Anda di halaman 1dari 14

a

Daftar Isi

A Pendahuluan .............................................................................................................................................. 1
B Payback Period ......................................................................................................................................... 1
C Accounting Rate of Return ......................................................................................................................... 3

D Net Present Value (NPV) ................................................................................................................... 4


E Internal Rate of Return (IRR) ............................................................................................................ 5
F Profitability Index (PI) ................................................................................................................................. 8
G Arus Kas Dari Proyek ................................................................................................................................ 8
H Studi Kasus
...............................................................................................……………………………………

ANALISA LAPORAN KEUANGAN PERUSAHAAN


Akun Penting Laporan Keuangan & Laporan Perubahan
Ekuitas
Modul WMI | Analisis Laporan Keuangan Perusahaan

PERTEMUAN II

TUJUAN PEMBELAJARAN:
Setelah selesai belajar bagian ini, peserta diharapkan dapat:
1. Memahami secara umum akun-akun penting yang terdapat di laporan keuangan, yaitu:
 Piutang dan penyajiannya;
 Persediaan, termasuk penghitungan beban pokok penjualan menggunakan metode
FIFO, LIFO, dan Weighted Average;
 Aset Tetap (Property, Plant and Equipment), termasuk beban penyusutan, revaluasi,
dan penurunan nilai;
 Properti Investasi;
 Aset Takberwujud (Intangible Asset), termasuk goodwill
2. Memahami format dan informasi yang terdapat di laporan perubahan ekuitas.

AKUN-AKUN PENTING LAPORAN KEUANGAN

PIUTANG USAHA
Piutang usaha merupakan klaim yang diajukan kepada pihak lain dalam bentuk uang, barang,
atau jasa. Piutang usaha timbul dari suatu siklus normal bisnis, yaitu siklus dalam entitas yang
dimulai dari uang kas, pembelian bahan baku, pengolahan bahan baku menjadi produk.
Penjualan dengan kredit menimbulkan piutang yang akhirnya diselesaikan dalam bentuk kas.

Piutang merupakan salah satu unsur dari aset lancar dalam laporan posisi keuangan perusahaan
yang timbul akibat adanya penjualan barang, jasa, atau pemberian kredit terhadap debitur yang
pembayaran pada umumnya diberikan dalam tempo 30 hari sampai dengan 90 hari.

Pada umumnya piutang timbul akibat dari transaksi penjualan barang dan jasa perusahaan, di
mana pembayaran oleh pihak yang bersangkutan baru akan dilakukan setelah tanggal transaksi
jual beli. Mengingat piutang merupakan harta perusahaan yang sangat penting, maka harus
dilakukan prosedur yang wajar dan cara-cara yang memuaskan dengan para debitur sehingga
perlu disusun suatu prosedur yang baik demi kemajuan perusahaan.

Karakteristik Piutang

1. Adanya Nilai Jatuh Tempo


Nilai jatuh tempo yaitu istilah yang menjelaskan penjumlahan dari nilai transaksi utama
lalu ditambah dengan nilai bunga yang dibebankan untuk dibayarkan pada tanggal jatuh
tempo. Seorang pembeli yang melakukan transaksi dengan cara kredit bukan hanya
membayar sejumlah nilai barang yang telah dibeli, tetapi juga bunganya karena dia
meminta waktu untuk membayar barang tersebut dengan tempo.

2. Adanya Tanggal Jatuh Tempo


Tanggal jatuh tempo dapat diketahui dari lamanya atau umur piutang. Umumnya, penjual
menggunakan dua jenis pengukuran umur, yaitu bulan dan hari. Jika berumur bulanan,
maka tanggal jatuh temponya sama dengan tanggal pembeli melakukan transaksi kredit

Materi Pelatihan WMI | Edisi 2018 1


Modul WMI | Analisis Laporan Keuangan Perusahaan

tersebut, hanya saja berbeda bulan. Apabila berumur harian, maka wajib dilakukan
perhitungan untuk menentukan kapan tanggal jatuh temponya secara pasti.

3. Adanya Bunga yang Berlaku


Piutang dapat terjadi dikarenakan pembeli memutuskan melakukan transaksi secara kredit
dan hal ini menimbulkan bunga. Bunga dalam hal ini dibayar sebagai bentuk konsekuensi
pembeli yang meminta waktu pembayaran tertentu dan sebagai keuntungan bagi penjual
karena sudah bersabar dalam menunggu pelunasan kredit tersebut. Untuk besaran bunga
dalam hal ini sesuai kebijakan dari penjual dalam menentukan tingkat bunga yang dipakai.

Jenis Piutang

1. Piutang Usaha (Account Receivable)


Piutang usaha adalah suatu jumlah pembelian kredit dari pelanggan. Piutang timbul
sebagai akibat dari penjualan barang atau jasa. Piutang ini biasanya diperkirakan akan
tertagih dalam waktu 30-60 hari. Secara umum, jenis piutang ini merupakan piutang
terbesar yang dimiliki perusahaan.

