Anda di halaman 1dari 44

Kebutuhan Manusia Terhadap Agama

Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi,
kebutuhan manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia
lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama
karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui
adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan.
Sehingga keseimbangan manusia dilandasi kepercayaan beragama. Sikap orang dewasa
dalam beragama sangat menonjol jika, kebutuhan akan beragama tertanam dalam
dirinya. Kestabilan hidup seseorang dalam beragama dan tingkah laku keagamaan
seseorang, bukanlah kestabilan yang statis. Adanya perubahan itu terjadi karena proses
pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang
ada. Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang luas didasarkan
atas nilai-nilai yang dipilihnya.
Kita mungkin telah dapat merasakan bagaimana pentingnya peranan yang telah
dimainkan oleh agama dalam kehidupan manusia. Hal itu malah mungkin menimbulkan
kekecewaan pada manusia, karena betapa sering perwujudan agama gagal. Begitu juga
kita telah merasakan betapa pentingnya mutu kehidupan beragama itu bagi seluruh
tradisi manusia.
Barangkali kita juga telah mengambil sikap baru terhadap agama lain yang
bukan agama kita peluk sendiri. Bukan dalam arti bahwa kita menyetujui semua agama
tersebut. Dalam menelaah kehidupan semua agama manusia tersebut, tidak ada hal
yang mengharuskan garis batas keyakinan agama lain terlewati. Namun barangkali kita
telah dapat memandang agama-agama tersebut sebagai keyakinan yang dianut oleh
manusia yang hidup, yaitu orang-orang yang juga mempertanyakan berbagai masalah
dasar yang juga kita pertanyakan, mereka juga mencari hidup yang lebih luhur
terhadap agamanya.
Agama mengambil bagian pada saat-saat yang paling penting dan pada
pengalaman hidup. Agama merayakan kelahiran, menandai pergantian jenjang masa
dewasa, mengesahkan perkawinan, serta kehidupan keluarga, dan melapangkan jalan
dari kehidupan kini menuju kehidupan yang akan datang. Bagi juataan manusia, agama
berada dalam kehidupan mereka pada saat-saat yang paling khusus maupun pada saat-
saat yang paling mengerikan. agama juga memberikan jawaban-jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan kita. Adakah kekuatan tertinggi lain yang
mampu memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan kita? Bagaimanakah
kehidupan dimulai? Apa arti semuanya ini? Mengapa orang menderita? Apa yang terjadi
terhadap diri kita apabila kita telah mati?
Mengingat hal demikian wajarlah jika agama menjadi sangat dibutuhkan oleh
manusia, karenanya ia mampu memberikan jawaban sekaligus inspirasi bagi
terwujudnya kehidupan yang diinginkan manusia.
B. Fungsi Agama Dalam Kehidupan Manusia
Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah
disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga
kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang
lain seperti yangakan diuraikan di bawah ini :
1. Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia
Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia karena ia
sentiasanya memberipenerangan kepada dunia (secara keseluruhan), dan juga
kedudukan manusia di dalam dunia.Penerangan dalam masalah ini sebenarnya sulit
dicapai melalui indra manusia, melainkan sedikitpenerangan daripada falsafah.
Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahwadunia adalah ciptaan
Allah SWT dan setiap manusia harus menaati Allah(s.w.t). begitu jugauntuk yang
beragama lain dengan kepercayaan kepada Tuhan yg di miliki.
2. Menjawab pelbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia
Sebagian pertanyaan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan pertanyaan
yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan kehidupan
setelah mati, tujuan hidup,soal nasib dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia,
pertanyaan-pertanyaan ini sangat menarik dan perlu untuk menjawabnya. Maka, agama
itulah fungsinya untuk menjawab persoalan-persoalan ini.

3. Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia


Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini
adalah karena sistemagama menimbulkan keseragaman bukan saja kepercayaan yang
sama, melainkan tingkah laku,pandangan dunia dan nilai yang sama.
4. Memainkan fungsi peranan sosial
Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam ajaran
agama sendirisebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib dilakukan oleh
penganutnya. Maka inidikatakan agama memainkan fungsi peranan sosial.

C. Pentingnya Agama Dalam Kehidupan Manusia


Berikut ini adalah sebagian dari bukti-bukti mengapa agama itu sangat penting
dalam kehidupan manusia.
1. Karena agama sumber moral
2. Karena agama merupakan petunjuk kebenaran.
3. Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
4. Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala suka maupun
dikala duka
Peran yang paling pertama dan utama dalam hidup dan kehidupan manusia itu
tidak lain adalah agama, dengan kata lain hanya dengan agamalah manusia hidup
teratur dan terkendali juga sebagai penggerak atau pendorong untuk semangat hidup
yang lebih baik didunia ini dan untuk kembali ketempat yang lebih kekal yaitu diakhirat
kelak. Keimanan dan ketaqwaan terhadap ajaran agam adalah merupakan kunci dan
kendali segala pemuas kebutuhan manusia yang tidak ada batasnya, hal itu merupakan
pengawasan interen yang ada pada diri kita sedang pengawasan ekterennya adalah
norma atau aturan. Kenapa hal ini perlu ditegaskan ? karena dalam diri manusia
terdapat motivasi (dorongan) untuk pemuas kebutuhan dasar seperti dikatakan oleh
Teori Abraham A Maslow :
1. Kebutuhan fisik
Misalnya kebutuhan untuk makan, minum dan bernapas. Untuk kesehatannya
manusia perlu asupan makanan dengan gizi yang sehat dan seimbang, sehat menurut
ilmu kesehatan bahwa makanan yang kita makan adalah makanan yang dibuat, dan
disajikan dari bahan dan penyajian yang sehat. Sedangkan menurut ilmu agama bahwa
makanan yang sehat itu selain yang disebutkan diatas, bahwa makanan atau minuman
itu harus baik dan halal. Dasar hukum tentang makanan yang halal sebagaimana firman
Allah yang artinya berbunyi :
“ Hai para Rasul, makanlah dari yang baik –baik” (QS AL-Muminun ayat 51)

Perintah Allah kepada rasul juga merupakan perintah kepada umatnya bahwa
makanan yang kita makan itu betul-betul dibuat dari bahan yang halal dan baik, baik
disini berarti makanan tersebut bergizi yang dapat menimbulkan kesehatan dan
keadaannya tidak menjijikan. Disamping harus halal dalam ilmu agama (islam)
makanan itu harus baik artinya cara pembuatannya/prosesnya dengan cara yang baik.
2. Kebutuhan rasa aman
Artinya bahwa manusia hidup perlu adanya pelindung sehingga terhindar dari
gangguan atau ancaman darimana pun, sehingga tercipta ketenangan hidup dan
keamanan dalam dirinya.
3. Kebutuhan integrasi sosial
Sebagai manusia yang normal pasti berintegrasi dengan manusia yang lainnya
baik secara lagsung maupun tidak langsung akan saling membantu dan saling
membutuhkan satu sama lain jadi artinya tidak ada manusia satupun yang hidup
sendiri tanpa adanya bantuan orang lain.
4. Kebutuhan harga diri
Manusia dalam hidupnya perlu adanya harga diri atau kebanggaan diri atau kata
lain rasa ingin dihargai dilingkungannya baik dilingkungan keluaraga, masyarakat
ataupun dilingkungan kerjanya.
5. Kebutuhan untuk mengembangkan diri
Artinya bahwa manusia itu dalam hidupnya ada kebutuhan untuk berapresiasi
mengembangkan bakat dan hobinya sehingga menghasilkan karya yang baik dan
berguna baik untuk dirinya maupun untuk orang lain sehingga tejadi kepuasan didalam
dirinya. Kembali kepada pengawasan, diatas telah disebutkan bahwa pengawasan
interen yang ada pada diri kita itu adalah keiman dan ketakwaan yang diajarkan oleh
agama islam. Keimananpun bisa tipis dan bisa tebal itu tergantung usaha kita
bagaimana supaya selalu dekat kepada Allah caranya dengan beribadah dan selalu
mempelajari ajarannya.

Setiap manusia yang normal tentunya tidak akan terlepas dari lima kebutuhan
tersebut dan selalu berkaitan satu sama lain.
CORAK AKIDAH DALAM KEHIDUPAN

Aqidah merupakan sumber persepsi dan pemikiran. Aqidah juga merupakan


asas keterikatan dan persatuan, asas hukum dan syari'at, dan merupakan sumber
keutamaan dan akhlaq. Aqidahlah yang telah mencetak para pahlawan (pejuang) di
medan jihad dan untuk mencari syahid.

2.1 Pengertian dan Hakikat Akidah


2.1.1 Pengertian akidah
Menurut bahasa (etimology), akidah berasal dari perkataan bahasa Arab yaitu
kata dasar al-aqd yaitu al-Rabith (ikatan), al-Ibram (pengesahan), al-
Ahkam (penguatan), al-Tawuts (menjadi kokoh, kuat), al-syadd bi quwwah (pengikatan
dengan kuat), dan al-Itsbat (penetapan). Sedangkan menurut istilah (terminologi),
aqidah berarti perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram
karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak
tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan, atau dapat juga diartikan
sebagai iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang
yang meyakininya serta tidak mudah terurai oleh pengaruh mana pun baik dari dalam
atau dari luar diri seseorang. Jadi, aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan
pada orang yang mengambil keputusan.
Pengertian aqidah dalam agama islam berkaitan dengan keyakinan bukan
perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Dalam
pengertian lengkapnya, aqidah adalah suatu kepercayaan dan keyakinan yang
menyatakan bahwa Allah SWT itu adalah Tuhan Yang Maha Esa, Ia tidak beranak dan
tidak diperanakkan dan tidak ada sesuatupun yang menyerupaiNya. Keyakinan
terhadap keesaan Allah SWT disebut juga ‘Tauhid’, dari kata ‘Wahhada-Yuwahidu’, yang
artinya mengesakan. Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati
seorang secara pasti adalah aqidah, baik itu benar atau pun salah.
Aqidah menurut hasan al-Banna adalah beberapa perkara yang wajib diyakini
kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa yang tidak bercampur sedikit
dengan keraguan-raguan. Adapun aqidah menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy adalah
sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal,
wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini
keshahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang
bertentangan dengan kebenaran itu.
2.1.2 Hakikat akidah dan iman
Dalam menjelaskan definisi akidah ada disebut perkataan kepercayaan atau
keimanan. Ini disebabkan Iman merupakan unsur utama kepada akidah. Iman ialah
perkataan Arab yang berarti percaya yang merangkumi ikrar (pengakuan) dengan
lidah, membenarkan dengan hati dan mempraktikkan dengan perbuatan. Ini adalah
berdasarkan sebuah hadis yang artinya:
"Iman itu ialah mengaku dengan lidah, membenarkan di dalam hati dan beramal dengan
anggota." (al-Hadis)
Walaupun iman itu merupakan peranan hati yang tidak diketahui oleh orang lain
selain dari dirinya sendiri dan Allah SWT, namun dapat diketahui oleh orang melalui
bukti-bukti amalan. Iman tidak pernah berkompromi atau bersekongkol dengan
kejahatan dan maksiat. Sebaliknya, iman yang mantap di dada merupakan pendorong
ke arah kerja-kerja yang sesuai dan secucuk dengan kehendak dan tuntutan iman itu
sendiri.
2.2 Implementasi aqidah dalam kehidupan
Aqidah memberikan peranan yang besar dalam kehidupan seseorang, karena:
Tanpa aqidah yang benar, seseorang akan terbenam dalam keraguan dan
berbagai prasangka, yang lama kelamaan akan menutup pandangannya dan
menjauhkan dirinya dari jalan hidup kebahagiaan.
Tanpa aqidah yang lurus, seseorang akan mudah dipengaruhi dan dibuat
ragu oleh berbagai informasi yang menyesatkan keimanan.
Oleh karena itu, akidah sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Beberapa implementasi aqidah dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dari
beberapa sisi, antara lain:
1. Aqidah dalam individu
Implementasi aqidah dalam individu berupa perwujudan enam rukun iman dalam
kehidupan manusia. Contoh penerapannya adalah melaksanakan perintah Allah dan
menjauhi semua larangan-Nya. Contohnya, merenungkan kekuasaan Allah swt, berbuat
kebaikan karena tiap gerakan kita diawasi Allah dan malaikat, mengamalkan ayat- ayat
Al Quran, menjalani risalah nabi, dan bertindak penuh perhitungan agar tidak terjadi
kesalahan, serta berikhtiar sebelum bertawakal. Kemampuan beraqidah pada diri
sendiri akan membuat hubungan kita dengan Allah dan manusia lain menjadi lebih
baik.

2. Aqidah dalam keluarga


Aqidah dalam berkeluarga mengajarkan kita untuk saling menghormati dan saling
menyayangi sesuai dengan ajaran islam.
Contoh implementasi aqidah dalam keluarga adalah shalat berjamaah yang dipimpin
oleh ayah, dan berdoa sebelum melakukan sesuatu.
3. Aqidah dalam kehidupan bermasyarakat
Aqidah sangat penting dalam hidup bermasyarakat karena dapat menjaga hubungan
dengan manusia lain. Hal ini bisa diwujudkan dengan berbagai cara, antara lain dengan
saling menghargai satu sama lain sehingga tercipta suatu masyarakat yang tentram dan
harmonis.
Contoh implementasi aqidah dalam kehidupan bermasyarakat adalah tolong menolong,
toleransi, musyawarah, bersikap adil, menyadari bahwa derajat manusia itu sama di
depan Allah swt dan pembedanya adalah nilai ketakwaannya.
4. Aqidah dalam kehidupan bernegara
Setelah tercipta aqidah suatu masyarakat, maka akan muncul kehidupan bernegara
yang lebih baik dengan masyarakatnya yang baik pada negara itu sendiri. Tak perlu lagi
menjual tenaga rakyat ke negara lain karena rakyatnya sudah memiliki SDM yang tinggi
berkat penerapan aqidah yang benar. Apabila hal ini terlaksana dengan baik, maka
negara tersebut akan memperoleh kehidupan yang baik pula dan semua warganya akan
hidup layak dan sejahtera.
5. Aqidah dalam pemerintahan
Implementasi aqidah yang terakhir adalah implementasi aqidah terhadap
pemerintahan yang dapat membuahkan hasil yang bagus untuk rakyat dan negaranya.
Contohnya saat menyelesaikan sebuah masalah pemerintahan. Dalam menyelesaikan
masalah pemerintahan, semuanya disandarkan pada ketetapan Al- qur'an dan hadist.
Apabila permasalahan tersebut tidak memiliki penyelesaian yang pasti dalam Al-qur'an
dan hadist, maka akan dibuat keputusan bersama yang berasaskan kedua sumber
ajaran tersebut. Segala keputusan yang didasarkan pada Al-Quran dan Hadist adalah
benar dan diridhoi Allah. Dengan begitu, nantinya akan dihasilkan suatu kehidupan
berbangsa dan bernegara yang insyaallah juga akan diridhoi Allah SWT.

Jika tiap orang mampu mengimplementasikan aqidah dalam semua aspek


kehidupan, maka akan terwujud kehidupan yang baik pula, baik untuk diri sendiri,
keluarganya, masyarakat disekitarnya maupun bagi bangsa dan negaranya.

