Anda di halaman 1dari 9

SUNAT PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF BUDAYA,

AGAMA DAN KESEHATAN


(STUDI KASUS DI MASYARAKAT DESA BADDUI
KECAMATAN GALESONG KABUPATEN
TAKALAR SULAWESI SELATAN)

Islamiyatur Rokhmah, Ummu Hani


STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta
E-mail: is_bur@yahoo.co.id

Abstract: This study aimed to obtain information about the process


circumcision women, the influence of tradition and religion as well as the
views of healthcare workers wearing sunat women in rural sub-district
Baddui Galesong Takalar. This study uses a qualitative method, the
retrieval of data using in-depth interviews and Focus Group Discussions
(FGD). Analysis of the data by means of descriptive steps: data reduction,
categorization and analysis-interpretation. The study showed villagers
Bodia still believe that female circumcision should be done. This is
influenced by factors of cultural and religious interpretations. If seen the
female circumcision is still not sterile and harmful to women's reproductive
health.

Keywords: female circumcision, culture, religion and health perspective

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai


proses sunat perempuan, pengaruh tradisi dan agama serta pandangan
petugas layanan kesehatan mengena sunat perempuan di desa Baddui
kecamatan Galesong kabupaten Takalar. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam dan FGD. Analisa
data dengan cara deskriptif dengan langkah-langkah: reduksi data,
kategorisasi dan analisis-interpretasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
masyarakat desa Bodia masih sangat meyakini bahwa sunat perempuan
itu harus dilakukan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor budaya dan interpretasi
agama. Proses sunat perempuan masih belum steril dan membahayakan
bagi kesehatan alat reproduksi perempuan.

Kata kunci: sunat perempuan, perspektif budaya, agama dan kesehatan


104 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 11, No. 2, Desember 2015: 103-111

