Anda di halaman 1dari 29

SISTEM NEUROLOGI DAN SISTEM NEUROMUSKULAR

MAKALAH PATOFISIOLOGI

OLEH:
Bayu Astutik (1801009)
Gety Wulandari ( 1801016)
Hafiz Ardhi (1801017)
Maura Anisa (1801023)
Meldayanti (1801024)
Meilita Putri (1601108)
Nofrita Marli (1801028)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIV RIAU
PEKANBARU
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNYA sehingga


makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 8 September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................... i

Daftar Isi ....................................................................................................................... ii

BAB I Pendahuluan .................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 2

1.3 Tujuan Makalah ...................................................................................................... 2

BAB II Pembahasan ................................................................................................... 3

2.2 Sistem Neurologi dan Sel Saraf............................................................................. 3

2.3 Prinsip Penghantaran Impuls............................................................... ................... 3

2.3 Sistem Neuromuskular........................................................................................... 6

2.4 Klasifikasi Gangguan Neuromuskular ................................................................... 9

2.5 Gangguan/Penyakit yang Terjadi Pada Sistem Neuromuskular dan Sel Saraf .....10

BAB III Penutup.........................................................................................................25

3.1 Kesimpulan.............................................................................................................25

3.2 Saran…....................................................................................................................25

Daftar Pustaka ............................................................................................................. 26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tubuh manusia merupakan satu kesatuan dari berbagai sistem organ.

Suatu sistem organ terdiri dari berbagai organ tubuh atau alat-alat tubuh. Dalam

melaksanakan kegiatan fisiologisnya diperlukan adanya hubungan atau kerjasama

antara alat-alat tubuh yang satu dengan yang lainnya. Agar kegiatan sistem-sistem

organ yang tersusun atas banyak alat itu berjalan dengan harmonis (serasi), maka

diperlukan adanya sistem pengendalian atau pengatur. Sistem pengendali itu

disebut sebagai sitsem koordinasi.

Tubuh manusia dikendalikan oleh sistem saraf, sistem indera, dan sistem

endokrin. Pengaruh sistem saraf yakni dapat mengambil sikap terhadap

adanya perubahan keadaan lingkungan yang merangsangnya. Semua

kegiatan tubuh manusia dikendalikan dan diatur oleh sistem saraf. Sebagai alat

pengendali dan pengatu rkegiatan alat-alat tubuh, susunan saraf mempunyai

kemampuan menerima rangsang dan mengirimkan pesan-pesan rangsang atau

impuls saraf ke pusat susunan saraf, dan selanjutnya memberikan tanggapan atau

reaksi terhadap rangsang tersebut. Impul ssaraf tersebut dibawa oleh serabut-

serabut saraf.

Neuromuskuler adalah dua system yang tidak dapat di pisahkan dalam kehidupan

sehari-hari, terutama dalam keadaan olahraga. Muskuler (perototan) dalam

fungsinya adalah mengerut / memendek/ kontraksi. Dalam pemendekan, otot di

rangsang (dikontrol) oleh system saraf sehingga otot terkontrol kekuatan, akurasi,

1
dan powernya. Hal ini di sebabkan semakin besar berkehendak, semakin kuat dan

cepat kontraksinya sehingga tidak mungkin otot menampilkan kerjanya dengan

baik tanpa sumbangan dari saraf.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi neurologi dan sel saraf?

2. Bagaimana prinsip penghantar impuls?

3. Apa itu sistem neuromuskular?

4. Apa saja klasifikasi gangguan pada sistem neuromuskular?

5. Apa saja gangguan atau penyakit yang terjadi pada sistem neuromuskular?

1.3 Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui defenisi sistem neurologi dan sel saraf

2. Untuk mengetahui prinsip penghantar impuls

3. Untuk mengetahui apa itu sistem neuromuskular

4. Untuk mengetahui klasifikasi gangguan pada sistem neuromuskular

5. Untuk mengetahui gangguan atau penyakit yang terjadi pada sistem

neuromuskular

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Neurologi dan Sel Saraf

Neurologi berasal dari bahasa yunani yaitu Neuro yang berarti syaraf dan

Logi yaitu Logos yang berarti ilmu. Jadi dapat dikatakan neurologi adalah ilmu

yang mempelajari tentang syaraf baik itu syaraf pusat maupun syaraf perifer dan

berbagai kelainan yang terjadi.

Sel saraf atau neuron merupakan satuan kerja utama dari sistem saraf

yang berfungsi menghantarkan impuls listrik yang terbentuk akibat adanya suatu

stimulus (rangsang). Jutaan sel saraf ini membentuk suatu sistem saraf.

2.2 Prinsip Penghantaran Impuls

2.2.1 Penghantaran Impuls Melalui Membran

Penghantaran impuls melalui cara ini terjadi karena adanya perbedaan

muatan listrik antara bagian luar dan bagian dalam membran serabut

sarafbermuatan listrik positif. Sementara itu, bagian dalam membran serabut

bermuatan listrik negatif. Keadaan tersebut dinamakan polarisasi.