2.3 Nilai akidah dalam kehidupan pribadi dan sosial


Nilai-nilai dalam kehidupan pribadi dan sosial. Nilai dalam kehidupan tentunya
telah diatur sedemikian rupa oleh masyarakat itu sendiri sehingga masyarakat
mengerti akan ketetapan dan batas-batas dalam bersikap terhadap sesama dan
lingkungannya
Aqidah dapat mengendalikan perasaan seseorang yang kemudian membuat
pemilik perasaan-perasaan itu memiliki pertimbangan penuh dalam melakukan
tindakan-tindakannya. Sehingga apa yang kita lakukan adalah perbuatan yang
berdasarkan pada kaidah bahwa Allah melihat dan mengamati kita di mana saja dan
kapan saja. Hal ini akan membuat kita tidak akan terdorong oleh luapan-luapan
perasaan atau tindakan yang melampaui batas-batas ketentuan Allah. Salah satunya
tercermin dengan bersikap bijaksana dalam berperilaku dan interaksi sosialnya.
Tanpa aqidah, masyarakat akan berubah menjadi masyarakat Jahiliyah yang
diwarnai oleh kekacauan dimana-mana, masyarakat tersebut akan diliputi oleh
perasaan ketakutan dan kecemasan di berbagai penjuru, karena masyarakatnya
menjadi berprilaku liar dan buas. Yang ada di benak mereka hanyalah perbuatan buruk
yang menghancurkan.
Adapun aqidah yang seharusnya tegak pada masyarakat Islam yaitu aqidah "Laa
ilaaha illallah Muhammadan Rasuulullah." Makna dari ungkapan tersebut adalah bahwa
masyarakat Islam benar-benar memuliakan dan menghargai aqidah itu dan juga
berusaha untuk memperkuat aqidah tersebut didalam akal maupun hati. Masyarakat itu
juga mendidik generasi Islam untuk memiliki aqidah tersebut serta berusaha
menghalau pemikiran-pemikiran yang tidak benar dan syubhat yang menyesatkan.
Masyarakat tersebut juga berupaya menampakkan (memperjelas) keutamaan-
keutamaan aqidah dan pengaruhnya dalam kehidupan individu maupun sosial dengan
perantara dari sarana alat komunikasi yang berpengaruh dalam masyarakat, seperti
masjid-masjid, sekolah-sekolah, surat-surat kabar, radio, televisi, sandiwara, bioskop
dan seni dalam segala bidang, seperti puisi. prosa, kisah-kisah dan teater. Yang nantinya
diharapkan dapat diserap dengan lebih baik oleh mereka yang menerimanya.
Demikianlah aqidah dan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat dan
demikianlah hendaknya pengaruh aqidah dalam setiap masyarakat yang menginginkan
menjadi masyarakat Islam, saat ini dan di masa yang akan datang.
Sesungguhnya aqidah Islamiyah dengan segala rukun dan karakteristiknya
adalah merupakan dasar yang kokoh untuk membangun masyarakat yang kuat, karena
itu bangunan yang tidak tegak di atas aqidah Islamiyah maka sama dengan membangun
di atas pasir yang mudah runtuh.
Begitulah nilai-nilai aqidah dalam kehidupan pribadi dan sosial yang
mengandung nilai-nilai kebenaran, keyakinan serta ketaatan. Yang merupakan nilai-
nilai yang akan membentuk pribadi yang baik, bijak dan bermanfaat untuk
lingkungannya sehingga nanti secara otomatis dapat menciptakan masyarakat yang
rukun yang berakhlak mulia serta bermanfaat.

2.4 Nilai akidah dalam iptek


Keutuhan antara iman, ilmu dan amal atau syariah dan akhlak dapat dilakukan
dengan menganalogikan dinul Islam bagaikan sebatang pohon yang baik. Ini
merupakan gambaran bahwa antara iman, ilmu dan amal merupakan suatu kesatuan
yang utuh tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain. Iman diidentikkan dengan akar
dari sebuah pohon yang menupang tegaknya ajaran Islam, ilmu bagaikan batang pohon
yang mengeluarkan dahan. Dahan dan cabang-cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan
amal ibarat buah dari pohon itu seperti seni budaya, filsafat, dan Iptek yang
dikembangkan di atas nilai-nilai iman dan ilmu akan menghasilkan amal shaleh bukan
kerusakan alam.
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan
pancaindera, ilustrasi dan firasat, sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang telah
diklasifikasi, diorganisasi, disistematisasi dan diinterpretasikan sehingga menghasilkan
kebenaran obyektif, telah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah.
Dalam kajian filsafat setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian. Karena
seseorang yang memperdalam ilmu tertentu disebut sebagai spesialis, sedangkan orang
yang banyak tahu tapi tidak memperdalam disebut generalis. Dengan keterbatasan
kemampuan manusia, maka sangat jarang ditemukan orang yang menguasai beberapa
ilmu secara mendalam.
Istilah teknologi merupakan produk ilmu pengetahuan dalam sudut pandang
budaya dan teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan
praktis dari ilmu pengetahuan. Meskipun pada dasarnya teknologi juga memiliki
karakteristik obyektif dan netral, akan tetapi dalam situasi seperti ini teknologi tidak
netral lagi karena memiliki potensi yang merusak dan potensi kekuasaan, disitulah
letak perbedaan antara ilmu pengetahuan dan teknologi.
Teknologi dapat membawa dampak positif berupa kemajuan dan kesejahteraan
bagi manusia juga sebaliknya dapat membawa dampak negatif berupa ketimpang-
ketimpangan dalam kehidupan manusia dan lingkungan. Netralitas teknologi dapat
digunakan untuk yang memanfaatkan yang sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia
atau digunakan untuk menghancurkan manusia itu sendiri. Seni adalah hasil ungkapan
akal dan budi manusia dengan segala prosesnya, seni juga merupakan ekspresi jiwa
seseorang kemudian hasil ekspresi jiwa tersebut dapat berkembang menjadi bagian
dari budaya manusia, karena seni itu diidentik dengan keindahan.
Seni yang lepas dari nilai-nilai keutuhan tidak akan abadi karena ukurannya
adalah nafsu bukan akal dan budi. Seni mempunyai daya tarik yang selalu bertambah
bagi orang-orang yang kematangan jiwanya terus bertambah.
2.4.1 Sumber ilmu pengetahuan
Dalam pemikiran Islam ada dua sumber ilmu yaitu cikal dan wahyu. Keduanya
tidak boleh ditentangkan, karena manusia diberi kebebasan dalam mengembangkan
akal budinya berdasarkan tuntutan al-Qur’an dan sunnah rasul. Atas dasar itu, ilmu
dalam pemikiran Islam ada yang bersifat abadi (perennial knowledge) dan tingkat
kebenarannya bersifat mutlak (absolute) karena bersumber dari wahyu Allah dan ilmu
yang bersifat perolehan (aquired knowledge) tingkat kebenarannya bersifat nisbi
(relative) karena bersumber dari akal pikiran manusia.
Prestasi yang gemilang dalam pengembangan IPTEKS pada hakikatnya tidak
lebih dari sekedar menemukan proses sunnatullah itu terjadi di alam ini, bukan
merencanakan dan menciptakan suatu hukum baru diluar sunnahtullah (hukum
Allah/hukum alam).
2.4.2 Interaksi iman, ilmu dan amal
Dalam pandangan Islam, antara agama, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terinteraksi ke dalam suatu sistem
yang disebut dinul Islam, didalamnya terkandung tiga unsur pokok yaitu akidah,
syariah, dan akhlak dengan kata lain iman, ilmu dan amal shaleh.
Islam merupakan ajaran agama yang sempurna, karena kesempurnaannya dapat
tergambar dalam keutuhan inti ajarannya. Di dalam al-Qur’an dinyatakan yang artinya
“Tidaklah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan
kalimat yang baik (dinul Islam) seperti sebatang pohon yang baik, akarnya kokoh
(menghujam kebumi) dan cabangnya menjulang ke langit, pohon itu mengeluarkan
buahnya setiap muslim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-
perumpamaan itu untuk manusia agar mereka ingat”.
Upaya yang dapat dilakukan untuk memperkokoh aqidah dapat dilakukan
dengan memahami al-Qur’an sehingga pemahaman kita tentang syariah, ibadah dan
menambah keyakinan kepada Allah. Kita juga harus mengimani hari kiamat dan selalu
mengingatnya sehingga kita akan selalu berusah melakukan amal terbai dan rajin
berdzikir kepada Allah. Selain itu kita harus selalu mengingat Allah, bermunajad pada-
Nya dan berusaha meninggalkan kehinaan dunia.

2.5 Nilai aqidah dalam ekonomi


Agama Islam memandang bahwa semua bentuk kegiatan ekonomi adalah bagian
dari mu’amalah. Sedangkan mu’amalah termasuk bagian dari syari’ah, aqidah, dan
akhlaq, yang salah satunya tidak dapat dipisahkan. Dalam kaitan ini Allah SWT.
memberi tamsil tentang hubungan yang tak terpisahkannya ketiga ajaran pokok Islam
itu dalam firman-Nya:

