Anda di halaman 1dari 10

SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

1. SISTEM TENAGA LISTRIK.


Sistem Tenaga Listrik dikatakan sebagai kumpulan/gabungan yang terdiri dari komponen-komponen atau
alat-alat listrik seperti generator, transformator, saluran transmisi, saluran distribusi dan beban yang saling
berhubungan dan merupakan satu kesatuan sehingga membentuk suatu sistem.

Gambar 1. Sistem Tenaga Listrik

Didalam dunia kelistrikan sering timbul persoalan persoalan teknis, dimana tenaga listrik pada
umumnya dibangkitkan pada tempat-tempat tertentu yang jauh dari kumpulan pelanggan, sedangkan
pemakai tenaga listrik atau pelanggan tenaga listrik tersebar disegala penjuru tempat, Dengan demikian
maka penyampaian tenaga listrik dari tempat dibangkitkannya yang disebut pusat tenaga listrik sampai
ke tempat pelanggan memerlukan berbagai penanganan teknis. Dengan menggunakan Blok diagr am
sistem tenaga listrik dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2 Diagram line Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Tenaga Listrik dibangkitkan di Pusat-pusat Tenaga Listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTGU, PLTP dan
PLTD kemudian disalurkan melalui saluran transmisi setelah terlebih dahulu dinaikkan tegangannya oleh
transformator penaik tegangan (step up transformer) yang ada di Pusat Listrik.
Pemberian nama PLTA PLTU PLTP dan sebagainya yang umum diberikan kepada unit pembangkit listrik
di lingkungan PLN didasarkan atas nama tenaga penggerak mulanya. PLTA misalnya dimana mesin
pembangkit listriknya (generator) yang ada di kawasan tersebut digerakan atau diputarkan oleh suatu turbin
penggerak yang berputar karena digerakan oleh pergerakan aliran air (turbin air) demikian juga halnya
dengan PLTU mesin pembangkit listriknya digerakan oleh turbin uap.
Saluran tenaga listrik yang menghubungkan pembangkitan dengan gardu induk (GI) dikatakan sebagai
saluran transmisi karena saluran ini memakai standard tegangan tinggi dikatakan sebagai saluran transmisi
tegangan tinggi yang sering disebut dengan singkatan SUTT. Dilingkungan operasional PLN saluran
transmisi terdapat dua macam nilai tegangan yaitu saluran transmisi yang bertegangan 70 KV dan saluran
transmisi yang bertegangan 150 KV dimana SUTT 150 KV lebih banyak digunakan dari pada SUTT 70 KV.
Khusus untuk tegangan 500 KV dalam praktek saat ini disebut sebagai tegangan ekstra tinggi. yang disingkat
dengan nama SUTET
Pada saat ini masih ada beberapa saluran transmisi dengan tegangan 70 KV namun tidak dikembangkan
lagi oleh PLN. Saluran transmisi ada yang berupa saluran udara dan ada pula yang berupa saluran kabel
tanah. Karena saluran udara harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan kabel tanah maka saluran
transmisi PLN kebanyakan berupa saluran udara. Kerugian dari saluran udara dibandingkan dengan saluran
kabel tanah adalah saluran udara mudah terganggu oleh gangguan yang ditimbulkan dari luar sistemnya ,
misalnya karena sambaran petir, terkena ranting pohon , binatang, layangan dan lain sebagainya
Setelah tenaga listrik disalurkan melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga listrik di Gardu Induk
(GI) sebagai pusat beban untuk diturunkan tegangannya melalui transformator penurun tegangan (step down
transfomer) menjadi tegangan menengah atau yang juga disebut sebagai tegangan distribusi primer.
Tegangan distribusi primer yang dipakai PLN adalah 20 KV, 12 KV dan 6 KV. Kecenderungan saat ini
menunjukkan bahwa tegangan distribusi primer PLN yang berkembang adalah 20 KV.
Jaringan distribusi primer yaitu jaringan tenaga listrik yang keluar dari GI baik itu berupa saluran kabel
tanah, saluran kabel udara atau saluran kawat terbuka yang menggunakan standard tegangan menengah
dikatakan sebagai Jaringan Tegangan Menengah yang sering disebut dengan singkatan JTM dan sekarang
salurannya masing masing disebut SKTM untuk jaringan tegangan menengah yang menggunakan saluran
kabel tanah, SKUTM untuk jaringan tegangan menengah yang menggunakan saluran kabel udara dan
SUTM untuk jaringan tegangan menengah yang menggunakan saluran kawat terbuka. Setelah tenaga listrik
disalurkan melalui jaringan distribusi primer maka kemudian tenaga listrik diturunkan tegangannya dengan
menggunakan trafo distribusi (step down transformer) menjadi tegangan rendah dengan tegangan standar
380/220 Volt atau 220/127 Volt dimana standar tegangan 220/127 Volt pada saat ini tidak diberlakukan lagi
dilingkungan PLN. Tenaga listrik yang menggunakan standard tegangan rendah ini kemudian disalurkan
melalui suatu jaringan yang disebut Jaringan Tegangan Rendah yabg sering disebut dengan singkatan JTR.
Sama halnya pada JTM jenis saluran yang dipergunakan pada JTR dapat menggunakan tiga jenis
saluran yaitu SUTR untuk saluran udara tegangan rendah dengan menggunakan saluran kawat terbuka
SKUTR untuk saluran udara tegangan rendah dengan menggunakan saluran kabel udara yang dikenal
dengan sebutan kabel twisted yang sering disebut dengan singkatan TIC singkatan dari Twisted Insulation
Cable SKTR untuk saluran udara tegangan rendah dengan menggunakan saluran kabel tanah
Tenaga listrik dari jaringan tegangan rendah ini untuk selanjutnya disalurkan ke rumah-rumah pelanggan
(konsumen) melalui suatu sarana yang disebut Sambungan Pelayanan atau Sambungan Rumah yang dapat
dipisahkan menjadi dalam 2 bagian yaitu Sambungan Luar Pelayanan dan Sambungan Masuk Pelayanan .
Dalam proses bisnis PLN pelanggan-pelanggan yang mempunyai daya tersambung besar aturannya tidak
disambung melalui Jaringan Tegangan Rendah (JTR) melainkan disambung langsung pada Jaringan
Tegangan Menengah (JTM) dan yang sangat besar disambung pada Jaringan Transmisi Tegangan Tinggi,
tergantung besarnya daya tersambung. Bentuk yang lain skema sistim tenaga listrik ditunjukkan oleh gambar
1.3.

