Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa
dalam rangka mencapai tujuan bernegara, antara lain untuk menciptakan kesejahteraan
masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan untuk menjamin agar manfaat pembangunan tersebut
dapat diterima semua pihak adalah melalui upaya pemberdayaan potensi SDM daerah setempat,
yaitu melalui otonomi daerah.

Salah satu perwujudan pelaksanaan otonomi daerah adalah pelaksanaan desentralisasi,


dimana kepada daerah diserahkan urusan, tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dengan tetap berpedoman
pada peraturan perundang-undangan. Melalui desentralisasi diharapkan kemampuan pemerintah
daerah untuk manajemen pembangunan menjadi lebih lincah, akurat, dan tepat. Urusan
pemerintahan yang diserahkan atau didistribusikan kepada daerah tersebut disertai pula dengan
penyerahan atau transfer keuangan yang terwujud dalam hubungan keuangan antara pusat dan
daerah.

Untuk membangun basis yang kuat bagi demokrasi, partisipasi rakyat, keadilan, dan
pemerataan pembangunan sekaligus memperhatikan kebutuhan masyarakat lokal yang berbeda-
beda, pemerintah bersama lembaga legislative mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Unsur penting dalam
kedua undang-undang ini adalah bahwa penguasa daerah (gubernur, bupati, walikota) harus lebih
bertanggungjawab kepada rakyat di daerah. Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 daerah
diberikan otonomi yang seluas-luasnya untuk mengurus semua penyelenggaraan pemerintah
diluar kewenangan pemerintah pusat untuk membuat kebijakan daerah yang berhubungan
dengan peningkatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat, serta otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab. Nyata artinya, melaksanakan apa yang menjadi urusannya berdasarkan
kewenangan yang diberikan dan karakteristik dari suatu wilayah sedangkan bertanggung jawab
adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus sejalan dengan maksud dan tujuan
pemberian otonomi yaitu memajukan daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemberian
ADD merupakan wujud pemenuhan hak desa dalam rangka penyelenggaraan otonomi desa.
ADD bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
kabupaten diluar Dana Alokasi Khusus (DAK) setelah dikurangi belanja pegawai. Sasaran ADD
adalah seluruh desa yang ada dalam wilayah kabupaten setempat. Penggunaan ADD 30% untuk
mendukung penyelanggaraan pemerintahan desa dan penguatan peran kelembagaan masyarakat
desa, sedangkan 70% untuk mendukung program pemberdayaan masyarakat desa.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu ADD?


2. Bagaimanakah keadaaan insfrakstruktur di Indonesia?

1.3 Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui apa itu ADD.


2. Untuk mengetahui keadaaan insfrakstruktur di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian ADD

Alokasi Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) Kabupaten yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
desa untuk mendanai kebutuhan desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan serta pelayanan masyarakat. ADD merupakan perolehan bagian
keuangan desa dari kabupaten yang penyalurannya melalui Kas Desa. ADD adalah bagian dana
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten.

Adapun tujuan dari Alokasi Dana Desa (ADD) ini adalah untuk :

1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam melaksanakan pelayanan


pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan sesuai kewenangannya;

2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan,


dan pengendalian pembangunan secara partisipatif sesuai dengan potensi desa;

3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi


masyarakat desa;

4. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat desa. Pemerintah mengharapkan


kebijakan Alokasi Dana Desa ini dapat mendukung pelaksanaan pembangunan partisipatif
berbasis masyarakat dalam upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan sekaligus memelihara
kesinambungan pembangunan di tingkat desa. Dengan adanya Alokasi Dana Desa, desa
memiliki kepastian pendanaan sehingga pembangunan dapat terus dilaksanakan tanpa harus
terlalu lama menunggu datangnya dana bantuan dari pemerintah pusat.

b. Penetapan ADD

Alokasi Dana Desa (ADD) didasarkan pada ketetapan-ketetapan berikut ini:

a) Penetapan dan hasil perhitungan ADD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
b) Penetapan dan hasil perhitungan ADD dimaksud diberitahukan kepada desa selambat
lambatnya bulan Agustus setiap tahunnya.

