Daftar Isi
A Pendahuluan .............................................................................................................................................. 1
B Payback Period ......................................................................................................................................... 1
C Accounting Rate of Return ......................................................................................................................... 3
PERTEMUAN II
TUJUAN PEMBELAJARAN:
Setelah selesai belajar bagian ini, peserta diharapkan dapat:
1. Memahami secara umum akun-akun penting yang terdapat di laporan keuangan, yaitu:
Piutang dan penyajiannya;
Persediaan, termasuk penghitungan beban pokok penjualan menggunakan metode
FIFO, LIFO, dan Weighted Average;
Aset Tetap (Property, Plant and Equipment), termasuk beban penyusutan, revaluasi,
dan penurunan nilai;
Properti Investasi;
Aset Takberwujud (Intangible Asset), termasuk goodwill
2. Memahami format dan informasi yang terdapat di laporan perubahan ekuitas.
PIUTANG USAHA
Piutang usaha merupakan klaim yang diajukan kepada pihak lain dalam bentuk uang, barang,
atau jasa. Piutang usaha timbul dari suatu siklus normal bisnis, yaitu siklus dalam entitas yang
dimulai dari uang kas, pembelian bahan baku, pengolahan bahan baku menjadi produk.
Penjualan dengan kredit menimbulkan piutang yang akhirnya diselesaikan dalam bentuk kas.
Piutang merupakan salah satu unsur dari aset lancar dalam laporan posisi keuangan perusahaan
yang timbul akibat adanya penjualan barang, jasa, atau pemberian kredit terhadap debitur yang
pembayaran pada umumnya diberikan dalam tempo 30 hari sampai dengan 90 hari.
Pada umumnya piutang timbul akibat dari transaksi penjualan barang dan jasa perusahaan, di
mana pembayaran oleh pihak yang bersangkutan baru akan dilakukan setelah tanggal transaksi
jual beli. Mengingat piutang merupakan harta perusahaan yang sangat penting, maka harus
dilakukan prosedur yang wajar dan cara-cara yang memuaskan dengan para debitur sehingga
perlu disusun suatu prosedur yang baik demi kemajuan perusahaan.
Karakteristik Piutang
tersebut, hanya saja berbeda bulan. Apabila berumur harian, maka wajib dilakukan
perhitungan untuk menentukan kapan tanggal jatuh temponya secara pasti.
Jenis Piutang
Piutang dagang berupa tagihan perusahaan karena adanya penjualan barang dagang secara
kredit (tidak lunas) dengan penggunaan syarat pembayaran (Terms of Credit/ Terms of
Payment) seperti 2/10-n/10. Piutang dagang sebagai catatan atas laporan keuangan di sisi
debit dengan nama akun piutang dagang. Piutang jenis ini akan tertagih dalam periode waktu
yang singkat seperti 30 atau 60 hari yang dikelompokkan dalam aset lancar. Masalah-masalah
akuntansi yang berkaitan dengan piutang dagang adalah pengakuan piutang dagang, penilaian
piutang dagang, dan pengalihan piutang dagang.
Pada saat terjadi penjualan barang dagang secara kredit dengan syarat kredit 2/10-n/10.
Maka bentuk pencatatan jurnal adalah
Jika piutang dilunasi telah melebihi masa potongan atau lebih dari 10 hari, potongan tidak
usah diperhitungkan sehingga perusahaan akan menerima seluruh piutang. Berikut ini
jurnalnya.
Jika piutang dilunasi selama batas waktu potongan, perhitungan potongan penjualan
adalah sebesar 2 persen dari piutang sehingga perusahaan akan menerima uang sebesar
98 %. Berikut ini pencatatan jurnalnya.
Pada saat dilakukan penjualan kredit barang dagangan dengan syarat kredit 210- n/10, maka
pencatatan jurnalnya sebagai berikut.
Jika piutang dagang dilunasi selama masih berlaku potongan, perusahaan harus menghitung
potongan penjualan sebesar 2%. Berikut ini jurnalnya.
Jika piutang dagang dilunasi lebih dari masa potongan, yaitu lebih dari 10 hari, potongan
penjualan tidak perlu diperhitungkan sehingga perusahaan akan menerima seluruh piutang.
Ada kemungkinan perhitungan dan pencatatan sesuai siklus akuntansi sebagai berikut.
a) Potongan penjualan yang dicatat saat penjualan sudah ditutup dari pembukuan perusahaan
(Closing Entries). Berikut ini jurnalnya.
b) Potongan penjualan yang dicatat saat penjualan terjadi belum ditutup dari pembukuan
perusahaan (Closing Entries). Berikut ini jurnalnya.