PENDAHULUAN seksual (Saadi, 2001). Berkaitan dengan


Berbincang mengenai kesehatan re- sunat perempuan, telah dikeluarkan Fatwa
produksi perempuan seringkali diidentikkan MUI Nomor 9ATahun 2008 yang berbunyi:
dengan anatomi biologis perempuan, yakni “Khitan bagi laki-laki maupun perem-
seputar alat kelamin perempuan dan siklus puan termasuk fitrah (aturan) dan syiar
reproduksi perempuan baik yang sedang Islam. Khitan terhadap perempuan ada-
mengandung, melahirkan, maupun menyusui. lah makrumah (ibadah yang dianjurkan).
Padahal realita di masyarakat, kesehatan re- Tujuan dari sunat perempuan adalah menja-
produksi tidak sekedar alat reproduksi dan lankan kewajiban agama dan menyetabilkan
siklus reproduksi saja, namun faktor agama, syahwat.
budaya, ekonomi dan politik sangat berpe- Di masyarakat Sulawesi Selatan, tradi-
ngaruh terhadap penentuan kebijakan kese- si sunat perempuan atau biasa disebut upa-
hatan reproduksi perempuan. Beberapa cara Appasunna (khitanan adat) masih ada
faktor tersebut sering kali menimbulkan ka- beberapa masyarakat yang melaksanakan,
sus-kasus kekerasan terhadap perempuan, seperti hasil penelitian Kalyana Mitra pada
dimana perempuan tidak tidak memiliki da- tahun 2005 di wilayah Muara Baru Jakarta
ya dan upaya untuk menolak sistem/kebi- yang penduduknya mayoritas berasal dari
jakan/aturan yang ada di masyarakat. Makasar. Mereka melaksanakan sunat pe-
Praktik sunat adalah merupakan salah rempuan bagi anak-anak ketika anak ber-
satu bentuk perambasan hak-hak reproduk- usia 7-9 tahun. Bagi masyarakat Makasar ,
si perempuan, yang dimaksud dengan sunat hal ini dimaksudkan sebagai pelengkap daur
adalah tindakan terhadap perempuan yang hidup, dan tradisi ini sangat kuat dipegang
dilakukan dengan menghilangkan sebagian oleh masyarakat Sulawesi selatan.
atau seluruh bagian alat kelaminnya, atau Sebagaimana di Makasar, di Kabu-
melakukan tindakan tertentu terhadap alat paten Takalar juga melestarikan adat sunat
kelamin perempuan dengan tujuan untuk me- perempuan, karena sunat perempuan adalah
ngurangi atau menghilangkan sensitivitas pada bagian dari tradisi masyarakat Sulawesi Se-
alat kelamin mengurangi atau menghilangkan latan. Melihat tradisi Sulawesi Selatan ten-
sensitivitas pada alat kelamin tersebut. tang sunat perempuan terebut, peneliti terta-
Althaus (1997) menyatakan bahwa tindakan rik untuk meneliti lebih mendalam tentang
sunat pada perempuan merupakan ancaman latar belakang yang mempengaruhi tradisi
bagi kesehatan reproduksi sekaligus sebuah sunat perempuan di desa Boddia kecamatan
bentuk kekerasan terhadap perempuan dan Galesong kabupaten Takalar. Tujuan pene-
pelanggaran hak-hak asasi manusia. litian adalah untuk mengetahui hal-hal apa
Menurut WHO, terdapat sekitar 85- saja yang melatarbelakangi pelaksanaan
114 juta perempuan di dunia yang mengalami tradisi sunat perempuan tersebut.
tindakan sunat (Nursyahbani, 1996). 84 juta
gadis-gadis cilik mengalami pemaksaan tin- METODE PENELITIAN
dakan sunat tanpa dimintai persetujuan serta Metode yang akan digunakan dalam
tanpa alasan yang jelas (Rushwan, 1990). penelitian ini adalah metode kualitatif.
Beberapa kelompok masyarakat Afrika Menurut Moleong (2004) penelitian
mengharuskan penghilangan dengan me- kualitatif adalah metode penelitian yang
ngiris atau memotong bagian tubuh perem- mencoba untuk memahami fenomena ten-
puan yang dianggap sebagai pusat hasrat tang apa yang dialami oleh subyek penelitian
seksual dan yang mengakibatkan kepuasan misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
Islamiyatur Rokhmah dan Ummu Hani, Sunat Perempuan dalam Perspektif... 105