Gambar. 3 Skema Pusat Listrik yang dihubungkan melalui saluran Transmisi ke Gardu
Induk.

Keterangan : G = Generator
P.S. = Pemakaian Sendiri.
T.T. = Tegangan Tinggi.
T.M. = Tegangan Menengah

Dari gambar diatas terlihat bahwa di Pusat Listrik maupun di GI selalu ada transformator Pemakaian
Sendiri guna melayani keperluan-keperluan peralatan listrik yang digunakan didalam Pusat Listrik maupun
GI, misalnya untuk keperluan penerangan, mengisi batere listrik dan menggerakkan berbagai motor listrik.
Dalam praktek karena luasnya jaringan distribusi sehingga diperlukan banyak sekali transformator distribusi,
maka Gardu Distribusi seringkali disederhanakan menjadi transformator tiang/Gardu Trafo Tiang yang
rangkaian listriknya lebih sederhana daripada yang digambarkan (lihat gambar dibawah).

Gambar. 4. Gardu Type Portal


Setelah tenaga listrik melalui Jaringan Tegangan Menengah (JTM), Jaringan Tegangan Rendah JTR) dan
Sambungan Rumah (SR) maka tenaga listrik selanjutnya dilewatkan alat pembatas daya dan KWH meter di
sisi pelanggan. Energi listrik yang dipakai oleh pelanggan tersebut di catat oleh petugas cater sesuai angka di
register kWh meter tersebut selanjutnya dicetat di dalam rekening listrik. Rekening listrik pelanggan
tergantung kepada daya tersambung serta pemakaian KWH nya, oleh karenanya PLN memasang pembatas
daya dan KWH meter. Setelah melalui KWH meter, tenaga listrik kemudian memasuki instalasi rumah yaitu
instalasi milik pelanggan. Instalasi PLN pada umumnya hanya sampai dengan KWH meter dan sesudah
KWH meter ihstalasi listrik pada umumnya adalah instalasi milik pelanggan. Dalam instalasi pelanggan
tenaga listrik langsung memasuki alat-alat listrik milik pelanggan seperti lampu, seterika, lemari es, pesawat
radio, pesawat televisi dan lain-lain.
Dari uraian diatas dapat dimengerti besar kecilnya konsumsi tenaga listrik ditentukan sepenuhnya oleh
para pelanggan, yaitu tergantung bagaimana para pelanggan akan menggunakan alat-alat listriknya,
kemudian PLN harus mengikuti kebutuhan tenaga listrik para pelanggan ini dalam arti daya listrik yang
dibangkitkannya harus menyesuaikan dari waktu ke waktu.
Apabila jumlah pelanggan yang harus dilayani dalam jutaan maka daya yang harus dibangkitkan
jumlahnya juga mencapai ribuan megawatt dan untuk ini diperlukan beberapa Pusat Listrik dan juga
beberapa GI untuk dapat melayani kebutuhan listrik para pelanggan.
Pusat-pusat Listrik dan GI satu-sama lain dihubungkan oleh saluran transmisi agar tenaga listrik dapat
mengalir sesuai dengan kebutuhan dan terbentuklah suatu Sistem Tenaga Listrik.
Gambar 5 dibawah menggambarkan sebuah Sistem Tenaga Listrik yang terdiri dari beberapa pembangkit
dan beberapa buah GI.

Setiap GI sesungguhnya merupakan Pusat Beban untuk suatu daerah pelanggan tertentu, bebannya
berubah-rubah sepanjang waktu sehingga daya yang dibangkitkan dalam Pusat-pusat Listrik harus selalu
berubah seperti telah diuraikan diatas. Perubahan beban dan perubahan pembangkitan daya ini selanjutnya
juga menyebabkan aliran daya dalam saluran-saluran transmisi berubah-rubah sepanjang waktu. Apabila
daya nyata yang dibangkitkan oleh Pusat-pusat Listrik lebih kecil daripada daya yang dibutuhkan oleh para
pelanggan, maka frekwensi akan turun, sebaliknya apabila lebih besar, frekwensi akan naik. PLN
berkewajiban menyediakan tenaga listrik yang frekwensinya tidak jauh menyimpang dari 50 Hertz.
Mengenai penyediaan daya reaktif bagi para pelanggan yang erat kaitannya dengan tegangan,
masalahnya lebih sulit daripada masalah penyediaan daya nyata. PLN berkewajiban menyediakan tenaga
listrik dengan tegangan yang ada dalam batas-batas tertentu.