Setelah mengetahui beberapa contoh soal piutang dagang beserta pencatatan jurnalnya sebagai
konsep dasar akuntansi, para pembaca akan lebih mudah memahami tentang piutang dagang
pada perusahaan dagang. Biasanya pemahaman tentang piutang membuat pemahaman tentang
penjualan dan potensi laba perusahaan lainnya dalam ruang lingkup akuntansi lebih mudah
untuk dilakukan.
Metode penyisihan piutang tak tertagih terdiri dari 2 metode, yaitu metode hapus langsung dan
metode cadangan.
2. Metode Pencadangan
Secara teoritis, jika besarnya estimasi atas piutang tak tertagih adalah akurat, maka akun
cadangan seharusnya selalu mendekati nol. Akan tetapi estimasi tidak pernah nol karena
perusahaan akan terus melakukan penjualan kredit dan membuat estimasi yang baru.
Ada 2 (dua) cara untuk menentukan besarnya estimasi yang layak atas jumlah beban kredit
macet:
Metode ini menekankan penilaian piutang usaha pada nilai bersihnya yang dapat
direalisasi dan akan dilaporkan laporan posisi keuangan. Cara ini fokus pada
penentuan figur piutang usaha yang realistis dapat ditagih.
Dengan metode umur piutang, estimasi secara terpisah atas persentase piutang tak tertagih yang
berbeda akan diterapkan atas kelompok umur yang berbeda.
PERSEDIAAN
Persediaan (inventory) adalah barang yang dimiliki untuk dijual atau untuk diproses menjadi
barang jadi dan selanjutnya dijual. Berdasarkan pengertian di atas maka:
perusahaan jasa tidak memiliki persediaan
perusahaan dagang hanya memiliki persediaan barang dagang (barang jadi)
perusahaan manufaktur/pabrikan memiliki tiga jenis persediaan: persediaan bahan baku,
persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi.
Dalam laporan keuangan, persediaan merupakan akun yang sangat penting karena nilainya
biasanya signifikan dilihat dari total aset. Persediaan yang laku terjual akan menjadi Beban
Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold — COGS) di laporan laba rugi dan penghasilan
komprehensif lain, sedangkan persediaan yang belum laku, akan dicatat sebagai Persediaan
(akhir) di dalam laporan posisi keuangan. Persediaan selalu diklasifikasikan sebagai aset lancar
karena diharapkan terjual dalam waktu kurang dari satu tahun.
ATAU
4. Identifikasi Khusus
Metode ini sebetulnya paling ideal karena mencatat COGS tepat sesuai harga beli barang
yang terjual secara individual. Jadi bukan berdasarkan asumsi arus biaya sepertii ketiga
metode di atas. Tetapi karena dibutuhkan identifikasi barang secara satu per satu, biasanya
metode ini hanya diterapkan oleh perusahaan yang memiliki persediaan sedikit, nilainya
tinggi, dan dapat dibedakan satu sama lain dengan mudah seperti galeri lukisan, toko
permata, dan showroom mobil mewah.
Contoh Soal:
Berikut ini data terkait Persediaan PT ABC pada tanggal 31 Desember 2016:
Nilai total persediaan yang tersedia untuk dijual (cost of goods available for sale — COGAS)
adalah 60 unit = Rp 31.000. Jika sebanyak 55 unit terjual di tahun 2016, berarti tersisa 5 unit pada
tanggal 31 Desember 2016.
Ingat kembali rumus sederhana perhitungan persediaan yang telah disampaikan sebelumnya:
Misakan hasil penjualan dari 55 unit adalah Rp35.000, maka laba bruto untuk masing-masing
metode dapat dilihat di tabel berikut. Perhatikan bahwa metode FIFO, LIFO, Average adalah
untuk menghitung COGS sehingga tidak memengaruhi nilai penjualan.
Cost of
Penjualan - = Laba Bruto
Good Sold
FIFO 35.000 - 28.000 = 7.000
LIFO 35.000 - 29.000 = 6.000
Average 35.000 - 28.417 = 6.583
Metode perhitungan COGS memiliki implikasi penting dalam hal analisis. Ketika kondisi harga
stabil, maka perhitungan dengan ketiga metode akan menghasilkan angka yang relatif sama.