tindakan dalam konteks khusus yang ala- sisi perempuan ini diduga telah dimulai sejak
miah dengan memanfaatkan metode ala- 400 tahun silam, sebelum kemunculan agama
miah. Rancangan penelitian ini adalah eks- yang terorganisasi (Hathout, 1996). Praktek
ploratif dengan tujuan menggambarkan ba- tersebut ditemukan pada Mummi Mesir yang
gaimana proses pelaksanaan sunat perem- berstatus kaya raya dan berkuasa. Ahli An-
puan, bagaiama pandangan agama dan tropologi menduga, dipraktekkannya sir-
kesehatan tentang sunat perempuan. kumsisi pada jaman Mesir Kuno adalah se-
Adapun teknik pengumpulan data yang bagai bentuk pencegahan masuknya roh-roh
digunakan wawancara mendalam (depth in- jahat melalui vagina. Tradisi sirkumsisi pe-
terview), diskusi kelompok terarah (focus rempuan sudah menjadi ritual dalam proses
group discussion) dan dokumentasi. Se- perkawinan.. Praktik sirkumsisi pharaonic
dangkan lokasi penelitian dilaksanakan di sebagai ritual sebelum pernikahan ditemukan
desa Baddui kecamatan Galesong kabu- sejak tahun 1350 SM (Meinardus, 1970).
paten Takalar Sulawesi Selatan. Demikian halnya dengan sunat perem-
Subyek penelitian yang diambil dalam puan di desa Bodia, bahwa sunat perem-
penelitian ini adalah anak dan remaja perem- puan adalah praktek budaya turun temurun
puan yang sudah disunat, orang tua yang me- dari nenek moyang mereka, budaya yang
nyunatkan anak perempuannya, dukun, bi- melekat tersebut sangat berkaitan erat de-
dan desa, tokoh agama dan tokoh masya- ngan agama Islam, bahwa “belum Islam jika
rakat. Teknik pengumpulan data secara kua- belum disunat”, hal ini berlaku baik bagi laki-
litatif, akan dilakukan dengan menggunakan laki maupun perempuan.
teknik indepth interview (wawancara men- “Kalau menurut orangtua dulu kalau
dalam) dan diskusi kelompok terarah (focus tidak disunat tidak sah masuk islam,
group discussion). Data yang dikumpulkan tapi kalau kita karena sudah tradisi,
melalui wawancara mendalam (depth inter- ga mungkin kita bantah” (As)
view) dan FGD, serta data dokumen akan “Kalau tidak melakukan sunat ti-
dianalisis secara deskriptif tahapan reduksi dak boleh, karena tidak Islam kalau
data, kategorisasi dan analisis-interpretasi. tidak disunat” (ibu Sm)
Ritual budaya yang dialakukan adalah
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan memotong jengger ayam, pisau un-
Budaya Sunat Perempuan di desa Bodia tuk memotong jengger ayam dan masih ada
Khitan merupakan praktik kuno yang darahnya disentuhkan ke klitoris anak pe-
dilakukan oleh berbagai kalangan masya- rempuan, kemudian pembacaan shahadat
rakat untuk alasan-alasan agama maupun dan upacara tradisional selanjutnya memba-
sosial budaya, dan sampai saat ini masih te- wa anak perempuan ke langit-langit atas
rus berlangsung. Khitan atau sunat tidak rumah untuk menaikkan derajatnya. Setelah
hanya berlaku pada anak laki-laki, tetapi juga itu anak perempuan ditampilkan di hajatan
berlaku pada anak perempuan. Dalam ber- dengan baju khas Sulawesi Selatan yakni
bagai kebudayaan peristiwa khitan sering baju “Bodo”.
kali dipandang sebagai peristiwa yang sa- “Dimandikan, ambil air wudhu se-
kral, seperti halnya upacara perkawinan. El- telah itu dikasi duduk ada yang
Sadawi (1980) menyatakan bahwa budaya mangku, yang mangku kadang tan-
sirkumsisi perempuan sudah lama dikenal te. Terus digoreskan itu. Kalau dulu
umat manusia, bahkan jauh sebelum Islam saya disuruh pakai baju bodo 7
datang. Dari bukti yang ada praktek sirkum- lapis, disuruh keliling bawa kelapa
106 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 11, No. 2, Desember 2015: 103-111