2. Wesel Tagih (Notes Receivable)


Wesel Tagih adalah surat formal yang diterbitkan sebagai bentuk pengukuran utang. Wesel
tagih biasanya memiliki waktu tagih antara 60-90 hari atau lebih lama serta mewajibkan
pihak yang berutang untuk membayar bunga. Wesel tagih dan piutang usaha yang
disebabkan karena transaksi penjualan biasa disebut dengan piutang dagang (trade
account).

3. Piutang Lain-Lain (Other Receivable)


Piutang lain-lain mencakup selain piutang dagang. Contohnya piutang bunga, piutang gaji,
uang muka karyawan, dan restitusi pajak. Secara umum bukan berasal dari kegiatan
operasional perusahaan. Oleh karena itu, piutang jenis ini diklasifikasikan dan dilaporkan
pada bagian yang secara terpisah di dalam laporan posisi keuangan.

Piutang dagang berupa tagihan perusahaan karena adanya penjualan barang dagang secara
kredit (tidak lunas) dengan penggunaan syarat pembayaran (Terms of Credit/ Terms of
Payment) seperti 2/10-n/10. Piutang dagang sebagai catatan atas laporan keuangan di sisi
debit dengan nama akun piutang dagang. Piutang jenis ini akan tertagih dalam periode waktu
yang singkat seperti 30 atau 60 hari yang dikelompokkan dalam aset lancar. Masalah-masalah
akuntansi yang berkaitan dengan piutang dagang adalah pengakuan piutang dagang, penilaian
piutang dagang, dan pengalihan piutang dagang.

Berdasarkan syarat pembayaran (Terms of Credit) sesuai manfaat akuntansi, metode


pencatatan piutang terdiri dari 2 jenis, yaitu:

1. Piutang Dagang Kotor (Gross Method)


Jumlah piutang sebesar penjualan tanpa dipengaruhi oleh potongan yang akan diberikan
berlaku pada metode ini. Jika debitur mengambil potongan, hal ini akan diakui sebagai
pengurangan jumlah penjualan, bukan pengurangan jumlah piutang. Metode penjurnalan
dan pembukuan pada jenis jenis laporan keuangan sebagai berikut.

Materi Pelatihan WMI | Edisi 2018 2


Modul WMI | Analisis Laporan Keuangan Perusahaan

Berikut ini contoh transaksi yang dicatat dalam jurnal.

Pada saat terjadi penjualan barang dagang secara kredit dengan syarat kredit 2/10-n/10.
Maka bentuk pencatatan jurnal adalah

Piutang (Debit) xxx


Penjualan (Kredit) xxx

Jika piutang dilunasi telah melebihi masa potongan atau lebih dari 10 hari, potongan tidak
usah diperhitungkan sehingga perusahaan akan menerima seluruh piutang. Berikut ini
jurnalnya.

Kas (Debit) xxx


Piutang (Kredit) xxx

Jika piutang dilunasi selama batas waktu potongan, perhitungan potongan penjualan
adalah sebesar 2 persen dari piutang sehingga perusahaan akan menerima uang sebesar
98 %. Berikut ini pencatatan jurnalnya.

Kas (Debit) xxx


Potongan Penjualan (Debit) xxx
Piutang Dagang (Kredit) xxx

2. Piutang Dagang Bersih (Net Method)


Jumlah piutang setelah dikurangi dengan potongan penjualan akan diakui oleh metode bersih
jika potongan jumlah tidak dimanfaatkan oleh debitur sehingga mengakibatkan kelebihan
pembayaran piutang sehingga kelebihan tersebut dicatat sebagai penghasilan lain-lain.

Berikut ini pencatatan jurnalnya sesuai fungsi laporan keuangan.

Pada saat dilakukan penjualan kredit barang dagangan dengan syarat kredit 210- n/10, maka
pencatatan jurnalnya sebagai berikut.

Piutang Dagang (Debit) xxx


Potongan Penjualan (Debit) xxx
Penjualan (Kredit) xxx

Jika piutang dagang dilunasi selama masih berlaku potongan, perusahaan harus menghitung
potongan penjualan sebesar 2%. Berikut ini jurnalnya.

Kas (Debit) xxx


Piutang Dagang (Kredit) xxx

Jika piutang dagang dilunasi lebih dari masa potongan, yaitu lebih dari 10 hari, potongan
penjualan tidak perlu diperhitungkan sehingga perusahaan akan menerima seluruh piutang.
Ada kemungkinan perhitungan dan pencatatan sesuai siklus akuntansi sebagai berikut.

a) Potongan penjualan yang dicatat saat penjualan sudah ditutup dari pembukuan perusahaan
(Closing Entries). Berikut ini jurnalnya.

Materi Pelatihan WMI | Edisi 2018 3


Modul WMI | Analisis Laporan Keuangan Perusahaan

Kas (Debit) xxx


Piutang Dagang (Kredit) xxx
Saldo Laba (Kredit) xxx

b) Potongan penjualan yang dicatat saat penjualan terjadi belum ditutup dari pembukuan
perusahaan (Closing Entries). Berikut ini jurnalnya.

