Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

FLAIL CHEST

Disusun Untuk Melengkapi Tugas Keperawatan Traumatologi


Dosen Pengampu : Ns. Nurul Fatmawati Fitriana, S.Kep., M.Kep
Disusun Oleh :
KELOMPOK 2 KELAS D SEMESTER 6
1. Barkah Septian F (1611020169)
2. Winda Nur A (1611020172)
3. Triana Ayu A (1611020175)
4. Linda Ayu L (1611020181)
5. Tedi Asep S (16110202)
6. Eka Desi Y (16110202)
7. Amir Nur R (1611020217)
8. Nurafiffah Sekar P (1611020218)
9. Madiyah Mawing (161102022)
10. Anggih Pramana P (161102022)
11. Evi Krisiyunianti (161102022)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S1
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019

1
LAPORAN PENDAHULUAN
FLAIL CHEST

A. Definisi

Flail chest adalah keadaan dimana beberapa atau hampir semua kostae patah,
biasanya di sisi kanan kiri dada yang menyebabkan pelepasan bagian depan dada
sehingga tidak bisa lagi menahan tekanan negative waktu inspirasi dan malahan bergerak
kedalam waktu inspirasi (Doenges, 2002).

Flail chest adalah suatu keadaan apabila dua iga berdekatan atau lebuh mengalami
fraktur pada dua tempat atau lebih. Bila fraktur terjadi pada dua sisi maka stabilitas
dinding dada lebih besar dan kurang mengancam ventilasi daripada bila terjadi pada satu
sisi (Smeltzer, 2012).

B. Etiologi

Cedera pada tulang dada termasuk patah tulang dan flail chest. Fraktur tulang
dada dapat terjadi pada tulang rusuk bagian dalam dan berhubungan dengan cedera pada
hati dan limpa. Cedera hati dan limpa dapat menyebabkan perdarahan dan syok, karena
merupakan organ berisi darah. Fraktur tulang rusuk meninggi pada ruas ke-2 dan ke-3
dapat menyebabkan akibat yang cukup parah, walaupun terlindungi bahu dan otot-otot.
Fraktur tulang rusuk bagian atas mempunyai banyak komplikasi seperti pneumutoraks,
hemotoraks, kontusio paru, dan tension pneumotoraks.

Flail chest juga merupakan pola khusus dari fraktur tulang rusuk di mana 2,3, atau
lebih tulang rusuk patah pada tempat yang berbeda. Paling sering disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor, flail chest juga disebabkan karena jatuh pada lansia.
Sering kali fraktur sternum juga termasuk dalam flail chest. Karena fraktur tulang rusuk
terpisah dari dinding dada, bagian dinding dada yang terkena cedera berpindah sendiri
dari bagian yang tidak terkena cedera.

Flail chest berakibat pada dinamika pernapasan. Area fraktur akan mengempis
saat inspirasi dan mengembang saat ekspirasi, sehingga disebut “iga yang melayang”.

2
Pengempisan disebabkan ketika paru-paru mengembang dan tekanan intrapleural menjadi
semakin negative; pengembangan disebabkan oleh banyaknya tekanan positif yang
terjadi di paru-paru selama ekshalasi. Ini juga disebut sebagai gerakan paradoksal pada
dinding dada karena dada mengembang ke arah yang berlawanan dengan yang normal.
Gerakan paradoksal meningkatkan kerja pernapasan dan beserta nyeri yang terkait
dengan cedera, dapat menyebabkan gangguan oksigenasi berat di dalam darah (Terry,
2013).

C. Tanda Dan Gejala

Dua gejala flail chest adalah nyeri dada dan sesak napas . Gerakan paradoks
karakteristik dari segmen flail terjadi karena perubahan tekanan terkait dengan respirasi
yang biasanya ditahan oleh tulang rusuk :

1. Selama inspirasi normal, kontrak diafragma dan otot-otot interkostal menarik tulang
rusuk keluar. Tekanan di dada berkurang di bawah tekanan atmosfer, dan udara
mengalir masuk melalui trakea. Segmen flail akan tertarik dengan penurunan tekanan
sementara sisa tulang rusuk mengembang.

2. Selama ekspirasi normal, diafragma dan otot interkostal mengendorkan tekanan


internal yang meningkat, memungkinkan organ perut mendorong udara ke atas dan
keluar dari rongga dada. Namun, segmen flail juga akan terdorong keluar sementara
sisa tulang rusuk berkontraksi.

