Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dewasa ini perhatian para intelektual dan pemerintah terhadap masalah
etika bisnis yang semakin meningkat seiring dengan meninkatnya jumlah
perusahaan yang terlibat dalam berbagai kasus. Di mulai dari kasus skandal
sampai meningkatnya kerusakan lingkungan hidup.

Hal hal tersebut tentu memberi pengaruh yang besar terhadap berjalannya
perusahaan itu sendiri, para pihak yang terlibat dala bisnis, serta lingkungan.
Oleh karena itu perlu rasanya etika bisnis diajarkan sebagai mata kuliah yang
mandiri di perguruan tinggi khususnya yang menyelenggarakan program studi
manajemen, bisnis, ekonomi, atau administrasi bisnis.

Di dunia Barat sendiri, etika bisnis menjadi perhatian yang cukup besar.
Namun etika bisnis masih menjadi persoalan yang kontroversial dan menjadi
perdebatan oleh para akademisi dan praktoisi bisnis.

2. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud etika dan moral?
2. Apakah yang dimaksud dengan etika bisnis dan problemanya?
3. Bagaimana pandangan dunia dan etika?
4. Bagaimana etika bisnis dalam islam?

3. Manfaat pembuatan makalah


1. Memenuhi tugas dari dosen.
2. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa.

1
BAB II
ISI

ETIKA DAN MANAJEMEN BISNIS

Manajemen tidak dapat dipisahkan dengan etika. Memasuki abad XX,


perhatian para intelektual dan pemerintah terhadap masalah etika bisnis semakin
meningkat seiring dengan semakin meningkatnya jumlah perusahaan besar yang
terlibat dalam skandal bisnis maupun meningkatnya kerusakan lingkungan hidup.
Meskipun di dunia barat perhatian terhadap etika bisnis semakin besar, namun tidak
berarti bahkan bahwa di Barat etika bisnis tidak menjadi kontroversi dan
berdebatan yang sengit. (Duska, 2000, Lozano, 1996, Carlin dan Strong, 1995,
Hoffam dan Moore, 1982

Faktor masalah etika bisnis


1. Adanya beragam pendapat berkaitan dengan landasan filosofis tentang etika.
Dengan adanya beragam pendapat,semua akan berpikir sesuai pendapat yang
mereka percaya dan tiap manajemen berbeda dengan apa yang dia ikuti.
2. Tidak adanya standar untuk menentukan apa yang dimaksud tindakan etis.
Tidak adanya standar membuat tiap manajemen memiliki standar etis
masing-masing yang belum tentu akan cocok dan diterima pada manajemen dan
orang lain.
3. Pelanggaran etika dalam dunia bisnis tetap saja banyak terjadi.
Kebanyakan orang selalu berpikir bisnis adalah semata-mata mencari
keuntungan sebanyak-banyaknya dan menganggap semua kompetitor lain adalah
musuh sehingga mereka akan selalu menghalalkan segala cara agar memenangkan
komptisi bisnis tersebut ditambah lagi mereka berpikir bahwa etika dalam berbisnis
itu tidak perlu karena kembali lagi dari tujuan awal bisnis menurut mereka yaitu
mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya yang banyak membuat manusia
menjadi rakus.

2
Pengertian Etika Dan Moral

A.Moral
Pengertian moral adalah merupakan pengetahuan atau wawasan yang
menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang
baik, buruknya perbuatan dan kelakuan. Moralisasi yaitu uraian (pandangan dan
ajaran) tentang perbuatan serta kelakuan yang baik. Demoralisasi, yaitu kerusakan
moral.
Menurut asal-usul katanya “moral” berasal dari kata mores dari bahasa Latin, lalu
kemudian diartikan atau di terjemahkan jadi “aturan kesusilaan” ataupun suatu
istilah yang digunakan untuk menentukan sebuah batas-batas dari sifat peran lain,
kehendak, pendapat atau batasan perbuatan yang secara layak dapat dikatakan
benar, salah, baik maupun buruk.

B.Etika
Pengertian etika adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya
menentukan perbuatan-perbuatan yang di lakukan oleh manusia untuk dikatakan
baik atau buruk, dengan kata lain aturan ataupun pola-pola dari tingkah laku yang di
hasilkan oleh akal manusia. Karena adanya etika pergaulan dalam
masyarakat/bermasyarakat akan terlihat baik & buruknya.
Etika itu bersifat relatif yaitu dapat berubah-ubah sesuai dengan kemajuan zaman.
Etika juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan & keburukan dalam
hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh kehendak serta
didasari pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan.