c) Data variabel independen utama dan variabel independen tambahan selambat-lambatnya


dikirim oleh Tim Pendamping Tingkat Kecamatan kepada Tim Fasilitasi Kabupaten pada
bulan Maret untuk penghitungan ADD tahun berikutnya.

c. Penggunaan ADD

 Alokasi Dana Desa digunakan untuk hal-hal sebagai berikut:


1. Alokasi Dana Desa (ADD) yang digunakan untuk penyelenggaraan Pemerintah Desa
Sebesar 30% dari jumlah penerimaan Alokasi Dana Desa·
2. Alokasi Dana Desa (ADD) yang digunakan untuk pemberdayaan masyarakat Desa
sebesar 70.
 Alokasi Dana Desa (ADD) diarahkan untuk membiayai kegiatan meliputi :

1. Penyelenggaraan Pemerintahan Pemerintahan Desa Alokasi Dana Desa (ADD) yang


digunakan belanja aparatur dan operasional Desa yaitu untuk membiayai kegiatan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan prioritas sebagai berikut:

a) Peningkatan Sumber Daya Manusia Kepala Desa dan Perangkat Desa meliputi Pendidikan,
Pelatihan, Pembekalan, Studi Banding

b) Biaya operasional Tim Pelaksana Bidang Pemerintahan.

c) Biaya tunjangan Kepala Desa, Perangkat Desa, tunjangan dan operasional BPD, Honor
ketua RT dan RW serta penguatan kelembagaan RT / RW

d) Biaya perawatan kantor dan lingkungan Kantor Kepala Desa.

e) Biaya penyediaan data dan pembuatan pelaporan, pertanggungjawaban meliputi :

 Pembuatan/Perbaikan monografi, peta dan lain-lain data dinding.


 Penyusunan APBDes, LPPD dan LKPJ, pelaporan dan pertanggung jawaban penggunaan
Alokasi Dana Desa (ADD).
 Biaya lain-lain yang perlu dan mendesak, misalnya Penanganan keadaan darurat seperti
bencana alam, kebakaran dan sebagainya.
2. Pemberdayaan Masyarakat Alokasi Dana Desa (ADD) yang digunakan untuk membiayai
kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan prioritas kegiatan seperti:

a) Biaya Pemberdayaan Manusia dan Institusi. Penggunaanya meliputi:

 Pembinaan Keagamaan.
 Peningkatan kemampuan Pengelola Lembaga Usaha Milik Desa (BUMDES, LPMD, dsb)
dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat.
 Pelayanan kesehatan masyarakat terutama pada penanganan Gizi Balita melalui
POSYANDU
 Menunjang kegiatan 10 Progaram Pokok PKK, Kesatuan Gerak PKK dan UP2K- PKK.
 Menunjang kegiatan Anak dan Remaja antara lain pengadaan sarana TPK,TK, sarana
Olahraga, Karangtaruna dll.
 Biaya Musrenbang dan serap aspirasi tingkat dusun / lingkungan Peningkatan keamanan
dan ketentraman Desa.

b) Biaya Pemberdayaan Lingkungan. Penggunaanya meliputi:

 Pembangunan/biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil atau saran


perekonomian Desa seperti pembuatan jalan, talud/irigasi, jembatan, los pasar,
lumbung pangan dll.
 Untuk penghijauan / tanaman hortikultura.

c) Biaya Pemberdayaan usaha/ ekonomi. Penggunaanya meliputi:

 Pengembangan lembaga simpan pinjam melalui modal usaha dalam bentuk


BUMDes, UED-SP, LKPMD, Badan Perkreditan Desa dan lembaga lainnya.
 Pengembangan usaha mikro dan usaha kecil masyarakat antara lain melalui
penambahan modal usaha serta budidaya pemasaran produk.
 Biaya untuk pengadaan Pangan.

d. Pengelolahan ADD
Untuk menimalisir bahkan mencegah terjadinya penyalahgunaan Alokas Dana Desa ini maka
pemerintah kabupaten menetapkan pengaturan dan pengelolaan yang harus ditaati oleh setiap
pengelola ADD di setiap desa yang adalah sebagai berikut:

