OLEH :
Soekarno Hatta
C111 12 046
PEMBIMBING:
dr. Dian Furqani Ibrahim
SUPERVISOR:
Dr. dr. Batari Todja Umar, Sp.M(K)
1
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
Konsulen, Pembimbing,
Dr. dr. Batari Todja Umar, Sp.M(K) dr. Dian Furqani Imran
2
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. GAP
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
RM : 803181
Agama : Katolik
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jalan Merdeka No. 69 Makassar
Tgl. Pemeriksaan : 01-06-2017
Rumah Sakit : Instalasi Rawat Darurat RS Wahidin
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri di kedua mata
Anamnesis Terpimpin:
Dialami sejak 1,5 jam yang lalu sebelum masuk di instalasi rawat darurat
rumah sakit wahidin sudirohusodo, nyeri dirasakan pada kedua mata dan makin
lama makin memberat. Awalnya, terasa ada yang mengganjal di mata, kemudian
digosok dan menjadi merah. Pasien juga mengeluh silau dan nyeri saat melihat
cahaya sehingga susah untuk membuka kelopak mata. Keluhan air mata berlebih
ada, kotoran mata berlebih tidak ada, penurunan penglihatan ada.
Riwayat habis bekerja menggunakan las tadi pagi dan tidak menggunakan
kacamata pelindung. Riwayat menggunakan kacamata sebelumnya tidak ada.
Riwayat penggunaan lensa kontak tidak ada. Riwayat penurunan penglihatan
sebelumnya tidak ada. Riwayat penyakit mata sebelumnya tidak ada. Riwayat
keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat
alergi makanan dan obat-obatan tidak ada. Riwayat mata diteteskan dengan teh
pekat ada.
3
Riwayat hipertensi tidak ada, Riwayat diabetes melitus tidak ada. Pasien
seorang perokok 1 bungkus tiap hari.
PEMERIKSAAN FISIS
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Sakit sedang/ Gizi baik/ Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 98 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,8 °C
PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Gambar (a) foto klinis oculus dextra et sinistra (b) foto klinis
oculus dextra (c) foto klinis oculus sinistra (d) Slit lamp
oculus dextra (e) Slit lamp oculus dextra
4
1. Inspeksi
Inspeksi OD OS
Palpebra Edema ada Edema ada
Apparatus Lakrimasi ada Lakrimasi ada
Lakrimalis
Silia Sekret tidak ada Sekret tidak ada
Konjungtiva Hiperemis ada Hiperemis ada
Bola mata Normal Normal
Mekanisme
muscular
2. Palpasi
PEMERIKSAAN OD OS
Tensi okuler Tn Tn
3. Tonometri
TIO : OD: Tn OS:Tn
5
4. Visus
- VOD : 20/40 - VOS : 20/40
5. Campus Visual : Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Color Sense : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Light Sense
Refleks Cahaya Langsung Refleks Cahaya Tidak Langsung
OD (+) (+)
OS (+) (+)
8. Penyinaran Oblik
Penyinaran oblique OD OS
Palpebra Edema ada Edema ada
Silia Sekret tidak ada Sekret tidak ada
Konjungtiva Hiperemis (+) mixed Hiperemis (+) mixed
injectio injection
Kornea Jernih Jernih
Bilik mata depan Kesan normal Kesan normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Bulat , isokor , RC (+) Bulat , isokor , RC (+)
Lensa Jernih Jernih
6
RESUME
Seorang laki-laki 20 tahun masuk ke IRD RS Wahidinsudirohusodo dengan
keluhan nyeri pada oculi dextra et sinistra yang dialami sejak 1,5 jam yang lalu
dan berlangsung progresif perlahan. Fotofobia ada, blefarospasme ada,
hiperlakrimasi ada. Riwayat menggosok-gosok mata setelah kejadian ada.
Riwayat bekerja menggunakan las dengan tidak menggunakan kacamata
pelindung ada. Riwayat meneteskan teh pekat pada mata ada. Pasien seorang
peokok. Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus tidak ada.
Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD : 20/40 VOS: 20/40
- SLOD : Palpebra edema (+), silia sekret (-), konjungtiva hiperemis
(+), mixed injectio siliar dan konjungtiva, kornea
fluoresence (+) di seluruh permukaan kornea berbentuk
pungtata, BMD VH4, iris coklat kripte (+), pupil bulat
sentral, refleks cahaya (+), lensa jernih.