Namun, jika harga beli barang berubah, yang paling sering adalah naik terus akibat inflasi, maka
ketiga metode akan menghasilkan perbedaan angka yang berpengaruh pada laporan keuangan.
Berikut ini adalah perbedaan pengaruh ketiga metode tersebut dengan asumsi terjadi kenaikan
harga beli barang dagangan (inflasi):
1. Laporan Posisi Keuangan. Pada Persediaan Akhir di laporan posisi keuangan, FIFO
menunjukkan nilai aset yang paling mendekati nilai pasar, karena harga yang tertinggal
adalah harga yang baru dan lebih relevan dibandingkan LIFO. Sering kali untuk keperluan
analisis, misalnya membandingkan dua perusahaan, LIFO dikonversi menjadi FIFO.
Persediaan Akhir: FIFO > Average > LIFO.
2. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain. Cost of Goods Sold (COGS)
pada LIFO lebih tinggi dibandingkan FIFO, karena menggunakan harga terbaru (yang lebih
mahal). Implikasinya, laba sebelum pajak pada LIFO lebih rendah, sehingga beban pajak
juga lebih rendah. Penggunaan metode LIFO ini cukup popular di Amerika Serikat karena
memberikan tax saving dalam masa inflasi.
3. Laporan Arus Kas dari Aktivitas Operasi. Pajak penghasilan pada LIFO lebih rendah
sehingga arus kas dari aktivitas operasi pada LIFO lebih tinggi. LIFO > Average > FIFO.
Laporan Arus Kas akan dibahas di Pertemuan III.
4. Rasio Keuangan. Perbedaan metode FIFO dan LIFO juga memengaruhi rasio-rasio
keuangan yang penting, antara lain:
Rasio profitabilitas: COGS yang lebih tinggi pada LIFO mengakibatkan rasio
profitabilitas seperti Gross Profit Margin, Operating Profit Margin, hingga Net Profit
Margin lebih rendah dibandingkan dengan FIFO. FIFO > Average > LIFO.
Rasio likuiditas: FIFO akan menghasilkan rasio likuiditas lebih tinggi, karena
Persediaan Akhir nilainya lebih tinggi. Rasio likuiditas ini di antaranya Current Ratio
dan Working Capital. FIFO > Average > LIFO.
Rasio aktivitas operasi: Rasio yang mencerminkan aktivitas operasi akan lebih tinggi
pada LIFO, karena pada LIFO yang tertinggal di Persediaan Akhir adalah harga yang
lama, sehingga penyebut/denominatornya lebih besar. Rasio ini misalnya Inventory
Turnover dan Total Assets Turnover. LIFO > Average > FIFO.
PSAK 14 (revisi 2008) metode LIFO tidak diperbolehkan. Penggunaan metode LIFO juga
tidak diizinkan oleh peraturan pajak di Indonesia.
Menurut PSAK, Persediaan Akhir di dalam laporan posisi keuangan diukur berdasarkan
mana yang lebih rendah antara biaya perolehan atau Nilai Realisasi Bersih (lower of
cost or net realizable value—LCNRV). Net realizable value (NRV) adalah estimasi harga
jual dalam kegiatan usaha normal dikurangi estimasi biaya penyelesaian (costs of completion)
dan estimasi biaya yang diperlukan untuk merealisasi penjualan (costs to sale).
Contoh 1:
Nilai persediaan menurut biaya = Rp100
Nilai persediaan menurut NRV = Rp90
Berarti LCNRV = Rp90, angka ini yang akan disajikan sebagai saldo Persediaan Akhir di
dalam laporan posisi keuangan. Penurunan nilai persediaan (impairment loss) sebesar
Rp10 akan dicatat sebagai kerugian di laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif
lain periode berjalan.
Contoh 2:
Nilai persediaan menurut biaya = Rp100
Nilai persediaan menurut NRV = Rp105
Berarti LCNRV = Rp100, angka ini yang akan disajikan sebagai saldo Persediaan Akhir
di dalam laporan posisi keuangan. Tidak ada pencatatan atas “keuntungan” sebesar Rp5.
ASET TETAP
1. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang/jasa; untuk direntalkan
kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif
2. Tidak untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari (bukan Persediaan)
3. Diharapkan untuk digunakan untuk lebih dari satu periode akuntansi (sehingga
diklasifikasikan sebagai aset tidak lancar)
4. Nilainya material, sebab jika tidak material maka pembeliannya akan dicatat sebagai
“beban” di laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain.