Kas (Debit) xxx


Piutang Dagang (Kredit) xxx
Potongan Penjualan (Kredit) xxx

Setelah mengetahui beberapa contoh soal piutang dagang beserta pencatatan jurnalnya sebagai
konsep dasar akuntansi, para pembaca akan lebih mudah memahami tentang piutang dagang
pada perusahaan dagang. Biasanya pemahaman tentang piutang membuat pemahaman tentang
penjualan dan potensi laba perusahaan lainnya dalam ruang lingkup akuntansi lebih mudah
untuk dilakukan.

Piutang Usaha Tak Tertagih


Piutang usaha tak tertagih adalah hak untuk menagih sejumlah uang dari penjual kepada pembeli
karena adanya transaksi penjualan secara kredit yang belum atau tidak bisa dibayarkan tepat
pada waktunya.

Metode penyisihan piutang tak tertagih terdiri dari 2 metode, yaitu metode hapus langsung dan
metode cadangan.

1. Metode Hapus Langsung (direct write-off method)


Faktor-faktor yang membuat metode hapus langsung digunakan:
a. Terdapatnya sebuah situasi dimana tidak memungkinkan bagi perusahaan untuk
mengestimesi besarnya piutang usaha yang tidak dapat ditagih sampai dengan akhir
periode.
b. Jumlah piutang usaha yang ditimbulkan dari kegiatan bisnis perusahaan dapat
dipastikan sangat kecil.

2. Metode Pencadangan
Secara teoritis, jika besarnya estimasi atas piutang tak tertagih adalah akurat, maka akun
cadangan seharusnya selalu mendekati nol. Akan tetapi estimasi tidak pernah nol karena
perusahaan akan terus melakukan penjualan kredit dan membuat estimasi yang baru.

Ada 2 (dua) cara untuk menentukan besarnya estimasi yang layak atas jumlah beban kredit
macet:

a. Sebesar persentase tertentu dari jumlah penjualan.


Berdasarkan data historis, sebuah persentase tertentu dari total penjualan atau total
penjualan kredit ditentukan dan digunakan untuk menghitung besarnya estimasi
beban kredit macet. Metode ini fokus pada penandingan yang layak atas beban
piutang tak tertagih terhadap besarnya pendapatan penjualan kredit.

b. Sebesar persentase tertentu dari jumlah piutang usaha.

Materi Pelatihan WMI | Edisi 2018 4


Modul WMI | Analisis Laporan Keuangan Perusahaan

Metode ini menekankan penilaian piutang usaha pada nilai bersihnya yang dapat
direalisasi dan akan dilaporkan laporan posisi keuangan. Cara ini fokus pada
penentuan figur piutang usaha yang realistis dapat ditagih.

Metode ini dibagi menjadi dua :


i. Berdasarkan data historis, sebuah persentase tertentu dari jumlah piutang
usaha ditentukan dan digunakan untuk menghitung besarnya estimasi.
Besarnya estimasi akan menjadi saldo akhir akun cadangan piutang tak tertagih
ii. Berdasarkan umur piutang
Metode ini piutang usaha akan dikelompokkan berdasarkan masing-masing
karakteristik umurnya, yaitu berdasarkan atas tanggal jatuh temponya antara
lain, belum jatuh tempo, telah jatuh tempo 1-30 hari, telah jatuh tempo 31-60
hari, telah jatuh tempo 61-90 hari, telah jatuh tempo 91-180 hari, telah jatuh
tempo 181-365 hari, dan telah jatuh tempo diatas 365 hari.

Dengan metode umur piutang, estimasi secara terpisah atas persentase piutang tak tertagih yang
berbeda akan diterapkan atas kelompok umur yang berbeda.

PERSEDIAAN
Persediaan (inventory) adalah barang yang dimiliki untuk dijual atau untuk diproses menjadi
barang jadi dan selanjutnya dijual. Berdasarkan pengertian di atas maka:
 perusahaan jasa tidak memiliki persediaan
 perusahaan dagang hanya memiliki persediaan barang dagang (barang jadi)
 perusahaan manufaktur/pabrikan memiliki tiga jenis persediaan: persediaan bahan baku,
persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi.

Dalam laporan keuangan, persediaan merupakan akun yang sangat penting karena nilainya
biasanya signifikan dilihat dari total aset. Persediaan yang laku terjual akan menjadi Beban
Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold — COGS) di laporan laba rugi dan penghasilan
komprehensif lain, sedangkan persediaan yang belum laku, akan dicatat sebagai Persediaan
(akhir) di dalam laporan posisi keuangan. Persediaan selalu diklasifikasikan sebagai aset lancar
karena diharapkan terjual dalam waktu kurang dari satu tahun.