Ketika menerima rangsang berupa impuls, permukaan luar membran serabut

saraf bermuatan negatif dan permukaan dalamnya bermuatanpositif. Keadaan ini

disebut depolarisasi. Selanjutnya akan terjadi alliran listrik dari daerah bermuatan

listrik negatif ke daerah bermuatan listrik positif. Impuls kemudian diteruskan ke

neuron dan akhirnya menuju sumsum tulang belakang dan otak. Pesan kemudian

diolah oleh otak dan sumsum tulang belakang sehingga timbul tanggapan atau

respons. Respons diubah menjadi impuls dan diteruskan ke neuron motorik

hingga ke efektor.

3
Gambar 1. Penghantaran Impuls Melalui Membran

2.2.2 Penghantaran Impuls Melalui Sinapsis

Gambar 2. Penghantaran Impuls Melui Sinapsis

Sinaps adalah sambungan antara neuron yang satu dengan neuron yang lain.

Pada saat impuls melintasi sinaps, impuls dapat terus di jalarkan atau

dihambat.Pada sinaps terdapat celah yang dikenal dengan nama celah sinaps yang

lebarnya kurang lebih 200 Å (Angstrom).Neuron yang terletak sebelum sinaps

4
disebut neuron prasinaps (Presynaptic neuron), sedangkan neuron yang terletak

setelah sinaps disebut neuron pasca sinaps (Postsynaptic neuron).

Jika impuls telah sampai di membran prasinapsis, vesikel-vesikal akan

menuju membran prasinapsis karena pengaruh Ca2+ yang masuk ke bonggol

sinapsis. Selanjutnya, vesikel-vesikel tersebut akan melepaskan zat

neurotransmiter. Zat ini berfungsi menghantarkan impuls ke ujung dendrit neuron

berikutnya. Ada beberapa macam neurotransmiter, yaitu asetilkolin (terdapat pada

sinapsis di seluruh tubuh), noradrenalin (yang terdapat pada saraf simpatetik) dan

serotonin (yang terdapat pada saraf pusat dan otak). Neurotransmiter menerima

impuls dan akan berdifusi melewati celah sinapsis. Selanjutnya, neurotransmiter

akan berikatan dengan protein khusus atau reseptor yang berada di membran

pascasinapsis. Ikatan antara neurotransmiter dengan reseptor ini mengakibatkan

impuls dapat diteruskan ke saraf lainya.

Berdasarkan tempatnya sinaps dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

a. Sinaps aksosomatik, yaitu sinaps yang terletak di antara akson dari satu

neuron dengan badan sel dari neuron lain.

b. Sinaps aksodendritik, yaitu sinaps yang terletak di antara akson dari

neuron yang satu dengan dendrit dari neuron lain.

c. Sinaps aksoaksonik, yaiyu sinaps yang terletak di antara ujung akson dari

neuron yang satu dengan akson neuron lain.

Tubuh kita dapat melakukan gerakan karena adanya hantaran impuls oleh sel-

sel saraf. Ada 2 macam gerak, yaitu:

a. Gerak Biasa

5
Gerak yang disadari, contoh: melangkahkan kaki menuju suatu tempat.

Urutan perjalanan impuls secara skematis sebagai berikut:

Rangsangan Reseptor Neuron


Sensorik

Efektor

Efektor Neuron Otak


Motorik
Neuron
Motorik
Efektor
b. Gerak Refleks

Gerak yang tidak disadari. Hantaran impuls pada gerak ini tidak melalui
Efektor

pengolahan oleh pusat saraf. Neoron hanya berperan sebagai konektor.

eseptor
Contoh gerak refleks melalui neuron konektor otak: pupil mata mengecil

saat terkena cahaya terang. Contoh gerak refleks melalui neuron konektor

medula spinalis: kaki terangkat saat lutut dipukul.

Urutan perjalanan impuls secara skematis sebagai berikut:

Rangsangan Reseptor Neuron


Sensorik

Efektor
Konektor
Efektor Neuron
(Otak/Medula
Motorik
Neuron Spinalis)
Motorik
2.3 Sistem Neuromuskular
Efektor
Neuromuskuler adalah dua sistem yang tidak dapat di pisahkan dalam
Efektor
kehidupan sehari-hari, terutama dalam keadaan olahraga. Muskuler (perototan)

dalam fungsinya adalah mengerut /memendek/kontraksi.


eseptor Dalam pemendekan, otot

di rangsang (dikontrol) oleh system neoru/saraf sehingga otot terkontrol

6
kekuatan,akurasi, dan power –nya. Hal ini di sebabkan semakin besar

berkehendak semakin kuat dan cepat kontraksinya sehingga tidak mungkin otot

menampilkan kerjanya dengan baik tanpa sumbangan dari saraf.dalam bahasa

Indonesia

Neoro = saraf dalam Bahasa Indonesia berfungsi menerima sensor

(penerima rangsaan) dan muskeler adalah otot sebuah jaringan dalam tubuh

dengan kontraksi sebagai tugas utama. Otot diklasifikasikan menjadi tiga jenis

yaitu otot lurik, otot polos dan otot jantung. Otot menyebabkan pergerakan suatu

organisme maupun pergerakan dari organ dalam organisme tersebut.

