Anda di halaman 1dari 6

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan hutan rakyat sebagai salah satu bentuk pengelolaan hutan nasional
memiliki peran yang sangat penting. Dengan adanya perubahan paradigma baru tentang
pengelolaan hutan yang lebih mempertimbangkan pengelolaan sumberdaya alam dan
usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat yang hidup di sekitar hutan dapat
memberikan peluang besar untuk mengembangkan usahatani hutan rakyat. Kondisi
tersebut didasarkan pada kontribusi hutan rakyat terhadap pemenuhan kebutuhan pokok
petani, penyuplai bahan baku dari sebagian industri pengolahan kayu, dan upaya untuk
merehabilitasi lahan kritis akibat adanya degradasi lahan dan alih fungi lahan.

Di dalam pembangunan hutan rakyat, teknik pembukaan dan penyiapan lahan serta
bagaimana cara pengolahannya merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan.
Pengelolaan lahan harus dilakukan dengan tujuan yang jelas dan terarah dengan
memperhatikan keberlanjutan produksi dan jasa hutan tanpa mengurangi nilai manfaat dan
produktivitasnya di masa yang akan datang.

Untuk mengetahui kelayakan pembukaan dan penyiapan lahan hutan dengan dan
tanpa bakar, maka perlu dilakukan suatu analisis finansial antara kedua kegiatan
pembukaan dan penyiapan lahan tersebut. Hal ini diperlukan karena biaya dianggap hal
yang paling penting dalam melakukan suatu kegiatan sehingga usaha untuk meminimalisir
biaya menjadi hal yang paling diperhatikan dalam mengambil keputusan memilih teknik
pembukaan dan penyiapan lahan yang tepat.

1. 2 Tujuan

Untuk mengetahui kelayakan pengelolaan pembangunan hutan rakyat secara


system polikultur pada bambang lanang dan pohon pisang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Rakyat

Pengertian Hutan Rakyat

Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang
didominasi oleh pohon. Menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
pasal 1 ayat 2, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi
sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik
maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman
kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50% (Departemen Kehutanan 2004).

Definisi hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan
rakyat menurut UU No. 41 Tahun 1999 adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang
dibebani hak milik. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu
hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dalam
pengertian ini, tanah negara mencakup tanah-tanah yang dikuasai oleh masyarakat
berdasarkan ketentuan- ketentuan atau aturan-aturan adat atau aturan-aturan masyarakat
lokal (Suharjito 2000).

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

Pengelolaan hutan rakyat pada dasarnya merupakan upaya menyeluruh dari


kegiatan-kegiatan perencanaan, pembinaan, pengembangan, dan penilaian serta
pengawasan pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil, dan pemasaran secara
berencana dan berkesinambungan. Tujuan akhir yang ingin dicapai dari pengelolaan hutan
rakyat adalah adanya peningkatan peran dari kayu rakyat terhadap peningkatan pendapatan
pemilik/pengusahanya secara terus- menerus selama daur.

Menurut Lembaga Penelitian IPB (1990) dalam Handoko (2007), ada tiga sub-
sistem yang saling terkait dalam kegiatan pengelolaan hutan rakyat, yaitu sub- sistem
produksi, sub-sistem pengolahan hasil, dan sub-sistem pemasaran hasilnya. Perincian
komponen yang terdapat pada setiap sub-sistem adalah sebagai berikut:

1. Sub-sistem produksi adalah tercapainya kesinambungan produksi dalam


jumlah jenis dan kualitas tertentu serta tercapainya kelestarian usaha dari para pemilik
lahan hutan rakyat. Sub-sistem ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu penanaman,
pemeliharaan, dan pemanenan.
2. Sub-sistem pengolahan hasil adalah proses sampai menghasilkan bentuk
produk akhir yang dijual oleh para petani hutan rakyat atau dipakai sendiri.

3. Sub-sistem pemasaran hasil adalah tercapainya tingkat penjualan yang


optimal, dimana semua produk yang dihasilkan dari hutan rakyat terjual di pasaran.