Gambar 5..Diagram Tunggal Sistem tenaga listrik


Sebuah Sistem Tenaga Listrik dengan sebuah PLTU, sebuah PLTG, sebuah PLTD, sebuah PLTA dan
enam buah Pusat Beban (GI). Masalah Penyediaan tenaga listrik seperti diuraikan diatas dengan biaya yang
serendah mungkin dan tetap memperhatikan mutu serta keandalan. Dalam proses penyediaan tenaga listrik
bagi para pelanggan seperti diuraikan diatas tidak dapat dihindarkan timbulnya rugi-rugi dalam jaririgan
disamping adanya tenaga listrik yang harus disisihkan untuk pemakaian sendiri. Proses pembangkitan
tenaga listrik dalam Pusat-pusat Listrik Termis memerlukan biaya bahan bakar yang tidak sedikit. Biaya
bahan bakar serta rugi-rugi dalam jaringan merupakan faktor-faktor yang harus ditekan agar menjadi sekecil
mungkin dengan tetap memperhatikan mutu dan keandalan.
Mutu dan keandalan diukur dengan frekwensi, tegangan dan jumlah gangguan. Masalah mutu tenaga
listrik tidak semata-mata merupakan masalah operasi Sistem Tenaga Listrik tetapi erat kaitannya dengan
pemeliharaan instalasi tenaga listrik dan juga erat kaitannya dengan masalah pengembangan Sistem Tenaga
Listrik mengingat bahwa konsumsi tenaga listrik oleh para pelanggan selalu bertambah dari waktu ke waktu.
Oleh karenanya hasil-hasil Operasi Sistem Tenaga Listrik perlu dianalisa dan dievaluasi untuk menjadi
masukan bagi pemeliharaan instalasi serta pengembangan sistem tenaga listrik. Mutu tenaga Listrik yang
baik merupakan kendala (constrain) terhadap biaya pengadaan tenaga listrik yang serendah mungkin, maka
kompromi antara kedua hal ini merupakan masalah optimisasi yang banyak dibahas.
2. PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK
Tenaga listrik dibangkitkan oleh generator/altenator dimana kumparan medan/rotor generator diputar oleh
penggerak mula dan interaksi antara fluksi medan dengan putaran rotor dengan prinsip induksi menghasilkan
gaya gerak listrik dan jika terminal jangkar tehubung dengan beban akan mengalir arus listrik ke beban
sehingga menghasilkan tenaga listrik sesuai dengan prinsip dasa pembangkit yaitu :
e. = ggl = BLV
B = Rapat fluksi ( fluksi dari kumparan medan )
L = Panjang / kumparan jangkar
V = Kecepatan putar kumparan medan / poros

Sesuai dengan hukum ohm dimana arus berbanding lurus dengan tegangan / ggl dan berbanding terbalik
dengan impedansi sehingga jika terhubung dengan beban maka akan timbang arus. Tenaga Listrik / Daya
Listrik merupakan perkalian dari tegangan, arus dan faktor daya serta perkalian daya listrik ini dengan waktu
pelayanan beban adalah energi listrik.

Penggerak Mula
Penggerak Mula adalah mesin untuk menggerakkan/memutar rotor generator penggerak mula

3. TRANSMISI TENAGA LISTRIK.


Transmisi berfungsi menyalurkan arus listrik / tenaga listrik dari pusat pembangkut tenaga listrik ke Gardu
Induk sebagai pusat beban. Tegangan terima di Gardu Induk (Vr) adalah selisih vektor antara tegangan kirim
(Vs) dengan drop tegangan di sepanjang konduktor transmiss yaitu perkalian Arus (I) dengan Impedansi (Z).
Impedansi ini merupakan jumlah vektor dari resistensi (R) dan reaktansi (X) penghantar dimana semakin
panjang penghantar maka semakin besar pula R dan X nya sehingga Z juga semakin besar dan akibatnya
drop tegangan (IZ) juga semakin besar; dengan demikian Vr kecil. Tegangan pelayanan diperbolehkan turun
s/d 10% dari V nominal. Dengan demikian panjang jaringan dibatasi oleh drop tegangan.

Gambar. 12 Model Transmisi tenaga listrik

Agar Vr memenuhi standar maka sebaiknya semakin panjang transmisi, tegangan transmisi
dinaikkan.Output dari Generator di pembangkit (pembangkit besar) bertegangan s/d tegangan menengah di
naikkan tegangannya menjadi tegangan tinggi (150 kV)/ekstra tinggi (500 kV) dengan menggunakan Trafo
Step Up.Tegangan.Transmisi ini diterima oleh Trafo GI (Trafo Step Down) dan diturunkan dari 150 kV
menjadi 20 kV, 500 kV menjadi 150 kV dan ada juga dari 500 kV menjadi 20 kV. Penghantar
transmisi terbuat dari ACSR dan Isolatornya terbuat dari Porselin dan menaranya konstruksi besi/baja dan
di kota tertentu menggunakan Kabel tanah (150 kV).Transmisi dari Jawa ke Madura dan dari Jawa ke Bali
menggunakan Kabel laut 150 kV 50 Hz. Rencananya Transmisi interkoneksi Sumatera
(P3B Sumatera) bertegangan 275 kV,50 Hz.
Pada Transmisi 500 kV tidak ada masalah petir karena tegangan transmisi lebih tinggi dari tagangan
petir (345 kV) ; Tapi yang menjadi masalah adalah polusi tegangan disekitar SUTET dan masalah Switching
Surge / Surja hubung dimana hal ini diatasi dengan memasang reaktor untuk menyerap kelebihan tegangan
pada system saat terjadi Switching .

4. SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK


Sistem distribusi tenaga listrik merupakan salah satu bagian dari suatu sistem tenaga listrik yang dimulai
dari PMT incoming di Gardu Induk sampai dengan Alat Penghitung dan Pembatas (APP) di instalasi
konsumen yang berfungsi untuk menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik dari Gardu Induk sebagai
pusat pusat beban ke pelanggan pelanggan secara langsung atau melalui gardu-gardu distribusi (gardu trafo)
dengan mutu yang memadai sesuai stándar pelayanan yang berlaku. dengan demikian sistem distribusi ini
menjadi suatu sistem tersendiri karena unit distribusi ini memiliki komponen peralatan yang saling berkaitan
dalam operasinya untuk menyalurkan tenaga listrik. Dimana sistem adalah perangkat unsur-unsur yang
saling ketergantungan yang disusun untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan menampilkan fungsi yang
ditetapkan.
Dilihat dari tegangannya sistim distribusi pada saat ini dapat dibedakan dalam 2 macam yaitu
a. Distribusi Primer, sering disebut Sistem Jaringan Tegangan Menengah (JTM) dengan tegangan operasi
nominal 20 kV/ 11,6 kV
b. Distribusi Sekunder, sering disebut Sistem Jaringan Tegangan Rendah (JTR) dengan tegangan operasi
nominal 380 / 220 volt
Sebelumnya nilai tegangan operasional yang dipergunakan dilingkungan PLN pada level tegangan
menengah bervariasi yaitu 6 KV, 12 KV dan 20 KV demikian juga pada level tegangan rendah yaitu 220/127
volt pada repelita 1 pada tahun 1970 dimulai perubahan tegangan yang kita kenal PTR / PTM hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan keandalan dan menurunkan susut jaringan
Dilihat dari pentanahan sistemnya sistem distribusi dapat dibedakan menjadi beberapa macam hal ini
disebabkan keterlambatan PLN dalam menguasai teknologi dan standarisasi sehingga terpaksa mengikuti
konsep dan standar negara–negara pemberi dana dan konsultannya masing masing sedangkan pada saat
tersebut terjadi lonjakan permintaan terhadap tanaga listrik dimana sebelum repelita pada tahun 1950
pertumbuhan listrik hanya 2.2 % rata-rata dari 504 GWh menjadi 564 GWh . Pada repelita 1 terdapat
kenaikan pertumbuhan produksi tenaga listrik yang berarti dari 1915 GWh menjadi 3007 GWh dimana ada
kenaikan rata-rata sebesar 11.4 % pada repelita ini pula mulai dilakukan rehabilitasi dan pembangunan
pusat pembangkit tenaga listrik, jaringan transmisi, jaringan distribusi berikut sarananya sehingga daya
terpasang menjadi melonjak dari 542 MW pada awal repelita menjadi 776 MW pada akhir repelita . pada
repelita II terdapat pertumbuhan sampai 24 % dari daya terpasang 776 MW menjadi 2.288 MW dengan
produksi dari 3007 GWh menjadi 5723 GWh
Selain pertumbuhan permintaan yang meningkat tajam pada waktu tersebut belum adanya perencanaan
yang paripurna untuk suatu sistim yang modern maka sistem yang berkembang menjadi besar secara
tambah menambah mejadi semerawut yang kemudian mulai repelita III mulai ditertibkan dan distandarisasi
Tiga pola utama sistim distribusi 20 kV yang telah ada dan berkembang di pulau jawa yaitu :
c. Sistim pentanahan netral dengan tahanan tinggi di PLN Distribusi Jawa Timur
d. Sistim pentanahan netral langsung sepanjang jaringan di PLN Distribusi Jateng dan DIY
e. Sistem pentanahan netral dwengan tahanan rendah yang berlaku di PLN Distribusi Jawa barat dan PLN
Distribusi DKI Jaya
Dimana masing masing memiliki karakter dan kekhususan tersendiri yang akan dijadikan sebagai dasar
bagi perkembangan sistem distribusi di daerah daerah yang sedang berkembang.
Dilihat dari pengawatanya dapat kita pisahkan menjadi 2 macam yaitu ;
a. Sistem Distribusi 20 kV fasa tiga 3 kawat terdapat pada sistem distribusi 20 kV dengan pentanahan
netral tinggi dan pada sistem distribusi 20 kV dengan pentanahan netral rendah
b. Sistem Distribusi 20 kV fasa tiga 4 kawat terdapat pada sistem distribusi 20 kV dengan netral pentanahan
langsung
Ketiga macam sistim distribusi 20 kV tersebut memiliki pilosofi yang berbeda yaitu :
a. Pentanahan dengan tahanan tinggi dimaksudkan untuk memperoleh hasil yang optimum dengan
mengutamakan keselamatan umum sehingga lebih layak memasuki daerah perkotaan dengan saluran
udara
b. Pentanahan secara langsung dimaksudkan untuik memperoleh hasil optimum dengan mengutamakan
ekonomi sehingga dengan saluran udara elektrifikasi dapat lebih layak dilaksanakan diluar kota sampai ke
daerah yang terpencil
c. Pentanahan dengan tahanan rendah dimaksdukan untuk memperoleh hasil optimum dari kombinasi
antara faktor ekonomi dan keselamatan umum dan layak untuk dipergunakan saluran udara bagi daerah
daerah luar kota maupun kabel bagi daerah pada dalam kota