2.3.1 Jaringan Otot

Jaringan otot adalah sekumpulan sel-sel otot, yang terdiri dari sel-sel otot

yang bentuknya panjang dan ramping, tiap otot mempunyai serabut otot dan

serabut otot ini dikumpulkan menjadi sebuah alat tubuh yang disebut otot (daging)

Jaringan otot dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

a. Jaringan otot polos

Jaringan otot polos berbentuk kumparan, yaitu ujungnya meruncing dengan

bagian tengahnya membesar dan mempunyai satu inti sel. Jaringan otot polos ini

mempunyai serabut-serabut (fibril) yang homogen sehingga bila diamati di bawah

mikroskop tampak polos atau tidak bergaris – garis. Otot polos berkontraksi

secara reflex dan di bawah pengaruh saraf otonom. Kerja otot polos tidak

dipengaruhi oleh kehendak kita, maka otot ini disebut otot tak sadar.

b. Jaringan otot lurik/otot rangka

Nama lain dari otot lurik ini adalah jaringan otot rangka karena sebagian besar

jenis otot ini melekat pada kerangka tubule. Kontraksinya menurut kehendak kita

7
dan di bawah pengaruh saraf sadar. Dinamakan otot lurik karena bila dilihat di

bawah mikroskop tampak adanya garis gelap dan terang berselang – selang

melintang di sepanjang serabut otot.. Fungsi otot lurik ini adalah untuk

menggerakkan tulang dan melindungi kerangka dari benturan keras.

c. Jaringan otot jantung

Jaringan otot ini hanya terdapat pada lapisan tengah dinding jantung. Terdiri

dari serabut otot yang bercabang - cabang dan berinti banyak. Strukturnya

menyerupai otot lurik, meskipun begitu kontraksi otot jantung secara refleks serta

reaksi terhadap rangsang lambat. Kerja otot jantung kontraksinya dipengaruhi

oleh saraf tidak sadar. Fungsi otot jantung ini adalah untuk memompa darah ke

luar jantung

2.3.2 Serabut Otot

Pada prinsipnya penelitian membedakan 2 tipe serabut otot, yakni serabut

otot merah dan serabut otot putih. Serabut otot dengan isi myoglobin yang lebih

banyak berwarna merah penting untuk mendapatkan energi aerob atau biasa

disebut kedut lambat. Sedangkan otot yang kandungan ATP nya lebih banyak

warnanya putih (pucat), syarat penting untuk mendapatkan energi anaerob atau

kedut cepat. Serabut otot merah yang lambat itu penting untuk penyediaan energi

aerob (karena kandungan myoglobin yang tinggi), sehingga merupakan

persyaratan penting untuk kerja yang harus dilakukan untuk waktu lama. Dan

serabut otot putih merupakan syarat optimal untuk penyediaan energi anaerob

(penyediaan energi anaerob terjadi dengan kecepatan yang berbeda-beda,

walaupun juga tergantung dari bawaan/bakat.

2.3.3 Neuromuscular Junction

8
Neuromuscular Junction (NMJ) atau endplate adalah sinaps yang spesial

dimana saraf motorik presinaptik bertemu dengan membran postsinaptik dari otot

rangka (motor endplate). Susunan, diferensiasi dan fungsi NMJ memerlukan

interaksi tepat antara saraf dan sel otot. Kegagalan dari interaksi ini akan

menyebabkan gangguan yang luas terhadap aktivitas neuromuskular.

Perlu di ingat pada saat periode awal setelah lahir, serat otot menerima

beberapa inervasi. Hal ini telah dibuktikan pada tikus, 2 hari setelah lahir 75%

serat otot menerima beberapa inervasi (>95% menerima 2 axon). Namun transisi

dari beberapa inervasi menjadi satu inervasi yang diterima NMJ berlangsung

dalam beberapa hari. Cabang akhir dari saraf motor membentuk komplek saraf

terminal yang invaginate ke serat otot rangka dan berjalan di sekitar sarcolemma.

Masing-masing saraf motor yang menuju serat otot kehilangan lapisan myelin dan

membuat kontak dengan satu serat otot untuk membentuk NMJ. Saraf motor yang

tidak diselubungi myelin dan tidak berhubungan dengan serat otot dibatasi oleh

sel Schwann. Sel Schwann penting untuk perkembangan, pertahanan dan

perbaikan dari NMJ 1.

2.4 Klasifikasi Gangguan Neuromuskular

Beberapa penyakit utama yang mempengaruhi sistem neuromuskular

diklasifikasikan menjadi empat kelompok utama, termasuk:

a. Penyakit neuron motorik – untuk alasan yang tidak diketahui atau genetik,

neuron motorik bawah secara bertahap mati. Beberapa jenis penyakit neuron

motorik genetik (diwariskan) mencakup infantile progresif atrofi otot tulang

belakang, atrofi otot tulang belakang menengah, atrofi otot tulang belakang

remaja dan atrofi otot tulang belakang dewasa. Bentuk yang paling umum

9
dari penyakit neuron motorik, yang dikenal hanya sebagai penyakit neuron

motorik atau amyotrophic lateral sclerosis atau penyakit Lou Gehrig,

biasanya tidak diwariskan dan penyebabnya belum diketahui.