- SLOS : Palpebra edema (+), silia sekret (-), konjungtiva hiperemis
(+), mixed injectio siliar dan konjungtiva, kornea
fluoresence (+) di seluruh permukaan kornea berbentuk
pungtata, BMD VH4, iris coklat kripte (+), pupil bulat
sentral, refleks cahaya (+), lensa jernih.
DIAGNOSIS
Oculus Dextra Sinistra Keratitis Pungtata Superfisial
DIAGNOSA BANDING
Konjungtivitis
Uveitis
Keratomikosis
7
TERAPI
Terapi Non-Farmakologis
- Bebat mata
- Edukasi pasien untuk menghindari paparan debu
- Edukasi agar pasien tidak mengucek mata jika terasa gatal
- Edukasi untuk memakai alat pelindung (APD) seperti kacamata yang
tertutup saat melakukan aktivitas (bekerja)
Terapi topikal
- Repithel EDMD 1 gtt/4 jam/ODS
- Polygran EDMD 1 gtt/4 jam/ODS
PROGNOSIS
1.Quo ad vitam : bonam
2.Quo ad sanationem : bonam
3.Quo ad visam : bonam
4.Quo ad kosmeticum : bonam
8
DISKUSI
9
vasodilatasi pembuluh darah di sekitar kornea, sehingga terjadi injeksi perikornea
dan menyebabkan konjungtiva menjadi hiperemis akibat vasodilatasi pembuluh
darah. Selain itu, sel-sel radang yang banyak yang terdiri dari protein
menyebabkan kornea yang transparen menjadi keruh. Kornea merupakan salah
satu media refrakta, sehingga jika terdapat kekeruhan pada kornea maka akan
memberikan gejala berupa penurunan visus disebabkan oleh karena adanya defek
pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke media refrakta.
Pemeriksaan tes flouresence : ODS positif (+) berwarna hijau pada seluruh
permukaan kornea. Pemeriksaan fluoresence menggunakan fluoresein yaitu bahan
yang berwarna orange yang bila disinari gelombang biru yaitu cobalt blue akan
memberikan gelombang hijau. Larutan florescen akan terlarut dalam tear film dan
menyapu seluruh permukaan bola mata. Area dengan defek epitel akan berwarna
lebih terang dari sekitarnya, yang memungkinkan untuk mendeteksi adanya abrasi
kornea, ulkus, dan benda asing. Dari hasil pemeriksaan oftalmologi diatas dapat
dipikirkan adanya infeksi pada lapisan kornea yang ditandai pemeriksaan
fluorescen positif pada seluruh permukaan kornea sehingga dari pemeriksaan
diatas dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien adalah Keratitis Pungtata
Superfisial.
Pada penatalaksanaan diberikan pengobatan non-farmakoterapi berupa
ditutup mata kanan dengan perban supaya tidak terpapar dengan dunia luar.
Pengobatan farmakologis berupa terapi topikal berupa Cendo Polygran 6x1tetes,
repithel 6x1 tetes. Sesuai teori yang didapat dari referensi yang ada, disebutkan
bahwa terapi spesifik terhadap keratitis disesuaikan dengan hasil pemeriksaan
sediaan yang telah didapatkan. Namun demikian, sambil menunggu hasil
laboratorium, dapat dilakukan pemberian antibiotik spektrum luas dengan dosis
tunggal. Apabila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, maka diberikan
antibiotik spektum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 4 sampai
5 kali sehari.
Reepitel mengandung vitamin A yang membantu proses reepitelisasi
jaringan epithel kornea. Dari anamnesis, pasien menyatakan Pasien sendiri
meneteskan cendo xitrol di mata kanannya.
10
REFERAT
KERATITIS
I. PENDAHULUAN
Kornea adalah salah satu media refrakta sehingga manusia dapat melihat.
Seorang ahli mata dapat melihat struktur dalam mata karena kornea bersifat jernih
dan memiliki daya bias sebesar 43D. Kornea memiliki mekanisme protektif
terhadap lingkungan maupun paparan patogen (virus, amuba, bakteri dan jamur).