Etika Bisnis
Lewis (1985), mengkaji buku ajar Etika Bisnis dalam bahasa Inggris
menyatakan bahwa hanya 49% yang berusaha untuk mendefinisikan maksud dari
Etika Bisnis itu sendiri. Menurut Lewis, Etika Bisnis adalah aturan, standar, kode,
atau prinsip yang memberikan pedoman untuk perilaku yang benar secara moral
dan benar dalam situasi tertentu.

3
Selain Lewis, ada beberapa tokoh seperti Kees Berten, Fraederick & Ferrel
dan Valasquez yang mencoba mendefinisikan arti dari Etika Bisnis yang pada
intinya tidak jauh berbeda dengan apa yang sudah diungkapkan oleh Lewis.

Problema Etika Bisnis


Pelaku bisnis sering kali dihadapkan dengan berbagai masalah dalam membuat
keputusan, sehingga menuntut mereka untuk mengambil tindakan tertentu. Dalam
buku etika bisnis, Velasquez (2002) menyatakan bahwa “ketika kita membuat
penilaian tentang cara yang salah atau benar dalam melakukan sesuatu, atau menilai
tentang apa yang baik atau yang buruk, penilaian kita tentu berdasarkan standar
tertentu. Lalu apa karakteristik yang membedakan standar yang bermoral dan yang
tidak bermoral?” Velasquez pun menjawab lima kriteria untuk mengidentifikasi
standar moral. 1) Moral berkaitan dengan manfaatnya untuk sesama manusia. 2)
Moral ditentukan oleh keputusan lembaga tertentu yang berwenang. 3) Moral harus
berada diatas nilai nilai lain. 4) Moral tidak memihak. 5) Moral diasosiaikan dengan
emosi khusus dan kata kata khusus (special vocabulary). Sedangkan menurut
DeGeorge, dalam Business Ethics (1999), ada 3 karakteristik tentang moral. 1)
Moral berlaku secara universal. Jika suatu tindakan benar untuk saya, maka
tindakan tersebut juga benar bagi orang lain di situasi yang sama. 2) Pertimbangan
moral sangat penting dan harus didahulukan dibandingkan pertimbangan lain. 3)
Pujian moral dapat mendorong seseorang untuk terus melakukan hal yang sama,
begitupun sebaliknya.
Dalam bisnis, ada lima pertimbangan yang harus dipertimbangkan dalam
pengambilan keputusan, yaitu;
1. Finansial
Keuntungan dan kerugian finansial dapat dengan mudah dihitung moneter
dibandingkan dengan aliran kas (cash flow) atau keuntungan bersih (net
profit). Karena kemudahan inilah keputusan bisnis biasanya lebih didasarkan
pada pertimbangan finansial, sehingga tindakan atau keputusan yang
memberikan manfaat finansial dinilai benar dan yang merugikan akan
dianggap salah.

4
2. Hukum
Tindakan seorang pebisnis juga merujuk pada hukum. Jika tindakan itu
tidak bertentangan dengan hukum maka hal itu benar, juga sebaliknya.
3. Organisasional
Seorang pebisnis juga memperhatikan apakah keputusan yang diambil
mempunyai dampak positif atau negatif terhadap kehidupan organisasi
dibawahnya. Meskipun pertimbangan ini tidak mudah diukur secara finansial,
namun keputusan seorang manajer harus mempertimbangkan pertimbangan
organisasional
4. Sosial (Masyarakat)
Dalam mengambil keputusan, harus pula mempertimbangkan efek yang
ditimbulkan diluar organisasi (perusahaan) seperti pelanggan, pemasok, dan
lingkungan sekitar perusahaan tersebut.

5. Pribadi
Seringkali para pebisnis menghadapi dilema etika dalam mengambil
keputusan atau melakukan tindaan tertentu. Contohnya, keputusan melakukan
penutupan sebagian operasi perusahaan akan merugikan karyawan, banyak
karyawan akan kehilangan pekerjaan, namun pimpinan organisasi memang
dituntut melakukannya karena perusahaan harus bekerja secara efisien agar
mutu perusahaan bisa baik.