Gerakan paradoksal adalah tanda akhir dari segmen flail. Oleh karena itu, tidak
adanya gerakan paradoks tidak berarti pasien tidak memiliki segmen flail. Gerakan
konstan tulang rusuk di segmen flail di lokasi fraktur sangat menyakitkan, dan, jika tidak
diobati, ujung-ujung tulang rusuknya yang tajam cenderung menusuk kantung pleura dan
paru-paru, mungkin menyebabkan pneumotoraks . Kekhawatiran tentang "mediastinal
flutter" (pergeseran mediastinum dengan gerakan diafragma paradoks) tampaknya tidak
pantas. Kontusio paru umumnya dikaitkan dengan flail chest dan yang dapat
menyebabkan gagal napas . Hal ini disebabkan oleh gerakan paradoksal dinding dada dari
fragmen yang mengganggu pernapasan normal dan gerakan dada. Gerak paradoks khas
dikaitkan dengan paru-paru kaku, yang membutuhkan kerja ekstra untuk pernapasan
3
normal, dan peningkatan resistensi paru-paru, yang membuat aliran udara sulit.
Kegagalan pernapasan dari flail chest membutuhkan ventilasi mekanis dan lebih lama
tinggal di unit perawatan intensif. Kerusakan paru-paru dari segmen flail yang
mengancam jiwa. Tanda- tanda dan gejala pada trauma thorak :

1. Ada jejas pada thorak


2. Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
3. Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
4. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
5. Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan
6. Penurunan tekanan darah
7. Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
8. Bunyi muffle pada jantung
9. Perfusi jaringan tidak adekuat
10. Pulsus paradoksus (tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi denganpernapasan)
dapat terjadi dini pada tamponade jantung
Gejala-gejala flail chest bervariasi, tergantung pada tingkat keparahannya. Gejala
yang paling umum termasuk:
1. Nyeri dada yang parah
2. Kelembutan daerah yang terkena
3. kesulitan bernapas
4. Peradangan dan memar
5. Dada yang tidak rata naik saat bernafas
Kenaikan dada yang tidak rata sering merupakan tanda yang paling jelas dari dada
cambuk. Di sini, area yang terkena akan menarik ketika orang bernafas, sementara sisa
dada mengembang keluar. Ketika orang tersebut bernafas, area yang terkena akan
mengembang sementara bagian dada lainnya tertarik.

D. Anatomi Fisiologi

Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana pada bagian
bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari
pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat paru - paru dan mediastinum.
Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada diantara kedua paru - paru. Di dalam
rongga toraks terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu; sistem pernapasan dan
peredaran darah. Organ yang terletak dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati,
jantung, pembuluh darah dan saluran limfe. Tulang - tulang yang elastis dan otot - otot
pernapasan menyokong dan mengelilingi rongga toraks. Tiga dari bagian ruangan
4
kompartemen ditempati oleh dua buah paru - paru dengan lima segmennya yang
terhubung oleh struktur vaskuler kearah pusat kompartemen kardiovaskuler. Sebagai
tambahan, trakea dan bronkus menghubungkan paru - paru dan pharynk, dan beberapa
saraf di dalam rongga toraks.

Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari
sternum, dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang berakhir di anterior dalam
segmen tulang rawan dan dua pasang kosta yang melayang. Tulang kosta berfungsi
melindungi organ vital rongga toraks seperti jantung, paru-paru, hati dan Lien seperti
gambar 2.1 dan gambar 2.2. ( Drake, et al., 2010; Hansen, 2014)

Dinding toraks terdiri dari elemen tulang dan otot – otot. Bagian posterior disusun
oleh dua belas tulang vertebrae toraks. Bagian lateral dibentuk oleh tulang costa ( masing
– masing 12 pada setiap sisi ) dan 3 lapisan dari otot – otot datar yang membentang pada
ruang intercosta antara tulang osta yang berdeekatan, menggerakkan kosta dan
memberikan kekuatan pada ruang interkosta. Bagian depan dibatasi oleh sternum yang
terdiri dari manubrium sternum, body sternum dan processus xiphoideus. (Drake, et al.,
2010; Assi & Nazal, 2012; Hansen, 2014).

5
E. Patofisiologi

Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk sebuah ventilasi


pernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot -otot
pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan negative dari
intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru – paru selama
inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur - struktur yang berbeda dari dinding
toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitu dinding dada, rongga
pleura, parenkim paru, dan mediastinum. Dalam dinding dada termasuk tulang - tulang
dada dan otot - otot yang terkait (Sudoyo, 2009).

Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh
darah ataupun udara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk paru –
paru dan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi,
hematoma dan pneumokel.Mediastinum termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar
dari toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab
6
untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan oksigenasi darah untuk
metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya
maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks (Sudoyo, 2009).

Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa faktor,
antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain yang terkait,
dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien – pasien trauma toraks
cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara
sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung (Sudoyo, 2009).

Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax juga
seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupun terbuka. Kondisi
fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail Chest, yaitu suatu kondisi dimana
segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada.
Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga
dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen fail chest (segmen mengambang)
menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di
bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabakan
hipoksia yang serius.

Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam seringkali berdampak lenih
buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Benda tajam dapat langsung
menusuk dan menembus dinding dada dengan merobek pembuluh darah intercosta, dan
menembus organ yang berada pada posisi tusukannya. Kondisi ini menyebabkan
perdaharan pada rongga dada (Hemothorax), dan jika berlangsung lama akan
menyebabkan peningkatan tekanan didalam rongga baik rongga thorax maupun rongga
pleura jika tertembus. Kemudian dampak negatif akan terus meningkat secara progresif
dalam waktu yang relatif singkat seperti Pneumothorax,penurunan ekspansi paru,
gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga gagal nafas dan jantung.

7
F. Pathway

8
G. Komplikasi

9
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air movement,
yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest
tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan
splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan
secara keseluruhan.

Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area
“flail” Trauma hancur pada sternum atau iga dapat berakibat terjadinya pemisahan total dari suatu
bagian dinding dada, sehingga dinding dada tersebut bersifat lebih mobil. Pada setiap gerakan
respirasi, maka fragmen yang mobil tersebut akan terhisap ke arah dalam. Pengembangan normal
rongga pleura tidak dapat lagi berlangsung, sehingga pertukaran gas respiratorik yang efektif
sangat terbatas.

1. Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.

2. Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.

3. Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep
jantung.

4. Pembuluh darah besar : hematothoraks.

5. Esofagus : mediastinitis

6. Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal

H. Manifestasi Klinis

Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di sekitar dan terbatasnya


gerak pengembangan dinding dada, deformitas, dan gerakan paradoksal flail chest yang
ada akan tertutupi. Pada mulanya, penderita mampu mengadakan kompensasi terhadap
pengurangan cadangan respirasinya. Namun bila terjadi dan penurunan daya
pengembangan paru-paru akan terjadi anoksia berat, hiperkapnea, dan didapat akral
dingin positif dan wajah yag pucat karena oksigen aliran darah ke daerah perifer
berkurang akibat penurunan ekspansi paru..Pda pasien flail chest akan didpat nyeri yang
hebat karen terputusnya inegritas jaringan.

10
I. Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) • Gas darah arteri (GDA),
mungkin normal atau menurun.

2. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.

3. Hemoglobin : mungkin menurun.

4. Pa Co2 kadang-kadang menurun.

5. Pa O2 normal / menurun.

6. Saturasi O2 menurun (biasanya).

7. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.

8. Diagnosis fisik :

a. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terapi simtomatik,
observasi.

b. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum
pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues
suction unit.

c. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi

d. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800
cc segera thorakotomi.

9. Terapi : Antibiotika, Analgetika, dan Expectorant.

J. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan mencangkup pemberian dukungan ventilator, pembersihan paru


dari sekresi, dan pengendalian nyeri. Penatalaksanaan spesifik tergantung pada tingkat
disfungsi pernapasan. Jika hanya segmen kecil dari dada yang terkena, sasarannya adalah
11
untuk membersihkan jalan napas (batuk, napas dalam, penghisapan ringan) untuk
membantu ekspansi paru, dan untuk menghilangkan nyeri dengan blok saraf interkosta,
blok epidural toraks tinggi, atau penggunaan narkotik intravena dengan hati-hati

Untuk cedera flail chest ringan sampai sedang, kontusio paru yang mendasari
diatasi dengan membatasi masukan cairan dan meresespkan diuretik, kortikosteroid, dan
albumin, sambil meredakan nyeri dada. Fisioterapi paru dilakukan dengan pasien
dipantau dengan ketat.

Jika dihadapi cedera flail chest berat, intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik
dengan ventilator siklus volume dan kadang PEEP digunakan untuk membebat dinding
dada (stabilisasi pneumatik internal) dan untuk memperbaiki abnormalitas pertukaran
gas. Hal ini membantu untuk mengatasi kontusio paru yang mendasari, berfungsi untuk
menstabilkan sangkar toraks untuk memungkinkan fraktur menyembuh, dan
memperbaiki ventilasi alveolar serta volume intratoraks dengan mengurangi kerja
pernapasan. Modalitas pengobatan ini membutuhkan intubasi endotrakeal dan dukungan
ventilator jangka panjang.

Dengan mengesampingkan jenis pengobatan, pasien akan dipantau dengan cermat


menggunakan serangkaian rontgen dada, gas darah arteri, oksimetri nadi, dan
pemeriksaan fungsi paru. Penatalaksanaan nyeri adalah kunci untuk keberhasilan
pengobatan. Analgesia yang dikontrol pasien, penyekat sarah interkosta, analgesia
epidural dan pemberian narkotik intrapleura dapat digunakan untuk mengontrok nyeri
toraks.