Ketika patogen berhasil masuk dan membuat defek epitelial di kornea, maka
jaringan braditropik kornea akan merespon patogen spesifik dengan peradangan
pada kornea (keratitis).1
Keratitis akan memberikan gejala seperti rasa nyeri, fotofobia, dan adanya
sekret yang purulen yang biasa terdapat pada keratitis herpetika. Penyebab
keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa, dan Moarxella. Penyebab
lain bisa karena virus, jamur, dan mikro organisme lainnya.1
11
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA
12
lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan. Sensasi dingin oleh
Bulbus Krause ditemukan pada daerah limbus 2,3
Kornea dalam bahasa latin “cornum” artinya seperti tanduk, merupakan
selaput bening mata, bagian dari mata yang bersifat tembus cahaya, merupakan
lapis dari jaringan yang menutup bola mata sebelah depan, dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang terdiri atas:4,5
13
2. Membrana Bowman
- Terletak di bawah membrane basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma
- Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Stroma
- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membrana Descement
- Membrane aselular; merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan
sel endotel dan merupakan membran basalnya.
- Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.
5. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um.
Endotel melekat pada membrane descement melalui hemidesmosom dan
zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf V, saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membrana Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan
tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah
limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam
waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan
sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi
edema kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.1
14
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, di mana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitasnya,
dan deturgensinya.1
15
Setiap kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau
keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan
menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan
bola mata involunter. Trias yang terdiri atas penutupan mata involunter
(blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri selalu mengarahkan
kepada kemungkinan adanya cedera kornea.9
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur
jaringan yang bradittrofik, metabolismenya lambat dimana ini berarti
penyembuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan glukosa)
diperoleh dari 3 sumber, yaitu :9
Difusi dari kapiler – kapiler disekitarnya
Difusi dari humor aquous
Difusi dari film air mata
Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap
lembut dan membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan
kasar dan pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat
pada film air mata juga melindungi mata dari infeksi.4
III. ETIOLOGI
Infeksi keratitis adalah kondisi yang berpotensi membutakan yang dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan yang parah jika tidak diobati pada tahap
awal. Jika pengobatan antimikroba yang tepat tertunda, hanya 50% dari mata
memperoleh pemulihan visual yang baik. Hal ini dapat disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, protozoa, dan parasit. Faktor risiko umum untuk infeksi keratitis
meliputi trauma okular, memakai lensa kontak, riwayat operasi mata sebelumnya,
mata kering, gangguan sensasional kornea, penggunaan kronis steroid topikal, dan
imunosupresi sistemik. Patogen umum termasuk Staphylococcus aureus,
koagulase-negatif Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus
pneumonia, dan spesies Serratia. Mayoritas kasus yang ditemukan di masyarakat
adalah keratitis bakteri yang teratasi dengan pengobatan empirik dan tidak
memerlukan kultur bakteri. Apusan kornea untuk kultur dan tes sensitivitas
16
diindikasikan untuk ulkus kornea dengan ukuran yang besar, berlokasi di sentral
kornea, mencapai daerah stroma.8
Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti
Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Stapylococcus aeroginosa,
dan Moarxella.9
IV. PATOFISIOLOGI
Terdapat beberapa kondisi yang dapat sebagai predisposisi terjadinya
inflamasi pada kornea seperti blefaritis, perubahan pada barrier epitel kornea (dry
eyes), penggunaan lensa kontak, lagopthalmos, gangguan paralitik, trauma dan
penggunaan preparat imunosupresif topical maupun sistemik.9
Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh
lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa
mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks
berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik yang
membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk beregenerasi
secara cepat dan lengkap.9
Epitel adalah merupakan barrier yang efisien terhadap masuknya
mikroorganisme ke dalam kornea.Pada saat epitel mengalami trauma, struma yang
avaskuler dan lapisan bowman menjadi mudah untuk mengalami infeksi dengan
organisme yang bervariasi, termasuk bakteri, amoeba dan jamur. Sreptokokus
pneumonia adalah merupakan bacteriapatogen kornea, patogen-patogen yang lain
membutuhkan inokulasi yang berat atau pada host yang immunokompromis untuk
dapat menghasilkan sebuah infeksi di kornea.7
Ketika patogen telah menginvasi jaringan kornea melalui lesi kornea
superfisial, beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, mulai dari lesi pada
kornea yang selanjutnya agen patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi pada
daerah struma kornea respon tubuh berupa pelepasan antibodi yang akan
menginfiltrasi lokasi invasi agen pathogen. Hasilnya, akan tampak gambaran
opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan membuka lebih luas dan
memberikan gambaran infiltrasi kornea. Iritasi dari bilik mata depan dengan
17
hipopion (umumnya berupa pus yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik
mata depan) dan selanjutnya agen pathogen akan menginvasi seluruh kornea.
Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membarana descement
yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele yang dimana hanya
membarana descement yang intak. Ketika penyakit semakin progresif, perforasi
dari membrane descement terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut
ulkus kornea perforate dan merupakan indikasi bagi intervensi bedah secepatnya.
Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus progresif dan bola mata akan
menjadi lunak.7
V. KLASIFIKASI KERATITIS
Keratitis dapat dibagi kepada dua, keratitis superfisial dan keratitis profunda.
Pada keratitis superfisial, dapat sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut dan
keratitis profunda atau interstitial,yang mengenai lapisan dalam kornea, sembuh
dan meninggalkan jaringan parut. 11
Menurut Khurana, keratitis atau keratitis tanpa ulkus dapat dibagi dua : keratitis
superficial dan keratitis profunda (deep keratitis).Keratitis superficial dapat dibagi
dua, keratitis superficial difus dan keratitis superfisial pungtata.11
1. Keratitis Superfisial
Keratitis superfisial sering disebabkan oleh trauma, yang tidak melebihi
jaringan membrane Bowman’s. Manifestasi klinis dari keratitis jenis ini
adalah nyeri, epifora, bhlepharospasm, konjungtivitis, penurunan visus dan
pembengkakan kelopak mata atas. 5
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
pewarnaan kornea, inspeksi luka dengan mikroskop operasi dan jika perlu,
pemeriksaan radiologi dengan CT scan.5
a) Keratitis superfisial difus
Pada keratitis jenis ini, biasanya kornea tampak jernih,dan ada tampak
seperti debu-debu warna keabu-abuan. Erosi epitel bisa terjadi di
mana-mana saja tetapi jika tidak dirawat, bisa menimbulkan ulkus
18
kornea. Pengobatannya adalah dengan antibiotik tetes mata seperti
tobramycin atau gentamycin setiap 2-4 jam.11
2. Keratitis interstitial/profunda
Keratitis interstitial merupakan keratitis nonsupuratif profunda disertai
dengan neovaskularisasi. Keratitis ini juga disebut sebagai keratitis
parenkimatosa.4
19
Biasanya akan memberikan keluhan fotofobia, lakrimasi, kelopak
meradang, sakit dan menurunnya visus. Pada keratitis ini, keluhan bertahan
seumur hidup.4
Pengobatan pada keratitis ini tergantung jenis penyebabnya, bakteri,
virus, jamur atau trauma.4
2. Keratitis Jamur
Keratitis jamur lebih jarang dibandingkan keratitis bakterial. Dimulai
oleh suatu trauma pada kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian tumbuh-
tumbuhan.4
Kebanyakan jamur disebabkan oleh Fusarium, Filamentous, yeast,
Candida dan Aspergillus.4
Keluhan baru timbul setelah 5 hari atau 3 minggu kemudian. Pasien akan
mengeluh sakit mata yang hebat, berair, penglihatan menurun dan silau. Pada
mata akan terlihat infiltrat kelabu, disertai hipopion, peradangan, ulserasi
20
superfisial dan satelit bila terletak di dalam stroma. Biasanya disertai dengan
cincin endotel denga plak tampak bercabang-cabang, gambaran satelit pada
kornea, dan lipatan descemet.4
Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10%
terhadap kerokan kornea yang menunjukkan adanya hifa.4
21
Gambar 8. Jenis Keratitis Zoster: A. keratitis pungtata epithelial B. ulkus
epithelial mikrodendritik C. keraitits nummular D. Keratitis disiformis
4. Keratitis alergi
Pada keratitis alergi, biasanya sering kambuh pada waktu-waktu tertentu
dalam setahun. Merupakan penyakit rekuren, dan terjadi bilateral. Pasien
umumnya mengeluh gatal, ada riwayat alergi dalam keluarga atau pada
pasien sendiri. Biasanya didapatkan pada musim panas dan sering
mengenai anak laki-laki sebelum berumur 14 tahun.4
22
lensa kontak. Diagnosis keratitis Achantamoeba sangat sulit. Jika
kecurigaan klinis ada, kultur spesimen kemudian dapat diinokulasi ke
dalam non-nutrien agar. Trofozoit Acanthamoeba dan kista juga dapat
diidentifikasi dengan bantuan Gram, Giemsa-Wright, hematoxylin dan
eosin, periodik asam-Schiff, calcoflour putih, atau noda lainnya. Confocal
microscopy juga telah digunakan untuk mendiagnosa Acanthamoeba kista
dengan beberapa keberhasilan.