b. Neuropati – sistem saraf perifer (saraf selain yang di dalam sumsum tulang

belakang) yang terpengaruh. Beberapa penyakit yang berbeda dari saraf

perifer termasuk penyakit genetik penyakit Charcot-Marie-Tooth, diabetes

gangguan hormonal (jika tidak terkontrol), dan penyakit autoimun seperti

demielinasi neuropati inflamasi kronis (CIDP).

c. Gangguan sambungan neuromuskular – dalam penyakit ini, transmisi sinyal

untuk bergerak (kontraksi) otot tersumbat seperti mencoba untuk

menjembatani gap antara saraf dan otot. Yang paling umum dari penyakit ini

adalah myasthenia gravis, penyakit autoimun dimana sistem kekebalan tubuh

menghasilkan antibodi yang menempel pada sambungan neuromuskular dan

mencegah transmisi impuls saraf ke otot.

d. Miopati termasuk distrofi otot – berbagai jenis distrofi otot (pemborosan otot)

disebabkan oleh berbagai mutasi genetik yang mencegah pemeliharaan dan

perbaikan jaringan otot. Beberapa jenis termasuk distrofi otot Becker, distrofi

otot bawaan, distrofi otot Duchenne dan distrofi otot Facioscapulohumeral.

Penyakit lain dari otot (miopati) dapat disebabkan sebagai efek samping yang

jarang dari obat (misalnya, obat penurun kolesterol yang dikenal sebagai

statin), penyakit autoimun seperti polimiositis atau polymyalgia rheumatica

atau gangguan hormonal seperti hipotiroidisme.

2.5 Gangguan/Penyakit yang Terjadi Pada Sistem Neuromuskular dan Sel

Saraf

10
2.5.1 Chorea

Chorea berasal dari bahasa yunani yang berarti menari,pada korea gerak otot

berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik, dan kasar yang dapat melibatkan

satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Hal ini dengan khas terlihat

pada anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama bagian distal. Pada gerakan

ini tidak didapatkan gerakan yang harmonis antara otot-otot pergerakan, baik

antara otot yang sinergis maupun antagonis.

Dengan kata lain chorea adalah gerakan tak terkenali yang berupa sentakan

berskala besar dan berulang-ulang, seperti berdansa, yang dimulai pada salah satu

begian tubuh dan menjalar kebagian tubuh yang lainnya secara tiba-tiba dan tak

terduga.

Gerak chorea dapat dibuat nyata bila pasien disuruh melakukan dua macam

gerakan sekaligus, misalnya ia disuruh menaikkan lengannya keatas sambil

menjulurkan lidah. Gerakan chorea didapatkan dalam keadaan istirahat dan

menjadi lebih hebat bila ada aktivitas dan ketegangan. Chorea menghilang bila

penderitanya tidur.

a. Etiologi

Chorea bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan gejala yang bisa

terjadi pada beberapa penyakit yang berbeda. Seseorang yang mengalami chorea

memiliki kelainan pada ganglia basalisnya di otak. Tugas ganglia basalis adalah

memperhalus gerakan-gerakan yang kasar yang merupakan perintah dari otak.

Pada sebagian besar kasus terdapat neurotransmiter dopamin yang

berlebihan, sehingga mempengaruhi fungsinya yang normal. Keadaan ini bisa

diperburuk oleh obat-obat dan penyakit yang menyebabkan perubahan kadar

11
dopamin atau merubah kemampuan otak untuk mengenal dopamin. Penyakit yang

sering kali menyebabkan Chorea adalah penyakit huntington.

b. Patofisiologi

Fungsi ganglia basalis yaitu membentuk impuls yang bersifat dopaminergik

dan GABAergik dari substansia nigra dan korteks motoris yang berturut-turut

disalurkan sampai kepallidum didalam thalamus dan korteks motoris. Impuls ini

diatur dalam striatum melalui dua segmen yang paralel, jalur langsung dan tidak

langsung melalui medial pallidum dan lateral pallidum/ inti-inti subtalamikus.

Aktifitas inti subtalamikus mengendalikan pallidum medial untuk

menghambat impuls-impuls dari korteks, dengan demikian mempengaruhi

parkinsonisme. Kerusakan inti subtalamikus meningkatkan aktifitas motorik

melalui thalamus, sehingga timbul pergerakan involuntar yang abnormal seperti

distonia, korea, dan pergerakan tidak sadar. Contoh klasik kerusakan fungsi

penghambat inti subthalamicus adalah balismus.

Sindrom chorea yang paling sering dipelajari adalah chorea Huntington,

oleh karena itu patofisiologi dari penyakit Huntington berlaku pada chorea dan

akan menjadi focus diskusi dibawah ini.

 Mekanisme Dopaminergik

Pada chorea Huntington, komposisi dari striatal dopamine normal,

mengindikasikan bahwa kelainan utama yang mengancam jiwa, tetapi sudah

terkena penyakit, ukuran menengah, pada striatal saraf-saraf dopaminergik. Zat-

zat farmakologik yang dapat menurunkan kadar dopamine (seperti reserpine,

tetrabenazine) atau memblok reseptor dopamine (seperti obat-obat neuroleptik)

dapat menimbulkan chorea. Sejak obat-obatan yang menurunkan komposisi

12
dopamine striatal dapat menimbulkan chorea, meningkatkan jumlah dopamine

akan menambah buruk seperti pada chorea yang diinduksi levodopa yang terlihat

pada penyakit Parkinson.