dijinjing naik turun rumah baru di- Acara khitanan sering disebut dengan
sunat.” (Nw, tm) mappaselleng (pengislaman). Pada anak
“Itu juga ada, ada semacam daun perempuan disertai dengan upacara ripab-
pisang dan daus sirih baru itu ayam- bajui (mappasang baju bodo), sebanyak
nya dipisau sedikit keluar darahnya lima atau tujuh lembar. Upacara ripabbajui
lalu dikasih di daun sirih, lalu di- ini merupakan upacara pertama kalinya se-
bungkus lalu ditaruh di atas pintu.” orang anak mengenakan baju bodo. Bagi
(Nw, tm) masyarakat Bugis yang memegang adat,
“Memang pakai ayam, yang di ke- anak perempuan yang belum pernah ripab-
pala yang itu diiris sehingga keluar bajui tidak diperbolehkan menggunakan
darah nah itu yang ditaruh di alat baju bodo.
kelamin itu. Jadi darah ayam ditem- Mitra (2013) menyatakan bahwa upa-
pelkan ke kelamin anaknya” (sanro) cara Appasunna dikenal dua versi. Yaitu
upacara khitan dilaksanakan pada siang hari
dan satunya dilaksanakan pada malam hari,
sehingga boleh dikatakan tidak ada perbe-
daan sama sekali. Versi pertama dengan
urutan kegiatan menre baruga, mammata-
mata, allekke je’ne, appassili, nipasin-
tinggi bulaeng dan nipasalingi, appa-
matta dan khitanan (nisunna). Pada versi
ini acara “mammata-mata” ditempatkan
pada urutan kedua, karena sesudah acara
menre baruga sekaligus dilangsungkan
acara mammata-mata.
Gambar 1. Pisau yang dipakai untuk Pada acara menre baruga, anak yang
memotong jengger ayam ke- akan disunat bersama orangtua dan keluar-
mudian darahnya dioleskan ganya telah duduk di lamming (pelaminan)
ke ujung vagina anak pe- dalam baruga, dan pada acara ini pula di-
rempuan yang disunat
tampilkan acara kesenian meskipun pelak-
sanaannya dilakukan pada siang hari. Se-
Budaya sunat perempuan di Bodia dangkan versi kedua acara “mammata-
Takalar sama dengan tradisi di Makasar, mata” ditempatkan pada urutan keenam,
sunatan atau khitanan merupakan upacara dan dilaksanakan pada malam hari, dengan
yang senantiasa dilaksanakan sebagai pe- dirangkaikan malam ramah.
lengkap daur hidup. Masyarakat Bugis me- Budaya yang melekat juga pada tra-
ngenal khitan pada laki-laki dan pada disi sunat perempuan di Desa Bodia Takalar
perempuan. Khitan pada anak laki-laki bia- Sulawesi Selatan adalah budaya pesta pada
sa dilakukan ketika mereka berusia 13 ta- saat sunat perempuan, pesta tersebut dila-
hun. Sementara, pada anak perempuan dila- kukan dalam rangka wujud syukur telah da-
kukan ketika berusia 7-9 tahun. Bagi anak pat mealakukan sunat bagi anak perempuan
laki-laki, sunatan disebut dengan massunna, mereka. Budaya pesta sebenarnya sangat
sedangkan bagi anak perempuan disebut memberatkan baik bagi keluarga yang
dengan makkatte’. Kegiatannya disebut melaksanakan maupun masyarakat sekitar.
dengan appasunna. Karena bagi keluarga yang melaksanakan
Islamiyatur Rokhmah dan Ummu Hani, Sunat Perempuan dalam Perspektif... 107