5. POLA SISTIM DISTRIBUSI


Ada 3 (tiga) macam pola sistem distribusi utama yang dianut oleh PT PLN (persero) di seluruh Indonesia
dan satu pola tambahan untuk sistem yang tidak lagi dikembangkan oleh PLN.
Di PT PLN untuk koordinasi, investasi, tingkat pelayanan dan keselamatan dalam rangka pengamanan
sistem distribusi, suatu wilayah atau distribusi hanya diperbolehkan untuk menganut salah satu pola yang
cocok untuk lingkungannya [x]
Jaminan keselamatan, keandalan dan kontinyuitas penyaluran sulit untuk dipertahankan pada posisi yang
optimum dan dalam pelaksanaanya dilapangan dapat menimbulkan beberapa kesulitan dengan adanya
ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan biaya investasi dan pemeliharaan peralatan. Pola-pola
sistem distribusi tersebut adalah :
A. Sistem Distribusi Pola 1:
Yaitu sistem distribusi 20 KV fasa tiga 3 kawat dengan pentanahan netral melalui tahanan tinggi.
Di Indonesia pola sistem distribusi semacam ini petama dikembangkan di PLN distribusi Jawa Timur dan
ciri cirinya dapat di indentifikasi sebagai berikut
 Sistem Jaringan :
a. Tegangan nominal : 20 kV
b. Sistem Pentanahan : Netral Kumparan TM yang dihubungkan secara bintang dari trafo utama
ditanahkan melalui tahanan dengan nilai 500 ohm (arus hubung singkat ke tanah maksimum 25 A )
c. Konstruksi jaringan : Pada dasarnya adalah saluran udara yang terdiri dari
d. Saluran Utama ( Main lines ) : Kawat jenis AAAC 150 mm2 fasa tiga 3-kawat untuk saluran
cabang: kawat AAAC 70 mm2
e. Sistem pelayanan : radial dengan kemungkinan saluran utama antara jaringan yang berdekatan
dapat saling berhubungan dalam keadaan darurat
 Sistem Pengaman :
a. Pemutus Beban/Tenaga (PMB/PMT) Utama dipasang pada saluran utama di GI sebagai pengaman
utama jaringan dan dilengkapi dengan alat pengaman ( Relai )
o Relai Penutup Balik (Recloser) untuk memulihkan sistem dari gangguan-gangguan yang
bersifat temporer dan untuk koordinasi kerja dengan peralatan pemutus / pengaman yang lain
disisi hilir dan saluran cabang dari jaringan antara lain sectionalizer dan Pengaman Lebur (fuse)
o Relai Gangguan Tanah Terarah (DGFR = Directional Ground Fault Relays) dipergunakan untuk
membebaskan gangguan fasa tanah
o Relai arus lebih (OCR = Over Current Relays) untuk membebaskan gangguan antar fasa
b. Saklar seksi otomatis ( SSO )
Model saklar ini dipergunakan sebagai alat pemutus rangkaian untuk memisah-misahkan
saluran utma dalam beberapa seksi agar pada keadaan gangguan permanen luas daerah
(jaringan) yang terganggu diusahakan sekecil mungkin, SSO untuk pola sistem ini akan membuka
pada waktu rangkaian tidak bertegangan dan pada saat rangkaian bertegangan harus mampu
menutup rangkaian dalam keadaan hubung singkat
c. Pengaman Lebur (Fuse)
Fuse dipasang pada titik percabangan antara saluran utama dan saluran cabang juga dipasang
pada sisi primer (20 kV) trafo distribusi dengan maksud untuk mengamankan jaringan dan
peralatan yang berada di sebelah hilirnya terhadap gangguan permanen antar fasa dan tidak untuk
mengamankan gangguan fasa tanah.
B. Sistem Distribusi Pola 2:
Sistem Distribusi 20 kV fasa tiga 4 kawat dengan pentanahan netral secara langsung. Pola sistem ini
mulai dikembangkan di Indonesia di PLN distribusi Jawa tengah dan pola sistem distribusi ini di
indentifikasi sebagai berikut:
 Sistem Jaringan :
a. Tegangan Nominal : 20 kV
b. Sistem Pentanahan : Netral ditanahkan sepanjang jaringan dan kawat netral dipakai bersama untuk
saluran tegangan menengah dan saluran tegangan rendah dibawahnya.
c. Konstruksi Jaringan : Terdiri dari saluran udara terutama dan saluran kabel sedang saluran udara
terdiri dari : saluran utama dan saluran cabang.
o Saluran Utama : kawat AAC 240 dan 150 mm2 fasa tiga – 4 kawat
o Saluran Cabang : kawat AAC 100 dan 55 mm2 fasa tiga – 4 kawat dan kawat AAC 55 dan 35
Fasa satu 2 kawat ( Fasa netral ) Cat : Penghantar dapat dipilih yang setara
d. Sistem pelayanan : radial dengan kemungkinan saluran utama antara jaringan yang berdekatan
dapat saling berhubungan dalam keadaan darurat
e. Pelayanan Beban : Fasa tiga 4 kawat : 20 / 11.6 kV, Fasa tunggal : 2 kawat 11,6 kV