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat


yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,
Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah
membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang Telah dicabut
dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak)
sedikitpun” (QS.Ibrahim: 24-26)
Dalam kaitan ini Al Qur’an telah menyerukan agar setiap muslim melakukan
segala aktivitas kehidupannya termasuk dalam bidang ekonomi selalu bertumpu pada
aqidah yang artinya bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya dalam melakukan
kegiatan ekonomi selalu bertumpu pada keimanan kepada Allah SWT dan bertujuan
mencari ridha-Nya karena pencipta, pemilik dan penguasa segala yang ada hanyalah
Allah Yang Maha Tunggal. Kegiatan ekonomi yang berlandaskan aqidah tauhid
menjamin terwujudnya kemaslahatan dan kebaikan perekonomian untuk masyarakat
luas, bukan hanya masyarakat muslim. Hal ini, karena ekonomi dalam pandangan Islam
merupakan sarana dan fasilitas yang dapat membantu pelaksanaan ibadah dengan
sebaik-baiknya. Kegiatan ekonomi yang demikian dilaksanakan oleh pelaku-pelaku
ekonomi yang selalu merasakan kehadiran dan pengawasan Allah SWT, sehingga selalu
berhias dan menjunjung tinggi akhlak yang terpuji, keadilan, bebas dari segala tekanan
untuk meraih kebaikan hidup yang diridhai Allah SWT dunia dan akhirat.
Islam sebagai agama wahyu menjadikannya sebagai sumber pedoman hidup
bagi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, seluruh aktivitas yang dilakukan dalam
bidang ekonomi Islam mengutamakan metode pendekatan sistem nilai sebagaimana
yang tercantum dalam sumber-sumber hukum Islam yang berupa Al Quran, Sunnah,
Ijma dan Ijtihad.
Ada beberapa Karasteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam
Al-Mawsu’ah Al-ilmiah wa al-amaliyah al-islamiyah yang dapat diringkas sebagai
berikut:
a. Harta Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah Atas Harta
Karasteristik pertama ini terdiri dari 2 bagian yaitu :
Pertama, semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik Allah Swt, firman
Q.S. Al- Baqarah, ayat 284 dan Q.S.Al -Maai’dah ayat17.
Kedua, manusia adalah khalifah atas harta miliknya. Sesuai dengan firman Allah
dalam QS. Al-Hadiid ayat 7.
Dapat disimpulkan bahwa semua harta yang ada ditangan manusia pada hakikatnya
milik Allah, akan tetapi Allah memberikan hak kepada manusia untuk
memanfaatkannya yang tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain.
b. Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (hukum), dan Moral
Diantara bukti hubungan ekonomi dan moral dalam Islam (yafie, 2003: 41-42) adalah:
larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat
menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat karena akan
menghancurkan individu dalam masyarakat.
c. Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan
Beberapa ahli Barat memiliki tafsiran tersendiri terhadap Islam. Mereka menyatakan
bahwa Islam sebagai agama yang menjaga diri tetapi toleran (membuka diri), memiliki
unsur keagamaan (mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia).
d. Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan
Kepentingan umum
Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah Islam tidak mengakui hak mutlak
dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam
bidang hak milik.
e. Kebebasan Individu Dijamin dalam Islam
Individu-individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas
baik secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan
tersebut tidak boleh melanggar aturan- aturan yang telah digariskan Allah SWT. Dalam
Al-Qur’an maupun Al-Hadis. Dengan demikian kebebasan tersebut sifatnya tidak
mutlat.
f. Negara Diberi Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian
Dalam Islam negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari
ketidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, ataupun dari
negara lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan sosial agar seluruh
masyarakat dapat hidup secara layak.
g. Bimbingan Konsumsi
Islam melarang orang yang suka kemewahan dan bersikap angkuh terhadap hukum
karena kekayaan, sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-Israa ayat 16 :
h. Petunjuk Investasi
Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-Mawsu’ah Al-
ilmiyahwa-al amaliyah al-islamiyah memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan
Islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu:
Proyek yang baik menurut Islam.
Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat.
Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.
Memelihara dan menumbuhkembangkan harta.
Melindungi kepentingan anggota masyarakat.
i. Zakat
Sistem perekonomian diluar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta,
agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir,
dengki, dan dendam.
j. Larangan Riba
Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal yaitu
sebagai fasilitas transaksi dan alat penilaian barang. Diantara faktor yang
menyelewengkan uang dari bidangnya yang normal adalah bunga (riba).
Khulafaur Rasyidin
Secara bahasa, Khulafaur Rasyidin berasal dari kata Khulafa dan Ar-Rasyidin. Kata Khulafa’
merupakan jamak dari kata Khalifah yang berarti pengganti. Sedangkan Ar-Rasyidin
artinya mendapat petunjuk. Arti bebasnya adalah orang yang ditunjuk sebagai pengganti,
pemimpin atau pemimpin yang selalu mendapat petunjuk dari Allah SWT. Para Khulafaur
Rasyidin merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW, yaitu :
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq.
2. Umar bin Khattab.
3. Usman bin Affan.
4. Ali bin Abi Thalib.
Wafatnya Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin agama maupun Negara menyisakan
persoalan pelik. Nabi tidak meninggalkan wasiat kepada seorangpun sebagai penerusnya.
Akibatnya, para sahabat mempermasalahkan dan saling berusaha untuk mengajukan calon
pilihan dari kelompoknya. Dan diperolehlah 3 calon penerus nabi dari kelompok yang
berbeda, yaitu :
1. Ali bin Abi Thaalib dari kelompok Ahul Bait.
2. Saad bin Ubadah dari kelompok Anshar.
3. Abu Bakar Ash-Shiddiq dari kelompok Muhajirin.
Namun perselisihan ini mengakibatkan tertundanya pemakaman Rasulullah SAW. Dan
akhirnya Abu Bakar Ash-Shiddiq lah yang terpilih dan di baiat sebagai penerus Nabi
Muhammad SAW. Dan Abu Bakar di baiat sebagai Khalifah atau penerus Nabi di balai
pertemuan bani Saidah.
2. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Abu Bakar Ash Shiddiq lahir pada tahun 568 M atau 55 tahun sebelum hijrah. Dia
merupakan khalifah pertama dari Al-Khulafa’ur Rasyidin, sahabat Nabi Muhammad SAW
yang terdekat dan termasuk di antara orang-orang yang pertama masuk Islam (as-sabiqun
al-awwalun). Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamini.
Pada masa kecilnya Abu Bakar bernama Abdul Ka’bah. Nama ini diberikan kepadanya
sebagai realisasi nazar ibunya sewaktu mengandungnya. Kemudian nama itu ditukar oleh
Nabi Muhammad SAW menjadi Abdullah bin Kuhafah at-Tamimi. Gelar Abu Bakar
diberikan Rasulullah SAW karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam, sedang gelar
as-Siddiq yang berarti ‘amat membenarkan’ adalah gelar yang diberikan kepadanya karena
ia amat segera memberiarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam peristiwa, terutama
peristiwa Isra Mikraj. [1]
Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Khalifah Abu Bakar adalah khalifah yang sangat berjasa diawal masa khulafaur rasyidin,
meski banyak sekali cobaan dan hambatan yang datang. Masa Abu Bakar di mulai dengan
munculnya permasalahan tentang siapa pemimpin yang akan memimpin umat Islam pasca
wafatnya Rasulullah SAW. Kemudian masa ini dihadapkan dengan banyaknya masyarakat
yang murtad serta enggan membayar zakat kembali. Hingga bermunculan orang-orang
yang mengaku sebagai Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Berkat ketegasan khalifah Abu
Bakar serta keteguhan hati para sahabat, permasalahan yang muncul bisa ditangani dan
distabilkan kembali.
Kemajuan yang diraih dimasa Abu Bakar
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa
sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang
ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan
Madinah. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan
agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut
Perang Riddah (perang melawan kemurtadan) dan pahlawan yang banyak berjasa dalam
perang tersebut adalah Khalid bin Walid.
Kemajuan yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu Bakar selama kurang lebih dua
tahun, antara lain:
1. Perbaikan sosial (masyarakat).
Perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah usaha untuk menciptakan stabilitas
wilayah Islam dengan berhasilnya mengamankan tanah Arab dari para penyeleweng
(orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat).
1. Perluasan dan pengembangan wilayah Islam.
Adapun usaha yang ditempuh untuk perluasan dan pengembangan wilayah Islam Abu
Bakar melakukan perluasan wilayah ke luar Jazirah Arab. Daerah yang dituju adalah Irak
dan Suriah yang berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua daerah itu
menurut Abu Bakar harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan keamanan
wilayah Islam dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium
1. Pengumpulan ayat-ayat Al Qur’an.
Sedangkan usaha yang ditempuh untuk pengumpulan ayat-ayat Al Qur’an adalah atas usul
dari sahabat Umar bin Khattab yang merasa khawatir kehilangan Al Qur’an setelah para
sahabat yang hafal Al Qur’an banyak yang gugur dalam peperangan, terutama waktu
memerangi para nabi palsu. Alasan lain karena ayat-ayat Al Qur’an banyak berserakan ada
yang ditulis pada daun, kulit kayu, tulang dan sebagainya. Hal ini dikhawatirkan mudah
rusak dan hilang.
1. Sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam.
Kemajuan yang diemban sebagai kepala negara dan pemimpin umat Islam, Abu Bakar
senantiasa meneladani perilaku rasulullah SAW. Bahwa prinsip musyawarah dalam
pengambilan keputusan seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW selalu
dipraktekkannya. Ia sangat memperhatikan keadaan rakyatnya dan tidak segan-segan
membantu mereka yang kesulitan. Terhadap sesama sahabat juga sangat besar
perhatiannya.
1. Meningkatkan kesejahteraan umat.
Sedangkan kemajuan yang dicapai untuk meningkatkan kesejahteraan umum, Abu Bakar
membentuk lembaga “Baitul Mal”, semacam kas negara atau lembaga keuangan.
Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang digelari “amin al-
ummah” (kepercayaan umat). Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya
dipercayakan kepada Umar bin Khattab. [2] Sebelum Abu Bakar Wafat, beliau sempat
menunjuk Umar bin Khattab sebagai khalifah yang berikutnya.
3. Khalifah Umar bin Khatthab
Umar bin Khatthab (583-644) memiliki nama lengkap Umar bin Khathab bin Nufail bin Abd
Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay, adalah
khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq.[1] Umar bin khattab lahir di
Mekkah pada tahun 583 M, dua belas tahun lebih muda dari Rasulullah Umar juga
termasuk kelurga dari keturunan Bani Suku Ady (Bani Ady).
Umar bin Khatthab adalah salah satu sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi
Muhammad SAW. Peranan umar dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang
paling menonjol kerena perluasan wilayahnya, disamping kebijakan-kebijakan politiknya
yang lain. Adanya penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan Umar merupakan
fakta yang diakui kebenarannya oleh para sejarahwan. Bahkan, ada yang mengatakan,
bahwa jika tidak karena penaklukan-penaklukan yang dilakukan pada masa Umar, Isalm
belum tentu bisa berkembang seperti zaman sekarang.
Kekhalifahan Umar bin Khatthab
Masa kekhalifahan Umar bin Khatthab itu sepuluh tahun enam bulan, yaitu dari tahun 13
H/634 M sampai dengan tahun 23 H/644 M, dan wafat karena dibunuh diusia 63 tahun.
Tragedi itu merupakan pembunuhan politik yang pertama didalam sejarah Islam.
Masa pemerintahannya yang sepuluh tahun itu paling sibuk dan paling menentukan bagi
masa depan selanjutnya. Pada masa pemerintahannya itu imperium Roma Timur
(Byzantium) kehilangan bagian terbesar dari wilayah kekuasaannya pada pesisir barat Asia
dan pesisir utara Afrika. Pada masa pemerintahannya kekuasaan Islam mengambil alih
kekuasaan didalam seluruh wilayah imperium Parsi sampai perbatasan Asia Tengah.
Seperti halnya dengan khalifah Abu Bakar, ia tinggal dirumah biasa dan hidup sebagai
rakyat biasa di Madinah al-Munawwaroh.Dengan kesederhanaannya itu ia disegani oleh
segala pihak dan ditakuti oleh lawan dengan sangat takzim.
Kemajuan yang diraih dimasa Umar
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam
mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia
(yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria,
Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara
adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan islam pada jaman
Umar. Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini.
Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus. 20 ribu pasukan Islam
mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi
di Asia Kecil bagian selatan.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat
kebijakan publik, termasuk membangun sistem administratif untuk daerah yang baru
ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah
kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi
Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Ia juga memulai proses
kodifikasi hukum Islam. Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih
mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat
sederhana.
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan
keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Secara garis besar seperti berikut ini :
1. Peletak dasar-dasar administrasi Negara atau pemerintahan Islam.
2. Industry dan pertanian mengalami kemajuan yg pesat.
3. Kemajuan dalam bidang keilmuan umat islam.
4. Ekspansi ke luar daerah islam besar-besaran.
5. Mengadakan baitul maal.
Kemudian setelah khalifah Umar wafat, Islam dipimpin oleh Khalifah Usman dengan
pemilihan yang dilakukan oleh dewan syuura yang dibentuk oleh Khalifah Umar.
4. Khalifah Usman bin Affan
Usman ibn ‘Affan ibn Abdillah ibn Umayyah ibn ‘Abdi Syams ibn Abdi mannaf ibn Qushayi
lahir pada tahun 576 M di Thaif. Ibunya adalah Urwah, putrinya Ummu hakim al-Baidha,
putri Abdul muttalib, nenek nabi SAW. Ayahnya ‘Affan adalah seorang saudagar yang kaya
raya dari suku Quraisy-Umayyah. Usman ibn ‘Affan menikah dengan dua orang putri
Rosulullah SAW, yaitu Roqayyah dan Ummu kulsum, sehingga ia mendapat julukan Dzu al-
Nurain.
Kekhalifahan Usman bin Affan
Dalam menjadi khalifah Usman ibn ‘Affan dipilih melalui majelis khusus yang dibentuk oleh
Umar ibn Khottob. Majelis atau panitia pemilihan itu terdiri dari enam sahabat dari
berbagai kelompok sosial yang ada. Mereka adalah Ali bin Abi thalib, Usman bin Affan,
Abdurrahman bin Auf, Zubair, Sa’ad bin Abi waqas, dan Thalhah. Namun pada saat
pemilihan berlangsung, Thalhah tidak sempat hadir, sehingga lima dari enam anggota
panitia yang melakukan pemilihan.
Setelah kaum muslim bersepakat membaiat Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga
setelah Abu Bakar al-shiddiq r.a. dan Umar bin Khattab r.a. ketika ditinggalkan oleh Umar
bin Khattab, umat islam berada dalam keadaan yang makmur dan bahagia. Kawasan dunia
muslimpun telah bertambah luas. Khalifah Umar berhasil menciptakan stabilitas sosial
politik didalam negeri sehingga ia dapat membagi perhatiannya untuk memperluas
wilayah islam. Dan ketika Usman menjabat sebagai khalifah, ia meneruskan sebagian besar
garis politik Umar. Ia melakukan berbagai Ekspedisi untuk mendapatkan wilayah-wilayah
baru. Perluasan itu memunculkan situasi sosial yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Kemajuan yang diraih dimasa Usman
1. Pembukuan Al-Quran pada akhir 24 H.
2. Penyatuan Qiraat Quraisy.
3. Ekspansi wilayah Islam.
4. Perluasan Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.
5. Ali bin Abi Thalib
Khlifah keempat adalah Ali bin Abi Thalib. Ali adalah keponakan dan menantu Nabi. Ali
adalah putra Abi Thalid bin Abdul Muthalib. Ali adalah seseorang yang memiliki kelebihan,
selain itu ia adalah pemegang kekuasaan. perumus kebijakan dengan wawasan yang jauh
ke depan. Ia adalah pahlawan yang gagah berani, penasehat yang bijaksana, penasihat
hukum yang ulung dan pemegang teguh tradisi, seorng sahabat sejati, dan seorang lawan
yang dermawan. Ia telah bekerja keras sampai akhir hayatnya dan merupakan orang kedua
yang berpengaruh setelah Nabi Muhammad[3]
Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
Setelah Usman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai
khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia
menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya
yang dapat dikatakan setabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para
gubernur yang di angkat oleh Usman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan
terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan
Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan
memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan dia antara orang-orang Islam
sebagaimana pernah ditetapkan Umar.
Kemajuan yang diraih dimasa Ali
Dikalangan kaum muslim dibeberapa daerah, terutama di basrah, mesir, dan kuffah, pada
masa akhir kepemimpinan khalifah usman bin affan terjadi fitnah besar-besaran. Fitnah
tersebut sengaja disebarkan oleh kaum munafik yang dipimpin oleh abdullah bin saba.
Fitnah tersebut berhasil menghasud beberapa pihak untuk memberontak dan menuntut
mundurnya khalifah usman bin affan.
Suatu ketika para pemberontak berhasil menyerbu rumah khalifah usman bin affan dan
membunuhnya. Saat Kejadian tersebut, khalifah usman bin affan sedang menjalani puasa
sunah dan membaca Al-qur’an.
Muslimin dalam kesedihan yang sangat mendalam, dan dalam kebingungan setelah
kematian usman. Selama lima hari berikutnya mereka tanpa pemimpin. Sejarah sedang
kosong buat madinah, selain pemberontakan yang selama itu pula membuat kekacauan
dan menanamkan ketakutan di hati orang.
Kaum pemberontak mengadakan pendekatan kepada Ali bin Abi thalib dengan maksud
mendukungnya sebagai khalifah, dipelopori oleh al-gafiqi dari pemberontakan mesir
sebagai kelompok besar. Tetapi ali menolak. Setelah kematian khalifah usman tak ada lagi
oarang yang pantas menjadi khalifah dari pada Ali bin abi thalib. Dalam kenyataannya ali
memang merupakan tokoh yang paling populer saat itu. Disamping itu, memang tak ada
seorang pun yang mengklaim atau mau tampil mencalonkan diri menjadi khalifah untuk
menggantikan usman bin affan termasuk mu’awiyah bin abi sofyan selain nabi ali bin abi
thalib. Di samping itu mayoritas umat muslimin di madinah dan kota-kota besar lainnya
sudah memberikan pilihan kepada Ali, kendati ada juga beberapa kalangan, kebanykan dari
bani umayyah yang tidak mau membai’at ali, dan sebagian dari mereka ada yang pergi ke
suria.[4]
Sepeninggal Usman bin Affan dalam kondisi kacau, kaum muslimin meminta Ali bin Abi
Thalib untuk menjadi khalifah. Akan tetapi muawiyah menolak usulan tersebut, karena
keluarga besar khalifah usman bin affan (muawiyah bin abi sofyan) menuntut pembunuh
khalifah usman bin affan ditangkap terlebih dahulu.
Sedangkan pihak ali berpendapat bahwa masalah kepemimpinan sebaiknya diselesaikan
terlebih dahulu, setelah itu barulah pembunuh khalifah Usman bin affan dicari bersama-
sama. Perbedaan pendapat tersebut menjadi awal pecahnya persatuan kaum muslimin saat
itu. Akhirnya Ali bin abi thalib tetap diangkat sebagai khalifah.
Prestasi-prestasi khalifah ali bin abi thalib adalah sebagai berikut[5]
1. Memajukan dalam bidang ilmu bahasa
Pemerintahan wilaya islam pada masa khalifah ali bin abi thalib sudah mencapai india.
Akan tetapi pada saat itu, penulisan huruf ijayyah belum dilengkapi dengan tanda baca,
seperti kasrah, fathah, dhammad dan syaddah, sehingga menyebabkan banyaknya
kesalahan-kesalahan bacaan teks Al-qur’an dan hadits di daerah-daerah yang jauh dari
jazirah Arab.
Untuk menghindari kesalahan fatal dalam membaca Al-qur’an dan hadits, khalifah ali bin
abi thalib memerintahkan abu aswad ad-duali untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu
nahwu, yaitu ilmu yang mempelajari tata bahasa Arab.
1. Membenahi keuangan negara (baitul mal)
Harta pejabat yang diperolehnya dengan cara yang tidak benar disita oleh khalifah ali bin
abi thalib. Harta tersebut kemudian disimpan di baitul mal dan digunakan untuk
kesejahteraan rakyat.
1. Mengganti pejabat yang kurang konsisten
Para pejabat yang kurang konsisten dalam bekerja, semuanya diperbaiki dan diganti oleh
khalifah ali bin abi thalib. Akan tetapi, pejabat-pejabat yang diganti tersebut banyak yang
dari keluarga khalifah usman bin affan (bani umayyah). Akibatnya makin banyak kalangan
bani umayyah yang tidak menyukai khalifah ali bin abi thalib.
1. Bidang pembangunan
Pembangunan kota Kuffah telah menjadi perhatian khusus bagi khalifah ali bin abi thalib.
Pada awalnya, kota Kuffah disiapkan untuk pusat pertahanan oleh Mu’awiyah bin abi
Sofyan. Akan tetapi kota Kuffah kemudian berkembang menjadi pusat ilmu tafsir, ilmu
hadits, ilmu nahwu, dan ilmu pengetaahuan lainnya. Perselisihan antar pendukung khalifah
ali bin abi thalib dan Mu’awiyah bin abu Sofyan mengalami berakhirnya pemerintahan
islam di bawah khulafaurrasyidin. Para ahli sejarah menyatakan bahwa pemerintah islam
yang paling mendekati masa pemerintahan rasulullah saw.
6. Gambaran Kehalifahan
7. Masa Kepemimpinan
Adapun masa pemerintahan khulafa al rasyidun adalah sebagai berikut :
No Nama Mulai Berakhir Lama Umur
1. Abu Bakar 11H/632M 13H/634M 2 Th 3 Bln 63 Tahun
2. Umar 13H/634M 23H/644M 10 Th 6 Bln 63 Tahun
3. Usman 23H/644M 35H/656M 12 Th 82 Tahun
4. Ali 35H/656M 40H/661M 4 Th 9 Bln 63 ahun