Perusahaan umumnya menggunakan software untuk mencatat mutasi keluar-masuk persediaan


setiap kali terjadi transaksi secara kontinu/ up-to-date (diistilahkan sebagai metode perpetual).
Dengan demikian, jumlah COGS yang dihitung oleh software secara otomatis. Namun bagi
perusahaan kecil yang tidak menggunakan software, dapat menggunakan rumus berikut untuk
menghitung COGS secara manual di akhir periode (diistilahkan sebagai metode periodik). Nilai
persediaan akhir diperoleh dari perhitungan fisik (stock take).

Materi Pelatihan WMI | Edisi 2018 5


Modul WMI | Analisis Laporan Keuangan Perusahaan

Beban Pokok Penjualan = Persediaan Awal + Pembelian Bersih – Persediaan Akhir

ATAU

Persediaan Awal + Pembelian Bersih = Beban Pokok Penjualan + Persediaan Akhir

Asumsi Arus Biaya


Dalam menghitung COGS, terdapat empat metode yang umum digunakan, yakni sebagai berikut:

1. FIFO – First In First Out (Masuk Pertama Keluar Pertama)


Dalam metode ini, barang yang pertama kali dibeli (persediaan lama) adalah yang pertama
kali dijual. Metode ini konsisten dengan arus fisik persediaan.

2. LIFO – Last In First Out (Masuk Terakhir Keluar Pertama)


Metode yang berkebalikan dengan FIFO, barang yang terakhir kali dibeli justru yang
pertama kali dijual.

3. Weighted Average (Rata-rata Tertimbang)


Metode ini menghitung biaya per unit berdasarkan biaya rata-rata tertimbang dari seluruh
persediaan yang tersedia untuk dijual (= persediaan awal + pembelian).

4. Identifikasi Khusus
Metode ini sebetulnya paling ideal karena mencatat COGS tepat sesuai harga beli barang
yang terjual secara individual. Jadi bukan berdasarkan asumsi arus biaya sepertii ketiga
metode di atas. Tetapi karena dibutuhkan identifikasi barang secara satu per satu, biasanya
metode ini hanya diterapkan oleh perusahaan yang memiliki persediaan sedikit, nilainya
tinggi, dan dapat dibedakan satu sama lain dengan mudah seperti galeri lukisan, toko
permata, dan showroom mobil mewah.

Contoh Soal:
Berikut ini data terkait Persediaan PT ABC pada tanggal 31 Desember 2016:

Persediaan awal (1 Januari 2016) 10 @ Rp 400 Rp 4,000


Pembelian pertama di tahun 2016 20 @ Rp 500 Rp 10.000
Pembelian kedua di tahun 2016 10 @ Rp 500 Rp 5.000
Pembelian ketiga di tahun 2016 20 @ Rp 600 Rp 12.000
Total persediaan yang tersedia untuk dijual 60 unit Rp 31.000

Nilai total persediaan yang tersedia untuk dijual (cost of goods available for sale — COGAS)
adalah 60 unit = Rp 31.000. Jika sebanyak 55 unit terjual di tahun 2016, berarti tersisa 5 unit pada
tanggal 31 Desember 2016.

Qty Harga/Unit Persediaan COGS


Unit Akhir

Materi Pelatihan WMI | Edisi 2018 6


Modul WMI | Analisis Laporan Keuangan Perusahaan

FIFO 5 600 Rp3.000 Rp31.000-3.000=28.000


LIFO 5 400 Rp2.000 Rp31.000-2.000=29.000
Average 5 517* Rp2.583 Rp31.000-2.583=28.417
* Rp31.000 / 60 unit = Rp517

Ingat kembali rumus sederhana perhitungan persediaan yang telah disampaikan sebelumnya:

Persediaan Pembelian Cost of Persediaan


+ = +
Awal Bersih Good Sold Akhir
FIFO 4.000 + 27.000 = 28.000 + 3.000
LIFO 4.000 + 27.000 = 29.000 + 2.000
Average 4.000 + 27.000 = 28.417 + 2.583

Misakan hasil penjualan dari 55 unit adalah Rp35.000, maka laba bruto untuk masing-masing
metode dapat dilihat di tabel berikut. Perhatikan bahwa metode FIFO, LIFO, Average adalah
untuk menghitung COGS sehingga tidak memengaruhi nilai penjualan.

Cost of
Penjualan - = Laba Bruto
Good Sold
FIFO 35.000 - 28.000 = 7.000
LIFO 35.000 - 29.000 = 6.000
Average 35.000 - 28.417 = 6.583

Implikasi Perbedaan Metode Perhitungan COGS

Metode perhitungan COGS memiliki implikasi penting dalam hal analisis. Ketika kondisi harga
stabil, maka perhitungan dengan ketiga metode akan menghasilkan angka yang relatif sama.
Namun, jika harga beli barang berubah, yang paling sering adalah naik terus akibat inflasi, maka
ketiga metode akan menghasilkan perbedaan angka yang berpengaruh pada laporan keuangan.