 Sistem Pengaman :
a. Penutup Balik otomatis ( PBO )
Alat ini dipasang pada saluran utama Di GI sebagai pengaman utama jaringan . Pada jaringan
yang panjang ( > 20 km ) yang dipasang pada ujung GI tidak lagi peka untuk mengindentifikasi
gangguan yang berada jauh pada ujung hilir sehingga untuk pengamanan terhadap gangguan
temporer maupun untuk membagi jaringan dalam beberapa seksi guna melokalisir daerah yang
terganggu skecil mungkin dipasang PBO ke dua dan ke tiga pada jarak jarak tertentu sepanjang
saluran utama
b. PMB ( PMT ) dapat dipasang sebagai PBO 1 dimana alat ini perlu dilengkapai dengan relai–relai :
o Relai penutup balik unutuk memulihkan sistem dari gangguan gangguan yang bersifat temporer
dan untuk kordinasi kerja dengan peralatan pemutus / pengaman lain disisi hilir dan saluran
cabang antar lain PBO , SSO dan Fuse Cut out
o Relai arus lebih jenis waktu tebalik untuk membebaskan gangguan fasa fasa
o Relai arus tanah untuk membebaskan gangguan fasa tanah
c. Saklar seksi otomatis ( SSO )
Model saklar ini dipergunakan sebagai alat pemutus rangkaian untuk memisah-misahkan
saluran utama dalam beberapa seksi agar pada keadaan gangguan permanen luas daerah
(jaringan) yang terganggu diusahakan sekecil mungkin, SSO untuk pola 2 ini akan membuka pada
saat rangkaian tidak ada arus dan tidak menutup kembali. Saklar ini bekerja berdasarkan
penginderaan dan hitungan (account) trip PMT (PBO) arus hubung singkat dengan demikian
saklar ini dipasang apabila dibagian hulu terpasang PMT atau PBO
d. Pengaman Lebur ( Fuse )
Fuse dipasang pada titik percabangan antara saluran utama dan saluran cabang juga dipasang
pada sisi primer (20 kV) trafo distribusi sebagi pengaman saluran terhadap gangguan gangguan
yang besrsifat permanen koordinasi antar PBO dan alat lainnya perlu dilakukan

