Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KEPERAWATAN TERKINI

KONSEP ASKEP TBC

Di Susun Oleh:

Nama : FEBRINA FATMA KOMANTI


NIM : C2016059

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES ‘AISYIYAH SURAKARTA

2019
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TB PARU

1. PENGKAJIAN
A. Identitas
1. Identitas Pasien
Penyakit tuberculosis dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai dewasa
dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini
biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal di daerah dengan tingkat
kepadatan tinggi, sehingga masuknya cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Tuberkulosis dijuluki the great imitator, suatu penyakit yang mempunyai banyak
kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti
lemah dan demam. Pada sejumlah pasien yang timbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimptomatik.
Keluhan yang sering menyebabkan pasien dengan TB paru meminta pertolongan
dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
Keluhan Respiratori, meliputi :
1) Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Perawat harus menanyakan apakah keluhan batuk bersifat
nonproduktif/produktif atau sputum bercampur darah.
2) Batuk Darah
Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi alasan utama
klien untuk meminta pertolongan kesehatan. Hal ini disebabkan rasa takut
klien pada darah yang keluar dari jalan napas. Perawat harus menanyakan
seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa blood streak, berupa
garis, atau bercak-bercak darah.
3) Sesak Napas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena
hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dan lain-
lain.
4) Nyeri Dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri ringan. Gejala ini timbul apabila
sistem persarafan di pleura terkena TB.
Keluhan Sistemis, meliputi:
1) Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam hari
mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang
serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin pendek.
2) Keluhan Sistemis lain
Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan, dan malaise. Timbulnya keluhan biasanya bersifat bersifat gradual
muncul dalam beberapa minggu bulan. Akan tetapi penanmpilan akut dengan
batuk, panas, dan sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai
gejala pneumonia.
3. Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian ini dialkukan untuk mendukung keluhan utama. Pengkajian yang ringkas
dengan PQRST dapat memudahkan perawat untuk melengkapi data pengkajian.
Apabila, keluhan utama klien adalah sesak napas, maka perawat perlu mengarahkan
atau menegaskan pertanyaan untuk membedakan antara sesak napas yang disebabkan
oleh gangguan pada sistem pernapasan dan kardiovaskular. Sesak napas yang
ditimbulkan oleh TB paru, biasanya akan ditemukan gejala jika tingkat kerusakan
parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertainya seperti efusi
pleura, pneumothoraks, anemia, dan lainlain. Pengkajian ringkas dengan
menggunakan PQRST yaitu, Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi
faktor penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila istirahat. Quality
of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien, apakah
rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan pernapasan. Region:
dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan. Severity of Pain: seberapa jauh rasa
sesak yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala sesak sesuai klasifikasi sesak
napas dan klien menerangkan seberapa jauh sesak napas memengaruhi aktivitas
sehari-hari. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari, sifat mula timbulnya (onset), tentukan apakah
gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah gejala timbul
secara terus menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan
klien pada saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama
kali muncul, dan apakah pasien pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari
organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru
seperti diabetes melitus. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh
klien pada masa yang lalu yang masih relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan
antitusif. Catat adanya efek samping yang terjadi dimasa lalu. Adanya alergi obat juga
harus ditanyakan serta reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien mengacaukan suatu
alergi dengan efek samping obat. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan
berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan TB
paru berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia
dan mual yang disebabkan karena meminum OAT.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat menanykan apakah penyakit
ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi
penularan didalam rumah.
6. Riwayat Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh presepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan
perilaku pasien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal pasien tentang
kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat
perlunya pengkajian psiko-sosio-spritual yang seksama. Pada kondisi klinis, pasien
dengan Tuberkulosis sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan
yang dialaminya. Perawat juga perlu menanyakan kondisi pemukiman pasien
bertempat tinggal. Hal ini penting, mengngat TB paru sangat rentan dialami oleh
mereka yang bertempat tinggal dipemukiman padat dan kumuh karena populasi
bakteri TB paru lebih mudah hidup ditempat kumuh dengan ventilasi dan
pencahayaan sinar matahari yang kurang. TB paru merupakan penyakit yang pada
umumnya menyerang masyarakat miskin karena tidak sanggup meningkatkan daya
tahan tubuh nonspesifik dan mengonsumsi makanan yang kurang bergizi, dan juga
tidak mampu untuk membeli obat, ditambah lagi kemiskinan membuat pasien
diharuskan bekerja bekerja secara fisik sehingga mempersulit penyembuhan
penyakitnya. Pasien TB kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya mereka sering
kali tidak menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan merupakan hal
yang penting. Padahal, taraf hidup yang baik amat dibutuhkan untuk penjagaan
kesehatan pada umumnya dan dalam menghadapi infeksi pada khususnya.
7. Pola-pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tatalaksana Hidup Sehat
Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan
penggunaan obat-obatan steroid bisa menjadi faktor resiko timbulnya penyakit.
Tujuan pemberian pengobatan adalah : menyembuhkan, mempertahankan kualitas
hidup dan produktivitas pasien, mencegah kamatian akibat TBC, menurunkan
tingkat penularan TBC kepada orang lain.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Pasien dengan tuberkulosis paru biasanya kehilangan nafsu makan. Pola nutrisi,
pasien TB paru akan mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan.
c. Pola Eliminasi
Dapat ditemukan adanya oliguria. Karena keadaan umum pasien yang lemah,
pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi. Pada
saat BAK warna urine pasien akan berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal jika pasien TB sudah mendapatkan OAT.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien dapat mengalami kelemahan umum, napas pendek karena kerja, takikaria,
takipnea atau dispnea pada kerja, kelemahan otot dan nyeri. Gejala yang muncul
antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal
olahraga yang tidak teratur.
e. Pola sensori dan Kognitif
Dalam keadaan kronis perubahan mental (bingung) mungkin dapat terjadi. Pasien
dengan TB paru kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya mereka sering kali
tidak menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan merupakan hal
yang sangat penting.
f. Pola Tidur dan Istirahat
Pasien yang mengalami TB paru harus banyak tirah baring dan membatasi
aktivitas.
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Perlu dikaji tentang persepsi pasien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah
dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara memandang diri yang
salah juga akan menjadi stressor dalam kehidupan pasien.
h. Pola Hubungan dan Peran
Gangguan pada pernapasan sangat membatasi pasien untuk menjalani Kehidupan
secra normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran
pasien, baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja
serta perubahan peran yang terjadi setelah pasien mengalami gangguan
pernapasan. Pasien dengan TB Paru akan mengalami perasaan isolasi karena
menderita penyakit menular.
i. Pola Reproduksi Seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu karena pasien mengalami ketidakmampuan umum. Penderita TB Paru
akan mengalami perubahan pola reproduksi dan seksual karena kelemahan dan
nyeri dada.
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada pasien dapat ditemukan banyak stessor. Perlu dikaji penyebab terjadinya
stress, frekuensi dan pengaruh stress terhadap kehidupan pasien serta cara
penanggulangan terhadap stressor. Dengan adanya proses pengobatan yang lama
maka akan mengakibatkan stress pada penderita penyakit TB Paru.
k. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia di percaya dapat
meningkatkan kekuatan pasien. Keyakinan pasien terhadap Tuhan dan
mendekatkan diri Kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stress yang
konstruktif. Karena mengalami sesak nafas dan nyeri dada biasanya penderita TB
Paru sering terganggu ibadahnya.
8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien TB paru meliputi pemeriksaan fisik head to toe dari
observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, serta pemeriksaan yang
fokus dengan pemeriksaan menyeluruh sistem pernapasan.
a. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital
Keadaan umum pada pasien TB dapat dilakukan secraa selintas pandang dengan
menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum
tentang kesadaran pasien yang terdiri atas compas mentis, apatis, somnolen,
sopor, soporokoma, atau koma. Seorang perlu mempunyai pengalaman dan
pengetahuan tentang konsep anatomi dan fisiologi umum sehingga dengan cepat
dapat menilai keadaan umum, kesadaran, dan pengukuran GCS bila kesadaran