1. KONDISI ISLAM DAN UMAT MUSLIM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN


Pada masa khulafaur rasyidin, Islam dan umat muslim mengalami berbagai macam
permasalahan, yaitu :
No Khalifah Kondisi
1. Kondisi Islam menjadi tidak stabil sepeninggal
nabi.
2. Muncul nabi-nabi palsu (Musailamah Al-
kadzab).
3. Muncul kelompok yang murtad.
1. Abu Bakar ash-shiddiq
4. Fokus pada penstabilan politik masih
dalam jangkauan internal.
5. Setelah kondisi politik stabil, Abu Bakar
focus pada ekspansi ke luar. Yaitu Persia dan
Romawi Timur.
1. Islam mengalami masa yang gemilang.
2. Politik dalam negeri stabil.
2. Umar bin Khattab
3. Sehingga ekspansi difokuskan ke luar
wilayah.
1. Masa ini lebih bersifat merebut kembali
wilayah yang sudah ditaklukkan pasukan Islam
sebelumnya.
3. Usman bin Affan
2. Masa ini menguasai wilayah Tripoli di
Barat sampai seluruh Asia Tengah di Timur,
Yaman, Azerbaijan, Turkistan.
1. Masa ini tidak terjadi ekspansi.
2. Masa ini terlalu disibukkan oleh
4. Ali bin Abi Thaalib
perpecahan di kalangan umat islam sejak
terbunuhnya Usman.
3. Terjadinya Waqiah al Jamal dan Tahkim
sebagai bukti adanya kejadian dalam negeri
yang harus diselesaikan.

1. INTISARI
Pembahasan diatas dapat diintisarikan seperti table dibawah ini :
No Abu Bakar Umar Usman Ali
Wasiat Abu Tim formatur
1. Proses pengangkatan Dibaiat Umar Ahlul Madinah
Bakar Umar
Adanya tindakan Terjadi konflik
pembersihan Pembunuhan Internal,
Penaklukan
2. Peristiwa penting Nabi-nabi Palsu Khalifah seperti
Persia
dan Kaum Usman Tahkim dan
Murtad perang Shifin
Fokus pada
pembenahan Afrika, Siprus,
Damaskus,
Islam dan Politik Armenia,
3. Ekspansi Suriah, Mesir –
Internal serta Kabul,
dan Irak
memadamkan Farghanah
pemberontak
Penyusunan
Pembenahan Al-Quran yang
Administrasi sekarang
Mengumpulkan Negara dan disebut Quran
4. Kontribusi –
Al-Quran Penggalan Islam mushaf
dari awal Hijrah Usmani serta
Nabi SAW Perluasan
Masjid Nabawi
Dibunuh
Dibunuh oleh dalam Upaya Dibunuh oleh
5. Wafat Sakit Abu Lu’luah konspirasi Abdurrahman
(budak Persia) diantaranya bin Muljam
Ghafiqi
Berani dan
Lembut dan
6. Sifat Pribadi Bijaksana Berani dan Adil bersikap
Agamis
ilmiah
SEJARAH PERADABAN ISLAM (Fase Mekah dan Madinah)
Kondisi bangsa arab sebelum kedatangan islam, terutama di sekitar Mekah masih diwarnai
dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan. Yang dikenal dengan istilah paganisme. Selain
menyembah berhala, di kalangan bangsa Arab ada pula yang menyembah agama Masehi
(Nasrani), agama ini dipeluk oleh penduduk Yaman, Najran, dan Syam. Di samping itu juga
agama Yahudi yang dipeluk oleh penduduk Yahudi imigran di Yaman dan Madinah, serta agama
Majusi, yaitu agama orang-orang persia.
Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul Awwal atau 20 April 571 M. Ketika itu
Raja Yaman Abrahah dengan gajahnya menyerbu Mekah untuk menghancurkan Ka’bah.
Sehingga tahun itu dinamakan Tahun Gajah. Beliau telah menjadi yatim piatu ketika berumur
delapan tahun, dan beliau diasuh oleh kakek dan pamannya, Abdul Muthalib dan Abu Thalib.
Pada umur 12 tahun Nabi Muhammad sudah mengenal perdagangan, sebeb pada saat itu beliau
telah diajak berdagang oleh paman beliau, Abu Thalib ke Negeri Syam. Dari pengalamannya
berdagang, maka setelah beranjak dewasa, beliau ingin berusaha berdagang dengan membawa
barang dagangan Khadijah, seorang saudagar wanita yang pada akhirnya menjadi istri beliau.
Fase kenabian Nabi Muhammad dimulai ketika beliau bertahannus atau menyepi di Gua Hira,
sebagai imbas keprihatinan beliau melihat keadaan bangsa Arab yang menyembah berhala. Di
tempat inilah beliau menerima wahyu yang pertama, yang berupa surat Al-‘Alaq 1-5. Dengan
wahyu yang pertama ini, maka beliau telah diangkat menjadi Nabi, utusan Allah. Pada saat itu,
Nabi Muhammad belum diperintahkan untuk menyeru kepada umatnya, namun setelah turun
wahyu kedua, yaitu surat Al-Mudatsir ayat 1-7, Nabi Muhammad saw diangkat menjadi Rasul
yang harus berdakwah. Dalam hal ini dakwah Nabi Muhammad dibagi menjadi dua periode,
yaitu :
a. Periode Mekah, ciri pokok dari periode ini adalah pembinaan dan pendidikan tauhid (dalam
arti luas)
b. Periode Madinah, ciri pokok dari periode ini adalah pendidikan sosial dan politik (dalam arti
luas)