C. Sistem Distribusi Pola 3:


Sistem Distribusi 20 KV fasa tiga 3 kawat dengan pentanahan netral melalui tahanan rendah
Pola sistem ini mulai dikembangkan di Indonesia di distribusi Jawa Barat dan DKI Jaya , sekarang meluas
keseluruh wilayah kerja PLN meskipun dibeberpa tempat digunakan modifikasi. Pola sistem distribusi ini
ciri-cirinya dapat di indentifikasi seperti berikut :
 Sistem Jaringan
a. Tegangan nominal : 20 kV
b. Sistem Pentanahan : Netral Kumparan TM yang dihubungkan secara bintang dari trafo utama
ditanahkan melalui tahanan dengan nilai 12 ohm (arus hubung singkat ke tanah maksimum 1000 A
) dan 40 ohm (arus hubung singkat ke tanah maksimum 300 A) untuk sistem SUTM atau sistem
campuran
c. Konstruksi jaringan : Pada dasarnya adalah saluran udara terdiri dari :
Saluran Utama ( Main lines ) : Kawat jenis AAAC 150 mm2 fasa tiga 3-kawat untuk saluran
cabang: kawat AAAC 70 mm2
d. Sistem pelayanan : radial dengan kemungkinan saluran utama antara jaringan yang berdekatan
dapat saling berhubungan dalam keadaan darurat
 Sistem Pengaman :
a. Pemutus Beban/Tenaga (PMB/PMT) Utama dipasang pada saluran utama di GI sebagai pengaman
utama jaringan dan dilengkapi dengan alat pengaman (Relai)
o Relai Penutup Balik (Recloser) untuk memulihkan sistim dari gangguan-gangguan yang bersifat
temporer dan untuk koordinasi kerja dengan peralatan pemutus / pengaman yang lain disisi hilir
dan saluran cabang dari jaringan antara lain sectionalizer dan fuse (PL = Pengaman Lebur)
o Relai Gangguan Tanah Terarah (DGFR= Directional Ground Fault Relays) dipergunakan untuk
membebaskan gangguan fasa tanah
o Relai arus lebih (OCR = Over Current Relays) dipergunakan untuk membebaskan gangguan
antar fasa
b. Saklar seksi otomatis ( SSO )
Model saklar ini dipergunakan sebagai alat pemutus rangkaian untuk memisah-misahkan
saluran utma dalam beberapa seksi agar pada keadaan gangguan permanen luas daerah
(jaringan) yang terganggu diusahakan sekecil mungkin, SSO untuk pola sistem ini akan membuka
pada saat rangkaian tidak ada arus dan tidak menutup kembali.
Saklar ini bekerja berdasarkan penginderaan dan hitungan (account) trip PMT (PBO) arus
hubung singkat dengan demikian saklar ini dipasang apabila dibagian hulu terpasang PMT atau
PBO
c. Pengaman Lebur (Fuse)
Fuse dipasang pada titik percabangan antara saluran utama dan saluran cabang juga dipasang
pada sisi primer (20 kV) trafo distribusi dengan maksud untuk mengamankan jaringan dan
peralatan yang berada di sebelah hilirnya terhadap gangguan permanen antar fasa dan tidak untuk
mengamankan gangguan fasa tanah.
D. Pola Sistim Ditribusi Lainnya
Seperti sudah disebutkan kelistrikan di Indonesia ini sangat beragam selain dari tiga pola yang telah
dibahas pola lainnya disebutkan sebagai sistim distribusi pola 4 yaitu sistim distribusi 6 kV fasa tiga 3-
kawat dengan pentanahan netral mengambang .
Bagi sistem 6 kV dengan pentanahan netral mengambang masalahnya yang lebih menonjol adalah factor
keselamatan manusia dan khewan pada saat terjadi kawat putus dan hubung tanah karena pada
umumnya tidak dilengkapi dengan alat pengaman yang segera secara otomatis melakukan pemutusan .
Untuk hal tersebut sekurang kurangnya dilengkapi indicator dan sirine (alrm) pada ruang panel
E. Spesifikasi Desain Sistem
Dalam rencana pengembangan dan perluasan jaringan distribusi tenaga listrik sedikitnya ada tiga kriteria
sebagai dasar rekayasa (basic engineering) yang semestinya diperhatikan dalam pengembangan
distribusi ketenaga listrikan yaitu :
a. Desain sistem dan peralatan distribusi serta pembuatannya
b. Penentuan garis-garis besar standar konstruksi yang didasarkan pada peralatan yang diperoleh
c. Memilih dan menyeleksi berbagai macam standar konstruksi yang akan digunakan pada situasi
tertentu berdasarkan hal-hal tertentu yang ditetapkan preusan
Adanya keberagaman spesifikasi desain listrikan akan memungkinkan dapat mengganggu kelancaran
pengusaha dan pembangunan tenaga listrik itu sendiri.
Untuk keperluan penyederhanaan pengelolaan investasi serta kelancaran pengusahaan ketenaga listrikan
di wilayah PT PLN, perusahaan ini telah menyusun spesifikasi desain untuk JTM dan JTR dalam SPLN 72
tahun 1987 yang diantaranya sebagai berikut :

1. Sistem Distribusi Tegangan Menengah


a. Saluran Udara Tegangan Menengah ( SUTM )
 Jaringan Radial
 Radial tanpa saklar seksi
 Radial dengan saklar seksi manual Local, Remote
 Radial dengan saklar seksi otomatik
 Jaringan Lingkar (loop)
 Loop dengan saklar seksi manual Local, Remote
 Loop dengan saklar seksi otomatik
b. Saluran Kabel Tegangan Menengah
 Jaringan Gugus
 Jaringan Spindel
 Jaringan Simpul