pasien menurun yang memerlukan kecepatan dan ketepatan penilaian. Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien TB perlu biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas, meningkatkan apabila
disertai sesak napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan
suhu tubuh dan frekuensi pernapasan. tekanan darah biasanya sesuai dengan
adanya penyakit seperti hipertensi.
b. Pemeriksaan fisik Head To Toe
1) Kepala
Kaji keadaan kulit kepala bersih/tidak, ada benjolan/tidak, simetris/tidak.
2) Rambut
Kaji pertumbuhan rata/tidak, rontok, warna rambut.
3) Wajah
Kaji warna kulit, struktur wajah simetris/tidak.
4) Sistem Penglihatan
Kaji kesimetrisan mata, conjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/tidak.
5) Wicara dan THT
Kaji fungsi wicara, perubahan suara, afasia, dysfonia
Inspeksi hidung : Kaji adanya obtruksi/tidak, simetris/tidak, ada secret/tidak
Telinga : Kaji telinga luar bersih/tidak, membrane tympani, ada secret/tidak
Palpasi : Kaji THT ada/tidak nyeri tekan lokasi dan penjalaran
f. Sistem Pencernaan B5 (Bowel))
Kaji pasien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
g. Sistem Pernafasan B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada pasien TB paru merupakan pemeriksaan focus yang terdiri
atas inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
1) Palpasi
Palpasi trakea. Adanya pergeseran trakea menunjukkan meskipun tetapi tidak
spesifik-penyakit dari lobus atas paru. Pada Tb paru disertai adanya efusi
pleura masif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trakea ke arah
berlawanan dari sisi sakit.
Gerakan dinding thorak anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa
komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya
normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan
gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan
kerusakan parenkim paru yang luas.
Gertaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada pasien saat pasien berbicara adalah bunyi yang
dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon
bronkial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama pada
bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut
taktil fremitus. Adanya penurunan taktil fremitus pada pasien dengan TB paru
biasanya ditemukan pada pasien yang disertai komplikasi efusi pleura
masif,sehingga hantaran suara menurun karena transmisi getaran suara harus
melewati cairan yang berakumulasi di rongga pleura.
2) Perkusi
Pada pasien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada pasien
dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan di dapatkan
bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi
cairan dirongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka di dapatkan
bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong
posisi paru ke sisi yang sehat.
3) Auskultasi
Pada pasiien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronchi) pada
sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan
hasil auskultasi di daerah mana di dapatkan bunyi ronchi. Bunyi yang
terdengar melalaui stetoskop ketika klien berbicara disebut sebagai resonan
vokal. Pasien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura
dan pneumothoraks akan didapatkan penurunan resonan vokal pada sisi yang
sakit.
h. Sistem Kardiovaskular B2 (Blood)
Pada pasien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.
Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura
massif mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya
tidak didapatkan.
i. Sistem Persyarafan B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringat berat. Pada pengkajian objektif, pasien tampak dengan
wajah meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat. Saat dilakukan
pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB
paru dengan hemoptoe masif dan kronis, dan sklera ikterik pada TB paru dengan
gangguan fungsi hati.
j. Sistem Endokrin
Kaji terjadinya pembesaran kelenjar thyroid, palpitasi, exopthalmmus, neuropati,
retinopati.
k. Sistem Genitourinaria B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena
itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda
awal dari syok. Pasien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna
jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai
ekskresi karena meminum OAT terutaman Rifampisin.
l. Sistem Muskuloskeletal B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkuarang banyak pada klien TB paru. Gejala yang muncul
antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetep dan jadwal
olahraga menjadi tak teratur.
m. Sistem Intergumen, Kuku dan Imunitas.
Inspeksi Kaji warna kulit, edema/tidak, eritmea.
Palpasi Kaji CRT normal/tidak, perubahan akral, turgor kulit, nyeri tekan, clubbing
finger.
n. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Dahak
Pemeriksaan dahak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemeriksaan dahak
mikroskopi langsung dan pemeriksaan biakkan.
2) Pemeriksaan Dahak Mikroskopi Langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 contoh
uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang berkunjung
pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien membawa sebuah
pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.
P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasyankes.
S (Sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.
m. Pemeriksaan Biakkan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberculosis dimaksudkan
untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu. Pemeriksaan tersebut
dilakukan disarana laboratorium yang terpantau mutunya. Apabila dimungkinkan
pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang direkomendasikan WHO maka
untuk memastikan diagnosis dianjurkan untuk memanfaatkan tes cepat tersebut.
Bahan pemeriksaan secara mikroskopi dengan membuat sediaan dan diwarnai
dengan pewarnaan tahan asam serta diperiksa dengan lensa rendam minyak. Hasil
pemeriksaan mikroskopi dapat memunculkan tiga kemungkinan. Pertama, bila
setelah pemeriksaan teliti selama 10 menit tidak ditemukan bakteri tahan asam,
maka akan diberikan label (penanda): “Bakteri tahan asam negatif atau BTA (-).
Kedua, bila ditemukan bakteri tahan asam 1-3 batang pada seluruh sediaan, maka
jumlah yang ditemukan harus disebut, dan sebaiknya dibuat sediaan ulang. Ketiga,
bila ditemukan bakteri-bakteri tahan asam maka harus diberi label: “Bakteri tahan
asam positif atau BTA (+).
o. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pemeriksaan Rontgen Thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri
tuberkel terhadap obat anti tuberkulosis, apakah sama baiknya dengan respon dari
pasien. Penyembuhan yang lengkap sering kali di beberapa area dan ini adalah
observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak
paling menyolok pada pasien dengan penyakit akut yang relatif dimana prosesnya
dianggap berasal dari tingkat eksudatif yang besar.
p. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotic
ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan
kelengkungan berkas bronkhovaskular, bronkhiektasis dan emfisema
perisikatriksial. Sebagaimana pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa
kelainan inaktif tidak dapat hanya berdasarkan pada CT Scan pada pemeriksaan
tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan
pemeriksaan secara serial setiap saat. Gambaran adanya kavitas sering ditemukan
pada klien dengan TB dan sering tampak pada gambaran Rontgen karena kavitas
tersebut membentuk lingkaran yang nyata atau bentuk oval radiolucent dengan
dinding yang cukup tipis. Jika penampakkan kavitas kurang jelas, dapat dilakukan
pemeriksaan CT Scan untuk memastikan atau menyingkirkan adanya gambaran
kavitas tersebut. Pemeriksaan CT Scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi
adanya pembentukkan kavitas dan lebih dapat diandalkan dari pada pemeriksaan
Rontgen biasa.
q. Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan guna menunjukkan reaksi imunitas seluler
yang timbul setelah 4-6 minggu penderita mengalami infeksi pertama dengan
basil tuberkulosis. Banyak cara yang dipakai tapi yang paling sering adalah cara
dari Mantoux. Robert Koch (1890) membuat old tuberculindari filtrate kultur
basil tuberkulosis dan kemudian peneliti lain ini dilanjutkan oleh F.B. Siebert
(1926) dengan cara memurnikan hasil kultur yang diperoleh menjadi purified
protein derivate of tuberkulosis (PPD). Reaksi pada uji tuberkulin adalah delayed
type hypersensitivity. Bila seseorang belum pernah mengalami infeksi dengan
basil tuberkulosis, maka di dalam tubuh seseorang tersebut akan timbul reaksi.
Reaksi pertama berupa T-limfosit dari host menjadi peka (sensitized), kemudian
bila T-limfosit peka tersebut kontak dengan tuberkulin, maka akan terjadi
pelepasan mediator limfokin.
r. Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat
Uji kepekaan obat bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
Mycobacterium Tuberculosis terhadap OAT. Untuk menjamin kualitas hasil
pemeriksaan, uji kepekaan obat tersebut harusdilakukan oleh laboratorium yang
telah tersertifikasi atau lulus uji pemantapan mutu/QualityAssurance (QA). Hal ini
dimaksudkan untuk memperkecil kesalahan dalam menetapkan jenis resistensi
OAT dan pengambilan keputusan paduan pengobatan pasien dengan resistan obat.
Menurut teori Kasus TB Paru dengan dahak positif dan penderita dengan keadaan
seperti meningitis, pericarditis, peritonitis, efusi pleura dan lainnya akan diberikan
terapi intensif terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental atau darah.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
c. Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivasi ulang ) berhubungan dengan :
 Pertahanan primer tak adekuat , penurunan kerja silia
 Kerusakan jaringan
 Penurunan ketahanan
 Malnutrisi
 Terpapar lngkungan
 Kurang pengetahuan untuk menghindari pemaparan pathogen
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan :
- Kelemahan
- Sering batuk / produksi sputum
- Anorexia
- Ketidakcukupan sumber keuangan
e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan berhubungan
dengan :
- Keterbatasan kognitif
- Tak akurat atau lengkap informasi yang ada salah interpretasi informasi