sunat perempuan ada yang sampai menjual disebut dengan resiprositas yakni gerakan
sapi, kerbau atau bahkan sawah mereka dianatara kelompok-kelompok simetris
demi untuk menyelenggarakan pesta sunatan yang saling berhubungan. Ini terjadi apabila
anak perempuan mereka. Kemegahan pesta hubungan timbal balik antara individu-
ini juga menunjukkan status sosial masya- individu atau antara kelompok-kelompok
rakat disana. Selain itu budaya pesta juga sering dilakukan.
sangat memberatkan bagi masyarakat se- Pada hubungan resiprositas dikenal
kitar, karena mereka harus menyumbang ke- dengan hubungan timbal balik dengan ke-
pada keluarga yang sedang melaksanakan wajiban membayar atau membalas kebali
hajatan pesta sunat perempuan. Bagi kelu- kepada orang atau kelompok lain atas apa
arga yang tidak mampu mereka berupaya yang mereka berikan atau lakukan untuk
sebisa mungkin untuk dapat menyumbang kita, atau dalam tindakan nyata membayar
misalnya harus hutang ketetanggannya. atau membalas kembali kepada orang atau
“Sama semua dipestakan, baik Ta- kelompok lain (Damsar, 2009). Resiprositas
kalar, Makasar maupun Pangkep” ada dua macam, yakni repsiprositas se-
(ibu Zb) banding (balanced reciprocity) dan resi-
“Pestanya seperti pengantin, ka- prositas umum (general reciprocity).
dang lebih besar dari pada pesta Resiprositas umum merupakan kewa-
kawinan,” (ibu Rm) jiban memberi atau membantu orang atau
“Pestanya kadang habis 20-an kelompok lain tanpa mengharapkan pe-
juta,” (ibu Ft) ngembalian, pembayaran atau balasan yang
“Bagi yang tidak mampu hanya setara dan langsung. Lebih lanjut Sanderson
keluarga dekat saja potong kam- (2003) menjelaskan, berbeda dengan resi-
bing, kalau yang mampu potong prositas berbanding, resiprositas umum tidak
kerbau” (ibu Di) menggunakan kesempakatan terbuka atau
“Ada yang tidak mampu beli kam- langsung antara pihak-pihak terlibat. Ada
bing, ya cuma dipotong ayam aja 1 harapan bersifat umum (general) bahwa pe-
ekor sama bikin onde onde, jadi se- ngembalian setara atau hutang ini akan tiba
perti syukuran misalnya ada ayam, pada saatnya, tetapi tidak ada batas waktu
makanan ada kambing ada kerbau tertentu pengembalian, juga tidak ada spe-
dengan cara membagikan makanan sifikasi mengenai bagaimana pengembalian
ya” (ibu Dg r) itu dilakukan.
“Iya ada yang nyumbang, kalau se-
tiap ada hajatan seperti ketika sunat Aspek Gender
perempuan juga, (H,ta) Dari aspek gender budaya sunat pe-
Tradisi nyumbang ini dirasakan mem- rempuan di desa Bodia Takalar, pelaksa-
beratkan bagi keluarga miskin karena pada naan sunat perempuan masih banyak diten-
awalnya tradisi nyumbang dimaksudkan tukan oleh keputusan orang tua, keluarga
untuk saling tolong menolong dengan ikhlas dan tokoh agama yang ada disana, biasanya
kepada keluarga yang sedang melakukan jika belum dilakukan sunat diantara mereka
hajatan, namun pergeseran makna budaya saling menyindir dan mengingatkan. Karena
nyumbang menjadi sebuah kewajiban de- menurut kepercayaan mereka jika belum
ngan mengaharap timbal balik dari pemilik melaksanakan sunat belum Islam. Dalam hal
hajat. Budaya sumbang menyumbang secara ini terlihat anak perempuan tidak memiliki
timbal balik ini dalam sosiologi ekonomi wewenang dan pengambilan keputusan bagi
108 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 11, No. 2, Desember 2015: 103-111

