri, berikut gambara foto thoraks
pasien tersebut :
= cavitas
= jaringan fibrotik
21
Foto thoraks yang telah dilakukan menunjukkan adanya gambaran
peningkatan corakan bronkovaskular disertai cavitas yang diakibatkan
terbentuknkya kompleks primer karena destruksi dari Mycobacterium tuberculosis
pada bagian apex dari paru, kemudian terbentuknya jaringan fibrotik pada paru
kiri karena proses infeksi kronis dari bakteri Mycobacterium Tuberculosis
membuat esofagus tertarik ke paru sebelah kiri, serta terjadi destruksi pada paru
kanan akibat infeksi yang berjalan kronis. (Greg,2012)
Gejala yang dialami pasien serta gambaran radiologis dari pemeriksaan
thoraks pasien memberikan pertimbangan kepada dokter untuk menegakkan
diagnosis TB paru pada pasien ini, karena pada bagan diagnosis TB paru
walaupun pemeriksaan sputum BTA (-), karena tidak bisa dilakukan di RSAL,
namun pemeriksaan radiologis dan pertimbangan dokter dapat menegakkan
diagnosis TB paru pada pasien ini.
Pasien diberikan terapi antibiotik ceftriaxone dan azitromycin. Antibiotik
yang diberikan merupakan antibiotik spektrum luas dan gram positif yang bukan
merupakan golongan florokuinolon. Pedoman penanganan TB memberikan
pedoman pemberian antibiotik spektrum luas golongan non-florkuinolon.
Pemberian terapi antibiotik pada pasien ini sesuai dengan pedoman penanganan
TB. Pemberian antibiotik golongan non-florokuinolon bertujuan agar tidak
memberikan tanda masking effect pada infeksi TB yang terjadi. Masking effect
adalah suatu tanda dimana gejala yang dialami pasien membaik namun perjalanan
infeksi tetap berjalan setelah pemberian antibiotik tersebut karena bakteri
mycobacterium tuberculosis dorman dalam paru pasien penderita.
Terapi kalnex pada pasien ini bertujuan untuk mengobati gejala yang
diderita pasien atau bersifat simptomatik, dimana pada pasien didapatkan gejala
batuk mengeluarkan darah. Fungsi kalnex pada pasien ini adalah untuk mengobati
perdarahan yang diderita oleh pasien.(PDPI,2011)
Terapi kodein pada pasien ini bersifat simptomatik dengan tujuan
mengobati gejala yang diderita pasien. Sifat kodein adalah antitusif yang mana
bertujuan untuk menekan respon batuk pada pasien.
22
Prognosis pada pasien ini baik vitam, functionam, dan sanactionam
bersifat dubia ad malam yang artinya untuk kembalinya fungsi organ seperti
semula hampit tidak bisa, begitupun untuk perbaikan organ karena pada pasien
telah terbentuk jaringan fibrotik pada paru serta paru kanan sudah hampir
setengah bagian telah hancur sehingga hal tersebut akan mempengaruhi kualitas
hidup pasien.(Amin, 2009)
23
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Z., Bahar, A. 2009. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi V JIlid III. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI
Amin, Z., Bahar, A. 2009. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI
Anonim. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Anonim. 2009. International Standards for Tuberculosis Care 2nd Edition. USA:
Tuberculosis Coalition for Techinical Assistance.
Anonim. 2011. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Briggs, Greg. 2012. Buku Saku Foto Roentgen Dada Edisi 2. Jakarta: EGC.
Price, SA., Wilson, LM. 2006. Patofisologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol 1 Edisi 6. Jakarta: EGC
Yew, Wing-wai dan Chi-chiu Leung. 2007. Antituberculosis Drugs and
Hepatotoxicity. Hongkong: The Hongkong Medical Bulletin.
24