Anda di halaman 1dari 7

Trauma Buli-buli

Pendahuluan
Trauma buli-buli merupakan keadaan darurat bedah yang memerlukan
penatalaksanaan segera. Bila tidak ditanggulangi dengan segera, dapat
menimbulkan komplikasi, seperti peritonitis dan sepsis. Pada waktu lahir hingga
usia anak, buli-buli terletak di rongga abdomen. Namun semakin bertambah usia,
tempatnya turun dan terlindung di dalam kavum pelvis; sehingga kemungkinan
mendapatkan trauma dari luar jarang terjadi. Trauma kandung kemih terbanyak
karena kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan kerja yang menyebabkan fragmen
tulang pelvis mencederai buli-buli. Kurang lebih 90% trauma tumpul buli-buli
adalah akibat fraktur pelvis.1,2

2.1 Definisi
Ruptur kandung kemih adalah kerusakan kandung kemih yang pada umumnya
disebabkan oleh trauma yang datang dari luar yang menyebabkan fragmen patah
tulang pelvis mencederai kandung kemih, misalnya kecelakaan lalu lintas maupun
kecelakaan kerja (Buku ajar ilmu bedah)
.
2.2 Etiologi dan Patofisiologi
Fraktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau ruptur kandung
kemih. Pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada dinding buli-buli
dengan hematuria tanpa ekstravasasi urin. Ruptur kandung kemih dapat bersifat
intraperitoneal (membutuhkan eksplorasi dan perbaikan buli) atau ekstraperitoneal
(biasanya hanya ditangani dengan memasang drainase buli). Ruptur kandung
kemih ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis
pada dinding depan kandung kemih yang penuh. Pada kejadian ini terjadi
ekstravasasi urin di rongga perivesikal.1,8
Fiksasi buli-buli pada tulang pelvis oleh fasia endopelvik dan diafragma pelvis
sangat kuat sehingga cedera deselerasi terutama jika titik fiksasi fasia bergerak
pada arah berlawanan, dapat merobek buli-buli. Robeknya buli-buli karena fraktur
pelvis bisa pula akibat fragmen tulang pelvis merobek dindingnya. Dalam keadaan
penuh terisi urine, buli-buli mudah sekali robek jika mendapatkan tekanan dari
luar berupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli akan robek pada daerah
fundus dan menyebabkan ekstravasasi urine ke rongga intraperitoneum.2
Trauma tumpul dapat menyebabkan ruptur buli-buli, terutama bila kandung
kemih penuh atau terdapat kelainan patologik, seperti tuberkulosis, tumor, atau
obstruksi sehingga trauma kecil sudah menyebabkan ruptur. Trauma tajam akibat
luka tusuk atau tembak lebih jarang ditemukan. Luka dapat melalui daerah
suprapubik ataupun transperineal. Penyebab lain adalah instrumentasi urologik.1
Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenik antara
lain pada reseksi buli-buli transurethral atau pada litotripsi. Demikian pula partus
kasep atau tindakan operasi di daerah pelvis dapat menyebabkan trauma
iatrogenik pada buli-buli. Rupture buli-buli dapat pula terjadi secara spontan, hal
ini biasanya terjadi jika sebelumnya terdapat kelainan pada dinding buli-buli.
Infeksi tuberkulosis, tumor buli-buli, atau obstruksi infravesikal kronis
menyebabkan perubahan struktur otot buli-buli yang melemahkan dinding buli-
buli. Pada keadaan itu bisa terjadi rupture buli-buli spontanea.2
2.3 Epidemiologi
2.4 Klasifikasi
Secara klinis cedera buli-buli dibedakan menjadi kontusio buli-buli, cedera
buli-buli ekstraperitoneal, dan cedera intraperitoneal. Pada kontusio buli-buli
hanya terdapat memar pada dindingnya, mungkin didapatkan hematoma
perivesikal, tetapi tidak didapatkan ekstravasasi urine ke luar buli-buli. Cedera
intraperitoneal merupakan 25-45% dari seluruh trauma buli-buli, sedangkan
kejadian cedera buli-buli ekstraperitoneal kurang lebih 45-60% dari seluruh
trauma buli-buli. Tidak jarang cedera buli-buli intraperitoneal terjadi bersama
dengan cedera ekstraperitoneal (2-12%).2
Pada cedera buli-buli intraperitoneal terjadi pengaliran urine kerongga
peritoneal sehingga menyebabkan inflamasi bahkan infeksi (peritonitis). Oleh
karena itu jika tidak segera dilakukan tindakan pembedahan, 10-20% cedera buli-
buli berakibat kematian karena sepsis.2 The American Association for the Surgery
of Trauma (AAST) telah mengklasifikasikan cedera buli-buli menjadi 5 derajat,
sebagai berikut:8
Tabel 1. Klasifikasi cedera buli-buli

