FLAIL CHEST
1
LAPORAN PENDAHULUAN
FLAIL CHEST
A. Definisi
Flail chest adalah keadaan dimana beberapa atau hampir semua kostae patah,
biasanya di sisi kanan kiri dada yang menyebabkan pelepasan bagian depan dada
sehingga tidak bisa lagi menahan tekanan negative waktu inspirasi dan malahan bergerak
kedalam waktu inspirasi (Doenges, 2002).
Flail chest adalah suatu keadaan apabila dua iga berdekatan atau lebuh mengalami
fraktur pada dua tempat atau lebih. Bila fraktur terjadi pada dua sisi maka stabilitas
dinding dada lebih besar dan kurang mengancam ventilasi daripada bila terjadi pada satu
sisi (Smeltzer, 2012).
B. Etiologi
Cedera pada tulang dada termasuk patah tulang dan flail chest. Fraktur tulang
dada dapat terjadi pada tulang rusuk bagian dalam dan berhubungan dengan cedera pada
hati dan limpa. Cedera hati dan limpa dapat menyebabkan perdarahan dan syok, karena
merupakan organ berisi darah. Fraktur tulang rusuk meninggi pada ruas ke-2 dan ke-3
dapat menyebabkan akibat yang cukup parah, walaupun terlindungi bahu dan otot-otot.
Fraktur tulang rusuk bagian atas mempunyai banyak komplikasi seperti pneumutoraks,
hemotoraks, kontusio paru, dan tension pneumotoraks.
Flail chest juga merupakan pola khusus dari fraktur tulang rusuk di mana 2,3, atau
lebih tulang rusuk patah pada tempat yang berbeda. Paling sering disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor, flail chest juga disebabkan karena jatuh pada lansia.
Sering kali fraktur sternum juga termasuk dalam flail chest. Karena fraktur tulang rusuk
terpisah dari dinding dada, bagian dinding dada yang terkena cedera berpindah sendiri
dari bagian yang tidak terkena cedera.
Flail chest berakibat pada dinamika pernapasan. Area fraktur akan mengempis
saat inspirasi dan mengembang saat ekspirasi, sehingga disebut “iga yang melayang”.
2
Pengempisan disebabkan ketika paru-paru mengembang dan tekanan intrapleural menjadi
semakin negative; pengembangan disebabkan oleh banyaknya tekanan positif yang
terjadi di paru-paru selama ekshalasi. Ini juga disebut sebagai gerakan paradoksal pada
dinding dada karena dada mengembang ke arah yang berlawanan dengan yang normal.
Gerakan paradoksal meningkatkan kerja pernapasan dan beserta nyeri yang terkait
dengan cedera, dapat menyebabkan gangguan oksigenasi berat di dalam darah (Terry,
2013).
Dua gejala flail chest adalah nyeri dada dan sesak napas . Gerakan paradoks
karakteristik dari segmen flail terjadi karena perubahan tekanan terkait dengan respirasi
yang biasanya ditahan oleh tulang rusuk :
1. Selama inspirasi normal, kontrak diafragma dan otot-otot interkostal menarik tulang
rusuk keluar. Tekanan di dada berkurang di bawah tekanan atmosfer, dan udara
mengalir masuk melalui trakea. Segmen flail akan tertarik dengan penurunan tekanan
sementara sisa tulang rusuk mengembang.
Gerakan paradoksal adalah tanda akhir dari segmen flail. Oleh karena itu, tidak
adanya gerakan paradoks tidak berarti pasien tidak memiliki segmen flail. Gerakan
konstan tulang rusuk di segmen flail di lokasi fraktur sangat menyakitkan, dan, jika tidak
diobati, ujung-ujung tulang rusuknya yang tajam cenderung menusuk kantung pleura dan
paru-paru, mungkin menyebabkan pneumotoraks . Kekhawatiran tentang "mediastinal
flutter" (pergeseran mediastinum dengan gerakan diafragma paradoks) tampaknya tidak
pantas. Kontusio paru umumnya dikaitkan dengan flail chest dan yang dapat
menyebabkan gagal napas . Hal ini disebabkan oleh gerakan paradoksal dinding dada dari
fragmen yang mengganggu pernapasan normal dan gerakan dada. Gerak paradoks khas
dikaitkan dengan paru-paru kaku, yang membutuhkan kerja ekstra untuk pernapasan
3
normal, dan peningkatan resistensi paru-paru, yang membuat aliran udara sulit.
Kegagalan pernapasan dari flail chest membutuhkan ventilasi mekanis dan lebih lama
tinggal di unit perawatan intensif. Kerusakan paru-paru dari segmen flail yang
mengancam jiwa. Tanda- tanda dan gejala pada trauma thorak :
D. Anatomi Fisiologi
Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana pada bagian
bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari
pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat paru - paru dan mediastinum.
Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada diantara kedua paru - paru. Di dalam
rongga toraks terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu; sistem pernapasan dan
peredaran darah. Organ yang terletak dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati,
jantung, pembuluh darah dan saluran limfe. Tulang - tulang yang elastis dan otot - otot
pernapasan menyokong dan mengelilingi rongga toraks. Tiga dari bagian ruangan
4
kompartemen ditempati oleh dua buah paru - paru dengan lima segmennya yang
terhubung oleh struktur vaskuler kearah pusat kompartemen kardiovaskuler. Sebagai
tambahan, trakea dan bronkus menghubungkan paru - paru dan pharynk, dan beberapa
saraf di dalam rongga toraks.
Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari
sternum, dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang berakhir di anterior dalam
segmen tulang rawan dan dua pasang kosta yang melayang. Tulang kosta berfungsi
melindungi organ vital rongga toraks seperti jantung, paru-paru, hati dan Lien seperti
gambar 2.1 dan gambar 2.2. ( Drake, et al., 2010; Hansen, 2014)
Dinding toraks terdiri dari elemen tulang dan otot – otot. Bagian posterior disusun
oleh dua belas tulang vertebrae toraks. Bagian lateral dibentuk oleh tulang costa ( masing
– masing 12 pada setiap sisi ) dan 3 lapisan dari otot – otot datar yang membentang pada
ruang intercosta antara tulang osta yang berdeekatan, menggerakkan kosta dan
memberikan kekuatan pada ruang interkosta. Bagian depan dibatasi oleh sternum yang
terdiri dari manubrium sternum, body sternum dan processus xiphoideus. (Drake, et al.,
2010; Assi & Nazal, 2012; Hansen, 2014).
5
E. Patofisiologi
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh
darah ataupun udara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk paru –
paru dan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi,
hematoma dan pneumokel.Mediastinum termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar
dari toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab
6
untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan oksigenasi darah untuk
metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya
maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks (Sudoyo, 2009).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa faktor,
antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain yang terkait,
dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien – pasien trauma toraks
cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan secara
sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung (Sudoyo, 2009).
Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding thorax juga
seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maupun terbuka. Kondisi
fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan Flail Chest, yaitu suatu kondisi dimana
segmen dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada.
Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga
dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen fail chest (segmen mengambang)
menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di
bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabakan
hipoksia yang serius.
Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam seringkali berdampak lenih
buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Benda tajam dapat langsung
menusuk dan menembus dinding dada dengan merobek pembuluh darah intercosta, dan
menembus organ yang berada pada posisi tusukannya. Kondisi ini menyebabkan
perdaharan pada rongga dada (Hemothorax), dan jika berlangsung lama akan
menyebabkan peningkatan tekanan didalam rongga baik rongga thorax maupun rongga
pleura jika tertembus. Kemudian dampak negatif akan terus meningkat secara progresif
dalam waktu yang relatif singkat seperti Pneumothorax,penurunan ekspansi paru,
gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga gagal nafas dan jantung.
7
F. Pathway
8
G. Komplikasi
9
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air movement,
yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest
tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan
splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan mekanik pernapasan
secara keseluruhan.
Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak didapatkan lagi area
“flail” Trauma hancur pada sternum atau iga dapat berakibat terjadinya pemisahan total dari suatu
bagian dinding dada, sehingga dinding dada tersebut bersifat lebih mobil. Pada setiap gerakan
respirasi, maka fragmen yang mobil tersebut akan terhisap ke arah dalam. Pengembangan normal
rongga pleura tidak dapat lagi berlangsung, sehingga pertukaran gas respiratorik yang efektif
sangat terbatas.
3. Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep
jantung.
5. Esofagus : mediastinitis
H. Manifestasi Klinis
10
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) • Gas darah arteri (GDA),
mungkin normal atau menurun.
5. Pa O2 normal / menurun.
8. Diagnosis fisik :
a. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terapi simtomatik,
observasi.
b. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum
pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues
suction unit.
c. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
d. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800
cc segera thorakotomi.
J. Penatalaksanaan
Untuk cedera flail chest ringan sampai sedang, kontusio paru yang mendasari
diatasi dengan membatasi masukan cairan dan meresespkan diuretik, kortikosteroid, dan
albumin, sambil meredakan nyeri dada. Fisioterapi paru dilakukan dengan pasien
dipantau dengan ketat.
Jika dihadapi cedera flail chest berat, intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik
dengan ventilator siklus volume dan kadang PEEP digunakan untuk membebat dinding
dada (stabilisasi pneumatik internal) dan untuk memperbaiki abnormalitas pertukaran
gas. Hal ini membantu untuk mengatasi kontusio paru yang mendasari, berfungsi untuk
menstabilkan sangkar toraks untuk memungkinkan fraktur menyembuh, dan
memperbaiki ventilasi alveolar serta volume intratoraks dengan mengurangi kerja
pernapasan. Modalitas pengobatan ini membutuhkan intubasi endotrakeal dan dukungan
ventilator jangka panjang.
K. Pengkajian
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman pembedahan.
12
5. Riwayat penyakit dahulu.
7. Dan Keluhan.
Pemeriksaan Fisik :
1. Sistem Pernapasan :
a. Sesak napas
b. Nyeri, batuk-batuk.
2. Sistem Kardiovaskuler :
b. Takhikardia, lemah
d. Hipotensi.
13
3. Sistem Persyarafan : Tidak ada kelainan.
c. Terdapat kelemahan.
7. Sistem Endokrine :
b. Kelemahan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
14
5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
M. Intervensi
Kriteria hasil :
Intervensi :
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur.
Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai
akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.
15
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps
paru-paru.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang
ditentukan.
16
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak
terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage.
Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
Kriteria hasil :
c. Klien nyaman.
Intervensi :
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. pernapasan.
17
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
f. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau
mulut.
18
j. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan
fisioterapi : Pemberian expectoran, Pemberian antibiotika, Fisioterapi dada,
Konsul photo toraks.
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
Kriteria hasil :
Intervensi :
a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non
invasif.
19
d. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
g. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian
obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah
tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk
mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna
Publishing
20
Drake et al. 2010. Gray’s Anatomy for Student. 2nd Edition. Canada : Churchill Livingstone
Elsevier. p. 320-322.
Hansen JT. Netter’s Clinical Anatomy. 2nd ed. Cleveland: Saunders Elsevier; 2010. p. 3108.
Smeltzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
Somantri, Iman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medik
Terry Lee Cynthia, Weaver Aurora. 2013. Keperawatan kritis. Yogyakarta : Rapha Publishing.
21