Tanda-tanda awal mungkin ringan dan tidak spesifik. Temuan
mungkin termasuk penyimpangan epitel, infiltrat epitel atau subepitel, dan
pseudodendrites. Kemudian tanda-tanda infiltrat pada stroma (cincin
berbentuk, disciform, atau numular), lesi satelit, cacat epitel, keratoneuritis
radial, scleritis, dan uveitis anterior (dengan kemungkinan hypopyon).
Dalam sebuah penelitian, 95% dari pasien mengeluh sakit. Pasien juga
melaporkan visus menurun, mata kemerahan, sensasi benda asing dan
fotofobia.
6. Defisiensi vitamin
Biasanya lesi berupa ulkus terletak dipusat dan bilateral berwarna kelabu
dan indolen, disertai kehilangan kilau kornea di daerah sekitarnya. Kornea
melunak dan sering terjadi perforasi.
23
kepekaannya yang merupakan salah satu pertahanan terhadap infeksi yaitu
reflex berkedip. Pada tahap awal ulkus neurotropik pada pemeriksaan
fluorescein akan menghasilkan daerah-daerah dengan berupa berupa
bercak terbuka.4
8. Idiopatik
24
Walaupun umumnya respons konjungtiva tidak tampak pada pasien akan tetapi
reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien.6
VII. DIAGNOSIS
Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien
yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu rasa silau (fotofobia), lakrimasi
dan merasa kelilipan (blefarospasme). Adapun radang kornea ini biasanya
diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena, seperti keratitis superfisial
dan interstisial atau profunda. Keratitis superfisial termasuk lesi inflamasi dari
epitel kornea dan membrane bowman superfisial.6
Sangat penting untuk dilakukan penegakan diagnosis morfologis pada
pasien yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan
dengan melihat tanda-tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial,
perubahan epitel bervariasi secara luas mulai dari penebalan epitel, Punctate
Epitelial Erosion (PEE), dan lecet kornea untuk pseudodendrites. Dapat menjadi
reaksi traumatis sekunder dan alergi terhadap lensa kontak. Pada pewarnaan
fluorescein terutama terlihat pada posisi pukul 3 dan pukul 9 kornea, edema
ringan dan vakuolasi hingga erosi, pembentukan filament maupun keratinisasi
partial. Pada keratitis stromal, respon struma kornea dapat berupa infiltrasi sel
radang, edema yang bermanifestasi kepada edema kornea yang awalnya bermula
dari stroma lalu ke epitel kornea.6,7
Periksa ketajaman visual dengan lensa kontak atau kacamata, jika pasien
tidak memiliki kacamata, gunakan lubang jarum dari occluder periksa pergerakan
lensa kontak dan defect kornea pada slit lamp. Minta pasien melepaskan lensa
kontak jika mampu, dapat menggunakan satu tetes proparacaine atau anestesi
topikal lain untuk membuka mata agar dapat diperiksa secara koperatif.7
Periksa reaktivitas pupil dengan senter, pemeriksaan slit lamp dengan
memperhatikan daerah konjungtiva bulbar dan palpebral untuk mencari setiap
papillae atau folikel, permukaan kornea untuk menyingkirkan ulkus kornea, dan
reaksi pada ruang anterior mata.7
25
Pemeriksaan fisis pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada
keratitis melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat.Larutan flouresent dapat
menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan
inspeksi biasa.Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan
kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan
dengan iluminasi yang terang.Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya
sementara memindahkan cahaya dengan hati-hati ke seluruh kornea. Dengan cara
ini area yang kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat terlihat.7
Pasien biasanya mengeluhkan adanya sensasi benda asing, fotofobia dan
air mata yang berlebihan.Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi
biasanya pada daerah sentral.Daerah lesi biasanya meninggi dan berisi titik – titik