 Mekanisme Kolinergik

Konsep dari mekanisme ini yaitu menyeimbangkan antara acetylcholine dan

dopamine yang merupakan hal penting bagi fungsi striatum yang normal

memberikan hal penting untuk memahami penyakit parkinson.Pada fase awal

penyakit parkinson obat-obat anti kolinergik digunakan umum, khususnya saat

tremor sebagai gejala predominan. Gejala-gejala parkinson lain seperti

bradikinesia dan rigiditas juga dapat terjadi.

Perkembangan korea pada pasien yang diberikan obat-obat kolinergik seperti

triheksipenidil merupakan pengamatan klinis yang umum. lebih lanjut obat

visostigmin intra vena (antikoliesterase sentral)dapat mengurangi korea untuk

sementara.dengan cara yng sama korea yang diinduksi antikolinergik dapat

menjadi lebih berat dengan pemberian visostigmin.

Dalam ganglia basalis pasien dengan penyakit huntington terjadi pengurangan

kolin asetil transferase, yaitu enzim yang mengkatalisator sintesis asetil kolin.

Berkurangnya reseptor kolinergik muskarinik juga telah ditemukan. Dua

pengamatan ini dapat menjelaskan bermacam-macam respon terhadap visostigmin

dan efek terbatas dari prekursor asetilkolin, seperti kolin dan lesitin.

 Mekanisme Serotonergik

Manipulasi dari sriatal serotonin dapat berperan dalam pembentukan dari

berbagai macam pergerakan abnormal. Penghambatan pengambilan kembali

13
serotonin seperti fluoksetin dapat menimbulkan parkinsonisme, akinesia,

mioklonus, atau tremor.

Peranan serotonin (5-hidroksi triptamin) dalam pergerakan korea kurang jelas.

Striatum mempunyai konsentrasi serotonin yang relatif tinggi. Penatalaksanaan

farmakologik tuuntuk merangsang atau menghambat reseptor serotonin pada

korea huntington tidak menunjukkan efek, mengindikasikan kontribusi terbatas

serotonin dalam patogenesis korea.

 Mekanisme GABAergik

Lesi yang paling konsisten pada korea huntington terlihat dengan hilangnya

saraf-saraf dalam ganglia basalis yang mensintesis dan mengandung GABA. Arti

dari semua ini tidak diketahui. Bermacam-macam tehnik farmakologi untuk

meningkatkan GABA didalam sistem saraf pusat telah dicoba, bagaimanapun

tidak ada manfaat yang diperoleh.

 Substansi P dan Somatostatin

Substansi P telah diketahui berkurang pada penyakit huntington, sementara itu

somatostatin meningkat. Arti dari semua ini belum diketahui.

2.5.2 Tremor

Tremor adalah gerakan yang tidak terkontrol dan tidak terkendali pada satu

atau lebih bagian tubuh Anda. Tremor biasanya terjadi karena bagian otak yang

mengontrol otot mengalami masalah. Tremor menyebabkan gemetar pada tubuh,

bagian yang paling sering terkena adalah tangan. Secara umum, tremor tidak

selalu menunjukkan adanya masalah kesehatan yang bermakna. Meski demikian,

dalam kasus tertentu tremor bisa mengindikasikan adanya masalah serius pada

tubuh seseorang.

14
Tremor ialah serentetan gerakan involunter, ritmis, berbentuk getaran, pada

satu atau lebih bagian tubuh. Gerakan ini timbul akibat berkontraksinya otot-otot

yang berlawanan secara bergantian atau irregular dengan frekuensi dan amplitudo

tetap dalam periode waktu yang lama. Tremor merupakan gangguan gerakan yang

paling sering ditemukan. Insiden dan prevalensinya meningkat sejalan

peningkatan usia. Lebih dari 4% pasien dengan usia diatas 65 tahun mengalami

gangguan gerak ini dimana 2/3 populasi diantaranya mengalami tremor

pergelangan tangan sehingga menyebabkan gangguan fungsional dan sosial dalam

kehidupan sehari-hari.

Secara umum, tremor dibagi atas tremor normal (fisiologis) dan abnormal

(patologik). Tremor fisiologis terjadi pada semua kelompok otot saat berkontraksi

dalam keadaan sadar dan dalam fase tidur pada tingkat tertentu. Getarannya tidak

dapat dilihat dengan mata, frekuensi antara 8-13 Hz. Tremor ini juga berhubungan

dengan kelelahan, ketakutan, emosi, kesadaran, rasa panas, rasa dingin, medikasi,

alkohol, dan penggunaan obatobatan. Tremor abnormal dapat diklasifikasikan

berdasarkan lokasi, frekuensi, amplitudo, ritmisitas, hubungan antara keadaan

istirahat dan pergerakan, etiologi, dan berdasarkan perubahan patologik. Tremor

bisa terjadi unilateral maupun bilateral.