Berikut ini adalah perbedaan pengaruh ketiga metode tersebut dengan asumsi terjadi kenaikan
harga beli barang dagangan (inflasi):

1. Laporan Posisi Keuangan. Pada Persediaan Akhir di laporan posisi keuangan, FIFO
menunjukkan nilai aset yang paling mendekati nilai pasar, karena harga yang tertinggal
adalah harga yang baru dan lebih relevan dibandingkan LIFO. Sering kali untuk keperluan
analisis, misalnya membandingkan dua perusahaan, LIFO dikonversi menjadi FIFO.
Persediaan Akhir: FIFO > Average > LIFO.

2. Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain. Cost of Goods Sold (COGS)
pada LIFO lebih tinggi dibandingkan FIFO, karena menggunakan harga terbaru (yang lebih
mahal). Implikasinya, laba sebelum pajak pada LIFO lebih rendah, sehingga beban pajak
juga lebih rendah. Penggunaan metode LIFO ini cukup popular di Amerika Serikat karena
memberikan tax saving dalam masa inflasi.

COGS: LIFO > Average > FIFO


Laba Bersih: LIFO < Average < FIFO

Materi Pelatihan WMI | Edisi 2018 7


Modul WMI | Analisis Laporan Keuangan Perusahaan

Beban Pajak Penghasilan: LIFO < Average < FIFO

3. Laporan Arus Kas dari Aktivitas Operasi. Pajak penghasilan pada LIFO lebih rendah
sehingga arus kas dari aktivitas operasi pada LIFO lebih tinggi. LIFO > Average > FIFO.
Laporan Arus Kas akan dibahas di Pertemuan III.

4. Rasio Keuangan. Perbedaan metode FIFO dan LIFO juga memengaruhi rasio-rasio
keuangan yang penting, antara lain:
 Rasio profitabilitas: COGS yang lebih tinggi pada LIFO mengakibatkan rasio
profitabilitas seperti Gross Profit Margin, Operating Profit Margin, hingga Net Profit
Margin lebih rendah dibandingkan dengan FIFO. FIFO > Average > LIFO.
 Rasio likuiditas: FIFO akan menghasilkan rasio likuiditas lebih tinggi, karena
Persediaan Akhir nilainya lebih tinggi. Rasio likuiditas ini di antaranya Current Ratio
dan Working Capital. FIFO > Average > LIFO.
 Rasio aktivitas operasi: Rasio yang mencerminkan aktivitas operasi akan lebih tinggi
pada LIFO, karena pada LIFO yang tertinggal di Persediaan Akhir adalah harga yang
lama, sehingga penyebut/denominatornya lebih besar. Rasio ini misalnya Inventory
Turnover dan Total Assets Turnover. LIFO > Average > FIFO.

Penilaian Persediaan pada Laporan Posisi Keuangan (LCNRV)

PSAK 14 (revisi 2008) metode LIFO tidak diperbolehkan. Penggunaan metode LIFO juga
tidak diizinkan oleh peraturan pajak di Indonesia.

Menurut PSAK, Persediaan Akhir di dalam laporan posisi keuangan diukur berdasarkan
mana yang lebih rendah antara biaya perolehan atau Nilai Realisasi Bersih (lower of
cost or net realizable value—LCNRV). Net realizable value (NRV) adalah estimasi harga
jual dalam kegiatan usaha normal dikurangi estimasi biaya penyelesaian (costs of completion)
dan estimasi biaya yang diperlukan untuk merealisasi penjualan (costs to sale).

Contoh 1:
Nilai persediaan menurut biaya = Rp100
Nilai persediaan menurut NRV = Rp90
Berarti LCNRV = Rp90, angka ini yang akan disajikan sebagai saldo Persediaan Akhir di
dalam laporan posisi keuangan. Penurunan nilai persediaan (impairment loss) sebesar
Rp10 akan dicatat sebagai kerugian di laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif
lain periode berjalan.

Contoh 2:
Nilai persediaan menurut biaya = Rp100
Nilai persediaan menurut NRV = Rp105
Berarti LCNRV = Rp100, angka ini yang akan disajikan sebagai saldo Persediaan Akhir
di dalam laporan posisi keuangan. Tidak ada pencatatan atas “keuntungan” sebesar Rp5.

ASET TETAP

Aset tetap adalah aset berwujud yang:

Materi Pelatihan WMI | Edisi 2018 8


Modul WMI | Analisis Laporan Keuangan Perusahaan

1. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang/jasa; untuk direntalkan
kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif
2. Tidak untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari (bukan Persediaan)
3. Diharapkan untuk digunakan untuk lebih dari satu periode akuntansi (sehingga
diklasifikasikan sebagai aset tidak lancar)
4. Nilainya material, sebab jika tidak material maka pembeliannya akan dicatat sebagai
“beban” di laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain.