berwarna abu – abu yang kecil. Tidak adanya terapi spesifik untuk keadaan ini,
tergantung faktor penyebabnya.5
Floresensi topikal adalah merupakan larutan nontoksik dan water-soluble
yang tersedia dalam beberapa sediaan : dalam larutan 0,25% dengan zat anestetik
(benoxinate atau proparacaine), sebagai antiseptic (povidone-iodine), maupun
dalam zat pengawet sebagai tetes mata tanpa pengawet 2% dosis unit. Floresens
akan menempel pada defek epithelial pungtata maupun yang berbentuk
makroulseratif (positive stanining) dan dapat memberikan gambaran akan lesi
yang tidak berbekas melalui film air mata (negative staining). Floresens yang
terkumpul dalam sebuah defek epithelial akan mengalami difusi ke dalam strauma
kornea dan tampak dengan warna hijau pada kornea.2
26
Penyebab ulkus kornea adalah bakteri, jamur, akantamuba, dan herpes
simpleks. Bakteri yang sering mengakibatkan ulkus kornea adalah Streptokokkus
alfa hemolitik, Streptokokkus aureus, Moraxella likuefasiens, Pseudomonas
aeruginosa, Nocardia asteroids, Alcaligenes sp, Streptokokkus beta hemolitik, dll.
Pada ulkus kornea yang disebabkan jamur dan bakteri akan terdapat defek epitel
yang dikelilingi leukosit polimorfnuklear. Bila infeksi disebabkan virus, akan
terlihat reaksi hipersensitivitas disekitarnya.1
Gejala yang dapat menyertai adalah terdapat penipisan kornea, lipatan
descement reaksi jaringan uvea, berupa hipopion, hifema dan sinekia posterior.
Pemeriksaan laboratorium sangat berguna untuk membuat diagnosa kausa.
Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus yang memakai larutan KOH.1
2. Konjungtivitis
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir
yang menutupibelakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis menunjukkan
gejala yaitu hiperemi konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat dengan sekret yang
lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak membengkak dan mata
terasa seperti ada benda asing.
Ulkus kornea dapat diadiagnosis banding dengan konjungtivitis dilihat dari
gejala mata merah yang terjadi. Pada konjungtivitis kornea masih jernih dan
terang sehingga tidakada gangguan visus yang berbeda dengan ulkus kornea
dimana terjadi kekeruhan lensa.
3.Uveitis
Uveitis adalah peradangan pada jaringan uvea. Uveitis bisa disebabkan
oleh infeksi bakteri, virus, jamur, parasit dan rickettsia uveitis. Gejalanya sama
seperti keratitis, ada nyeri, fotofobia, lakrimasi, blefarospame, penurunan visus
dan mata merah. Yang membedakan keratitis dan uveitis adalah pada uveitis,
sering terjadi hipopion, yaitu endapan pus akibat keratic precipitate (KP) dan
adanya sinekia anterior atau posterior, yaitu perlengketan di bilik mata depan atau
belakang. Hal ini bisa menyebabkan kelainan pada tekanan intraokular, sama ada
27
meningkat atau menurun tekanannya pada uveitis juga, adanya flare, yaitu sel-sel
radang yang tertumpuk di bilik mata depan. 4,13
4. Keratomikosis
Keratomikosis merupakan suatu infeksi kornea oleh jamur. Biasanya
dimulai oleh suatu ruda paksa pada kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian-
bagian tumbuhan. Setelah beberapa hari pasien akan merasa sakit hebat pada mata
dan silau.1
Keratomikosis dapat didiagnosis banding dengan ulkus kornea karena
menujukkan gambaran yang sama pada kornea. Untuk mendiagnosis
keratomikosis perlu dilakukan pemerikasaan KOH dimana diharapkan pada
kerokan kornea ditemukan adanya hifa.1
1. Mengidentifikasi agen patogen dan tes sensitivitas. Hal ini dilakukan dengan
mengambil apusan dasar atau pinggir ulkus sebagai bahan sampel dan
inokulasi media kultur untuk bakteri dan fungi. Spesimen lensa kontak yang
digunakan juga harus diambil dan di kultur untuk memastikan sumber dari
bakteri atau jamur.