Ada ungkapan bahwa, “good ethics is good business” yang berarti etika dan
bisnis dapat berjalan beriringan dan tidak ada konflik antara keduanya. Ternyata
dalam prakteknya etika dan bisnis sangat bertentangan. Ini disebabkan karena saat
ini dunia bisnis menganut sistem Kapitalisme, yang artinya semua pebisnis
berlomba lomba mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya dengan cara apapun
dan mengabaikan etika dan moral yang berlaku dalam bisnis. Oleh karena itu,
semua kegiatan ekonomi yang dinilai tidak menguntungkan perusahaan dianggap
sebagai hal yang salah dan tidak benar. Dalam kapitalisme, konsep efisiensi dan
keuntungan maksimal sudah menjadi doktrin dan acuan dalam berbisnis. Semua hal
yang dinilai tidak efisien dan tidak menguntungkan perusahaan dianggap tidak etis.

5
Mengapa Manusia Harus bertindak Etis?

Etis adalah bertindak dengan baik, benar, jujur, dan adil. Etis sering dikaitkan
dengan hal hal yang baik, seperti suka memberi, suka menolong, dan berlaku jujur.
Sebaliknya bertindak tidak etis adalah bertindak sesuatu yang bersifat buruk,
seperti mencuri, merampok, perjudian, dll.

Apakah bisnis prostitusi dan perjdian termasuk perbuatan tidak etis?


Untuk menjawab pertanyaan tersebut ada dua seumber, yaitu:

1. Agama
Bagi orang yang percaya pada agama, maka dengan jelas bahwa hal hal tersebut
adalah dilarang. Tuhan melarang mencuri. Tuhan melarang perjudian. Tuhan
melarang bisnis prostitusi. Semua itu termasuk perbuatan tidak etis karena dilarang
oleh tuhan.
Namun sejak jaman renaisan, agama kristen mendapat serangan uyang hebat dari
para intelektual. Para intelektual ini berkata bahwa agama mengekang kebebasan
manusia, menghambat kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, dan modernisasi

Sedangkan berkaitan dengan agama islam, etika dalam agam aislam sering disebut
akhlaq, yang merupakan bagian dari agama islam dan berkaitan dengan hukum
islam. Namun adanya penjajahan bangsa Barat terhadap negeri islam,
mengakibatkan sebagian tokoh agama mulai mempertanyakan hukum islam,
bahkan kebenaran islam. Para penjajah menananmkan pada pikiran kaum muslim
bahwa agama menghambat kemajuan, modernisasi dan saebagainya. Agama pada
dasarnya telah menetapkan pokok pokok standar berkaitan dengan etika bisnis,
meski belum mencakup segala macam kegiatan bisnis sehingga dapat dijadikan
pedoman dalam etika bisni.

2. Akal Manusia
Bagi orang yang tidak percaya pada Tuhan, mereka tidak akan puas dengan
jawaban karena tuhan memerintahkan untuk melakukan maupun tidak

6
melakukannya. Oleh karena itu, mereka mengandalkan akal pikiran manusia untuk
menjawab masalah etis dan tidak etis. Misanya para penganut humanisme, orang
harus bertidak jujur karena akanmembuat orang tersebut bahagia, dan bahagia
adalah tujuan semua manusia. Dengan demikian, para humanis nberpikir bahwa
semua tindakan harus bertujuan untuk mencapai kebahagiaan diri sendiri dan
menghindari kesusahan.
Bagi orang yang percaya adanya Tuhan, kebenaran berasal dari tuhan. Sedangkan
bagi mereka yang tidak percaya akan adanya tuhan menggantungkan kebenaran
menurut akalpikiran mereka sendiri.

Teori-teori Etika Barat


Di dunia barat, Etika (ethics) merupakan bidang studi yang sangat penting.
Namun pembahasan etika tidak dikaitkan dengan agama tertentu misalnya agama
Kristen atau Yahudi. Semua buku etika di Barat pasti akan merujuk pada pendapat
para tokoh jaman kuno seperti Aristoteles, Epicurus, Cicero,David Hume, Jeremy
Bentam, John Locke, Immanuel Kant, dan lainnya. Pendapat-pendapat mereka
dalam hal etika tidak ada yang berkaitan dengan agama. Karena tidak adanya
patokan yang jelas seperti agama misalnya, maka teori-teori etika Barat sering
bertolak belakang satu sama yang lain. Teori etika menyedikaan justifikasi untuk
peutusan kita. Dengan demikian akhirnay teori etika mana yang dapat dijadikan
sebagai pedoman normative dalam keputusan bisnis tergantung pada pelaku bisnis
itu sendiri. Teori-teori etika seringkali deisebut juga dengan system keyakinan etis
(ethical system of belief) atau Prinsip-prinsip etika.
Teori-teori (prinsip) etika yang berasal dari Barat yang paling sering dibahas dalam
etika bisnis antara lain:

1. Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata utility (manfaat) yang ada abad XVIII
berarti tingkat kegunaan suatu alat rumah tangga atau hewan peliharaan.
Utility (kegunaan) dalam arti ini berarti sama dengan manfaat. Dalam
Utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik-buruknya suatu perbuatan
seringkali dirumuskan: “the greatest happiness of the greatest number.”

7
Menurut Utilitarianisme, perbuatan yang baik, tetapi tidak menghasilkan
apa-apa tidak dianggap sebagai perbuatan baik. Dengan anggapan bahwa
manusia selalu ebrtindak rasional dan ingin memaksimalkan utilitas, maka
utilitarianisme dijadikan pedoman untuk menilai baik-buruknya keputusan
manajerial dalam bisnis. Utilitarianisme telah mendorong peningkatan
produktivitas dan efisiensi dalam bisnis, meskipun pada saat yang sama
megesampingkan hak dan keadilan sebagian orang.
2. Deontologi.
Kata deon berasal dari kata Yunani, berarti kewajiban. Dengan demikian,
secara umum deontologis bias diartikan sebagai teori moral/etika yang
menekankan kewajiban. Menurut teori ini perilaku moral didasarkan atas
kewajiban. Immanuel Kant (1724-1804) mengajukan prinsip yang disebut
imperative kategoris untuk menentukan apakah suatu tindakan termasuk baik
atau buruk. Prinsip ini terdiri dari dua bagian. Pertama, seseorang harus
memilih untuk bertindak, hanya jika ia berkemauan untuk memberi
kesempatan setiap orang di muka bumi ini dalam situasi yang sama untuk
membuat keputusan yang sama dan bertindak dengan cara yang sama. Kedua,
orang lain harus diperlakukan sebagai tujuan, yang dihargai dengan penuh
martabat dan penghormatan, tidak sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Akibatnya, pendekatan ini menfokuskan diri pada kewajiban yang harus
dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain, tanpa memandang akibat dari
suatu tindakan. Niat individu untuk melakukan tindakan tertentu dapat
diterjemahkan kedalam kewajiban individu karena bila individu tersebut ingin
melakukannya maka individu tersebut tidak akan mempertimbangkan akibat
dari tindakannya.

3. Keadilan Distributif
John Rawls (1972) guru besar di Universitas Harvard mengfahukan
keadilan sebagai satu-satunya prinsip moralitas. Menurut Rawls masyarakat
merupakan asosiasi individu yang berkerja sama untuk mencapai kebaikan
bersama, oleh karena itu, masyarakat dan institusi dalam masyarakat tersebut
pasti mengalami konflik kepentingan dalam bekerjasama.

8
Lima prinsip yang dapat digunakan untuk menjamin pembagian manfaat
maupun kerugian secara adil:
- Setiap orang mendapatkan pembagian yang sama
- Setiap orang mendapatkan bagian sesuai dengan kebutuhan
masing-masing
- Setiap orang mendapatkan bagain sesuai dengan usaha masing-masing
- Setiap orang mendapatkan bagian sesuai dengan kontribusi
masing-masing
- Setiap orang mendapatkan bagian sesuai dengan kompetisinya

Dalam masyarakat yang mempraktekan sistem kapitalisme, keadilan


distributive berdasarkan prinsip biaya dan manfaat, dikatakan adil bila
seseorang memperoleh sesuai dengan besarnya kontribusi yang telah
diberikan. Seperti dalam perusahaan karyawan memperoleh imbalan sesuai
dengan sumbangan yang telah karyawan berikan kepada perushaan. Konsep
keadilan distributive yang berasal dari sistem ekonomi dapat diperluas ke
dalam distribusi manfaat dalam sistem etika untuk mengevaluasi perilaku.