1. Pengelolaan ADD dilakukan oleh Kepala Desa yang dituangkan kedalam


Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
2. Pengelolaan Keuangan ADD merupakan bagian tidak terpisahkan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa beserta lampirannya.
3. Seluruh kegiatan yang didanai oleh ADD harus direncanakan.
4. ADD dilaksanakan dengan menggunakan prinsip efisien dan efektif, terarah,
terkendali serta akuntabel dan bertanggung jawab.
5. Bupati melakukan pembinaan pengelolaan keuangan desa.
6. ADD merupakan salah satu sumber pendapatan desa.
7. Pengelolaan Alokasi Dana Desa dilakukan oleh Pemerintah Desa yang dibantu
oleh lembaga kemasyarakatan di desa.

B. Keadaan Infrastruktur di Indonesia

Sebagai negara berkembang, pembangunan infrastruktur di Indonesia menjadi salah satu


hal yang penting dan fundamental. Hal ini dikarenakan infrastruktur yang baik tentu akan
berdampak pada kesejahteraan masyarakat serta perekonomian nasional. Infrastruktur seperti
jalan, listrik, sumber daya air, transportasi dan kesehatan serta pemukiman perlu dikelola dengan
baik oleh negara.
Melalui pembangunan infrastruktur diharapkan pertumbuhan ekonomi dan sosial yang
berkeadilan dapat dicapai dan daya saing ekonomi nasional secara global dapat ditingkatkan yang
tentunya akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Perkembangan infrastruktur yang diharapkan selalu berkembang lebih baik, tapi faktanya
bertahun-tahun saat ini perkembangan infrastruktur di Indonesia malah sangat mencemaskan.
Pembangunan infrastruktur dirasakan tidak merata diseluruh wilayah Indonesia. Dapat dilihat
terdapat ketimpangan dalam pembangunan infrastruktur antara Kawasan Barat Indonesia (KBI)
dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI), secara umum diketahui bahwa infrastruktur di Pulau
Jawa lebih maju jika dibandingkan dengan infrastruktur di luar Pulau Jawa. Misalnya, panjang
jalan di Indonesia hampir mencapai hampir sepertiganya berada di Pulai Jawa, 80% kapasitas
listrik nasional berada di sistem Jawa-Madura-Bali (JAMALI). Demikian pula sambungan telepon
dan kapasitas air bersih yang lebih dari setengahnya berada di Pulau Jawa-Bali. Ketimpangan
dapat dilihat dari besarnya investasi yang berada di Pulau Jawa, padahal luasnya hanya mencakup
7% dari seluruh wilayah Indonesia. Pulau Jawa merupakan penyumbang PDB terbesar Indonesia
menghasilkan lebih dari 60% total output Indonesia (BPS, 2007).
Dapat dilihat keadaan infrastruktur di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Infrastruktur Jalan
Jalan merupakan infrastruktur yang sangat dibutuhkan bagi transportasi darat. Fungsi jalan
adalah sebagai penghubung suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Jalan merupakan infrastruktur
penting untuk memperlancar distribusi barang dan faktor produksi antar daerah serta
meningkatkan mobilitas penduduk. Secara umum kondisi infrastruktur jalan di Indonesia masih
sangat lamban dibandingkan dengan di negara-negara tetangga lainnya (ISEI,2005). Pembangunan
jalan tol di Indonesia telah dimulai sejak 26 tahun lalu, namun total panjang jalan tol yang telah
dibangun saat ini hanya 570 kilometer (km). Selain itu panjang jaringan non-tol di Indonesia telah
mencapai 310.029 km.
Penyebaran pembangunan jaringan jalan juga tidak merata, cenderung terpusat di Pulau
Jawa dan Sumatra. Walupun pembangunan jalan terus dilakukan, namun selama ini pembangunan
tersebut terfokus pada Kawasan Indonesia Barat. Hal ini terlihat dari total panjang jalan yang
dibangun di Sumatra dan Jawa mencapai lebih dari 60% dari total panjang jalan secara
keseluruhan.
Selain masalah pembangunan jalan, pemeliharaan jalan yang sudah ada merupakan hal
penting. Kurangnya pemeliharaan mengakibatkan kondisi jalan mengakibatkan kondisi jalan
mudah rusak. Data dari Kementerian Pekerjaan Umum menyebutkan, saat ini secara keseluruhan
kondisi jalan rusak di Indonesia mencapai 3.800 kilometer atau 10 persen jika dibandingkan
dengan total panjang jalan nasional yang mencapai 38.500 kilometer. Hampir setiap wilayah di
Indonesia, tidak terlepas dari persoalan jalan rusak. Tingkat kerusakan jalan terparah ada di
wilayah III atau di Indonesia Timur. Sekitar 17,72 persen dari total panjang jalan di wilayah
tersebut dinyatakan rusak. Pemandangan dan kondisi serupa juga terjadi di wilayah I sepanjang
Aceh hingga Lampung. Sekitar 11,84 persen dari total panjang jalan di wilayah ini, dinyatakan
rusak. Sedangkan wilayah II yang meliputi Jawa, Kalimantan, dan Nusa Tenggara, tingkat
kerusakannya mencapai 7,97 persen dari total panjang jalan yang ada.
Kerusakan jalan tidak hanya dinikmati warga di wilayah-wilayah tersebut. Warga di
ibukota dan sekitarnya juga harus menerima kondisi jalan yang tidak sesuai harapan. Dari total
panjang jalan nasional di Jabodetabek yang mencapai 420 kilometer, 15 kilometer dinyatakan
dalam kondisi rusak. Pemerintah mengklaim kondisi jalan yang rusak ringan 0,8 persen dari
keseluruhan jalan nasional. Sedangkan kondisi jalan yang masuk kategori rusak berat sebesar 9,2
persen dari panjang jalan nasional keseluruhan 38.500 kilometer.
Dapat dikatakan secara umum, keadaan infrastruktur jalan di Indonesia masih kurang
mendukung untuk menarik investasi, baik dari segi panjang jalan maupun keadaan jalan.