2. Dilakukan pewarnaan dengan Gram dan Giemsa pada spesimen yang diambil
untuk mendeteksi bakteri.
3. Apabila dicurigai suatu infeksi virus, tes sensitivitas kornea dianjurkan
dimana hasil sensitivitasnya akan berkurang.
28
X. PENATALAKSANAAN
Terapi awal yang digunakan pada keratitis superfisial adalah dengan
trifluorothymidine 1% tetes (Viroptic) 9 kali sehari atau vidarabine 3% ointment
(Vira-A) 5 kali sehari pada mata yang terinfeksi. Jika ada fotofobia, bisa
ditambahkan agen cyclopegic (seperti scopolamine 0,25% TID) untuk
mengurangkan spasme iris dan memberikan lebih kenyamanan kepada pasien.
Pada area yang terlibat secara ekstensif, dipertimbangkan untuk dilakukan
debridemen pada epitelium yang terlibat setelah diberikan agen antivirus dengan
menggunakan aplikator cotton-tip yang steri atau intrumen yang separa tajam di
bawah pengaruh anestesi propacaine topikal.8
Beberapa terapi yang dapat secara baik menangani keratitis superfisial.
Terapi suportif dengan lubrikans topikal seperti air mata artifisial seringkali
adekuat pada kasus-kasus yang ringan. Air mata artifisial dapat mengurangi sisa
produk inflamasi yang tertinggal pada reservoir air mata. Mereka tidak hanya
bekerja sebegai lubrikans, tapi juga sebagai agen pembersih, pembilas dan dilusi
dari film air mata serta sebagai agen pemoles dari epitel superfisial untuk
membentuk kembali microvillae dan menstabilkan lapisan mucin dari air mata.7
Tergantung dari keparahan gejala pada pasien, air mata artifisial dengan
viskositas berbeda (dari tetes mata hingga jel viskositas tinggi) diresepkan pada
pasien dan diaplikasikan dengan frekuensi yang berbeda. Pada keratitis akibat
pemaparan (exposure keratitis ), jel atau krim dengan viskositas yang tinggi
digunakan karena waktu retensinya yang panjang.4
Prosedur collagen cross-linking (CXL) yng menggunakan ibovlavin dan
sinar ultraviolet-A yang bisa memberikan efek peningkatan kekuatan pada tisu
kornea. Fotoaksi dari ribovlavin menyebabkan kerusakan RNA dan DNA dari
mikroorganisme dengan proses oksidasi dan menyebabkan lesi pada strand
kromosom. Sinar ultraviolet itu sendiri mempunyai efek sporisidal dan virusida.
Prosedur kolagen cross linking digunakan dalam pengobatan infeksi keratitis
hampir identik dengan standar protokol pengobatan keratoconus, dengan
penggunaannya setelah setelah penggunaan obat anestesi tetes mata, jaringan
epitel longgar dan epitel yang nekrosis di sekitar daerah infeksi diangkat dari
29
kornea. Tujuannya untuk menghilangkan epitel kornea agar terjadi penetrasi
riboflavin yang adekuat pada daeah kornea. Riboflavin (riboflavin / dekstran
solusi 0,5-0,1%) ditanamkan pada permukaan kornea dengan jangka waktu 20-30
menit pada interval dari 2-3 menit. Hal ini diikuti dengan pencahayaan kornea
menggunakan lampu UV-X, UV-A 365 nm, dengan radiasi 3.0mW/cm2 dan total
dosis 5,4 J/cm2.8
Antibiotik sistemik digunakan apabila terdapat ekstensi ke sklera akibat
infeksi atau didapatkan adanya ancaman perforasi pada pasien. Levofloxacin
maupun ofloxacin memiliki penetrasi aqueous dan vitreus yang baik dengan
pemberian oral. Tidak perlu untuk menangani pasien hingga seluruh lesi di kornea
hilang. Akan tetapi penanganan dilaksanakan hanya hingga pasien dapat mencapai
titik kenyamanan.4
Terapi pembedahan, emergency keratoplasty diindikasikan untuk
mengobati suatu descemetocele atau ulkus kornea perforasi pada daerah nekrosis
yang luas dan memerlukan flap konjungtiva untuk mempercepat penyembuhan.