2.5 Diagnosis
2.5.1 Anamnesis
Setelah mengalami cedera pada abdomen sebelah bawah, pasien mengeluh
nyeri di daerah suprasimfisis, miksi bercampur, darah atau mungkin pasien tidak
dapat miksi. Gambaran klinis yang lain tergantung pada etiologi trauma, bagian
buli-buli yang mengalami cedera yaitu intra/ekstraperitoneal, adanya organ lain
yang mengalami cedera, serta penyulit yang terjadi akibat trauma.2 Umumnya
fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat sehingga tidak jarang penderita
datang dalam keadaan anemia bahkan syok.1
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Pada abdomen bagian bawah tampak jejas atau hematom dan terdapat nyeri
tekan didaerah suprapubik di tempat hematom. Pada ruptur buli-buli
intraperitoneal, urin masuk ke rongga peritoneum sehingga memberi tanda cairan
intraabdomen dan rangsang peritoneum. Lesi ekstraperitoneal memberikan gejala
dan tanda infiltrate urin di rongga peritoneal yang sering menyebabkan
septisemia. Penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil. Kadang keluar darah
dari uretra.1
2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditentukan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta hematuria.
Pada foto pelvis atau foto polos perut terlihat fraktur tulang pelvis. Pemeriksaan
radiologik lain untuk menunjang diagnosis adalah sistogram, yang dapat memberi
keterangan ada tidaknya ruptur kandung kemih, dan lokasi ruptur apakah intra
atau ekstraperitoneal.1 Pemeriksaan pencitraan dengan sistogram, yaitu dengan
memasukkan kontras ke dalam buli-buli sebanyak 300-400 ml secara gravitasi
(tanpa tekanan) melalui kateter per-uretram. Kemudian dibuat beberapa foto, yaitu
foto pada saat buli-buli terisi kontras dalam posisi AP, pada posisi oblik dan wash
out film yaitu foto setelah kontras dikeluarkan dari buli-buli. Jika terdapat robekan
pada buli-buli, terlihat ekstravasasi kontras di dalam rongga perivesikal yang
merupakan tanda adanya robekan ekstraperitoneal. Jika terdapat kontras yang
berada di sela-sela usus berarti robekan buli-buli intraperitoneal. Pada perforasi
yang kecil seringkali tidak tampak adanya ekstravasasi (negatif palsu) terutama
jika kontras yang dimasukkan kurang dari 250 ml. Jika tidak dijumpai
ekstravasasi, diagnosisnya adalah kontusio buli-buli.1,2
Sebelum melakukan pemasangan kateter uretra, harus diyakinkan dahulu
bahwa tidak ada perdarahan yang keluar dari muara uretra. Keluarnya darah dari
muara uretra merupakan tanda dari cedera uretra. Jika di samping cedera pada
buli-buli juga diduga terdapat cedera pada saluran kemih bagian atas, pencitraan
buli-buli dapat diperoleh melalui fase sistografi pada foto IVU.2
2.6 Terapi
Bila penderita datang dalam keadaan syok, harus diatasi dengan pemberian
cairan intravena atau darah. Bila sirkulasi telah stabil, baru dilakukan reparasi
buli-buli. Prinsip pemulihan ruptur kandung kemih ialah penyaliran ruang
perivesikal, pemulihan dinding, penyaliran kandung kemih dan perivesikal, dan
jaminan arus urin melalui kateter.1 Terapi cedera buli-buli tergantung pada jenis
cedera, diantaranya adalah:2
a.) Pada kontusio buli-buli : cukup dilakukan pemasangan kateter dengan
tujuan untuk memberikan istirahat pada buli-buli. Dengan cara ini
diharapkan buli-buli sembuh setelah 7-10 hari.
b.) Pada cedera robekan intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi
laparatomi untuk mencari robekan pada buli-buli serta kemungkinan
cedera pada organ lain. Jika tidak segera dioperasi ekstravasasi urine ke
rongga intraperitoneum dapat menyebabkan peritonitis. Rongga intra
peritoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian
dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan laparatomi.

Gambar 6. Robekan buli-buli dijahit 2 lapis


c.) Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi
minimal) dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari, tetapi
sebagian ahli lain menganjurkan untuk melakukan penjahitan buli-buli
dengan pemasangan kateter sistostomi. Tanpa dilakukan pembedahan,
kejadian kegagalan penyembuhan luka ± 15%, dan kemungkinan untuk
terjadinya infeksi pada rongga perivesika sebesar 12%. Oleh karena itu
jika bersamaan dengan ruptur buli-buli terdapat cedera organ lain yang
membutuhkan operasi, sebaiknya dilakukan penjahitan buli-buli dan
pemasangan kateter sistostomi.
Gambar 7. Eksplorasi dan reparasi buli
Jika ahli ortopedi memasang plat untuk memperbaiki fraktur pelvis, mutlak
harus dilakukan penjahitan buli-buli guna menghindari terjadinya pengaliran urine
ke fragmen tulang yang telah dioperasi. Untuk memastikan bahwa buli-buli telah
sembuh, sebelum melepas kateter uretra atau kateter sistostomi, terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan sistografi guna melihat kemungkinan masih adanya
ekstravasasi urine. Sistografi dibuat pada hari ke 10-14 pasca trauma. Jika masih
ada ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan sampai 3 minggu.2

Gambar 8. Algoritma managemen trauma traktus urinarius bawah


Komplikasi
Pada cedera buli-buli ekstraperitoneal, ekstravasasi urine ke rongga pelvis
yang dibiarkan dalam waktu lama dapat menyebabkan infeksi dan abses pelvis.
Yang lebih berat lagi adalah robekan buli-buli intraperitoneal, jika tidak segera
dilakukan operasi, dapat menimbulkan peritonitis akibat dari ekstravasasi urine
pada rongga intraperitoneum. Kedua keadaan itu dapat menyebabkan sepsis yang
dapat mengancam jiwa. Kadang-kadang dapat pula terjadi penyulit berupa
keluhan miksi, yaitu frekuensi dan urgensi yang biasanya akan sembuh sebelum 2
bulan.2

Anda mungkin juga menyukai