2. Sistim distribusi Tegangan Rendah


a. Saluran Udara Radial
b. Saluran Bawah Tanah Radial
3. Jenis Pemutus Tenaga
c. Pemutus Tenaga (PMT) tipe hembusan udara (Air Blast )
d. Pemutus Tenaga tipe hampa udara (Vacuum)
e. Pemutus Tenaga tipe minyak banyak ( Oill Bulk )
f. Pemutus Tenaga tipe minyak sedikit ( Low Oil Content)
g. Pemutus Tenaga tipe Gas ( SF 6 )
4. Bus Bar ( Rel ) TM
a. Open Type
b. Closed Type
5. Transformator di Gardu Induk Distribusi
Pada Akhir pembangunan transformator di Gardu Induk Distribusi sedapat mungkin lebih dari satu
buah sehingga bila satu transformator terganggu, tidak terjadi pemadaman total
6. Gardu Transformator
Untuk konsumen umum, khusus , umum dan khusus
a. Gardu Tembok Untuk SKTM
b. Gardu Tembok Untuk SUTM
c. Gardu Kiosk
d. Gardu Tiang : Portal , Cantol
7. Gardu Hubung (GH)
a. Gardu Hubung terdiri dari GH spindle dan GH non Spindle
b. GH spindle mempunyai 7 unit penyulang maksimum
c. GH non Spindle mempunyai 3 unit penyulang
d. GH ini dilengkapi dengan Pemutus beban dengan mekanisme pengendalian elektris
8. Pengaturan tegangan dan turun tegangan
a. Turun tegangan pada JTM diperbolehkan 2% dari tegangan kerja yang tidak memanfaatkan
Sadapan Tanpa Beban (STB) yaitu sistem spindle dan sistem gugus.
b. Turun tegangan pada JTM diperbolehkan 5% dari tegangan kerja bagi sistem yang memanfaatkan
STB yaitu sistim radial diatas tanah dan sistim simpul
c. Turun tegangan pada sistim distribusi dibolehkan 3 % dari tegangan kerja
d. Turun tegangan pada JTR dibolehkan sampai 4 % dari tegangan kerja
e. Turun tegangan pada SR dibolehkan sampai 1 % dari tegangan nominal
9. Penghantar Jaringan Tegangan Menengah
a. Penghantar terbuka diatas tanah
b. Kabel alumunium type XLPE
c. Kabel pilin udara sesuai SPLN 43-5:1986
10. Penghantar Jaringan Tegangan Rendah
Penghantar Jaringan Tegangan Rendah ( JTR ) terdiri dari 2 macam yaitu :
a. Penghantar terbuka dari aluminium campuran hal ini sesuai dengan SPLN 41-8-1981 tentang
penghantar aluminium campuran
Bagi JTR yang memerlukan kabel antara gardu dan tiang pertama digunakan kabel dengan
kemampuan hantar arus 1 tingkat lebih tinggi diatas kemampuan hantar arus penghantar terbuka.
b. Penghantar berisolasi dipilin sesuai dengan SPLN 42-10-1986 tentang kabel pilin udara dengan
penghantar fasa aluminium dan penghantar netral alumium campuran
11. Penghantar Sambungan Rumah terdiri dari 3 macam yaitu :
c. Penghantar berisolasi dipilin dengan penghantar netral berisolasi sesuai dengan SPLN 42-10-
1986 tentang kabel pilin udara
d. Penghantar tembaga telanjang sesuai SPLN 49-4 1981atau 41-5 1981
e. Penghantar Kabel tanah sesuai SPLN 43 –1-1981
Penampang sambungan rumah disesuaikan dengan daya kontraknya
12. Tegangan kerja di Gardu Induk Distribusi
Pada sistem yang tidak memanfaatkan STB pada trafo distribusi, tegangan kerja di GI distribusi diatur
sebagai berikut :
a. Dipertahankan kostran 20.5 - 21 kV
b. Dipertahankan konstan 21.5 - 22 kV
c. Dipertahankan konstan 22,5 - 23 kV
Pada sistem yang memanfaatkan STB pada trafo distribusi,tegangan kerja di GI distribusi diatur
sebagai berikut :
 Pada saat beban penuh tegangan antara: 22.5 – 23 kV pada saat beban nol tegangan 20 kV
 Pada saat beban penuh tegangan antara: 21.5 – 22 kV pada saat beban nol tegangan 19 kV
 Pada saat beban penuh tegangan antara: 20.5 – 21 kV pada saat beban nol tegangan 18 kV
 Cat : 0.5 – 1 kV untuk kompensasi voltage drop pada trafo distribusi dan tegangan konsumen
tidak lebih besar dari 105 %
13. Suplai konsumen besar Tegangan Menengah ( TM )
Untuk konsumen besar TM dapat disuplai dengan cara sebagai berikut:
a. Saluran suplai tunggal diatas tanah
b. Saluran suplai ganda diatas tanah atau satu diatas tanah dan satu didalam tanah
c. Saluran suplai ganda didalam tanah
d. Saluran suplai ganda / banyak didalam tanah
14. 14. Relai Pengaman
a. Relai pengaman yang dipakai untuk saluran penyulang sesuai dengan SPLN 52 –3 ; 1983
b. Relai Penutup Balik disesuaikan dengan sistim pentanahan netral
15. Jumlah Penyulang (feeder) 20 kV (out going feeder)
Pada umumnya pembebanan masing masing saluran 20 kV yang keluar dari GI adalah mulai
dari 4 s/d 15 MVA disesuaikan dengan drop voltage maksimum
a. Untuk GI distribusi kecil jumlah saluran keluar minimum 3 buah maksimum 6 buah
b. Untuk GI distribusi sedang jumlah saluran keluar minimum 7 maksimum 14
c. Untuk GI distribusi sedang jumlah saluran keluar minimum 14 maksimum kelipatan 7
Cat : GI Distribusi kecil .... 20 MVA
GI Distibusi sedang ...... 60 MVA
GI Distribusi besar .....> 60 MVA
F. Konfigurasi Sistim
Beragam jenis konfigurasi sistem yang bisa dipilih untuk membangun suatu sistem distribusi, namun
pemilihan konfigurasi lain dari yang sudah dispesifikasi perlu pengkajian yang lebih mendalam untuk
menghindari timbulnya dampak yang tidak di inginkan baik dalam investasi maupun dalam pengusahaan

G. Konfigurasi Jaringan Tegangan Menengah


Sedikitnya ada 6 jenis konfigurasi sistem distribusi primer yang sesuai dengan spesifikasi PLN adalah
a. Simpul ( Spot Network )
b. Spindle dengan Pengatur Distribusi
c. Spindle tanpa Pengatur Distribusi
d. Gugus ( Cluster )
e. Lingkar / Ring ( Loop )
f. Radial
Pemilihan jenis konfigurasi untuk sistem distribusi tegangan menengah tergantung kepada beberapa
faktor antara lain faktor kawasan, kapasitas beban dan peruntukan. Untuk tujuan meningkatkan
pelayanan tenaga listrik kepada konsumen modifikasi konfigurasi jaringan dilapangan sering dilakukan
dengan harapan dapat melancarkan tugas operasi sistem dengan mempertahankan kontinuitas suplai
pada konsumen. Bentuk-bentuk dari konfigurasi sistem distribusi tegangan menengah ini dapat dilihat
pada gambar 1.1 sampai dengan gambar nomor 1.2 seperti berikut :

Anda mungkin juga menyukai