Tremor paling sering didapatkan pada extremitas bagian distal jari-jari dan

tangan. Frekuensi tremor bisa lambat (3-5 Hz), sedang (5-8 Hz), atau cepat (9-12

Hz). Amplitudo tremor bisa kasar, sedang, atau halus. Tremor bisa konstan atau

intermiten dan bisa ritmis atau relatif nonritmis.3,5,6 Klasifikasi tremor

berdasarkan gambaran klinisnya: 2,6-9

15
a. Tremor istirahat (resting/static tremor): Tremor yang timbul pada bagian

tubuh yang ditopang melawan gravitasi dan tidak ada aktivitas otot volunter

(tidak ada kontraksi otot skelet). Amplitudo meningkat selama stress atau

dengan gerakan umum (berjalan), dan berkurang dengan gerakan menunjuk

sasaran (tes telunjuk-hidung). Tremor istirahat dapat ditemukan pada

parkinsonisme, alcohol withdrawal, tremor esensial, dan neurosifilis.6-9

b. Tremor aksi (action tremor): Merupakan tremor yang terjadi akibat kontraksi

otot volunter. Tremor aksi meliputi parkinsonisme, tremor esensial, penyakit

serebelar, tremor Holmes, tremor fisiologis, obat-obatan (kecuali yang

menyebabkan Parkinson). Tremor aksi dibagi atas:

1. Tremor postural: terjadi pada bagian tubuh yang mempertahankan posisi

melawan gravitasi.

2. Tremor kinetik: terjadi pada gerakan volunter. Tremor kinetik terbagi 3

yaitu :

 Tremor intensi: Merupakan tremor yang terjadi pada gerakan menunjuk

sasaran dengan amplitudo yang semakin meningkat saat gerakan

mendekati sasaran pada akhir gerakan.

 Task-spesific tremor: merupakan tremor kinetik yang muncul atau

dipicu oleh aktivitas tertentu yang membutuhkan ketrampilan, seperti

menulis, berbicara, memainkan musik instrumental (tremor okupasi).

 Tremor kinetik sederhana (simple kinetic tremor): Tremor yang

berhubungan dengan pergerakan ekstremitas, seperti gerakan pronasi-

supinasi atau fleksiekstensi pergelangan tangan.

16
3. Tremor isometrik: Tremor yang terjadi pada kontraksi otot volunter

melawan suatu tahanan konstan, seperti mendorong dinding, menekan

telapak tangan pemeriksa. Klasifikasi tremor dapat membantu dalam

menentukan penyebab, sindromsindrom tremor bervariasi. Walaupun

demikian pada pemeriksaan pasien dengan tremor perlu dipertimbangkan

aspek riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik neurologis.

Deskripsi tremor sebaiknya termasuk aspek-aspek:

a. Topografi tremor (kepala, dagu, rahang, pita suara, ekstremitas

atas/bawah, tubuh, dll)

b. Kondisi aktivasi tremor (istirahat, postur, gerakan tanpa sasaran tujuan,

gerakan menuju sasaran, pekerjaan khusus)

c. Frekuensi tremor. Tidak ada pemeriksaan laboratorium untuk menentukan

diagnosis pada beberapa penyebab tremor. Pemeriksaan fisik yang

seksama merupakan alat diagnostik yang paling baik.

Pemeriksaan neurologis yang seksama untuk mengevaluasi sistem saraf

motorik dan sensorik, sistem ekstrapiramidal, dan fungsi serebelum sangat

diperlukan untuk menentukan lokasi anatomis tremor, tipe tremor, dan tingkat

keparahan (skala 0-10). Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi

darah rutin, kimia darah, fungsi tiroid, fungsi hati, vitamin B12, kadar tembaga

dalam urin selama 24 jam dan ceruloplasmin serum. Oleh karena itu dibuat

algoritma untuk mengevaluasi tremor. Pemeriksaan cairan serebrospinal perlu

dilakukan untuk mendeteksi IgG oligoklonal jika dicurigai sklerosis multipel.

Rekaman elektromiografi (EMG) dapat digunakan untuk menilai frekuensi tremor

dan pola kontraksi antara otot-otot agonis dan antagonis. Pemeriksaan computed

17
tomography (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) dapat dilakukan

jika dicurigai adanya tremor intensi, tumor, stroke, sklerosis multipel. Pada

penyakit Parkinson, pemeriksaan Positron emission tomography (PET) dapat

dilakukan untuk menunjukkan pemendekan sinyal yang tinggi antara nukleus

rubra dan substansia nigra. Single photon emission computed tomography

(SPECT)-scan digunakan untuk membedakan tremor esensial dan tremor dominan

pada penyakit Parkinson.

Pengobatan pada beberapa jenis tremor sangat tergantung seberapa akurat

diagnosis penyebabnya. Karena sebagian tremor akan lenyap begitu kondisi yang

menyebabkannya bisa diatasi. Namun, sebagian besar kasus tremor tidak dapat

disembuhkan. Pada beberapa kasus tremor lainnya, obat-obatan mungkin akan

diresepkan oleh dokter untuk mengatasinya. Ada juga beberapa terapi seperti

suntik botoks, terapi fisik seperti pemberian beban pada pergelangan tangan, dan

terapi stimulasi otak yang bisa juga dijadikan pilihan untuk mengobati tremor.