Yang termasuk Aset Tetap:


1. Peralatan toko (store equipment): meja tempat pembayaran, cash register, lemari etalase,
dan peralatan-peralatan lain yang digunakan di toko
2. Peralatan kantor (office equipment): lemari, meja, kursi, computer, dan peralatan lain yang
dipakai di kantor
3. Peralatan untuk pengangkutan (delivery equipment): Peralatan-peralatan yang digunakan
untuk mengangkut barang-barang ke lokasi tujuan, seperti truk, mobil boks, sepeda motor.
4. Bangunan (building): bangunan pabrik, gudang, toko atau bangunan kantor. Untuk
perusahaan yang tidak memiliki gedung sendiri atau menyewa, maka nilai gedung tidak
tercantum di laporan posisi keuangan.
5. Tanah (land): bisa berupa tanah kosong atau di atasnya berdiri bangunan. Sekalipun
berada di atas tanah, bangunan dan tanah dicatat sebagai kelompok terpisah. Alasannya
karena tanah tidak disusutkan sedangkan bangunan disusutkan.

Pada awal perolehan, aset tetap diakui sebesar biaya perolehan yaitu seluruh biaya yang
dikeluarkan sampai dengan aset tersebut siap untuk digunakan. Setelah perolehan, aset tetap
diukur dan disajikan berdasarkan salah satu dari dua pilihan model yaitu model biaya atau model
revaluasi.
1. Berdasarkan model biaya, aset tetap dicatat dan disajikan sebesar biaya perolehan
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset (jika ada).
2. Berdasarkan model revaluasi, aset tetap dicatat dan disajikan sebesar jumlah
revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan
akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi
merupakan pilihan, namun sekali dipilih harus dilakukan hingga aset dijual/dihapus dari
pembukuan. walaupun PSAK tidak mewajibkan revaluasi dilakukan setiap tahun, namun
harus dilakukan secara teratur mengikuti pergerakan nilai wajar aset tetap.

Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak
yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi wajar. Nilai wajar
aset tetap biasanya ditentukan melalui penilaian oleh jasa penilai.

Karena umur ekonomis aset tetap adalah terbatas, maka aset tetap disusutkan (didepresiasi)
sepanjang masa pakainya. Metode penyusutan yang paling banyak dipakai adalah metode garis
lurus dan metode saldo menurun ganda.

Berbeda dengan tanah yang dianggap tidak pernah kehilangan kemampuan untuk memberikan
manfaat kepada penggunanya. Oleh karena itu umur ekonomis tanah tidak dapat ditentukan/tidak
terbatas sehingga tanah tidak disusutkan.

Penurunan nilai (impairment) terjadi jika nilai tercatat aset lebih besar dibandingkan nilai
terpulihkannya (recoverable amount). Bagaimana menentukan nilai terpulihkan? Nilai terpulihkan

Materi Pelatihan WMI | Edisi 2018 9


Modul WMI | Analisis Laporan Keuangan Perusahaan

adalah nilai tertinggi di antara nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual (fair value less cost to
sell) dan nilai pakai (value in use). Sesuai dengan PSAK 48, entitas harus mengevaluasi apakah
terdapat indikasi suatu aset mengalami penurunan nilai pada setiap akhir periode pelaporan. Rugi
penurunan nilai aset dicatat sebagai bagian dari laporan laba rugi biasa (bukan komponen Other
Comprehensive Income).

Metode Penyusutan Aset Tetap

Faktor yang dipertimbangkan dalam menghitung beban penyusutan/depresiasi aset tetap adalah:

1. Harga perolehan
Harga beli aset pada saat perolehan, termasuk biaya-biaya yang diperlukan untuk
memastikan aset tersebut siap digunakan sesuai dengan tujuannya. Misalnya harga
perolehan mesin termasuk ongkos kirim ke lokasi, asuransi selama mesin di perjalanan,
dan biaya instalasi mesin hingga mesin siap digunakan.

2. Nilai residu/sisa (residual/salvage value), yaitu estimasi nilai realisasi (penjualan melalui
kas) aset tetap setelah akhir penggunaannya atau pada saat aset tetap itu harus ditarik dari
kegiatan operasi. Nilai residu ini tidak harus ada, bisa saja harga pada saat dibesituakan
adalah nihil.

3. Estimasi umur ekonomis atau masa manfaat, dengan mempertimbangkan:


a. Ekspektasi penggunaan aset
b. Keusangan teknis dan komersial dari aset tersebut karena perubahan teknologi atau
perubahan pasar
c. Pembatasan legal atas penggunaan aset seperti tanggal kedaluwarsa penggunaan
aset yang tertera dalam suatu kontrak.

Karena sifatnya estimasi, masa manfaat aset yang sama bisa saja berbeda antara satu
perusahaan dengan perusahaan yang lain. Jika nantinya estimasi ini salah, bisa direvisi
dan dihitung kembali beban penyusutan sesudah revisi yang berlaku sejak tanggal revisi
dan seterusnya (prospektif).