b. Infrastruktur Listrik
Energi listrik adalah salah satumber energi vital yang diperlukan sebagai sarana pendukung
produksi atau kehidupan sehari-hari, tenaga listrik memegang peranan penting dalam upaya
mendukung pembangunan nasional. Dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun konsumsi listrik di
Indonesia terus meningkat, baik dari jumlah pelanggan rumah tangga, kelompok usaha maupun
lainnya. Namun peningkatan konsumsi seharusnya didukung oleh penambahan kapasitas produksi
listrik dari pembangunan pembangkit-pembangkit listrik baru. Sehingga pemadaman akibat
kekurangan pasokan listrik dapat dikurangi. Hal tersebut mulai dirasakan di beebagai daerah di
luar Pulau Jawa yang sering mengalami pemadaman total (black out), contohnya di Sumatra Barat,
Riau, Sumatra Selatan dan Lampung. Di Pulau Jawa sendiripun masih sering terjadinya
pemadaman listrik secara bergilir.
Menurut Outlook Energi Nasional 2011, konsumsi energi Indonesia meningkat dari 709,1
juta SBM (Setara Barel Minyak/BOE) ke 865,4 juta SBM. Atau meningkat rata-rata sebesar 2,2
% pertahun. Konsumsi energi ini sampai akhir tahun 2011, terbesar masih dikuasai oleh sektor
industri, dan diikuti oleh sektor rumah tangga, dan sektor transportasi. Sepanjang tahun 2013,
konsumsi listrik di Indonesia sebesar 188 terrawatt-hour atau TWh (rumah tangga 41 persen,
industri 34 persen, komersial 19 persen, dan publik 6 persen), sedangkan kapasitas daya terpasang
pembangkit listrik hanya mencapai 47.128 MW.
Realisasi pertumbuhan kebutuhan listrik pada tahun 2013 mencapai 7,8 persen, dan
direncanakan pada tahun 2014 ini akan menambah kapasitas daya pembangkit sebesar 3.605 MW
atau meningkat 7,6 persen dibandingkan tahun 2013, sehingga total kapasitas terpasang pada akhir
tahun menjadi 50.733 MW. Tambahan daya pembangkit pada 2014 tersebut berasal dari proyek
percepatan 10.000 MW tahap I dan II. Indonesia mencapai 80,51 persen atau meningkat sebesar
76,56 persen dibandingkan bawah 50 persen adalah provinsi Papua (36,41 persen), dan provinsi
yang rasionya masih di bawah 70 persen antara lain NTT (54,77 persen), Sulawesi Tenggara (62,51
persen), NTB (64,43 persen), Kalimantan Tengah (66,21 persen), Sulawesi Barat (67,6 persen),
Gorontalo (67,81 persen), dan Kepulauan Riau (69,66 persen).
Kondisi infrastruktur kelistrikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Kapasitas
pembangkit yang dimiliki sebesar 35,33 GW (gigawatt) untuk memenuhi kebutuhan sejumlah 237
juta jiwa. Kapasitas tersebut jauh di bawah kemampuan produksi listrik Singapura dan Malaysia.
Kapasitas pembangkit di Singapura mampu memproduksi listrik sebesar 10,49 GW untuk
memenuhi kebutuhan 5,3 juta penduduk. Sementara kapasitas pembangkit Malaysia sebesar 28,4
GW untuk kebutuhan 29 juta penduduk.
Walaupun terjadi perkembangan infrastruktur kelistrikan, namun listrik di Indonesia di
rasakan masih jauh dari mencukupi. Akses terhadap listrik masih sulit. Saat ini sekitar 60 juta
masyarakat Indonesia masih belum mendapatkan akses listrik. Pasalnya pengadaan infrastruktur
listrik masih belum merata khsusnya diwilayah terluar dan pedalaman. Hal ini diakibatkan karena
dana yang dibutuhkan cukup besar untuk menyambung ke PLN, belum lagi pembangkitnya ada
tapi transmisinya tidak ada, sehingga membutuhkan dana yang cukup besar.