Pada awal perolehan, aset tetap diakui sebesar biaya perolehan yaitu seluruh biaya yang
dikeluarkan sampai dengan aset tersebut siap untuk digunakan. Setelah perolehan, aset tetap
diukur dan disajikan berdasarkan salah satu dari dua pilihan model yaitu model biaya atau model
revaluasi.
1. Berdasarkan model biaya, aset tetap dicatat dan disajikan sebesar biaya perolehan
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset (jika ada).
2. Berdasarkan model revaluasi, aset tetap dicatat dan disajikan sebesar jumlah
revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan
akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi
merupakan pilihan, namun sekali dipilih harus dilakukan hingga aset dijual/dihapus dari
pembukuan. walaupun PSAK tidak mewajibkan revaluasi dilakukan setiap tahun, namun
harus dilakukan secara teratur mengikuti pergerakan nilai wajar aset tetap.
Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak
yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi wajar. Nilai wajar
aset tetap biasanya ditentukan melalui penilaian oleh jasa penilai.
Karena umur ekonomis aset tetap adalah terbatas, maka aset tetap disusutkan (didepresiasi)
sepanjang masa pakainya. Metode penyusutan yang paling banyak dipakai adalah metode garis
lurus dan metode saldo menurun ganda.
Berbeda dengan tanah yang dianggap tidak pernah kehilangan kemampuan untuk memberikan
manfaat kepada penggunanya. Oleh karena itu umur ekonomis tanah tidak dapat ditentukan/tidak
terbatas sehingga tanah tidak disusutkan.
Penurunan nilai (impairment) terjadi jika nilai tercatat aset lebih besar dibandingkan nilai
terpulihkannya (recoverable amount). Bagaimana menentukan nilai terpulihkan? Nilai terpulihkan
adalah nilai tertinggi di antara nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual (fair value less cost to
sell) dan nilai pakai (value in use). Sesuai dengan PSAK 48, entitas harus mengevaluasi apakah
terdapat indikasi suatu aset mengalami penurunan nilai pada setiap akhir periode pelaporan. Rugi
penurunan nilai aset dicatat sebagai bagian dari laporan laba rugi biasa (bukan komponen Other
Comprehensive Income).
Faktor yang dipertimbangkan dalam menghitung beban penyusutan/depresiasi aset tetap adalah:
1. Harga perolehan
Harga beli aset pada saat perolehan, termasuk biaya-biaya yang diperlukan untuk
memastikan aset tersebut siap digunakan sesuai dengan tujuannya. Misalnya harga
perolehan mesin termasuk ongkos kirim ke lokasi, asuransi selama mesin di perjalanan,
dan biaya instalasi mesin hingga mesin siap digunakan.
2. Nilai residu/sisa (residual/salvage value), yaitu estimasi nilai realisasi (penjualan melalui
kas) aset tetap setelah akhir penggunaannya atau pada saat aset tetap itu harus ditarik dari
kegiatan operasi. Nilai residu ini tidak harus ada, bisa saja harga pada saat dibesituakan
adalah nihil.
Karena sifatnya estimasi, masa manfaat aset yang sama bisa saja berbeda antara satu
perusahaan dengan perusahaan yang lain. Jika nantinya estimasi ini salah, bisa direvisi
dan dihitung kembali beban penyusutan sesudah revisi yang berlaku sejak tanggal revisi
dan seterusnya (prospektif).
4. Metode depresiasi yang sesuai dengan pola pemakaian aset dalam kegiatan produksi.
Tiga metode penyusutan yang paling umum digunakan adalah:
tahun awal pemakaian aset sehingga dengan metode ini beban penyusutan besar di
awal lalu semakin lama semakin mengecil. Dalam metode ini beban penyusutan
dihitung dengan persentase penyusutan dikalikan terhadap nilai buku.
𝑛 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑎
𝑟=1− √
ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑠𝑒𝑡
Jika nilai residu tidak ada dapat dipakai nilai Rp1. Karena rumus di atas dianggap tidak
praktis, sering kali tingkat penyusutan dihitung dengan rumus yang lebih sederhana:
100%
𝑟= 𝑥2
𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑛𝑓𝑎𝑎𝑡
Karena tingkat penyusutan pada rumus di atas adalah dua kali dari rate penyusutan
menggunakan metode garis lurus, maka sering disebut sebagai metode saldo
menurun ganda (double declining balance method):
Aset takberwujud adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi namun tidak memiliki
substansi fisik. Contoh-contohnya ada di bawah ini.