dirinya sendiri, bahkan pada awalnya A. Sunat Perempuan dalam Pandangan


mereka ketakutan namun setelah dilihatkan Kesehatan
teman sebayanya sunat perempuan tidak Di desa Bodia Takalar, sunat perem-
ada maslaah baru ada keberanian. Bahkan puan dilakukan oleh sanrau (dukun), bukan
menurut bidan di Bodia sebenarnya anak oleh tenaga kesehatan, proses sunat perem-
perempuan yang disunat ketakutan namun puan mayoritas tidak dengan memotong kli-
dipaksakan untuk berani. toris, namun hanya menggaruk, menggores,
“Tidak ingat, kelas 3 SD 9 tahun, menyentuhkan pisau ke vagina anak perem-
dulu disuruh ibu” (M, 12 tahun) puan. Walaupun tidak memotong klitoris,
“Hjrah disunat 9 tahun yang lalu namun jika dilihat segi kesehatan tetap dapat
kelas 4, disuruh mamaknya” ( H, 12 mengganggu kesehatan reproduksi anak pe-
tahun) rempuan yang sedang disunat. Karena pro-
“waktu kelas 3 SD, disuruh orang ses sunat perempuan dilakukan dengan me-
tua” (D, 12 tahun) motong jengger ayam kemudian darahnya
“Kelas 2 SD, saya nangis karena diteteskan ke ujung klitorisnya dengan meng-
takut sama pisaunya to tapi setelah gunakan ujung pisau yang untuk memotong
itu tidak hanya dibersihkan saja di jengger ayam, setelah itu tidak dicuci atau
bagian kotornya” (ibu Dr) dibersihkan terlebih dahulu, namun dite-
“anak 4 laki-laki 1, 3 perempuan ruskan dengan upacara selanjutnya.
semua disunat, semuanya mau, tapi “Saya punya anak 2 laki-laki semua,
ada juga yang takut, kemudian tapi saya dulu juga disunat, tidak
disampaikan sebelumnya yang sakit, cuma kayak digigit semut, pa-
lainya juga sudah disunat tapi tidak kai pisau kecil yang untuk ayam”
ada apa apa” (Rs) (Nn)
“Memang pakai ayam, yang dike-
Hal tersebut jika merujuk dengan apa pala yaang itu diiris sehingga keluar
yang disampaikan oleh Nursyahbani (1996) darah, nah itu yang ditaruh di alat
bahwa perempuan tidak mempunyai akses kelamin itu. Jadi, darah ayam di-
dan kontrol dalam pengambilan keputusan tempelkan ke kelamin anaknya”
yang berkaitan dengan hak-hak reproduk- (sanro)
sinya, termasuk tindakan-tindakan yang da- “Tidak dibersihkan, karena setelah
pat merugikan, menimbulkan kerusakan, dioleskan mereka sudah main. Ada
atau setidak-tidaknya menimbulkan gang- beras di bakul, ada pinang di situ
guan pada alat reproduksi mereka. harus ikut. Setelah mereka selesai
Dengan kesaksian mereka bahwa disunat itu dengan alasan dia akan
setelah jengger ayam dipotong kemudian cepat dapet jodoh.” (sanro)
darahnya disentuhkan dengan pisau ke kli- Jika dilihat dari hiegenitas atau ke-
toris, hal ini menunjukkan bahwa kebersihan bersihan, terlihat proses sunat perempuan
pada bagian vagina dapat terganggu dan tersebut tidak bersih dan berdampak pada
dapat menimbulkan infeksi. Kondisi seperti inveksi atau penyakit kulit. Menurut bidan
ini anak perempuan tidak memiliki kuasa setempat, jika proses sunat perempuan ti-
untuk menolak, karena aturan adat dan dak menyentuh alat reproduksi perempuan
ketakutan mereka kepada orang tua dan tidak masalah, tapi jika sampai memotong
keluarga besar mereka. maka itu yang sangat membahayakan. Ka-
rena budaya sunat perempuan sangat
Islamiyatur Rokhmah dan Ummu Hani, Sunat Perempuan dalam Perspektif... 109