c. Infrastruktur Air Bersih


Air bersih merupakan salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik dan biasa
dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya air dimana ketersediaan air
mencapai 15.500 meter kubik per kapita per tahun, masih jauh di atas ketersediaan air rata-rata di
dunia yang hanya 8.000 kubik per tahun. Meskipun begitu, Indonesia masih saja mengalami
kelangkaan air bersih. Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki akses terhadap air bersih.
Mewakili hampir 6% dari sumber daya air dunia, secara statistik Indonesia tidak termasuk
negara dengan kelangkaan air. Namun, kini sebagian besar wilayah seperti pulau Jawa, Bali,
Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur mengalami defisit air bersih karena pengelolaan sumber daya
air yang kurang maksimal dan diperparah dengan populasi penduduk yang terus meningkat. Baru
29% masyarakat yang dapat mengakses air bersih melalui perpipaan. Angka ini masih jauh dari
target pemerintah untuk tahun 2019, yaitu 60%. Sejak tahun 1970-2013, telah terjadi penurunan
permukaan air tanah yang mencapai 80%. Hal ini menjadi salah satu faktor yang menyulitkan
masyarakat dalam memperoleh air bersih.
Pulau Jawa merupakan pulau dengan defisit kebutuhan air bersih terbesar, yaitu -134.102
juta m3 setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan besarnya kebutuhan air bersih penduduk yang
melebihi ketersediaan air bersih yang ada.Untuk status air permukaan, kondisi sungai yang ada di
beberapa wilayah di Indonesia sudah jauh di atas ambang batas layak yang disyaratkan sebagai
sumber air baku. Di tahun 2010, disebutkan bahwa tingkat kekeruhan air telah melampaui batas
1.000 NTU (Nephelometric Turbidity Unit).
Merujuk pada program Millenium Development Goals (MDG) 2015, target yang
seharusnya dicapai pemerintah baik untuk sanitasi dan air minum yang layak adalah sebesar 62,41
persen, namun dari fakta yang ada baru 57,35 persen penduduk yang mendapatkan akses terhadap
sanitasi dan air minum yang layak.
d. Infrastruktur Transportasi
Transportasi sangat penting peranannya terutama dalam meningkatkan keterjangkauan/
aksesibilitas suatu wilayah. Dengan adanya transportasi akan memudahkan suatu wilayah dalam
menjalankan aktivitas sehari-hari. Pembangunan transportasi Indonesia saat ini terfokus pada
pembangunan di darat. Hal itu wajar karena kondisi jalan di darat pun tergolong cukup
memprihatinkan. Indonesia mempunyai panjang jalan 300.000 km tetapi kondisi jalan yang layak
hanya 60% saja, sedangkan yang lain dalam kondisi rusak ringan dan berat (Susantono, 2004).
Masalah tersebut bukan menjadi suatu alasan bagi pemerintah untuk memfokuskan pembangunan
transportasi di darat saja karena wilayah Indoensia sebagian besar adalah wilayah lautan.
Juga banyaknya kecelakaan yang terjadi di Indonesia pada dua tahun terakhir ini
menunjukkan bahwa masalah transportasi adalah suatu masalah yang serius. Transportasi
berhubungan erat dengan manusia dan masyarakat sebagai pengguna jasa dan konsumen.
Merupakan suatu hal yang sangat ironis ketika alat transportasi yang layak telah menjadi suatu
kebutuhan primer bagi penggunanya akan tetapi, pada kenyataannya alat transportasi yang layak