4. Metode depresiasi yang sesuai dengan pola pemakaian aset dalam kegiatan produksi.
Tiga metode penyusutan yang paling umum digunakan adalah:

a. Metode garis lurus (straight line method)


Menghasilkan jumlah beban penyusutan yang sama setiap tahun sepanjang umur
manfaat suatu aset tetap. Dalam metode ini aset tetap dianggap sama
penggunaannya sepanjang waktu. Beban penyusutan menurut metode ini dihitung
sebagai berikut:

ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑠𝑒𝑡 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑎


𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑢𝑠𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 =
𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑛𝑓𝑎𝑎𝑡

b. Metode saldo menurun (declining balance method)


Metode ini menghasilkan beban periodik yang terus menurun sepanjang estimasi
umur manfaat aset. Metode ini cocok digunakan apabila penurunan produktivitas atau
kemampuan aset dalam menghasilkan pendapatan menurun lebih tajam pada tahun-

Materi Pelatihan WMI | Edisi 2018


10
Modul WMI | Analisis Laporan Keuangan Perusahaan

tahun awal pemakaian aset sehingga dengan metode ini beban penyusutan besar di
awal lalu semakin lama semakin mengecil. Dalam metode ini beban penyusutan
dihitung dengan persentase penyusutan dikalikan terhadap nilai buku.

Persentase tingkat penyusutan dihitung sebagai berikut:

𝑛 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑎
𝑟=1− √
ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑠𝑒𝑡

Jika nilai residu tidak ada dapat dipakai nilai Rp1. Karena rumus di atas dianggap tidak
praktis, sering kali tingkat penyusutan dihitung dengan rumus yang lebih sederhana:

100%
𝑟= 𝑥2
𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑚𝑎𝑛𝑓𝑎𝑎𝑡

Karena tingkat penyusutan pada rumus di atas adalah dua kali dari rate penyusutan
menggunakan metode garis lurus, maka sering disebut sebagai metode saldo
menurun ganda (double declining balance method):

c. Metode unit produksi (unit of production method)


Menghasilkan jumlah beban penyusutan yang sama bagi setiap unit yang diproduksi
atau setiap unit kapasitas yang digunakan oleh aset. Dalam metode ini output
ataupun produksi dalam unit dijadikan sebagai dasar perhitungan. Jika pemanfaatan
aset bervariasi dari tahun ke tahun. Penyusutan dihitung sebagai berikut:

ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑠𝑒𝑡 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑠𝑖𝑠𝑎


𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑢𝑠𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑡𝑎𝑘𝑠𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 (𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 ) 𝑎𝑠𝑒𝑡

ASET TAKBERWUJUD (INTANGIBLE ASSETS)

Aset takberwujud adalah aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi namun tidak memiliki
substansi fisik. Contoh-contohnya ada di bawah ini.

Aset takberwujud ada yang memiliki masa manfat terbatas maupun yang tidak terbatas. Aset
takberwujud yang memiliki masa manfaat terbatas disusutkan (istilahnya diamortisasi) selama
umur ekonomis atau masa manfaatnya. Sedangkan aset takberwujud dengan umur ekonomis
tidak terbatas, contohnya goodwill, tidak diamortisasi.

1. Perizinan (Permit and Licences)


Perizinan adalah hak perusahaan yang diperoleh dari pihak pemerintah baik daerah maupun
pusat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu terkait dengan bidang usahanya. Izin-izin
perusahaan tentu ada jangka waktunya, dan jika masa berlakunya telah habis maka izin
tersebut harus diperpanjang atau diperbarui. Izin usaha atau aktivitas tertentu atas terkait
dengan usaha biasanya memiliki jangka waktu 3 sampai 30 tahun, sehingga biasanya dicatat
sebagai aset takberwujud di kelompok aset tidak lancar.

Materi Pelatihan WMI | Edisi 2018


11
Modul WMI | Analisis Laporan Keuangan Perusahaan

2. Hak Paten
Hak paten adalah hak yang diperoleh atas suatu penemuan tertentu yang memberikan
peneunya manfaat tertentu untuk kurun waktu tertentu dan dapat diperpanjang. Penemuan
tersebut bisa berupa suatu produk, formula, system, dan sebagainya.

3. Merek Dagang (Trade Mark)


Merek dagang (trade mark—TM) adalah hak yang diperoleh atas suatu merek komersial
tertentu. Hak ini bisa berupa logo, tulisan, bentuk, simbol, atau kombinasinya, yang mewakili
suatu organisasi/perusahaan tertentu.

4. Hak Penggandaan (Copyright)


Copyright adalah hak yang berikan atas suatu penulisan, baik itu berupa karya ilmiah, puisi,
novel, maupun lirik lagu, notasi lagu/irama tertentu, skrip drama atau skenario film. Copyright
meliputi hak untuk memperbanyak dan mengedarkannya.

5. Hak Waralaba (Franchise)


Hak waralaba adalah hak bagi franchisee untuk membuka usaha tertentu yang sama dengan
usaha pemberi hak waralaba (franchisor), atau memasarkan produknya, sekaligus mengikuti
pola usaha, cara pengelolaan, penggunaan logo maupun penggunaan alat usaha tertentu
yang aslinya dimiliki oleh franchisor.