melekat di desa Bodia, bidan hanya dapat beberapa kasus, menyebabkan pendarahan.
menganjurkan untuk membolehkan upacara Cukup banyak bukti menunjukkan bahwa
adat sunat perempuannya saja, namun alat khitan perempuan menyebabkan berkurang-
reproduksinya tidak boleh di dirusak. nya kenikmatan bagi perempuan saat berhu-
Proses sunat perempuan sebenarnya bungan seks. Lebih jauh, WHO sudah me-
tidak hanya di desa Bodia Takalar saja, ba- ngeluarkan release bahwa praktik khitan
nyak juga dilakukan di daerah lain. Padahal, perempuan dapat menyebabkan keman-
sejak tahun 2006 Dirjen Bina Kesehatan dulan bagi perempuan (Warta Komunitas,
Masyarakat Departemen Kesehatan dengan 2013).
mengeluarkan surat edaran (HK 00.07.1. Menurut Emi (2013) dari sudut padang
31047 tahun 2006) yang menyatakan bah- kesehatan, khitan perempuan tidak mem-
wa petugas kesehatan dilarang melakukan berikan kontribusi positif dalam membantu
khitan perempuan. kesehatan alat kelamin perempuan maupun
Pada awalnya, para bidan banyak yang alat reproduksi secara keseluruhan. Bahkan,
menentang anjuran surat edaran tersebut. berdasarkan penelitian yang lebih luas, khi-
Namun, dalam waktu 2 tahun sudah banyak tan perempuan tidak memiliki manfaat,
bidan yang tidak melakukan khitan perem- sebaliknya malah mengancam kesehatan
puan lagi. Bahkan, pimpinan Ikatan Bidan bahkan mengancam jiwa perempuan. Wa-
Indonesia (IBI) terus gigih melarang anggo- laupun mengancam jiwa perempuan sehing-
tanya untuk melakukan khitan perempuan. ga banyak perempuan meninggal dunia
Di pihak lain, MUI menentang surat akibat praktik ini, namun masih banyak ma-
edaran Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat syarakat yang melakukannya.
dan terus mendesak pihak Depkes untuk Selain dari sudut pandang kesehatan,
mencabut surat edaran tersebut. Akhirnya, berbagai sudut pandang lain harus digunakan
di tahun 2010 Menteri Kesehatan menge- untuk melihat mengapa praktik ini masih
luarkan Peraturan. dilakukan, seperti sosial budaya dan agama.
Jika dilihat dari proses dan penyunat Dari sudut pandang sosial, khitan perempuan
ada perbedaan, jika sunat laki-laki dilakukan dilakukan untuk mengekang keinginan sek-
oleh tenaga medis namun jika sunat perem- sual perempuan, menambah kenikmatan
puan dilakukan oleh sanrau atau dukun. Di seksual laki-laki. Bahkan, ada mitos praktik
sini terlihat ada perbedaan perlakuan yakni ini untuk memperkuat kesuburan. Dari sudut
jika laki-laki ditangani tenaga professional pandang agama, praktik ini diyakini sebagai
oleh tenaga medis sedangkan perempuan sunah dalam Islam dan dimaksudkan untuk
tidak. mengislamkan individu yang dikhitan.
Dari pandangan medis, khitan perem- Selama ini, ada dua profesi yang sering
puan tidak ada manfaatnya bagi perempuan, diminta masyarakat untuk melakukan khitan
bahkan faktanya dapat menimbulkan kema- perempuan, yakni dukun (peraji) dan bidan.
tian. Walaupun petugas medis yang melaku- Dukun dipilih oleh masyarakat karena khitan
kannya, namun dalam kurikulum kedokteran perempuan terkait dengan praktik budaya.
maupun kebidanan tidak pernah diajarkan Karena terkait budaya inilah dukun dianggap
tentang praktik khitan perempuan. Praktik menjadi orang yang paling tahu untuk mela-
khitan perempuan justru sering menyebab- kukan praktik tersebut. Dukun juga dipilih
kan organ reproduksinya terinfeksi, timbul- karena sejak tahun 2006 melalui surat edar-
nya masalah pada saluran kencing, trauma an Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Dep-
psikis, komplikasi saat melahirkan dan, kes RI melarang petugas kesehatan mela-
110 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 11, No. 2, Desember 2015: 103-111