tidak tersedia di masyarakat. Saat ini transportasi yang layak dan efektif sudah menjadi bagian
yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan orang untuk berpindah tempat dan
memindahkan barang secara cepat dari satu lokasi ke lokasi yang lain membutuhkan alat
transportasi yang sesuai dengan kebutuhan. Saat ini alat transportasi yang dipakai tidak hanya
dituntut untuk dapat mengantarkan orang maupun barang dengan cepat akan tetapi juga menuntut
kenyamanan, keamanan dan kelayakan dari transportasi itu sendiri.
Kecelakaan beruntun yang terjadi pada transportasi darat, laut maupun udara terlihat
seperti tidak memberikan pilihan kepada penggunanya akan sebuah transportasi yang layak,
nyaman dan aman. Indonesia sudah dipertanyakan kelayakan transportasinya oleh dunia. Bahkan
terdapat sebuah larangan terbang bagi maskapai Indonesia yang dikeluarkan oleh Uni Eropa
merupakan suatu pukulan berat bagi Indonesia. Tidak hanya menyatakan bahwa maskapai dan alat
transportasi di Indonesia tidak layak digunakan, larangan tersebut juga secara tidak langsung
merusak nama baik Indonesia sendiri.
Terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan jumlah kendaraan dengan pertumbuhan
prasarana jalan akibat tuntutan terhadap kebutuhan angkutan baik itu angkutan pribadi, semi
pribadi, dan terutama angkutan umum jauh lebih besar daripada penyediaan prasarana jalan. Hal
inilah yang akhirnya menimbulkan berbagai permasalahan kota, dan kondisi ini hanya dapat diatasi
dengan optimalisasi penggunaan angkutan umum.
Kondisi angkutan umum di Indonesia, terutama di pada kota-kota besar di Indonesia,
memiliki tingkat pelayanan yang buruk. Hal ini tercermin dari terdapatnya ketidakamanan dan
ketidaknyamanan penumpang ketika menggunakan angkutan umum akibat angkutan umum yang
melebihi muatan, pengemudi yang ugal-ugalan, rawannya tindakan kriminal, dan banyak lagi
indikator lain mengenai keburukan pelayanan angkutan umum di Indonesia. Selain itu, angkutan
umum tidak lagi efektif dan efisien dalam penggunaannya dibandingkan angkutan pribadi seperti
banyaknya jumlah perpindahan angkutan untuk mencapai tujuan, frekuensi dan waktu tunggu
angkutan umum yang tidak terjadwal, serta jarak berjalan calon penumpang yang cukup besar
untuk mencapai angkutan umum, terutama pada kota-kota kecil dan daerah pedesaan. Kondisi
inilah yang pada akhirnya akan mendorong calon pengguna angkutan umum untuk menggunakan
angkutan pribadi dalam melakukan pergerakannya, yang kemudian menimbulkan peningkatan
pergerakan dengan angkutan pribadi serta menyebabkan munculnya berbagai permasalahan
transportasi kota seperti penumpukan moda transportasi pada jaringan jalan kota, pencemaran
suara dan udara, kecelakaan lalu lintas, dan permasalahan transportasi lainnya, sehingga
konsekuensinya adalah perlu diadakannya intervensi terhadap sistem angkutan umum dan sistem
transportasi kota.
Tanpa adanya suatu sistem transportasi yang layak dan aman, perpindahan orang maupun
barang akan menjadi suatu hal yang tidak mungkin dan sulit dilakukan. Sudah saatnya dilakukan
perbaikan dan pengkajian ulang atas sistem transportasi yang ada di Indonesia. Kasus–kasus
tersebut mampu menjadi kajian tersendiri didalam memperbaharui sistem transportasi publik di
masa mendatang.