A. PERIODE MEKAH
Pada periode ini, tiga tahun pertama dakwah islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Nabi
Muhammad mulai melaksanakan dakwah islam di lingkungan keluarga, mula-mula istri beliau
sendiri, yaitu Khadijah, yang menerima dakwah beliau, kemudian Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar
sahabat beliau, lalu Zaid bekas budak beliau. Di samping itu, juga banyak orang yang masuk
islam dengan perantaraan Abu Bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunal
Awwalun(orang-orang yang lebih dahulu masuk islam), mereka adalah Utsman bin Affan,
Zubair bin Awwan, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdur Rahmanbin ‘Auf, Thalhah bin ‘Ubaidillah,
Abu Ubaidah bin Jarhah, dan Al-Arqam bin Abil Arqam, yang rumahnya dijadikan markas untuk
berdakwah(rumah Arqam). Kemudian setelah turun ayat 94 Surah Al-Hijr, nabi Muhammad saw
memulai dakwah secara-terang-terangan.
Dalam menyebarkan agama islam, Nabi Muhammad melakukannya dengan tiga cara, yaitu:
a. Rahasia. Pada tahapan ini Nabi menyempaikannya hanya pada kalangan keluarganya sendiri
dan teman dekatnya.
b. Semi Rahasia. Beliau menyebarkan Agama Islam dalam ryang lingkup yang lebih luas,
termasuk Bani Muthalib dan Bani Hasyim.
c. Terang-Terangan (Demonstratif). Nabi dalam berdakwah secara terang-terangan ke segenap
lapisan masyarakat, baik kaum bangsawan maupun hamba sahaya.
Dakwah yang disampaikan Nabi ini mendapatkan penolakan masyarakat Quraisy dalam berbagai
cara. Penolakan tersebut diantaranya:
a. Lunak. Cara ini dilakukan dengan menyebar propaganda. Bahwa Nabi Muhammad adalah
seorang pembohong, penjahat, dan juga pembuat perpecahan di kalangan bangsa arab dan
lainnya
b. Semi Lunak. Yaitu dengan membujuk Nabi Muhammad untuk menghentikan dakwah
islamiyah
c. Kasar/Keji. Yaitu dengan melakukan penyiksaan atau penganiayaan baik secara fisik maupun
nonfisik
Dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw tidak mudah karena mendapat tantangan dari
kaum kafir Quraisy. Hal tersebut timbul karena beberapa faktor, yaitu sebagai berikut :
1. Bidang Politik Kekuasaan. Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan.
Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Nabi Muhammad berarti tunduk kepada
kepemimpinan Bani Abdul Muthalib
2. Sosial (persamaan derajat sosial). Nabi muhammad menyerukan persamaan hak antara
bangsawan dan hamba sahaya
3. Agama dan Keyakinan. Para pemimpin Quraisy tidak mau percaya ataupun mengakui serta
tidak menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat
4. Budaya. Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat akar pada bangsa Arab,
sehingga sangat berat bagi mereka untuk meninggalkan agama nenek moyang dan mengikuti
agama islam
5. Ekonomi. Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki
B. PERIODE MADINAH
Sebab utama Rasulullah besama para sahabat melakukan hijrah ke Madinah, yaitu :
1. Perbedaan iklim di kedua kota mempercepat dilakukannya hijrah. Iklim Madinah lembut dan
watak rakyatnya yang tenang sangat mendorong penyebaran dan pengembangan agama islam.
Sedangkan kota Mekah sebaliknya.
2. Nabi-Nabi umumnya tidak dihormati di negara-negaranya sehingga Nabi Muhammadpun
tidak diterima oleh kaumnya sendiri
3. Tantangan yang nabi hadapi tidak sekerasa di Mekkah
Dalam periode ini, pengembangan islam lebih ditekankan pada dasar-dasar pendidikan
masyarakat islam dan pendidikan sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu, Nabi kemudian
meletakkan dasar-dasar masyarakat islam di Madinah, sebagai berikut
a. Mendirikan Masjid
Tujuan Rasulullah mendirikan masjid ialah untuk mempersatukan umat islam dalam satu majelis,
sehingga di majelis ini umat islam bisa bersama-sama melaksanakan shalat berjamaah secara
teratur, mengadili perkara-perkara dan musyawarah. Masjid ini memegang peranan penting
untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempererat tali ukhuwah islamiyah.
b. Mempersatukan dan mempersaudarakan antara kaum Anshar dan Muhajirin
Rasulullah saw mempersatukan keluarga-keluarga islam yang terdiri dari Muhajirin dan Anshar.
Dengan cara mempersaudarakan kedua golongan ini, Rasulullah saw telah menciptakan suatu
pertalian yang berdasarkan agama pengganti persaudaraan yang berdasar kesukuan seperti
sebelumnya.
c. Perjanjian saling membantu antara sesama kaum muslimin dan bukan muslimin
Nabi Muhammad saw hendak menciptakan toleransi antargolongan yang ada di madinah, oleh
karena itu Nabi membuat perjanjian antara kaum mus;limin dan nonmuslimin.
Menurut Ibnu Hisyam, isi perjanjian tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Pengakuan atas hak pribadi keagamaan dan politik
2. Kebebasan beragama terjamin untuk semua umat
3. Adalah kewajiban penduduk Madinah, baik muslim maupun nonmuslim, dalam hal moril
maupun materiil. Mereka harus bahu membahu menangkis semua serangan terhadap kota
mereka(Madinah)
4. Rasulullah adalah pemimpin umum bagi penduduk Madinah. Kepada beliaulah dibawa segala
perkara dan perselisihan yang besar untuk diselesaikan
d. Meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi dan sosial untuk masyarakat baru
Ketika masyarakat islam terbentuk maka diperlukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat yang
baru terbentuk tersebut. Oleh karena itu, ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan dalam periode ini
terutama ditujukan kepada pembninaan hukum. Ayat-ayat ini kemudian diberi penjelasan oleh
Rasulullah, baik dengan lisan maupun dengan perbuatan beliau sehingga terdapat dua sumber
hukum dalam islam, yaitu Al-Quran dan hadis.
Dari kedua sumber hukum islam tersebut didapat suatu sistem untuk bidang politik, yaitu sistem
musyawarah. Dan untuk bidang ekonomi dititikberatkan pada jaminan keadilan sosial, serta
dalam bidang kemasyarakatan, diletakkan pula dasar-dasar persamaan derajat antara masyarakat
atau manusia, dengan penekanan bahwa yang menentukan derajat manusia adalah ketakwaan.
e. Mengadakan perjanjian dengan seluruh penduduk Madinah, baik yang sudah masuk islam
maupun yang belum masuk islam. Perjanjian ini dikenal dengan “Piagam Madinah”, yang berisi
undang-undang dikenal dengan konstitusi Madinah. Konstitusi ini secara garis besar
menyangkuit masalah-masalah yang berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia, yaitu:
1. Bidang Politik. Dalam piagam Madinah menerapkan sistem Musyawarah
2. Bidang Keamanan. Seluruh warga negara berhak mendapat keamanan dan kemerdekaan
3. Bidang Sosial. Nabi meletakkan dasar persamaan di antara manusia
4. Bidang ekonomi. Nabi saw menerapkan sistem yang dapat menjamin keadilan sosial
5. Bidang keagamaan. Hak beragama dijamin, namun harus memiliki sikap toleransi terhadap
kegiatan-kegiatan keagamaan yang diselenggarakan oleh masyarakat atau penduduk kota
madinah.
Adapun penjabaran dari piagam ini yang dijadikan sebagai dasar dalam membina masyarakat
islam yang baru dibentuk Rasulullah saw, meliputi beberapa prinsip, yaitu:
a. Al-Ukhuwah. Ukhuwah ini meliputi Ukhuwah Basyariyah, Ukhuwah Wathaniyah dan
Ukhuwah Islamiyah
b. Al-Musawa. Semua penduduk memiliki kedudukan yang sama dan setiap warga masyarakat
memuliki hak kemerdekaan, kebebasan, dan yang membedakan hanyalah ketakwaannya
c. At-Tasamuh. Umat Islam siap berdamping secara baik dengan semua penduduk termasuk
Yahudi serta bebas melaksanakan ajaran agama dan harus memiliki sikap toleransi
d. Al-Ta’awun. Semua penduduk harus saling tolong menolong dalam hal kebaikan.
e. Al-Tasyawur. Jika ada persoalan dalam Negara, harus melakukan musyawarah
f. Al-‘Adalah. Berkaitan erat dengan hak dan kewajiban setiap individu dalam kehidupan
bermasyarakat(Adil)
Sejarah Arab Pra Islam
ARAB PRA ISLAM
Ditilik dari silsilah keturunan dan cikal bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum Bangsa
Arab menjadi Tiga bagian, yaitu :
1. Arab Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab terdahulu yang sejarahnya tidak bisa
dilacak secara rinci dan komplit. Seperti Ad, Tsamud, Thasn, Judais, Amlaq dan lain-
lainnya.
2. Arab Aribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya’rub bin Yasyjub
bin Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah.
3. Arab Musta’ribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Isma’il, yang
disebut pula Arab Adnaniyah.
1. SISTEM POLITIK DAN KEMASYARAKATAN
a. Kondisi Politik
Bangsa Arab sebelum islam, hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri sendiri-sendiri.
Satu sama lain kadang-kadang saling bermusuhan. Mereka tidak mengenal rasa ikatan nasional.
Yang ada pada mereka hanyalah ikatan kabilah. Dasar hubungan dalam kabilah itu ialah
pertalian darah. Rasa asyabiyah (kesukuan) amat kuat dan mendalam pada mereka, sehingga bila
mana terjadi salah seorang di antara mereka teraniaya maka seluruh anggota-anggota kabilah itu
akan bangkit membelanya. Semboyan mereka “ Tolong saudaramu, baik dia menganiaya atau
dianiaya “.
Pada hakikatnya kabilah-kabilah ini mempunyai pemuka-pemuka yang memimpin
kabilahnya masing-masing. Kabilah adalah sebuah pemerintahan kecil yang asas eksistensi
politiknya adalah kesatuan fanatisme, adanya manfaat secara timbal balik untuk menjaga daerah
dan menghadang musuh dari luar kabilah.
Kedudukan pemimpin kabilah ditengah kaumnya, seperti halnya seorang raja. Anggota
kabilah harus mentaati pendapat atau keputusan pemimpin kabilah. Baik itu seruan damai
ataupun perang. Dia mempunyai kewenangan hukum dan otoritas pendapat, seperti layaknya
pemimpin dictator yang perkasa. Sehingga adakalanya jika seorang pemimpin murka, sekian ribu
mata pedang ikut bicara, tanpa perlu bertanya apa yang membuat pemimpin kabilah itu murka.
Kekuasaan yang berlaku saat itu adalah system dictator. Banyak hak yang terabaikan.
Rakyat bisa diumpamakan sebagai ladang yang harus mendatangkan hasil dan memberikan
pendapatan bagi pemerintah. Lalu para pemimpin menggunakan kekayaan itu untuk foya-foya
mengumbar syahwat, bersenang-senang, memenuhi kesenangan dan kesewenangannya.
Sedangkan rakyat dengan kebutaan semakin terpuruk dan dilingkupi kezhaliman dari segala sisi.
Rakyat hanya bisa merintih dan mengeluh, ditekan dan mendapatkan penyiksaan dengan sikap
harus diam, tanpa mengadakan perlawanan sedikitpun.
Kadang persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin yang memakai sistem keturunan
paman kerap membuat mereka bersikap lemah lembut, manis dihadapan orang banyak, seperti
bermurah hati, menjamu tamu, menjaga kehormatan, memperlihatkan keberanian, membela diri
dari serangan orang lain, hingga tak jarang mereka mencari-cari orang yang siap memberikan
sanjungan dan pujian tatkala berada dihadapan orang banyak, terlebih lagi para penyair yang
memang menjadi penyambung lidah setiap kabilah pada masa itu, hingga kedudukan para
penyair itu sama dengan kedudukan orang-orang yang sedang bersaing mencari simpati.
b. Kondisi Masyarakat
Dikalangan Bangsa Arab terdapat beberapa kelas masyarakat. Yang kondisinya berbeda antara
yang satu dengan yang lain. Hubungan seorang keluarga dikalangan bangsawan sangat
diunggulkan dan diprioritaskan, dihormati dan dijaga sekalipun harus dengan pedang yang
terhunus dan darah yang tertumpah. Jika seorang ingin dipuji dan menjadi terpandang dimata
bangsa Arab karena kemuliaan dan keberaniannya, maka dia harus banyak dibicarakan kaum
wanita.
Karena jika seorang wanita menghendaki, maka dia bisa mengumpulkan beberapa kabilah untuk
suatu perdamaian, dan jika wanita itu mau maka dia bisa menyulutkan api peperangan dan
pertempuran diantara mereka. Sekalipun begitu, seorang laki-laki tetap dianggap sebagai
pemimpin ditengah keluarga, yang tidak boleh dibantah dan setiap perkataannya harus dituruti.
Hubungan laki-laki dan wanita harus melalui persetujuan wali wanita.
Begitulah gambaran secara ringkas kelas masyarakat bangsawan, sedangkan kelas masyarakat
lainnya beraneka ragam dan mempunyai kebebasan hubungan antara laki-laki dan wanita.
Para wanita dan laki-laki begitu bebas bergaul, malah untuk berhubungan yang lebih
dalam pun tidak ada batasan. Yang lebih parah lagi, wanita bisa bercampur dengan lima orang
atau lebih laki-laki sekaligus. Hal itu dinamakan hubungan poliandri. Perzinahan mewarnai
setiap lapisan masyarakat. Semasa itu, perzinahan tidak dianggap aib yang mengotori keturunan.
Banyak hubungan antara wanita dan laki-laki yang diluar kewajaran, seperti :
1. Pernikahan secara spontan, seorang laki-laki mengajukan lamaran kepada laki-laki lain
yang menjadi wali wanita, lalu dia bisa menikahinya setelah menyerahkan mas kawin
seketika itu pula.
2. Para laki-laki bisa mendatangi wanita sekehendak hatinya. Yang disebut wanita
pelacur.
3. Pernikahan Istibdha’, seorang laki-laki menyuruh istrinya bercampur kepada laki-laki
lain hingga mendapat kejelasan bahwa istrinya hamil. Lalu sang suami mengambil
istrinya kembali bila menghendaki, karena sang suami menghendaki kelahiran
seorang anak yang pintar dan baik.
4. Laki-laki dan wanita bisa saling berhimpun dalam berbagai medan peperangan. Untuk
pihak yang menang, bisa menawan wanita dari pihak yang kalah dan
menghalalkannya menurut kemauannya.
Banyak lagi hal-hal yang menyangkut hubungan wanita dengan laki-laki yang diluar
kewajaran. Diantara kebiasaan yang sudah dikenal akrab pada masa jahiliyah ialah poligami
tanpa da batasan maksimal, berapapun banyaknya istri yang dikehendaki. Bahkan mereka bisa
menikahi janda bapaknya, entah karena dicerai atau karena ditinggal mati. Hak perceraian ada
ditangan kaum laki-laki tanpa ada batasannya.
Perzinahan mewarnai setiap lapisan mayarakat, tidak hanya terjadi di lapisan tertentu atau
golongan tertentu. Kecuali hanya sebagian kecil dari kaum laki-laki dan wanita yang memang
masih memiliki keagungan jiwa.
Ada pula kebiasaan diantara mereka yang mengubur hidup-hidup anak perempuannya,
karena takut aib dan karena kemunafikan. Atau ada juga yang membunuh anak laki-lakinya,
karena takut miskin dan lapar. Disini kami tidak bisa menggambarkannya secara detail kecuali
dengan ungkapan-ungkapan yang keji, buruk, dan menjijikkan.
Secara garis besar, kondisi masyarakat mereka bisa dikatakan lemah dan buta.
Kebodohan mewarnai segala aspek kehidupan, khurafat tidak bisa dilepaskan, manusia hidup
layaknya binatang. Wanita diperjual-belikan dan kadang-kadang diperlakukan layaknya benda
mati. Hubungan ditengah umat sangat rapuh dan gudang-gudang pemegang kekuasaan dipenuhi
kekayaan yang berasal dari rakyat, atau sesekali rakyat dibutuhkan untuk menghadang serangan
musuh.
2. SISTEM KEPERCAYAAN DAN KEBUDAYAAN
Kepercayaan bangsa Arab sebelum lahirnya Islam, mayoritas mengikuti dakwah Isma’il Alaihis-
Salam, yaitu menyeru kepada agama bapaknya Ibrahim Alaihis-Salam yang intinya menyeru
menyembah Allah, mengesakan-Nya, dan memeluk agama-Nya.
Waktu terus bergulir sekian lama, hingga banyak diantara mereka yang melalaikan ajaran
yang pernah disampaikan kepada mereka. Sekalipun begitu masih ada sisa-sisa tauhid dan
beberapa syiar dari agama Ibrahim, hingga muncul Amr Bin Luhay, (Pemimpin Bani
Khuza’ah). Dia tumbuh sebagai orang yang dikenal baik, mengeluarkan shadaqah dan respek
terhadap urusan-urusan agama, sehingga semua orang mencintainya dan hampir-hampir mereka
menganggapnya sebagai ulama besar dan wali yang disegani.
Kemudian Amr Bin Luhay mengadakan perjalanan ke Syam. Disana dia melihat
penduduk Syam menyembah berhala. Ia menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik dan
benar. Sebab menurutnya, Syam adalah tempat para Rasul dan kitab. Maka dia pulang sambil
membawa HUBAL dan meletakkannya di Ka’bah. Setelah itu dia mengajak penduduk Mekkah
untuk membuat persekutuan terhadap Allah. Orang orang Hijaz pun banyak yang mengikuti
penduduk Mekkah, karena mereka dianggap sebagai pengawas Ka’bah dan penduduk tanah suci.
Pada saat itu, ada tiga berhala yang paling besar yang ditempatkan mereka ditempat-
tempat tertentu, seperti :
1. Manat, mereka tempatkan di Musyallal ditepi laut merah dekat Qudaid.
2. Lata, mereka tempatkan di Tha’if.
3. Uzza, mereka tempatkan di Wady Nakhlah.
Setelah itu, kemusyrikan semakin merebak dan berhala-berhala yang lebih kecil
bertebaran disetiap tempat di Hijaz. Yang menjadi fenomena terbesar dari kemusyrikan bangsa
Arab kala itu yakni mereka menganggap dirinya berada pada agama Ibrahim.
Ada beberapa contoh tradisi dan penyembahan berhala yang mereka lakukan, seperti :
1. Mereka mengelilingi berhala dan mendatanginya, berkomat-kamit dihadapannya,
meminta pertolongan tatkala kesulitan, berdo’a untuk memenuhi kebutuhan, dengan
penuh keyakinan bahwa berhala-berhala itu bisa memberikan syafaat disisi Allah dan
mewujudkan apa yang mereka kehendaki.
2. Mereka menunaikan Haji dan Thawaf disekeliling berhala, merunduk dan bersujud
dihadapannya.
3. Mereka mengorbankan hewan sembelihan demi berhala dan menyebut namanya.
Banyak lagi tradisi penyembahan yang mereka lakukan terhadap berhala-berhalanya,
berbagai macam yang mereka perbuat demi keyakinan mereka pada saat itu.
Bangsa Arab berbuat seperti itu terhadap berhala-berhalanya, dengan disertai keyakinan bahwa
hal itu bisa mendekatkan mereka kepada Allah dan menghubungkan mereka kepada-Nya, serta
memberikan manfaat di sisi-Nya.
Selain itu, Orang-orang Arab juga mempercayai dengan pengundian nasib dengan anak panah
dihadapan berhala Hubal. Mereka juga percaya kepada perkataan Peramal, Orang Pintar dan
Ahli Nujum.
Dikalangan mereka ada juga yang percaya dengan Ramalan Nasib Sial dengan sesuatu. Ada juga
diantara mereka yang percaya bahwa orang yang mati terbunuh, jiwanya tidak tentram jika
dendamnya belum dibalaskan, ruh nya bisa menjadi burung hantu yang berterbangan di padang
seraya berkata,”Berilah aku minum, berilah aku minum”!jika dendamnya sudah dibalaskan,
maka ruh nya akan menjadi tentram.
Sekalipun masyarakat Arab jahiliyah seperti itu, toh masih ada sisa-sisa dari agama Ibrahim dan
mereka sama sekali tidak meninggalkannya, seperti pengagungan terhadap ka’bah, thawaf
disekelilingnya, haji, umrah, Wufuq di Arafah dan Muzdalifah. Memang ada hal-hal baru dalam
pelaksanaannya.
Semua gambaran agama dan kebiasaan ini adalah syirik dan penyembahan terhadap berhala
menjadi kegiatan sehari-hari , keyakinan terhadap hayalan dan khurafat selalu menyelimuti
kehidupan mereka. Begitulah agama dan kebiasaan mayoritas bangsa Arab masa itu. Sementara
sebelum itu sudah ada agama Yahudi, Masehi, Majusi, dan Shabi’ah yang masuk kedalam
masyarakat Arab. Tetapi itu hanya sebagian kecil oleh penduduk Arab. Karena kemusyrikan dan
penyesatan aqidah terlalu berkembang pesat.
Itulah agama-agama dan tradisi yang ada pada saat detik-detik kedatangan islam. Namun agama-
agama itu sudah banyak disusupi penyimpangan dan hal-hal yang merusak. Orang-orang
musyrik yang mengaku pada agama Ibrahim, justru keadaannya jauh sama sekali dari perintah
dan larangan syari’at Ibrahim. Mereka mengabaikan tuntunan-tuntunan tentang akhlak yang
mulia. Kedurhakaan mereka tak terhitung banyaknya, dan seiring dengan perjalanan waktu,
mereka berubah menjadi para paganis (penyembah berhala), dengan tradisi dan kebiasaan yang
menggambarakan berbagai macam khurafat dalam kehidupan agama, kemudian mengimbas
kekehidupan social, politik dan agama.
Sedangkan orang-orang Yahudi, berubah menjadi orang-orang yang angkuh dan sombong.
Pemimpin-pemimpin mereka menjadi sesembahan selain Allah. Para pemimpin inilah yang
membuat hukum ditengah manusia dan menghisab mereka menurut kehendak yang terbetik
didalam hati mereka. Ambisi mereka hanya tertuju kepada kekayaan dan kedudukan, sekalipun
berakibat musnahnya agama dan menyebarnya kekufuran serta pengabaian terhadap ajaran-
ajaran yang telah ditetapkan Allah kepada mereka, dan yang semua orang dianjurkan untuk
mensucikannya.
Sedangkan agama Nasrani berubah menjadi agama paganisme yang sulit dipahami dan
menimbulkan pencampuradukkan antara Allah dan Manusia. Kalaupun ada bangsa Arab yang
memeluk agama ini, maka tidak ada pengaruh yang berarti. Karena ajaran-ajarannya jauh dari
model kehidupan yang mereka jalani, dan yang tidak mungkin mereka tinggalkan.
Semua agama dan tradisi Bangsa Arab pada masa itu, keadaan para pemeluk dan masyarakatnya
sama dengan keadaan orang-orang Musyrik. Musyrik hati, kepercayaan, tradisi dan kebiasaan
mereka hampir serupa.
SEJARAH MUNCULNYA ILMU KALAM DAN KERANGKA BERFIKIR ALIRAN-ALIRAN
KALAM

A. Sejarah Munculnya Ilmu Kalam

Adapun yang melatar belakangi sejarah munculnya persoalan-persoalan kalam adalah


disebabkan faktor-faktor politik pada awalnya setelah khalifah Ustman terbunuh kemudian
digantikan oleh Ali menjadi khalifah. Peristiwa menyedihkan dalam sejarah Islam yang
sering dinamakan al-Fitnat al-Kubra (Fitnah Besar), sebagaimana telah banyak dibahas,
merupakan pangkal pertumbuhan masyarakat (dan agama) Islam di berbagai bidang,
khususnya bidang-bidang politik, sosial dan paham keagamaan. Maka Ilmu Kalam sebagai
suatu bentuk pengungkapan dan penalaran paham keagamaan juga hampir secara
langsung tumbuh dengan bertitik tolak dari Fitnah Besar itu.