kukan medikalisasi sunat perempuan. Na- masyarakat tentang bahaya sunat perem-
mun demikian, salaupun sudah ada larangan, puan bagi kesehatan. Selain itu, dalam ajaran
masih banyak masyarakat yang melakukan Islam, sunat perempuan tidak dianjurkan
khitan perempuan, karena dianggap terkait karena dalilnya tidak shahih. Kerjasama
dengan kesehatan reproduksi perempuan. antara bidan atau tenaga kesehatan dengan
Melihat masih banyak masyarakat sanrau (dukun) untuk tidak melakukan
yang melakukan khitan perempuan, tahun praktek sunat perempuan juga perlu dila-
2010 Kementerian Kesehatan RI mengelu- kukan mengingat dari sisi kesehatan memba-
arkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor hayakan alat reproduksi perempuan.
1636 tentang Sunat Perempuan. Melalui
Permenkes ini diatur secara detil bagaimana
tata laksana khitan perempuan, sekaligus DAFTAR PUSTAKA
memberikan otoritas kepada pekerja medis. Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi
Adanya Permenkes itu membuat posisi bi- Ekonomi, cet. I. Predana Media
dan menjadi sangat dilematis. Bidan menjadi Group: Jakarta.
ujung tombak dari praktik khitan perem-
puan yang masih dilakukan oleh masyarakat. El-Sadawi, N. 1980. The Hidden Face of
Sementara, di sisi lain, khitan perempuan ti- Eve: Women in Arab World. Zed
dak ada dalam kurikulum pendidikan bidan. Books: London
Masih banyaknya masyarakat yang Fatwa MUI Nomor 9A Tahun 2008.
meminta bidan untuk melakukan khitan pada Hosken, Fran P. 1993. The Hosken report:
perempuan menjadi kekhawatiran tersendiri Genital and Sexual Mutilation of
bagi Dr. Emi Nurjasmi (Plt Ketua Umum Females. Lexingtong, MA: Wo-
IBI Pusat). Sebagai ketua umum, Dr. Emi men’s International Network News.
selalu mengingatkan kepada anggotanya 4th revised edition.
agar tidak melakukan khitan pada pe- Hathout, Hasan. 1996. Revolusi Seksual
rempuan. Namun, hal tersebut tidak mudah Perempuan, Obstetri dan Gine-
tentunya, karena bisa menjadi buah simala- kologi dalam Tijauan Islam.
kama bagi bidan sendiri. Mizan: Bandung.
Ihromi, TO. 1984. Pokok Antropologi Bu-
KESIMPULAN DAN SARAN daya. Gramedia: Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian tentang
Meinardus, Otto. 1970. Christian Egypt:
sunat perempuan di desa Bodia Takalar
Faith and Life. The American
Sulawesi Selatan, diperoleh beberapa ke-
University Press: Kairo.
simpulan. Pertama, masyarakat desa Bodia
masih sangat meyakini bahwa sunat perem- Meleong, Lexy J. 1993. Metode Penelitian
puan itu harus dilakukan. Hal ini dipengaruhi Kualitatif. Remaja Rosdakarya:
oleh faktor budaya dan interpretasi agama. Bandung.
Kedua, dilihat prosesnya, sunat perempuan Nursyahbani, K. 1996. Hak reporduksi di
masih belum steril dan membahayakan bagi Indonesia: Antara Hukum dan
kesehatan alat reproduksi perempuan. Realita Sosial dalam Seksualitas,
Saran yang dapat diajukan adalah per- Kesehatan Reproduksi dan Ke-
lu adanya sosialisasi secara terus-menerus timpangan Gender. Pustaka Sinar
kepada masyarakat, tokoh agama dan tokoh Harapan: Jakarta.
Islamiyatur Rokhmah dan Ummu Hani, Sunat Perempuan dalam Perspektif... 111

Ristiani, Musyarofah, Ruli Nurdina Sari dan


Dian Pemilawati. 2003. Khitan Pe-
rempuan, Antara Tradisi dan
Ajaran Agama. PPSK UGM dan
Ford Foundation.
Sanderson, S.K. 2003. Makro Sosiologi.
Raja-Grafindo Persada: Jakarta.
Sumarni, D.W, Siti Aisyah dan Madarina
Julia. 2005. Sunat Perempuan di
Bawah Bayang-bayang Tradisi.
PPSK UGM dan Ford Foundation
Warta Komunitas. Khitan Perempuan di
Etnis di Makasar, Kalyana Mitra,
Edisi 3 Juli-September 2013: 13.
Warta Perempuan. Jangan Lakukan Sunat
Perempuan. Kalyana Mitra, Edisi
3 Juli-September 2013: 15-16.

Anda mungkin juga menyukai