Stenosis atau penyumbatan dari sistem lakrimal yang lebih rendah yang mungkin
mengganggu penyembuhan ulkus harus dikoreksi melalui pembedahan.1
Sesegera mungkin melakukan pemeriksaan tes bakteriologis dan tes
resistansi untuk mendapatkan hasil yang lebih dini, agar dokter segera melakukan
terapi empiris pada agen patogen. Pada keadaan keratitis yang tidak berespon
dengan pengobatan mungkin agen patogen tersebut belum diidentifikasi secara
positif, pasien tidak menggunakan antibiotik yang dianjurkan dokter, agen
patogen tersebut resisten terhadap antibiotik, ataukah keratitis ini tidak disebabkan
oleh bakteri, tetapi oleh salah satu patogen berikut: 1.Herpes simplex virus,
2.Jamur, 3. Acanthamoeba, atau agen patogen langkah seperti 4. Nocardia atau
mycobacteria.1
30
XI. KOMPLIKASI
Komplikasi keratitis dapat berupa :1
1. Hipopion: sebagai proses perluasan pada kasus yang tidak diobati, jaringan
uveal anterior yang disusupi oleh limfosit, sel-sel plasma dan PMNLs
bermigrasi melalui iris ke kamera anterior.
2. Penyembuhan: membentuk jaringan parut atau sikatriks di lokasi
sebelumnya sekiranya jejas terjadi melebihi epitel, melewati stroma.
Sikatriks yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu nebula , macula dan leukoma.
Leukoma : distroma . Dengan mata telanjang bisa dilihat
Makula disubepitel. Dengan senter bisa dilihat
Nebula di epitel dengan slit lamp atau dengan loop bisa dilihat
3. Ulkus kornea
4. Descemetocoele: membran descemet yang tahan terhadap collagenolysis
dan mengalami perbaikan dengan pertumbuhan epitel kearah anterior
membran kornea, kondisi ini lebih umum sebagai sekuel keratitis virus
5. Perforasi
XII. PROGNOSIS
Dengan pengobatan dini yang memadai, banyak jenis keratitis dapat
sembuh dengan sedikit atau tanpa bekas luka sama sekali, secara umum prognosis
dari keratitis superfisialkarena tidak terdapat jaringan parut ataupun vaskularisasi
dari kornea. Sesuai dengan metode penanganan yang dilaksanakan prognosis
dalam hal visus pada pasien dengan keratitis herpetika sangat baik. Jika infeksi
mengenai bagian mata yang lain, terapi tambahan harus dilakukan untuk
menyingkirkan infeksi.1,14
Prosedur bedah mungkin diperlukan untuk memperbaiki masalah keratitis
yang berhubungan dengan ketidak mampuan untuk benar-benar menutup kelopak
mata.14
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook Atlas.
2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 462-466.
2. Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya
Medika Jakarta, 2009
3. K.Weng Sehu et all. Opthalmic Pathology. Blackwell Publishing. UK.
2005. p.62.
4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.
Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2008. h. 1-13
5. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. Pocket atlas of Ophtalmology.
Thieme. 2006. p. 97-99
6. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eye Foutrth Edition. BMJ
Books. p. 17-19.
7. Tasman W, Jaeger EA. Duane’s Ophtalmology. Lippincott Williams &
Wilkins Publishers. 2007
8. Chern KC. Emergency Ophtalmology a Rapid Treatment Guide. Mc
Graw-Hill. 2002.
9. Raymond L. M. Wong,R. A. Gangwani,LesterW. H. Yu,and Jimmy S. M.
Lai.New Treatments for Bacterial Keratitis. Department of
Ophthalmology, Queen Mary Hospital, Hong Kong. 2012
10. Jack, J. Kanski Clinical Ophthalmology. 6thed. Butterworth-Heinemann.
2007
11. AK Khurana. Comprehensive Opthalmology. 4thed. New Age
International(P) Limited Publisher. 2007.
12. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea. San
Fransisco 2007.
13. E. Erica. Keratitis Achantamoeba, Available at URL
:http://eyewiki.aao.org/keratitisAchantamoeba.
14. Ann M. Keratitis, Available, at URL
:http://www.mdguidelines,com/keratitis.
32