Pada zaman khalifah Abu Bakar ( 632-634 M ) dan Umar bin Khattab ( 634-644 ) problema
keagamaan juga masih relative kecil termasuk masalah aqidah. Tapi setelah Umar wafat
dan Ustman bin Affan naik tahta ( 644-656 ) fitnah pun timbul. Abdullah bin Saba’, seorang
Yahudi asal Yaman yang mengaku Muslim, salah seorang penyulut pergolakan. Meskipun
itu ditiupkan, Abdullah bin Saba’ pada masa pemerintahan Ustman namun kemelut yang
serius justru terjadi di kalangan Umat Islam setelah Ustman mati terbunuh ( 656 ).

Perselisihan di kalangan Umat islam terus berlanjut di zaman pemerintahan Ali bin Abi
Thalib ( 656-661 ) dengan terjadinya perang saudara, pertama, perang Ali dengan Zubair,
Thalhah dan Aisyah yang dikenal dengan perang jamal, kedua, perang antara Ali dan
Muawiyah yang dikenal dengan perang Shiffin. Pertempuran dengan Zubair dan kawan-
kawan dimenangkan oleh Ali, sedangkan dengan Muawiyah berakhir dengan tahkim (
Arbritrase ).

Hal ini berpengaruh pada perkembangan tauhid, terutama lahir dan tumbuhnya aliran-
aliran Teologi dalam islam.

Ketauhidan di Zaman Bani Umayyah ( 661-750 M ) masalah aqidah menjadi perdebatan


yang hangat di kalangan umat islam. Di zaman inilah lahir berbagai aliran teologi seperti
Murji’ah, Qadariah, Jabariah dan Mu’tazilah.

Pada zaman Bani Abbas ( 750-1258 M ) Filsafat Yunani dan Sains banyak dipelajari Umat
Islam. Masalah Tauhid mendapat tantangan cukup berat. Kaum Muslimin tidak bisa
mematahkan argumentasi filosofis orang lain tanpa mereka menggunakan senjata filsafat
dan rasional pula. Untuk itu bangkitlah Mu’tazilah mempertahankan ketauhidan dengan
argumentasi-argumentasi filosofis tersebut.
Namun sikap Mu’tazilah yang terlalu mengagungkan akal dan melahirkan berbagai
pendapat controversial menyebabkan kaum tradisional tidak menyukainya.

Akhirnya lahir aliran Ahlussunnah Waljama’ah dengan Tokoh besarnya Abu Hasan Al-
Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi.

Mula-mula ialah untuk membuat penalaran logis oleh orangorang yang melakukan
pembunuhan 'Utsm'an atau menyetujui pembunuhan itu. Jika urutan penalaran itu
disederhanakan, maka kira-kira akan berjalan seperti ini: Mengapa 'Utsman boleh atau
harus dibunuh?

Karena ia berbuat dosa besar (berbuat tidak adil dalam menjalankan pemerintahan)
padahal berbuat dosa besar adalah kekafiran. Dan kekafiran, apalagi kemurtadan (menjadi
kafir setelah Muslim), harus dibunuh. Mengapa perbuatan dosa besar suatu kekafiran?
Karena manusia berbuat dosa besar, seperti kekafiran, adalah sikap menentang Tuhan.
Maka harus dibunuh! Dari jalan pikiran itu, para (bekas) pembunuh 'Utsman atau
pendukung mereka menjadi cikal-bakal kaum Qadari, yaitu mereka yang berpaham
Qadariyyah, suatu pandangan bahwa manusia mampu menentukan amal perbuatannya,
maka manusia mutlak bertanggung jawab atas segala perbuatannya itu, yang baik dan yang
buruk.

Para pembunuh 'Utsman itu, menurut beberapa petunjuk kesejarahan, menjadi pendukung
kekhalifahan 'Ali Ibn Abi Thalib, Khalifah IV. Ini disebutkan, misalnya, oleh Ibn Taymiyyah,
sebagai berikut: Sebagian besar pasukan Ali, begitu pula mereka yang memerangi Ali dan
mereka yang bersikap netral dari peperangan itu bukanlah orang-orang yang membunuh
'Utsman. Sebaliknya, para pembunuh 'Utsman itu adalah sekelompok kecil dari pasukan
'Ali, sedangkan umat saat kekhalifahan 'Utsman itu berjumlah dua ratus ribu orang, dan
yang menyetujui pembunuhannya seribu orang sekitar itu.

Tetapi mereka kemudian sangat kecewa kepada ‘Ali, karena Khalifah ini menerima usul
perdamaian dengan musuh mereka, Mu’awiyah ibn Abu Sufyan, dalam “Peristiwa Shiffin” di
situ ‘Ali mengalami kekalahan di plomatis dan kehilangan kekuasaan “de jure”-nya. Karena
itu mereka memisahkan diri dengan membentuk kelompok baru yang kelak terkenal
dengan sebutan kaum Khawarij (al-Kahwarij, kaum Pembelot atau Pemberontak). Seperti
sikap mereka terhadap ‘Utsman, kaum Khawarij juga memandang ‘Ali dan Mu’awiyah
sebagai kafir karena mengkompromikan yang benar (haqq) dengan yang palsu (bathil).
Karena itu mereka merencanakan untuk membunuh ‘Ali dan Mu’awiyah, juga Amr ibn al-
’Ash, gubernur Mesir yang sekeluarga membantu Mu’awiyah mengalahkan Ali dalam
“Peristiwa Shiffin” tersebut. Tapi kaum Khawarij, melalui seseorang bernama Ibn Muljam,
berhasil membunuh hanya ‘Ali, sedangkan Mu’awiyah hanya mengalami luka-luka, dan
‘Amr ibn al-’Ash selamat sepenuhnya (tapi mereka membunuh seseorang bernama
Kharijah yang disangka ‘Amr, karena rupanya mirip).

Karena sikap-sikap mereka yang sangat ekstrem dan eksklusifistik, kaum Khawarij
akhirnya boleh dikatakan binasa. Tetapi dalam perjalanan sejarah pemikiran Islam,
pengaruh mereka tetap saja menjadi pokok problematika pemikiran Islam. Yang paling
banyak mewarisi tradisi pemikiran Khawarij ialah kaum Mu’tazilah. Mereka inilah
sebenarnya kelompok Islam yang paling banyak mengembangkan Ilmu Kalam seperti yang
kita kenal sekarang. Berkenaan dengan Ibn Taymiyyah mempunyai kutipan yang menarik
dari keterangan salah seorang ‘ulama’ yang disebutnya Imam ‘Abdull’ah ibn al-Mubarak.
Menurut Ibn Taymiyyah, sarjana itu menyatakan demikian: Agama adalah kepunyaan ahli
(pengikut) Hadits, kebohongan kepunyaan kaum Rafidlah, (ilmu) Kalam kepunyaan kaum
Mu’tazilah, tipu daya kepunyaan (pengikut) Ra’y (temuan rasional).

Karena itu ditegaskan oleh Ibn Taymiyyah bahwa Ilmu Kalam adalah keahlian khusus kaum
Mu’tazilah. Maka salah satu ciri pemikiran Mu’tazili ialah rasionalitas dan paham
Qadariyyah. Namun sangat menarik bahwa yang pertama kali benar-benar menggunakan
unsur-unsur Yunani dalam penalaran keagamaan ialah seseorang bernama Jahm ibn
Shafwan yang justru penganut paham Jabariyyah, yaitu pandangan bahwa manusia tidak
berdaya sedikit pun juga berhadapan dengan kehendak dan ketentuan Tuhan. Jahm
mendapatkan bahan untuk penalaran Jabariyyahnya dari Aristotelianisme, yaitu bagian
dari paham Aristoteles yang mengatakan bahwa Tuhan adalah suatu kekuatan yang serupa
dengan kekuatan alam, yang hanya mengenal keadaan-keadaan umum (universal) tanpa
mengenal keadaan-keadaan khusus (partikular). Maka Tuhan tidak mungkin memberi
pahala dan dosa, dan segala sesuatu yang terjadi, termasuk pada manusia, adalah seperti
perjalanan hukum alam. Hukum alam seperti itu tidak mengenal pribadi (impersonal) dan
bersifat pasti, jadi tak terlawan oleh manusia. Aristoteles mengingkari adanya Tuhan yang
berpribadi personal God.

Baginya Tuhan adalah kekuatan maha dasyat namun tak berkesadaran kecuali mengenai
hal-hal universal. Maka mengikuti Aristoteles itu Jahm dan para pengikutpya sampai
kepada sikap mengingkari adanya sifat bagi Tuhan, seperti sifat-sifat kasib, pengampun,
santun, maha tinggi, pemurah, dan seterusnya. Bagi mereka, adanya sifat-sifat itu membuat
Tuhan menjadi ganda, jadi bertentangan dengan konsep Tauhid yang mereka akui sebagai
hendak mereka tegakkan. Golongan yang mengingkari adanya sifat-sifat Tuhan itu dikenal
sebagai al-Nufat (“pengingkar” [sifat-sifat Tuhan]) atau al-Mu’aththilah (“pembebas”
[Tuhan dari sifat-sifat])

Kaum Mu’tazilah menolak paham Jabiriyyah-nya kaum Jahmi. Kaum Mu’tazilah justru
menjadi pembela paham Qadariyyah seperti halnya kaum Khawarij. Maka kaum Mu’tazilah
disebut sebagai “titisan” doktrinal (namun tanpa gerakan politik) kaum Khawarij. Tetapi
kaum Mu’tazilah banyak mengambil alih sikap kaum Jahmi yang mengingkari sifat-sifat
Tuhan itu. Lebih penting lagi, kaum Mu’tazilah meminjam metologi kaum Jahmi, yaitu
penalaran rasional, meskipun dengan berbagai premis yang berbeda, bahkan berlawanan
(seperti premis kebebasan dan kemampuan manusia). Hal ini ikut membawa kaum
Mu’tazilah kepada penggunaan bahan-bahan Yunani yang dipermudah oleh adanya
membawa kaum Mu’tazilah kepada penggunaan bahan-bahan Yunani yang dipermudah
oleh adanya kegiatan penerjemahan buku-buku Yunani, ditambah dengan buku-buku Persi
dan India, ke dalam bahasa Arab. Kegiatan itu memuncak di bawah pemerintahan al-
Ma’mun ibn Harun al-Rasyid. Penterjemahan itu telah mendorong munculnya Ahli Kalam
dan Falsafa

Khalifah al-Ma’mun sendiri, di tengah-tengah pertikaian paham berbagai kelompok Islam,


memihak kaum Mu’tazilah melawan kaum Hadits yang dipimpin oleh Ahmad ibn Hanbal
(pendiri mazhab Hanbali, salah satu dari empat mazhab Fiqh). Lebih dari itu, Khalifah al-
Ma’mun, dilanjutkan oleh penggantinya, Khalifah al-Mu’tashim, melakukan mihnah
(pemeriksaan paham pribadi, inquisition), dan menyiksa serta menjebloskan banyak
orang, termasuk Ahmad ibn Hanbal, ke dalam penjara. Salah satu masalah yang
diperselisihkan ialah apakah Kalam atau Sabda Allah, berujud al-Qur’an, itu qadim (tak
terciptakan karena menjadi satu dengan Hakikat atau Dzat Ilahi) ataukah hadits
(terciptakan, karena berbentuk suara yang dinyatakan dalam huruf dan bahasa Arab)?
Khalifah al-Ma’mun dan kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa Kalam Allah itu hadits,
sementara kaum Hadits (dalam arti Sunnah, dan harap diperhatikan perbedaan antara
kata-kata hadits [a dengan topi] dan hadits [i dengan topi]) berpendapat al-Qur’an itu
qadim seperti Dzat Allah sendiri. Pemenjaraan Ahmad ibn Hanbal adalah karena masalah
ini.

Mihnah itu memang tidak berlangsung terlalu lama, dan orang pun bebas kembali. Tetapi ia
telah meninggalkan luka yang cukup dalam pada tubuh pemikiran Islam, yang sampai saat
inipun masih banyak dirasakan orang-orang Muslim. Namun jasa al-Ma’mun dalam
membuka pintu kebebasan berpikir dan ilmu pengetahuan tetap diakui besar sekali dalam
sejarah umat manusia. Maka kekhalifahan al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M), dengan
campuran unsur-unsur positif dan negatifnya, dipandang sebagai salah satu tonggak
sejarah perkembangan pemikiran Islam,termasuk perkembangan Ilmu Kalam, dan juga
Falsafah Islam.”

Dalam perkembangan selanjutnya, Ilmu Kalam tidak lagi menjadi monopoli kaum
Mu’tazilah. Adalah seorang sarjana dari kota Basrah di Irak, bernama Abu al-Hasan al-
Asy’ari (260-324 H/873-935 M) yang terdidik dalam alam pikiran Mu’tazilah (dan kota
Basrah memang pusat pemikiran Mu’tazili). Tetapi kemudian pada usia 40 tahun ia
meninggalkan paham Mu’tazilinya, dan justru mempelopori suatu jenis Ilmu Kalam yang
anti Mu’tazilah. Ilmu Kalam al-Asy’ar’i itu, yang juga sering disebut sebagai paham
Asy’ariyyah, kemudian tumbuh dan berkembang untuk menjadi Ilmu Kalam yang paling
berpengaruh dalam Islam sampai sekarang, karena dianggap paling sah menurut
pandangan sebagian besar kaum Sunni.