Aset takberwujud ada yang memiliki masa manfat terbatas maupun yang tidak terbatas. Aset
takberwujud yang memiliki masa manfaat terbatas disusutkan (istilahnya diamortisasi) selama
umur ekonomis atau masa manfaatnya. Sedangkan aset takberwujud dengan umur ekonomis
tidak terbatas, contohnya goodwill, tidak diamortisasi.
2. Hak Paten
Hak paten adalah hak yang diperoleh atas suatu penemuan tertentu yang memberikan
peneunya manfaat tertentu untuk kurun waktu tertentu dan dapat diperpanjang. Penemuan
tersebut bisa berupa suatu produk, formula, system, dan sebagainya.
6. Goodwill adalah salah satu aset tidak berwujud yang timbul dari transaksi pembelian entitas
lain dan tidak boleh diakui jika dihasilkan secara internal.
Contoh:
PT A membeli PT B dengan aset bersih (aset -/- liabilitas = ekuitas) yang dinilai pada harga
pasar wajar sebesar Rp100 juta. Tapi PT A bersedia membayar Rp125 juta karena
menganggap selain aset bersih tersebut, PT B memiliki aset nonfisik seperti reputasi yang
baik, formula rahasia, lokasi yang strategis, daftar pelanggan penting, dan sebagainya. Aset
ini tidak memiliki substansi fisik sehingga dianggap sebagai aset takberwujud. Selisih
pembayaran lebih Rp25 juta ini dicatat sebagai goodwill di pembukuan PT A.
Masa manfaat goodwill dianggap tidak terbatas sehingga tidak disusutkan. Namun nilai
goodwill dievaluasi secara berkala (minimal setahun sekali) dan perusahaan harus mencatat
kerugian penurunan nilai jika manfaat goodwill dianggap tidak sebesar nilai tercatatnya.
7. Aset takberwujud yang dihasilkan secara internal dikelompokkan dalam dua tahap: penelitian
dan pengembangan (research and development—R&D). Perusahaan tidak boleh
mengakui aset takberwujud yang timbul pada tahap penelitian sehingga pengeluaran yang
terjadi pada tahap penelitian harus diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Pengeluaran
yang timbul pada tahap pengembangan dapat diakui sebagai aset hanya jika memenuhi
kriteria yang ditentukan PSAK. Sedangkan menurut US-GAAP, seluruh pengeluaran R&D
harus dicatat sebagai beban di laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain dan tidak
boleh dicatat sebagai aset di laporan posisi keuangan.
Harga perolehan untuk jenis aset ini tidak hanya berdasarkan harga beli atau harga pengakuan
pada saat itu melainkan ditambah dengan biaya eksplorasi dan biaya pengembangan. Sama
halnya dengan aset tetap dari perusahaan yang berada di industri yang lainnya, perusahaan yang
memiliki aset sumber daya alam juga mencatat beban penyusutan dengan istilah deplesi
(depletion).
PROPERTI INVESTASI
Menurut PSAK 13, properti investasi adalah tanah atau bangunan, yang dikuasai (oleh pemilik
atau penyewa (lessee) melalui sewa pembiayaan (finance lease) untuk menghasilkan rental atau
untuk mendapatkan kenaikan nilai (capital gain), atau untuk kedua-duanya, namun tidak untuk
digunakan dalam proses produksi barang/jasa dan tidak untuk dijual dalam kegiatan usaha
sehari-hari.
Pengukuran nilai aset Properti Investasi sesudah perolehan dapat menggunakan model biaya
atau model nilai wajar. Model biaya sama seperti model biaya pada aset tetap. Sedangkan
model nilai wajar berbeda dengan model revaluasi pada aset tetap. Model nilai wajar dalam
properti investasi harus diterapkan untuk seluruh properti investasi, bukan hanya untuk kelompok
tertentu. Perbedaan lainnya dengan model revaluasi adalah selisih yang timbul dari penyesuaian
ke nilai wajar langsung diakui di laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain biasa
(bukan OCI/ other comprehensive income) selain itu tidak dilakukan penghitungan beban
penyusutan. Entitas yang memilih metode nilai wajar untuk Properti Investasi biasanya akan
memiliki nilai aset yang tinggi di dalam laporan posisi keuangan (karena aset tidak disusutkan)
dan laba yang lebih tinggi (karena tidak ada beban penyusutan).
Contoh Laporan Perubahan Ekuitas terdapat bisa dilihat di laporan keuangan PT Timah, Tbk.
***