e. Infrastruktur Kesehatan
Salah satu faktor dalam membangun sumberdaya manusia adalah kesehatan, kesehatan
merupakan dasar bagi produktivitas kerja. Dalam upaya mendukung peningkatan kesehatan
masyarakat maka dibutuhkan infrastruktur kesehatan yang memadai.
Kondisi infrastruktur di Indonesia dapat dilihat dari 746 Rumah Sakit Umum Pemerintah
Masih ada sekitar 126 Rumah Sakit yang tidak memiliki dokter spesialis penyakit dalam, 139
Rumah Sakit yang tidak memiliki dokter spesialis bedah, 167 Rumah Sakit yang tidak memiliki
dokter spesialis anak, serta 117 Rumah Sakit yang tidak memiliki dokter spesialis kandungan. Hal
ini seirama dengan jumlah dokter yang tersebar di 9005 puskesmas. Dari total puskesmas tersebut
hanya sekitar 7,4 persen yang memiliki tenaga medis (dokter gigi dan dokter umum). Itu baru dari
segi keterbatasan sumber daya tenaga kesehatan saja. Dari aspek infrastruktur fasilitas layanan
kesehatan lebih memprihatinkan lagi. Jumlah tempat tidur di 685 Rumah Sakit Umum Pemerintah
hanya berjumlah 101.039 buah, dimana dari jumlah tersebut, sebanyak 46.986 tempat tidur masuk
dalam kategori kelas III.
Jumlah yang sangat minim jika dibandingkan dengan Jumlah penduduk miskin di
Indonesia yang mencapai 28.594.600 Juta jiwa. Berarti ada 608 masyarakat miskin yang berebut
satu tempat tidur kelas III di RSU Pemerintah. Belum lagi jumlah unit perawatan intensif (ICU)
yang hanya berjumlah 4.231 tempat tidur dan banyak terpusat di Rumah Sakit Umum Perkotaan
(Tipe A dan B). Ironis padahal jumlah Rumah Sakit mayoritas masuk dalam kategori C dan D.
Sangat memprihatinkan. Keprihatinan itu diperparah oleh kondisi puskesmas yang serba terbatas.
Dari total sebanyak 9005 buah jumlah puskesmas, hanya sekitar 18,6 % atau 1.600-an
Puskesmas yang masuk dalam kategori PONED (Puskesmas PONED adalah Puskesmas Rawat
Inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan
terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas dan bayi baru lahir). Padahal Indonesia sedang gencar-
gencarnya menekan angka kematian Ibu dan Anak untuk mengejar target MDG’s 2015 mendatang.
Kondisi ini juga dipersulit dengan fakta bahwa hanya sekitar 6,4 % dari jumlah puskesmas yang
terdapat di daerah kepulauan, mengingat Indonesia adalah Negara kepualauan terbesar di dunia.
Dan yang lebih tragis adalah hanya sekitar 1,2 % dari 9005 Puskesmas yang terdapat di wilayah
perbatasan, wilayah yang sejatinya menentukan harkat dan martabat bangsa Indonesia.

https://caridokumen.com/download/makalah-alokasi-dana-desa-
_5a46745cb7d7bc7b7a0a4d53_pdf

http://ayurahma96.blogspot.com/2016/03/makalah-keterkaitan-pembangunan.html

Anda mungkin juga menyukai