Kebanyakan mereka ini kemudian menegaskan bahwa “jalan keselamatan” hanya


didapatkan seseorang yang dalam masalah Kalam menganut al-Asy’ari. Seorang pemikir
lain yang Ilmu Kalam-nya mendapat pengakuan sama dengan al-Asy’ari ialah Abu Manshur
al-Maturidi (wafat di Samarkand pada 333 H/944 M). Meskipun terdapat sedikit
perbedaan dengan al-Asy ‘ari, khususnya berkenaan dengan teori tentang kebebasan
manusia (al-Maturidi mengajarkan kebebasan manusia yang lebih besar daripada al-
Asy’ari), al-Maturidi dianggap sebagai pahlawan paham Sunni, dan system Ilmu Kalamnya
dipandang sebagai “jalan keselamatan”, bersama dengan sistem al-Asy’ari. Sangat ilustratif
tentang sikap ini adalah pernyataan Haji Muhammad Shalih ibn ‘Umar Samarani (yang
populer dengan sebutan Kiai Saleh Darat dari daerah dekat Semarang), dengan mengutip
dan menafsirkan Sabda nabi dalam sebuah hadits yang amat terkenal tentang perpecahan
umat Islam dan siapa dari mereka itu yang bakal selamat:

(…Umat yang telah lalu telah terpecah-pecah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan kelak
kamu semua akan terpecah-pecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, dari antara tujuh
puluh tiga itu hanya satu yang selamat, sedangkan yang tujuh puluh dua semuanya dalam
neraka. Adapun yang satu yang selamat itu ialah mereka yang berkelakuan seperti

Tetapi tak urung konsep kasb al-Asy’ari itu menjadi sasaran kritik lawan-lawannya. Dan
lawan-lawan al-Asy’ari tidak hanya terdiri dari kaum Mu’tazilah dan Syi’ah (yang dalam
Ilmu Kalam banyak mirip dengan kaum Mu’tazilah), tetapi juga muncul, dari kalangan Ahl
al-Sunnah sendiri, khususnya kaum Hanbali. Dalam hal ini bisa dikemukakan, sebagai
contoh, yaitu pandangan Ibn Taymiyyah (661-728 H/1263-1328 M), seorang tokoh paling
terkemuka dari kalangan kaum Hanbali. Ibn Taymiyyah menilai bahwa dengan teori kasb-
nya itu alAsy’ari bukannya menengahi antara kaum Jabari dan Qadari, melainkan lebih
mendekati kaum Jabari, bahkan mengarah kepada dukungan terhadap Jahm ibn Shafwin,
teoretikus Jabariyyah yang terkemuka. Dalam ungkapan yang menggambarkan pertikaian
pendapat beberapa golongan di bidang ini, Ibn Taymiyyah yang nampak lebih cenderung
kepada paham Qadariyyah beberapa golongan di bidang ini, Ibn Taymiyyah yang nampak
lebih cenderung kepada paham Qadariyyah (meskipun ia tentu akan mengingkari penilaian
terhadap dirinya seperti itu) mengatakan demikian: Sesungguhnya para pengikut paham
Asy’ari dan sebagian orang yang menganut paham Qadariyyah telah sependapat dengan al-
Jahm ibn Shafwan dalam prinsip pendapatnya tentang Jabariyyah, meskipun mereka ini
menentangnya secara verbal dan mengemukakan hal-hal yang tidakmasuk akal… Begitu
pula mereka itu berlebihan dalam menentang kaum Mu’tazilah dalam masalah-masalah
Qadariyyah –sehingga kaum Mu’tazilah menuduh mereka ini pengikut Jabariyyah– dan
mereka (kaum Asy’ariyyah) itu mengingkari bahwa pembawaan dan kemampuan yang ada
pada bendabenda bernyawa mempunyai dampak atau menjadi sebab adanya
kejadiankejadian (tindakan-tindakan).[13]

Namun agaknya Ibn Taymiyyah menyadari sepenuhnya betapa rumit dan tidak
sederhananya masalah ini. Maka sementara ia mengkritik konsep kasb alAsy’ari yang ia
sebutkan dirumuskan sebagai “sesuatu perbuatan yang terwujud pada saat adanya
kemampuan yang diciptakan (oleh Tuhan untuk seseorang) dan perbuatan itu dibarengi
dengan kemampuan tersebut” Ibn Taymiyyah mengangkat bahwa pendapatnya itu
disetujui oleh banyak tokoh Sunni, termasuk Malik, Syafii dan Ibn Hanbal. Namun Ibn
Taymiyyah juga mengatakan bahwa konsep kasb itu dikecam oleh ahli yang lain sebagai
salah satu hal yang paling aneh dalam Ilmu Kalam.

Ilmu Kalam, termasuk yang dikembangkan oleh al-Asy’ari, juga dikecam kaum Hanbali dari
segi metodologinya. Persoalan yang juga menjadi bahan kontroversi dalam Ilmu Kalam
khususnya dan pemahaman Islam umumnya ialah kedudukan penalaran rasional (‘aql,
akal) terhadap keterangan tekstual (naql, “salinan” atau “kutipan”), baik dari Kitab Suci
maupun Sunnah Nabi. Kaum “liberal”, seperti golongan Mut’azilah,cenderung
mendahulukan akal, dan kaum “konservatif” khususnya kaum Hanbali, cenderung
mendahulukan naql. Terkait dengan persoalan ini ialah masalah interprestasi (ta’wil),
sebagaimana telah kita bahas.[16] Berkenaan dengan masalah ini, metode al-Asy’ari
cenderung mendahulukan naql dengan membolehkan interprestasi dalam hal-hal yang
memang tidak menyediakan jalan lain. Atau mengunci dengan ungkapan “bi la kayfa”
(tanpa bagaimana) untuk pensifatan Tuhan yang bernada antropomorfis (tajsim) –
menggambarkan Tuhan seperti manusia, misalnya, bertangan, wajah, dan lain-lain. Metode
al-Asy’ari ini sangat dihargai, dan merupakan unsur kesuksesan sistemnya.Tetapi bagian-
bagian lain dari metodologi al-Asy’ari, juga epistemologinya, banyak dikecam oleh kaum
Hanbali. Di mata mereka, seperti halnya dengan Ilmu Kalam kaum Mu’tazilah, Ilmu Kalam
al-Asy’ari pun banyak menggunakan unsur-unsur filsafat Yunani, khususnya logika
(manthiq) Aristoteles. Dalam penglihatan Ibn Taymiyyah, logika Aritoteles bertolak dari
premis yang salah, yaitu premis tentang kulliyyat (universals) atau al-musytarak al-
muthlaq (pengertian umum mutlak), yang bagi Ibn Taymiyyah tidak ada dalam kenyataan,
hanya ada dalam pikiran manusia saja karena tidak lebih daripada hasil ta’aqqul
(intelektualisasi).

Demikian pula konsep-konsep Aristoteles yang lain, seperti kategorikategori yang sepuluh
(esensi, kualitas, kuantitas, relasi, lokasi, waktu, situasi, posesi, aksi, dan pasi), juga konsep-
konsep tentang genus, spesi, aksiden, properti, dan lain-lain, ditolak oleh Ibn Taymiyyah
sebagai basil intelektualisasi yang tidak ada kenyataannya di dunia luas. Maka terkenal
sekali ucapan Ibn Taymiyyah bahwa “hakikat ada di alam kenyataan (di luar), tidak dalam
alam pikiran” (Al-haqiqah fi al-ayan, la fi al-adzhan).

B. Kerangka Berfikir aliaran-aliran Kalam

Perbedaan metode berfikir secara garis besar dapat dikategorikan menjadi dua macam,
yaitu kerangka berfikir rasional dan kerangka berfikir tradisional.

Metode berfikir rasional memiliki prinsip-prinsip berikut ini :

1. hanya terikat pada dogma-dogma yang dengan jelas dan tegas di sebut dalam Al-Qur’an
dan Hadist Nabi, yakni ayat yang gathi (tersayang tidak boleh disamakan dengan arti lain)

2. Memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak

3. memberikan daya yang kuat kepada akal.

Adapun metode berfikir tradisional memiliki prinsip-prinsip berikut ini :

1. Terikat pada dogma-dogma dan ayat-ayat yang mengandung arti Zhanni (tersayang
boleh mengandung arti lain).

2. Tidak memberikan kebebasan kepada manusia dalam berkehendak dan berbuat.

3. Memberikan daya yang kecil kepada akal.

Aliran yang sering di sebut-sebut memiliki cara berfikir teologi rasional adalah mu’tazilah
dan adapun yang sering disebut-sebut memiliki metode berfikir tradisional adalah
Asy’ariyah.

Disamping pengategorian teologi rasioanl dan tradisional dikenal pula pengkategorian


akibat adanya perbedaan kerangka berfikir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
kalam.:

1. Aliran Antroposentris

Aliran antroposentris menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat intrakosmos


dan impersonal. Ia berhubungan erat dengan masyarakat kosmos baik ang natural maupun
yang supra natural dalam arti unsurt-unsurnya. Manusia adalah anak kosmos. Unsur
supranatural dalam dirinya merupakan sumber kekuatannya. Tugas manusia adalah
melepaskan unsure natural yang jahat. Dengan demikian, manusia harus mampu
menghapus kepribadian kemanusiannya untuk meraih kemerdekaan dari lilitan
naturalnya.

Manusia antroposentris sangat dinamis karena menganggap hakekat realitas transenden


yang bersifat intrakosmos dan inpersonal dating kepada manusia dalam bentuk daya sejak
manusia lahir. Daya ini berupa potensi yang menjadikannya mampu membedakan mana
yang baik dan mana yang jahat. Manusia yang memilih kebaikan akan memperileh
keuntungan melimpah (surge), sedangkan manusia yang memilih kejahatan, ia akan
memperoleh kerugian melimpah pula (neraka). Dengan dayanya, manusia mempunyai
kebebasan mutlak tanpa campur tangan realitas transenden. Aliran teologi yang termasuk
dalam katagori ini adalah Qadariyah, Mu’tazilah dan Syi’ah.

2. Teolog Teosentris

Aliran teosentris menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat Suprakosmos,


personal dan ketuhanan, Tuhan adalah pencipta segala sesuatu yang ada di kosmos ini
dengan segala kekuasaan-Nya, mampu berbuat apa saja secara mutlak dan manusia adalah
ciptaan-Nya sehingga harus berkarya hanya untuk-Nya.

Manusia teosentris adalah manusia statis karena sering terjebak dalam kepasrahan mutlak
kepada tuhan. Bagianya, segala sesuatu/perbuatanya pada hakikatnya adalah aktiitas
tuhan. Ia tidak mempunyai ketetapan lain, kecuali apa yang telah ditetapkan Tuhan.

Aliran teosentris menganggap daya yang menjadi potensi perbuatan baik atau jahat bisa
datang sewaktu-waktu dari Tuhan. Aliran ini yang tegolong kategori Jabbariyah.

3. Aliran Konvergensi Sintesis


Aliran konvergensi menganggap hakikat Realitas transenden besifat supra sekaligus
intrekosms, personal dan impersonal, lahut dan nashut, makhluk dan tuhan saying dan
jahat, lenyao dan abadi, tampak dan abstrak dan sifat lain yang di kotomik.

Aliran konvergensi memandang bahwa pada dasarnya segala sesuatu itu selalu berada
dalam abmbiu (serba ganda) baik secara subtansial maupun formal.

Aliran ini juga berkeyakinan bahwa daya manusia merupakan proses kerja sama antara
daya yang transedental (Tuhan) dalam bentuk kebijasanaan dan daya temporal (manusia)
dalam bentuk teknis.
Kebahagian bagi para penganut aliran konvergensi, terletak pada kemampuanya membuat
pendalam agar selalu berada tidak jauh kekanan atau kekiri tetapi tetap ditengah-tengah
antara berbagai ekstrimitas aliran teolog yang dapat di masukkan ke dalam kategori ini
adalah Asy’ariyah.
4. Aliran Nihilis

Aliran Nihilis menganggap bahwa hakekat realitas transcendental hanyalah ilusi. Aliran ini
pun menolak tuhan yang mutlak, tetapi menerima berbagai variasi tuhan kosmos.
Kekuatan terletak pada kecerdikan diri sendiri manusia sendiri sehingga mampu
melakukan yang terbaik dari tawaran yang tebutuk. Idealnya manusia mempunyai
kebahagian besifat fisik yang merupakan titik sentral perjuangan seluruh manusia.
Karakteristik Ajaran Islam
“karakteristik” dalam kamus bahasa Indonesia, diartikan sesuatu yang mempunyai karakter atau
sifat yang khas. Islam dapat diartikan agama yang diajarkan Nabi Muhammad SAW yang
berpedoman pada kitab suci al Qur'an dan diturunkan di dunia ini melalui wahyu Allah SWT.
Berarti karakteristik ajaran Islam dapat diartikan sebagai ciri yang khas atau khusus yang
mempelajari tentang berbagai ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia dalam berbagai bidang
agama, muamalah (kemanusiaan), yang didalamnya temasuk ekonomi, sosial, politik,
pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan disiplin ilmu yang baik dan benar. Konsepsi Islam dalam
berbagai bidang yang menjadi karakteristiknya itu dapat dikemukakan sebagai berikut.

7 Bidang Agama Menurut Nurcholis Majid dalam bukunya, bahwa dalam bidang agama, Islam
mengakui adanya pluralisme. Pluralisme menurut Nurcholis adalah sebuah aturan Tuhan yang
tidak akan berubah, sehingga juga tidak mungkin dilawan atau diingkari. Islam adalah agama
yang kitab sucinya yang dengan tegas mengakui hak agama lain, kecuali yang berdasarkan
paganisme dan syirik. Islam selaku agama besar terakhir, mengklaim bahwa sebagai agama yang
memuncaki proses perrtumbuhan dan perkembangan agama-agama tersebut. Tetapi perlu
diingat, bahwa justru penyelesaian terakhir yang diberikan Islam sebagai agama terakhir untuk
persoalan keagamaan itu ialah ajaran pengakuan akan hak agama-agama itu untuk berada dan
untuk dilaksanakan. Karena itu agama tidak boleh dipaksakan. (QS. Al-Baqara:256). Bahwa Al-
Quran juga mengisyaratkan bahwa para penganut berbagai agama, asalkan percaya kepada
Tuhan dan hari akhir serta berbuat baik, semuanya akan selamat. (QS. Al- Baqara:62).

8 Bidang Ibadah Secara harfiah ibadah berarti bakti manusia kepada Allah SWT, karena
didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid. Ibadah adalah sebagai upaya mendekatkan diri
kepada Allah SWT dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi semua laranganNya.
Ibadah ada yang umum ada yang khusus. Yang umum ialah segala amalan yang diizinkan oleh
Allah SWT, sedangkan yang khusus adalah yang telah ditetapkan oleh Allah SWT akan
perincian- perinciannya, tingkat, dan cara-caranya yang tertentu. Dalam Islam diterangkan
bahwa dalam beribadah dilarang yang namanya "kreatifitas", sebab meng create atau membentuk
suatu ibadah dalam agama Islam dinnnilai sebagai bid'ah yang dikutuk Nabi sebagai kesesatan.
Bilangan shalat lima waktu beserta tata cara menggerjakannya ataupun ketentuan ibadah haji dan
tata cara mengerjakannya misalkan adalah ibadah yang sudah ditetapkan oleh Allah ketentuan-
ketentuan dan segalanya, makasebagai manusia atau penganutnya tidak boleh ikut campur
bahkan mengubahnya

9 Bidang Akidah Karakteristik Islam yang dapat diketahui melalui bidang akidah ialahbahwa
akidah Islam bersifat murni baik dalam isinnya maupun prosesnya. Yang diakui sebagai Tuhan
yang wajib disembah hanyalah Allah SWT. Murni dalam isinya artinya bahwa keyakinan
tersebut sedikitpun tidak boleh melenceng atau diberikan kepada yang lain sealin Allah SWT.
Murni dalam prosenya artinya adalah bahwa dalam prosesnya harus langsung tidak boleh
diwakilkan atau melalui perantara. Akidah yang seperti iitulah yang akan melahirkan bentuk
pengabdian hanya kepada Allah SWT, yang selanjutnya dapat berdampak kepada cara
bertingkah laku, dan pada akhirnya berbuat dan menimbulkan amal sholeh.