6. Goodwill adalah salah satu aset tidak berwujud yang timbul dari transaksi pembelian entitas
lain dan tidak boleh diakui jika dihasilkan secara internal.
Contoh:
PT A membeli PT B dengan aset bersih (aset -/- liabilitas = ekuitas) yang dinilai pada harga
pasar wajar sebesar Rp100 juta. Tapi PT A bersedia membayar Rp125 juta karena
menganggap selain aset bersih tersebut, PT B memiliki aset nonfisik seperti reputasi yang
baik, formula rahasia, lokasi yang strategis, daftar pelanggan penting, dan sebagainya. Aset
ini tidak memiliki substansi fisik sehingga dianggap sebagai aset takberwujud. Selisih
pembayaran lebih Rp25 juta ini dicatat sebagai goodwill di pembukuan PT A.

Masa manfaat goodwill dianggap tidak terbatas sehingga tidak disusutkan. Namun nilai
goodwill dievaluasi secara berkala (minimal setahun sekali) dan perusahaan harus mencatat
kerugian penurunan nilai jika manfaat goodwill dianggap tidak sebesar nilai tercatatnya.

7. Aset takberwujud yang dihasilkan secara internal dikelompokkan dalam dua tahap: penelitian
dan pengembangan (research and development—R&D). Perusahaan tidak boleh
mengakui aset takberwujud yang timbul pada tahap penelitian sehingga pengeluaran yang
terjadi pada tahap penelitian harus diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Pengeluaran
yang timbul pada tahap pengembangan dapat diakui sebagai aset hanya jika memenuhi
kriteria yang ditentukan PSAK. Sedangkan menurut US-GAAP, seluruh pengeluaran R&D
harus dicatat sebagai beban di laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain dan tidak
boleh dicatat sebagai aset di laporan posisi keuangan.

SUMBER DAYA ALAM (NATURAL RESOURCES)

Materi Pelatihan WMI | Edisi 2018


12
Modul WMI | Analisis Laporan Keuangan Perusahaan

Untuk perusahaan-perusahaan yang termasuk ke dalam industri pertambangan, aset tetapnya


dapat berupa sumber daya alam yang tidak terbarukan, seperti area pertambangan emas, area
pertambangan minyak, dan sebagainya.

Harga perolehan untuk jenis aset ini tidak hanya berdasarkan harga beli atau harga pengakuan
pada saat itu melainkan ditambah dengan biaya eksplorasi dan biaya pengembangan. Sama
halnya dengan aset tetap dari perusahaan yang berada di industri yang lainnya, perusahaan yang
memiliki aset sumber daya alam juga mencatat beban penyusutan dengan istilah deplesi
(depletion).

PROPERTI INVESTASI
Menurut PSAK 13, properti investasi adalah tanah atau bangunan, yang dikuasai (oleh pemilik
atau penyewa (lessee) melalui sewa pembiayaan (finance lease) untuk menghasilkan rental atau
untuk mendapatkan kenaikan nilai (capital gain), atau untuk kedua-duanya, namun tidak untuk
digunakan dalam proses produksi barang/jasa dan tidak untuk dijual dalam kegiatan usaha
sehari-hari.

Pengukuran nilai aset Properti Investasi sesudah perolehan dapat menggunakan model biaya
atau model nilai wajar. Model biaya sama seperti model biaya pada aset tetap. Sedangkan
model nilai wajar berbeda dengan model revaluasi pada aset tetap. Model nilai wajar dalam
properti investasi harus diterapkan untuk seluruh properti investasi, bukan hanya untuk kelompok
tertentu. Perbedaan lainnya dengan model revaluasi adalah selisih yang timbul dari penyesuaian
ke nilai wajar langsung diakui di laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain biasa
(bukan OCI/ other comprehensive income) selain itu tidak dilakukan penghitungan beban
penyusutan. Entitas yang memilih metode nilai wajar untuk Properti Investasi biasanya akan
memiliki nilai aset yang tinggi di dalam laporan posisi keuangan (karena aset tidak disusutkan)
dan laba yang lebih tinggi (karena tidak ada beban penyusutan).

LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS (STATEMENT OF CHANGES IN EQUITY)


Menurut PSAK 1 (revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan, laporan perubahan ekuitas
berisi informasi:
1. Laba rugi bersih dari periode yang bersangkutan
2. Total laba komprehensif dengan penyajian terpisah untuk jumlah yang dialokasikan kepada
pemilik induk perusahaan dan kepentingan nonpengendali
3. Dampak dari setiap pengaruh penerapan mundur (retrospektif) atau penyajian kembali untuk
setiap komponen ekuitas.
4. Rekonsiliasi atas perubahan selama periode berjalan untuk setiap komponen ekuitas yang
dihasilkan dari laba/rugi setiap pos penghasilan komprehensif lain
5. Transaksi dengan pemilik seperti tambahan modal atau penarikan
6. Dividen yang diakui dan jumlah dividen per saham. Pos ini dapat juga disajikan di Catatan
atas Laporan Keuangan (CALK).

Contoh Laporan Perubahan Ekuitas terdapat bisa dilihat di laporan keuangan PT Timah, Tbk.
***

Materi Pelatihan WMI | Edisi 2018


13

Anda mungkin juga menyukai