K. Pengkajian

Hal yang penting dalam riwayat keperawatan :

1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.

2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.

3. Pengobatan terakhir.

4. Pengalaman pembedahan.
12
5. Riwayat penyakit dahulu.

6. Riwayat penyakit sekarang.

7. Dan Keluhan.

Pemeriksaan Fisik :

1. Sistem Pernapasan :

a. Sesak napas

b. Nyeri, batuk-batuk.

c. Terdapat retraksi klavikula/dada.

d. Pengambangan paru tidak simetris.

e. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.

f. Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks


(redup)

g. Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.

h. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.

i. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

j. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

2. Sistem Kardiovaskuler :

a. Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.

b. Takhikardia, lemah

c. Pucat, Hb turun /normal.

d. Hipotensi.

13
3. Sistem Persyarafan : Tidak ada kelainan.

4. Sistem Perkemihan : Tidak ada kelainan.

5. Sistem Pencernaan : Tidak ada kelainan.

6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.

a. Kemampuan sendi terbatas.

b. Ada luka bekas tusukan benda tajam.

c. Terdapat kelemahan.

d. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

7. Sistem Endokrine :

a. Terjadi peningkatan metabolisme.

b. Kelemahan.

8. Sistem Sosial / Interaksi : Tidak ada hambatan

9. Spiritual : Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

L. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak


maksimal karena akumulasi udara/cairan.

2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan


ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.

14
5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.

6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow


drainage.

7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder


terhadap trauma.

M. Intervensi

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang


tidak maksimal karena trauma.

Tujuan : Pola pernapasan efektive.

Kriteria hasil :

a. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.

b. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.

c. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Intervensi :

a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur.
Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.

R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi


pada sisi yang tidak sakit.

b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau


perubahan tandatanda vital.

R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai
akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.

15
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan


mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps
paru-paru.

e. R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien


terhadap rencana teraupetik.

f. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan


menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.

g. Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan


sebagai ketakutan/ansietas.

h. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :

1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.

R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan,


yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.

2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang
ditentukan.

R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara


atmosfir masuk ke area pleural.

3) Observasi gelembung udara botol penempung.

R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari


penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring
dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung
dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.

16
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak
terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage.
Alirkan akumulasi dranase bela perlu.

R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang


mengubah tekanan negative yang diinginkan.

5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.

R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan


yang memerlukan upaya intervensi.

i. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan


fisioterapi :Pemberian antibiotika, Pemberian analgetika, Fisioterapi dada,
Konsul photo toraks.

R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret


dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

Tujuan : Jalan napas lancar/normal

Kriteria hasil :

a. Menunjukkan batuk yang efektif.

b. Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.

c. Klien nyaman.

Intervensi :

a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. pernapasan.

R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan


klien terhadap rencana teraupetik.

17
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.

R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,


menyebabkan frustasi.

c. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.

R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.

d. Lakukan pernapasan diafragma.

R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi


alveolar.

e. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan


sebanyak mungkin melalui mulut.

f. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat.

R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi


sekret.

g. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.

R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.

h. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan


hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari
bila tidak kontraindikasi.

R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan


mukus, yang mengarah pada atelektasis.

i. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.

R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau
mulut.

18
j. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan
fisioterapi : Pemberian expectoran, Pemberian antibiotika, Fisioterapi dada,
Konsul photo toraks.

R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi


perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.

Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.

Kriteria hasil :

a. Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.

b. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.

c. Pasien tidak gelisah.

Intervensi :

a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non
invasif.

R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah


menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.

b. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka,


yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.

R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan


akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.

c. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.

R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke halhal yang menyenangkan.

19
d. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.

R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan


kenyamanan.

e. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan


berapa lama nyeri akan berlangsung.

R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan


dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

f. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.

R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.

g. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian
obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah
tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.

R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk
mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat

DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing

Doenges, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.

20
Drake et al. 2010. Gray’s Anatomy for Student. 2nd Edition. Canada : Churchill Livingstone
Elsevier. p. 320-322.

FKUI . 2011. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Jakarta : Binarupa Aksara

Hansen JT. Netter’s Clinical Anatomy. 2nd ed. Cleveland: Saunders Elsevier; 2010. p. 3108.

Smeltzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Edisi 8. Jakarta : EGC

________________.2012. Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3.


Jakarta : EGC

Somantri, Iman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medik

Terry Lee Cynthia, Weaver Aurora. 2013. Keperawatan kritis. Yogyakarta : Rapha Publishing.

21

Anda mungkin juga menyukai