Pembangunan hutan rakyat di Indonesia memiliki potensi yang baik untuk


dikembangkan. Menurut Undang-undang 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, hutan rakyat
adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak atau lahan milik. Pembangunan
hutan rakyat memiliki banyak manfaat dalam aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Manfaat
tersebut diantaranya adalah peningkatan pendapatan petani hutan rakyat, peningkatan
kesejahteraan masyarakat, pembentukan iklim mikro dan makro, produktivitas lahan,
pengaturan tata air bersih, pengendalian erosi, dan peningkatan udara bersih (Hakiem et al.
2010).Kontribusi hutan rakyat yang paling dirasakan manfaatnya oleh petani adalah
peningkatan kesejahteraan, terutama dalam pemenuhan kebutahan rumah tangga (Maryudi
2005).

Analisis kelayakan usaha dari segi finansial sangat diperlukan. Menurut Gittinger
(2008), analisis dari aspek finansial bertujuan untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan
aliran kas usaha, sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya rencana usaha yang
dimaksud. Maka dari itu, dengan menggunakan analisis finansial akan mempermudah
dalam pemilihan usaha dengan melihat kelayakan yang berkelanjutan antara pengusahaan
hutan rakyat.
BAB III

METODOLOGI

Analisis Data
Analisis dilakukan untuk menentukan layak atau tidaknya pengelolaan
hutan rakyat. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan analisis aliran
kas dari biaya dan pendapatan yang telah didiskonto atau Discounted Cash Flow
(DCF) yang menggunakan tiga kriteria yaitu NPV, BCR, dan IRR berdasarkan
cara penyiapan lahan yang dilakukan oleh petani, baik dengan menggunakan cara
bakar (burning) maupun tanpa bakar (zero burning).
Analisis dan pengolahan data yang dilakukan dengan penilaian secara
finansial melalui analisis Discounted Cash Flow (DCF) menggunakan tiga kriteria
umum yaitu sebagai berikut:
1. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) atau nilai bersih sekarang yaitu selisih antara
pendapatan dengan biaya yang telah didiskonto. Suatu proyek dikatakan layak
apabila nilai NPV>0.
n
Bt Ct
NPV t
t1
(1 i)

Keterangan:
NPV : Nilai bersih sekarang
Bt : Pendapatan pada tahun t
Ct : Pengeluaran pada tahun t
i : Suku bunga yang berlaku
t : Interval waktu
n : Umur ekonomis proyek.
2. Benefit Cost Ratio (BCR)
Benefit Cost Ratio (BCR) atau rasio manfaat biaya yaitu perbandingan
antara pendapatan dan biaya yang telah didiskonto. Suatu proyek dapat terus
dilaksanakan apabila nilai BCR≥ 1.
n
Bt
t
t1
(1 i)
BCR n
Ct
t
t1 (1 i)

Keterangan:
BCR : Rasio manfaat biaya
Bt : Pendapatan pada tahun t
Ct : Pengeluaran pada tahun t
i : Suku bunga yang berlaku
t : Interval waktu
n : Umur ekonomis proyek.

3. Internal Rate of Return (IRR)


Internal Rate of Return (IRR) atau laju pengembalian internal yaitu
discount rate yang membuat nilai NPV dari proyek sama dengan 0 (nol). Suatu
proyek dapat terus dilaksanakan jika nilai IRR lebih besar dari suku bunga yang
berlaku untuk proyek tersebut.

IRR = I1 + (I2 – I1) NPV1

NPV1 NPV2
Keterangan:
IRR : Laju pengembalian internal
I1 : Discount rate yang menghasilkan NPV positif terkecil I2 :
Discount rate yang menghasilkan NPV negative terkecil NPV1 : NPV
yang bernilai positif terkecil

NPV2 : NPV yang bernilai negatif terkecil.

Anda mungkin juga menyukai