3. INTERVENSI
a. Diagnosa Keperawatan 1. :
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental atau darah.
- Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
- Kriteria hasil :
1) Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
2) Mendemontrasikan batuk efektif.
3) Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
- Intervensi :
1) Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Rasional : Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
2) Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Rasional : Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
3) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
Rasional : Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4) Lakukan pernapasan diafragma.
Rasional : Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan
ventilasi alveolar.
5) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan
sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari
dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
Rasional : Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran
sekresi sekret.
6) Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
Rasional : Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7) Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan
hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila
tidak kontraindikasi.
Rasional : Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan
mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8) Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk
Rasional : Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan
mencegah bau mulut.
9) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian expectoran,
pemberian antibiotika, konsul photo toraks.
Rasional : Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi
perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

b. Diagnosis Keperawatan 2. :
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
- Tujuan : Pertukaran gas efektif.
- Kriteria hasil :
1) Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
2) Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
3) Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
- Intervensi :
1) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik
ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi
pada sisi yang tidak sakit.
2) Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan
tanda-tanda vital.
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai
akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan
dengan hipoksia.
3) Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4) Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-
paru.
Rasioal : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
5) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian antibiotika,
pemeriksaan sputum dan kultur sputum, konsul photo toraks.
Rasional : Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

c. Diagnosis Keperawatan 3 :
Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivasi ulang ) berhubungan dengan :
 Pertahanan primer tak adekuat , penurunan kerja silia
 Kerusakan jaringan
 Penurunan ketahanan
 Malnutrisi
 Terpapar lngkungan
 Kurang pengetahuan untuk menghindari pemaparan pathogen
 Kriteria hasil :
1) Pasien menyatakan pemahaman penyebab atau faktor resiko individu
2) Mengidentifkasi untuk mencegah atau menurun kan resiko infeksi
3) Menunjukkan teknik , perubahan pola hidup untuk peningkatan lingkungan yang
aman
 Intervensi :
1) Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
2) Identifikasi orang lain yang beresiko
3) Anjurkan pasien untuk batuk atau bersin dan mengeluarkan pada tissue dan
menghindari meludah
4) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara
5) Awasi suhu sesuai indikasi
6) Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
7) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat
8) Kaji pentingnya mengikuti dan kultur ulang secara perodik terhadap sputum
9) Dorong memilih makanan seimbang
10) Kolaborasi pemberian antibiotic
11) Laporkan ke departemen kesehatan local

d. Diagnosis Keperawatan 4 :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan :
 Kelemahan
 Sering batuk / produksi sputum
 Anorexia
 Ketidakcukupan sumber keuangan
 Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan BB, menunjukkan perubahan perilaku atau
pola hidup untuk meningkatkan atau mempertahankan BB yang tepat
 Intervensi :
1) Catat status nutrisi pasien pada penerimaan , catat turgor kulit , BB, Integrtas
mukosa oral , kemampuan menelan , riwayat mual / muntah atau diare
2) Pastikan pola diet biasa pasien
3) Awasi masukan dan pengeluaran dan BB secara periodik\
4) Selidiki anorexia , mual , muntah dan catat kemungkinan hhubungan dengan
obat
5) Dorong dan berikan periode stirahat sering.
6) Berikan perwatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
7) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohodrat.
8) Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah.
9) Kolaborasi ahli diet untuk menentukan komposisi diet.
10) Konsul dengan terapi pernafasan untuk jadual pengobatan 1-2 jam sebelum
dan sesudah makan.
11) Awasi pemeriksaan laboratorium
12) Kolaborasi antipiretik

e. Diagnosis Keperawatan 5 :
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan berhubungan
dengan :
 Keterbatasan kognitif
 Tak akurat atau lengkap informasi yang ada salah interpretasi informasi
 Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman kondisi atau proses penyakit dan pengobatan
serta melakukan perubahan pola hidupdan berpartispasi dalam program pengobatan
 Intervensi :
1) Kaji kemampuan psen untuk belajar
2) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan ke perawat

3) Tekankan pentingnya mempertahankan proten tinggi dan det karbohidrat dan


pemasukan cairan adekuat.
4) Berikan interuksi dan informasi tertuls khusus pada pasien untuk rujukan.
5) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan
pengobatan lama.
6) Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah
7) Tekankan kebutuhan untuk tidak minum alcohol sementara minum INH
8) Rujuk untuk pemeriksaan mata setelah memula dan kemudian tiap bulan
selama minum etambutol
9) Dorongan pasien atau orang terdekat untuk menyatakan takut masalah. Jawab
pertanyaan dengan benar.
10) Dorong untuk tidak merokok
11) Kaji bagaimana TB ditularkan dan bahaya reaktivasi
DAFTAR PUSTAKA

Murtantiningsih, Bambang W. 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan


kesembuhan penderita TBC paru (Studi kasus di puskesmas Purwodadi 1 Kabupaten
Grobogan).(Skripsi). Semarang: UNNES.

M.Ardiansyah.2012.Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Diva press. Yogyakarta


Tirtana, Bertin Tanggap. 2011. Faktor-Faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan
pada pasien TB Paru dengan Resistensi Obat TBC DI Wilayang Jateng. (Artikel Ilmiah).
Semarang: FK. UNDIP.

Wilkinson, M, Judith dan Ahern, R, Nancy. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
Edisi 9 Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Widoyono.2008.Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan


Pemberantasannya. Erlangga. Jakarta

Zulkifli Amin, Asril bahar. 2006. Tuberculosis Paru, Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta:
UI

Anda mungkin juga menyukai