2.5.3 Rigiditas

Katalepsi (rigiditas) merupakan kekakuan yang terjadi pada seluruh tubuh

atau sebagian anggota tubuh yang diakibatkan oleh adanya gangguan syaraf yang

mengontrol pergerakan. Katalepsi terjadi ketika seseorang tidak bisa mengontrol

sebagian fungsi ototnya. Katalepsi yang sering terjadi pada keadaan tidak sadar

antara lain berupa ketidakmampuan membuka mata, kemampuan

mempertahankan posisi bagian tubuh tertentu seperti tangan dan kaki yang sulit

dilakukan pada kesadaran normal (Anam, 2010).

Katalepsi merupakan salah satu gejala motorik yang ditunjukkan oleh

penderita penyakit Parkinson. Penyakit Parkinson adalah penyakit degenerasi

18
sistem motorik dan merupakan penyakit neurodegeneratif yang telah menyerang

sekitar 4 juta orang di seluruh dunia (Arulkumar & Sabesan, 2010). Penyakit

Parkinson disebabkan oleh rendahnya kadar dopamin dalam otak, sehingga

menyebabkan hubungan antar sel saraf dengan sel otot berkurang.

2.5.4 Myasthenia Gravis

Myasthenia gravis (MG) adalah gangguan neuromuskular yang

menyebabkan kelemahan pada otot rangka, yang merupakan otot yang digunakan

tubuh untuk gerakan. Ini terjadi ketika komunikasi antara sel-sel saraf dan otot

menjadi terganggu. Kerusakan ini mencegah kontraksi otot yang penting terjadi,

mengakibatkan kelemahan otot.

MG adalah gangguan neuromuskular yang disebabkan oleh masalah

autoimun. Gangguan autoimun terjadi ketika sistem kekebalan secara keliru

menyerang jaringan sehat. Dalam kondisi ini, antibodi, yaitu protein yang

biasanya menyerang benda asing yang berbahaya di dalam tubuh, menyerang

sambungan neuromuskular. Kerusakan pada membran neuromuskular mengurangi

efek zat neurotransmitter asetilkolin, yang merupakan zat penting untuk

komunikasi antara sel-sel saraf dan otot. Hal ini menyebabkan kelemahan otot.

Penyebab pasti reaksi autoimun ini hingga sekarang belum jelas, namun

protein virus atau bakteri tertentu dapat mendorong tubuh untuk menyerang

asetilkolin. Faktor resiko MG dapat terjadi pada orang di atas usia 40 tahun.

Wanita lebih mungkin didiagnosis sebagai orang dewasa muda, sedangkan pria

lebih mungkin didiagnosis pada usia 60 atau lebih.

19
a. Etiologi

Etiologi myasthenia gravis (MG) atau miastenia gravis adalah reaksi

autoimun yang umumnya bersifat idiopatik. MG adalah penyakit autoimun yang

paling dimengerti dibandingkan penyakit autoimun lainnya. Meskipun demikian,

faktor dan mekanisme autoimun yang menyebabkan MG masih belum diketahui

dengan pasti.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan MG adalah:

 Penyakit timus: timoma, hiperplasia timus

 Tumor ekstra timus: penyakit Hodgkin, kanker paru tipe small cell

 Hipertiroidisme

 Genetik: NF-kB, TNIP1, Anti-AChR antibodi, Antibodi MuSK

 Human Leukocyte Antigen (HLA)-A1, HLA-A3, HLA-B7, HLA-B8, HLA-

DRw3, HLA-DQw2

 Sensitisasi antigen asing yang cross-reactive dengan reseptor ACh nikotinik

Golongan Nama Obat

Antibiotik
Aminoglikosida, Ciprofloxacin, Clindamycin, Eritromisin,
Ampicillin, Nitrofurantoin
Antirematik Penicillamine

Antikolinergik Triheksilfenidil

Antiaritmia Quinidine, Prokainamid, Propafenone, Bretilium

20
Antihipertensi Beta-bloker, Penghambat sawar kalsium

Steroid
Prednisone dosis tinggi
Anestetik
Halotan, Ketamin, Lidokain, Prokain, Vecuronium, Kurare
Lainnya Litium, Magnesium

Eksaserbasi gejala MG juga dapat dicetuskan oleh faktor-faktor seperti suhu

panas, imunisasi, pembedahan, stress, menstruasi, infeksi virus, kehamilan dan

masa pascapartum, perburukan penyakit kronis, obat-obatan, dan alkohol.

Tabel 1. Obat-Obat Yang Menyebabkan Eksaserbasi Gejala MG

b. Patofisiologi

Patofisiologi myasthenia gravis (MG) atau miastenia gravis adalah melalui

mekanisme autoimun pada neuromuskular junction (NMJ). Gejala-gejala yang

khas pada myasthenia gravis diketahui berasal dari kegagalan efektivitas transmisi

neuromuskular pada postsinaps. Penurunan jumlah reseptor dan aktivitas

kompetitif dari anti-AChR (acetylcholine receptor) antibodi menyebabkan

insufisiensi amplitudo potensial postsinaps untuk menginervasi otot. Sekitar 20%

pasien dengan generalized myasthenia gravis menunjukkan seronegatif pada

deteksi AChR antibodi. Akan tetapi, 30% dari pasien tersebut menunjukkan

autoantibodi terhadap Muscle-Specific Kinase (MuSK). MuSK berperan penting

pada diferensiasi dan perkembangan postsinaps dan mengelompokkan AChR.