10 Bidang Ilmu dan Kebudayaan


Karakteristik ajaran Islam dalam bidang ilmu dan kebudayaan bersikap terbuka, akomodatif,
tetapi juga selektif. Dari satu segi Islam terbuka dan sangat akomodatif untuk menerima berbagai
masukan dari luar, tetapi bersamaan denga itu Islam juga selektif, yakni tidak begitu saja
menerima selurh jenis ilmu dan kebbudayaan, melainkan ilmu dfan kebudayaan yang sejalan
dengan Islam. Islam sebagai mata rantai peradaban dunia, mewariskan peradaban Yunani-Roma
di Barat, dan peradaban- peradaban Persia, India, dan China di Timur. Islam bertindak sebagai
pewaris utama yang kemudian diambil alih oleh peradaban Barat sekarang melalui Renaissans.
Secara garis besar dapat kita simpulkan bahwa Islam menjadi mata rantai yang penting dalam
sejarah peradaban dunia. Karakteristik Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan
tersebut dapat dilihat dari 5 ayat pertama surat Al-Alaq. Pada ayat tersebut terdapat kata iqra'
yang diulang sebanyak dua kali. Kata tersebut tidak hanya berarti membaca dalam arti bahasa,
tetapi berarti menelaah, mengobservasi, membandingkan, mengukur, mendeskripsikan,
menganalisis, dan penyimpulan secara induktif. Semua cara tersebut dapat digunakan dalam
proses mempelajari sesuatu. Hal itu dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Artinnya Islam mendorong manusia agar memiliki ilmu pengetahuan dengan cara menggunakan
akalnya untuk merenung, berpikir dan sebagainya.

11 Bidang Pendidikan Sejalan dengan bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan tersebut di atas,
Islam juga memiliki ajaran yang khas dalam pendidikan. Islam memandang bahwa pendidikan
adalah hak bagi setiap orang, laki-laki maupun perempuan, dan berlangsung sepanjang hayat.
Seperti yang terkutip di hadist Rasul. "Menuntut ilmu itu adalah wajib bagi orang Islam laki-laki
dan perempuan. Tuntutlah ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahat". Di dalam Islam banyak
diketahui metode-metode pembelajaran seperti: ceramah, tanya jawab, diskusi, demontrasi,
penugasan, teladan, pembiasaan, karya wisata, cerita, hukuman, nasihat, dan sebagainya.

12 Bidang Sosial Ajaran Islam dalam bidang sosial adalah yang paling menonjol karena seluruh
bidang ajaran Islam adalah untuk kesejahteraan manusia. Islam menjunjung tinggi tolong
menolong, saling menasehati tentang hak dan kesabaran, kesetiakawanan, kerukunan antar
tetangga, tenggang rasa dan kebersamaan. Menurut penelitian yang dilakukan Jalaluddin
Rahmat, Islam ternyata agama yang menekankan urusan muamalah lebih besar daripada urusan
ibadah. Islam ternyata banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial dari aspek kehidupan
ritual. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi ini masjid, tempat mengabdi pada
Allah SWT. Muamalah jauh lebih luas dari pada ibadah (dalam arti khusus). Dalam hadistnya,
Rasulullah SAW mengingatkan imam supaya memperpendek shalatnya bila di tengah jamaah
ada yang sakit, orang lemah, orang tua, atau orang yang mempunyai keperluan. Istri Rasulullah
SAW Siti Aisyah, mengisahkan: Rasulullah SAW shalat di rumah dan pintu terkunci. Lalu aku
datang (dalam rijwayat lain aku minta dibukakan pintu), maka Rasulullah SAW berjalan
membuka pintu, kemudian kembali ke tempat shalatnya. Hadist ini diriwayatkan oleh lima orang
perawi, kecuali Ibn Majah. Lalu Islam sangat menilai bahwa ibadah berjamaah atau bersama-
bersama denggan orang lain lebih tinggi dari pada yang dilakukan secara perorangan, dengan
perbandingan 27 derajat. Dari sini kita mengetahui betapa Islam dan ajarannya menjunjung
tinggi nilla-nilai sosial.

13 Bidang Kehidupan Ekonomi


Islam memandng bahwa kehidupan yang harus dijalani seorang manusia adalah kehidupan yang
seimbang antara dunia dan akhirat. Urusan dunia dikejar untuk mencapai kehidupan akhirat, dan
kehidupan akhirat dicapai dengan dunia. Seperti hadist nabi yang diriwayatkan oleh Ibn Mubarak
yang artinya: Bukanlah termasuk orang yang baik diantara kamu adalah orang yang
meninggalkan dunia untuk mengejar kehidupan akhirat, dan orang yang meninggalkan akhirat
untuk mengejar kehidupan dunia. Orang yang baik adalah orang yang meraih keduanya secara
seimbanng, karena dunia adalah alat untuk menuju akhirat, dan jangan dibalik yakni akhirat
dikorbankan untuk urusan dunia. Dari sini dapat kita lihat bahwa Islam sangat memperhatikan
kehidupan dunia, dan kehidupan dunia tidak akan lepas dengan yang namanya ekonomi. Alam
raya ini adalah sesuatu yang diciptakan manusia untuk dimanfaatkan manusia bukan malah
menjadi obyek sesembahan. Maka cara terbaik untuk mensyukurinya adalah dengan
mengggunakan dan memanfaatkannya dengan baik dan benar untuk keperluan ekonomi yang
menopang kehidupan dunia. Dengan demikian bukan hanya semakin mantap iman kita, juga
akan merasakan manfaat atas segala ciptaan Tuhan itu. Dari keadaan demikian, maka kita akan
memanfaatkan kehidupan dunia untuk beribadah kepada Allah SWT. Dan hasil ekonomi yang
kita dapat halal dan berbuah barakah

14 Bidang Kesehatan Ciri khas Islam selanjutnya dapat dilihat dari konsepnya mengenai
kesehatan. Ajaran Islam memegang prinsip pencegahan lebih baik daripada penyembuhan. Yang
dalam bahasa Arab, prinsip ini berbunyi, al-wiqayah khair min al-'laj. Untuk menuju pada upaya
pencegahan tersebut, Islam menekankan segi kebersihan lahir dan batin. Kabersihan lahir dapat
mengambil bentuk kebersihan tempat tinggal, lingkungan sekitar, badan, pakaian, makanan,
minuman, dan lain sebagainya. Dalam hubbungan ini kita dapat menelaah ayat Al-Quran yang
artinya: Seesungguhnya Allah menyukai orang-oang yang bertaubat dan senang kepada orang-
orang yang membersihkan diri. Bertaubat yang dikemukakan di atas akan menghasilkan
keseehatan mental, dan kebersihan lahiriah akan menghasilkan kesehatan fisik. Selanjutnya kita
baca lagi ayat Al-Quran yang artinya: Dan bersihkanlah pakaianmu dan tinggalkanlah segala
macam kotoran.

15 Bidang Politik Ciri ajaran Islam selanjutnya dapat dijketahui melalui konsepsinya dalam
bidang politik. Dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 156 terdapat perintah menaati ulil amri yang
terjemahannya termasuk penguasa di bidang politik, pemerintah dan negara. Dalam hal ini Islam
tidak menerangkan atau menyuruh ketaatan yang buta. Tetapi menghendaki suatu ketaatan yang
kritis dan selektif, maksudnya adalah jika pemimpin tersebut berpegang teguh kepada tuntunan
Allaj SWT dan RasulNya maka kita patut mentaatinya, tetapi jika pemimpin tersebut
bersebalahan dan bertentangan dengan kehendak Allas SWT dan RasulNya maka boleh dikritik
atau diberi saran agar kembali ke jalan yang benar dengan cara-cara yang persuasif. Dan jika
pemimpin tersebut juga tidak menghiraukan, boleh saja untuk tidak dipatuhi. Masalah politik ini
selanjutnya berhubungan dengan bentuk pemerintahan. Dalam sejarah kita mengetahui berbagai
bentuk pemerintahan, seperti republik yang dipimpi presiden, kerajaan yang dipimppin raja, dan
sebagainya. Islam tidak menetapkan bentuk pemerintahan tertentu. Oleh karena itu setiap bangsa
boleh menentukan bentuk pemerintahannya masing-masing. Namun, yang terpenting bentuk
pemerintahan tersebut digunakan sebagai alat untuk menegakkan keadilan, kemakmuran,
kesejahteraan, keamanan, kedamaian, dan ketentraman masyarakat

16 Bidang Pekerjaan Karakteristik Islam selanjutnya dapat dilihat dari ajarannya mengenai kerja.
Islam memandang bahwa kerja sebagai ibadah kepada Allah SWT. Atas dasar ini maka kerja
yang dikehendaki Islam adalah kerja yang bermutu, terarah kepada pengabdian kepada Allah
SWT, dan kerja yang bermanfaat bagi orang lain. Untuk itu Islam tidak menekankan pada
banyaknya pekerjaan, tetapi pada kualias manfaat kerja. Seperti pada ayat Al-Quran yang artinya
adalah Dialah yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kamu siapa di antara kamu
yang paling baik amalnya. Ayat tersebut dengan tegas menerangkan bahwa siapa yang paling
baik amalnya, bukan yang paling banyak amalnya. Selain itu amal tersebut juga harus
bermanfaat bagi orang lain. Seperti di hadist Rasul bahwa orang yang paling baik adalah yang
paling bermanfaat bagi yang lainnya. Untuk menghasilkan produk pekerjaan yang bermutu,
Islam memandang kerja yang dilakukan haruslah profesional, yaitu kerja yang didukung
pengetahuan, keahlian, pengalaman, kesungguhan, dan seterusnya. Suatu pekerjaan yang
diserahkan bukan pada ahlinya maka tunggulah kehancurannya
DINASTI UMAYAH

Dinasti Umayyah merupakan pemerintahan kaum Muslimin yang berkembang setelah


masa Khulafa al Rasyidin yang dimulai pada tahun 41 H/661 M. Dinasti Umayyah yang berpusat
di Damaskus mulai terbentuk sejak terjadinya peristiwa tahkim pada Perang Siffin. Perang yang
dimaksudkan untuk menuntut balas atas kematian Khalifah Utsman bin Affan itu, semula akan
dimenangkan oleh pihak Ali, tetapi melihat gelagat kekalahan itu, Muawiyah segera mengajukan
usul kepada pihak Ali untuk kembali kepada hukum Allah.

Dalam peristiwa tahkim itu, Ali telah terperdaya oleh taktik dan siasat Muawiyah yang pada
akhirnya ia mengalami kekalahan secara politis. Sementara itu, Muawiyah mendapat kesempatan
untuk mengangkat dirinya sebagai khalifah sekaligus raja.

Dinasti inilah yang untuk pertama kalinya mendobrak sistem pemilihan pemimpin yang sedari
awal dijalankan secara musyawarah mufakat menjadi sistem keluarga atau monarki.

Peristiwa ini di masa kemudian menjadi awal munculnya pemahaman yang beragam dalam
masalah teologi, termasuk tiga kekuatan kelompok yang sudah mulai muncul sejak akhir
pemerintahan Ali yaitu Syiah, Muawiyah, dan Khawarij.

Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Nama Dinasti Umayyah
dinisbahkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Muawiyah selain sebagai
pendiri juga sebagai khalifah pertama Bani Umayyah. Muawiyah dipandang sebagai pembangun
dinasti ini, oleh sebagian sejarawan dipandang negatif sebab keberhasilannya memperoleh
legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara di Shiffin. Terlepas dari itu, dalam diri
Muawiyah terkumpul sifat-sifat sorang penguasa, politikus, dan administrator.

Pada masa kekhalifahan Bani Umayyah terdapat beberapa khalifah yang sangat berpengaruh. Di
antaranya adalah Al Walid bin Abdul Malik Umar bin Abdul Aziz.

Di bawah kepemimpinan Al Walid bin Abdul Malik, kekuasaan islam meluas ke Spanyol atas
peran pasukan yang dipimpin Thoriq bin Ziyad. Bukan hanya itu, karena kekayaan kerajaan yang
semakin menumpah ruah, sektor pembangunan sangat diutamakan. Pembangunan masjid-masjid,
pabrik-pabrik dan sumur digalakkan.

Di antara masjid yang dibangun adalah Masjid Al Amawi di Damaskus, Masjid Al Aqsa di
Yerussalem dan perluasan masjid Nabawi di Madinah. Selain membangun masjid, Al Mawlid
juga turut membangun rumah sakit untuk para penyandang penyakit kusta di Damaskus. Pada
zaman inilah, peradaban Islam mengalami kemajuan.

Sementara itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz sangat terkenal dengan kekayaannnya. Namun,
setelah menjabat sebagai khalifah, beliau menjalani hidup dengan segala kesederhanaan dan
terkenal dengan sifat jujur dan adilnya. Selain terkenal karena sifatnya, Umar bin Abdul Aziz
juga terkenal dengan keluasan ilmunya, khususnya di bidang ilmu hadis.
Pada masa inilah, untuk pertama kalinya Umar bin Abdul Aziz memerintahkan secara resmi
untuk mengumpulkan hadis. Ia juga mendamaikan konflik panjang yang terjadi antara sekte
Amamiyah, Syiah, dan Khawarij.

Harus diakui memang, masa kepemimpinan Bani Umayyah terdapat banyak sekali kemajuan
yang telah dicapai, baik di bidang politik, maupun di bidang keilmuan. Pada waktu itu, banyak
sekali kebijakan yang dikeluarkan oleh para khalifah Bani Umayyah yang menguntungkan
masyarakat, khususnya umat islam.

Banyak sekali ekspansi yang dilakukan secara besar-besaran sehingga kekuasaan Islam meluas
sampai ke Afrika Utara bahkan Spanyol. Bukan hanya itu, perkembangan pesat terlihat dari segi
peradaban yang ditandai dengan semakin banyaknya corak-corak bangunan yang indah dan
dibangunnya fasilitas umum yang tidak pernah ada sebelumnya. Di segi pemerintahan,
administrasi adalah hal yang paling utama dibenahi ketika itu.

Pun dengan perkembangan keilmuan, Bani Umayyah menjadikan kota Makkah dan Madinah
tempat berkembangnya musik, lagu, dan puisi. Sementara di Irak (Bashrah dan Kufah)
berkembang menjadi pusat aktivitas intelektual di dunia Islam. Sedangkan di Marbad, kota satelit
di Damaskus, berkumpul para pujangga, filsuf, ulama, dan cendikiawan lainnya.

Banyak sekali bidang keilmuan yang berkembang saat itu, di antaranya adalah ilmu bahasa Arab,
ilmu qiro’at, ilmu hadis, ilmu fiqih sampai ilmu biografi yang sudah berkembang pada masa itu.

Namun, semua itu sirna begitu saja semenjak munculnya kelompok-kelompok yang merasa tidak
puas terhadap pemerintahan Bani Umayyah, seperti kelompok Khawarij, Syi’ah, dan kelompok
muslim non-Arab (mawali).

Tidak adanya kejelasan sistem dan ketentuan pergantian khalifah disinyalir sangat kuat menjadi
dalih ketidakpuasan tersebut. Ditambah lagi tidak ada niatan atau sikap untuk menggalang
persatuan menjadi hal paling krusial sehingga antara kedua belah pihak yang bersaing malah
semakin meruncing menuju konflik.

Bukan hanya itu saja, sikap bermewah-mewahan sebagian keluarga di lingkungan khalifah
membuat mereka tidak mampu menanggung beban negara yang sangat berat. Terlebih,
terbunuhnya Khalifah Marwan bin Muhammad oleh tentara Abbasiyah di kampung Busir daerah
Bani Sueif menjadi tanda berakhirnya Dinasti Bani Umayyah di Damaskus.

Anda mungkin juga menyukai