AchR protein antibodi dapat ditemukan pada lebih dari 85% pasien

dengan generalized myasthenia dan 60% pasien dengan myasthenia okuler. Gejala

muncul apabila jumlah AChR berkurang kira-kira 30% dari normal.

2.5.5 Sindrom Ekstrapiramidal

21
Sistem ekstrapiramidal merupakan jaringan saraf yang terdapat pada otak

bagian sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari gerakan. Letak dari

sistem ekstrapiramidal adalah terutama di formatio reticularis dari

pons dan medulla dan di target saraf di medula spinalis yang mengatur refleks,

gerakan-gerakan yang kompleks, dan kontrol postur tubuh.

Istilah gejala ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu kelompok atau

reaksi yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari

medikasi antipsikotik. Istilah ini mungkin dibuat karena banyak gejala

bermanifestasikan sebagai gerakan otot skelet, spasme atau rigitas, tetapi gejala-

gejala itu diluar kendali traktus kortikospinal (piramidal). Namun, nama ini agak

menyesatkan karena beberapa gejala (contohnya akatisia) kemungkinan sama

sekali tidak merupakan masalah motorik. Beberapa gejala ekstrapiramidal dapat

ditemukan bersamaan pada seorang pasien dan saling menutupi satu dengan yang

lainnya. Gejala Ektrapiramidal merupakan efek samping yang sering terjadi pada

pemberian obat antipsikotik. Antipsikotik adalah obat yang digunakan untuk

mengobati kelainan psikotik seperti skizofrenia dan gangguan skizoafektif.

a. Etiologi

Sindroma ekstrapiramidal terjadi akibat pemberian obat antipsikotik yang

menyebabkan adanya gangguan keseimbangan antara transmisi asetilkolin dan

dopamine pusat. Obat antispikotik dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya

sebagai berikut :

22
Gej.
Antipsikosis Dosis (mg/hr) ekstrapiramidal

150-1600 ++
Chlorpromazine

Thioridazine 100-900 +

Perphenazine 8-48 +++

trifluoperazine 5-60 +++

Fluphenazine 5-60 +++

Haloperidol 2-100 ++++

Pimozide 2-6 ++

Clozapine 25-100 –

Zotepine 75-100 +

Sulpride 200-1600 +

Risperidon 2-9 +

Quetapine 50-400 +

Olanzapine 10-20 +

Aripiprazole 10-20 +

b. Patofisiologi

Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum, globus palidus, inti-inti

talamik, nukleus subtalamikus, subtansia nigra, formatio retikularis batang otak,

serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan area

8. Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan yang lain oleh akson

masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang melingkar

yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan penerima

23
tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan sirkuit tersebut

dinamakan sirkuit striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama (principal) dan 3

sirkuit striatal penunjang (aksesori).

Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan

segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan

korpus striatum/globus palidus dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus

dengan korteks area 4 dan 6. Data yang tiba diseluruh neokorteks seolah-olah

diserahkan kepada korpus striatum/globus paidus/thalamus untuk diproses dan

hasil pengolahan itu merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks

motorik tambahan. Oleh karena komponen-komponen susunan ekstrapiramidal

lainnya menyusun sirkuit yang pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata

utama, maka sirkuit-sirkuit itu disebut sirkuit striatal asesorik.

Sirkuit striatal asesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan

stratum-globus palidus-talamus-striatum. Sirkuit-striatal asesorik ke-2 adalah

lintasan yang melingkari globus palidus-korpus subtalamikum-globus palidus.

Dan akhirnya sirkuit asesorik ke-3, yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari

striatum-subtansia nigra-striatum.

Umumnya semua neuroleptik menyebabkan beberapa derajat disfungsi

ekstrapiramidal dikarenakan inhibisi transimisi dopaminergik di ganglia basalis.

Beberapa neuroleptik (contoh haloperidol, fluphenazine) merupaka inhibitor

dopamine ganglia basalis yang lebih poten, dan sebagai akibatnya menyebabkan

efek samping EPS yang lebih menonjol.

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan makalah ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan mengenai

sistem neurologi dan sistem neuromuskular. Neurologi merupakan ilmu yang

mempelajari tentang syaraf baik itu syaraf pusat maupun syaraf perifer dan

berbagai kelainan yang terjadi.

Selanjutnya neuromuskular merupakan dua sistem yang tidak dapat di

pisahkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam keadaan olahraga.

Gangguan pada sistem neurologi dan sistem neuromuskular sangat banyak.

Diantaranya yaitu Chorea, Tremor, Rigiditas, Myasthenia Gravis, Sindrom

Ekstrapiramidal, dan lain lain.

3.2 Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok

bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan

kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau

referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan

kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini

dan penulisannya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Sloane, Ethel. 2012. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. EGC : Jakarta

McPhee, Stephen J dan William F, Ganong. 2011. Patofisiologi Penyakit. EGC :

Jakarta

Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture Notes : Neurologi. Penerbit Erlangga : Jakarta

26

Anda mungkin juga menyukai