4. Hak ( Kebebasan Pribadi)


Robert Nozick(1974) guru besar Universitas Harvard mengajukan sistem
etika yang berkebalikan dengan keadilan distribuf. Pendekatan hak dalam
sistem etika mengutamakan sebuah nilai tunggal,yaitu kebebasan pribadi.
Dalam hal ini, kebebasan pribadi dianggap merupakan persyaratan pertama
dalam suatu masyarakat. Kebebasan pribadi berasal dari sistem pasar, namun
dapat diperluas sebagai sistem etika untuk mengevaluasi tindakan karena
setiap individu harus mendapatkan kesempatan untuk memilih dari berbagai
alternative plihan yang dapat meningkatkan kebahagiannya sendiri, dan
pilihan-pilihan tersebut dapat dinilai adil,benar atau wajar selama orang lain
memiliki kesempatan yang sama. Dengan demikian, menurut sistem etika ini,
setiap tindakan atau keputusan dapat dinilai baik, selama tindakan atau
keputusan tersebut tidak mengganggu hak kebebasan orang lain.

9
5. Kebajikan (Keutamaan)
Kebajikan atau keutamaan merupakan terjemahan dari kata virtue. Kata
virtue dapat pula diterjemahkan dengan “keshalehan”. Teori keshalehan
berpangkal pada orang yang melakukan tindakan. Menurut Bertens (2000,p.
74) kebajikan adalah disposisi watak yang diperoleh sesorang dan
memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Keadilan adalah
keutamaan yang membuat seseorang rela memberikan kepada orang lain apa
yang menjadi haknya. Demikian pula dengan, kejujuran, kesabaran,
kerendahan hati, dan lainnya. Dalam hidup ini, dengan profesi apapun,
manusia harus bertindak baik guna mendapatkan hati dalam masyarakat.
Dalam masyarakat yang menganut sistem kapitalisme, pada umumnya orang
dalam bertindak akan lebih memprioritaskan pertimbangan ekonomi material
daripada pertimbangan yang lain. Di samping itu, dalam teori etika keutamaan
tidak ada penjelasan apa saja tindakan yang dapat dikelompokkan ke dalam
keutamaan.

Pandangan Dunia dan Etika


Sikap dan perilaku seseorang pasti dilandasi oleh pandangan dunia yang
dianutnya, maka juga dalam perilaku berbisnis. Akan tetapi sejumlah pakar sains di
Barat khusunya dibidang psikologi seperti Kohnlberg berusaha menghindari
pembicaraan pandangan dunia yang melandasi sikap dan tindakan seseorang.
Kohlberg mendefinisikan moralitas sebagai metode kognitif, suatu logika
mengkoordinasikan pandangan-pandangan subyek dengan kepentingan berbeda.
Menurut Kohlberg ada enam tahap perkembangan moral, dan dikelompokkan
menjadi tiga tingkatan:
1. Tingkat Pra-Konvensional.
Tingkatan Pra-Konvensional dari melalui penalaran moral anak-anak
walaupun orang dewasa juga menunjukkan pada tahap ini. Sesorang yang
berada pada tingkat ini menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan
kosekuensinya langsung. Tingkat Pra-Konvensional dibagi menjadi dua tahap
:

10
i. Tahap Pertama, tahap ini disebut orientasi hukuman dan kepatuhan.
Individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari
tindakan mereka yang dirasakan. Tahapan ini juga disebut sebaga tahap
egosentris, karena kesadaran moral orang yang bersangkutan terutama
tertuju pada dirinya sendiri untuk menghindari hukuman dan ingin
mendapatkan pujian. Bila suatu tindakan mendatangkan pujian dan
memenuhi kebutuhannya maka tindakan disebut dinilai bermoral,
sebaliknya bila suatu tindakan menyebabkan terkena hukuman, maka
tindakan tersebut tidak bermoral.
ii. Tahap Kedua, tahap ini disebut sebagai tahap instrumental. Pada tahap ini
seseorang sudah memperhitungkna kepentingan orang lain, dank arena itu
dia mulai berbuat baik pada orang lain. Tapi berbuat baik itu bernilai
hanya karena dengan demikian orang lain pun berbuat baik kepada orang
tersebut.
2. Tingkatan Konvensional
Pada tingkat ini perilaku manusia dinilai berdasarkan norma-norma dan
kewajiban-kewajiban umum tertentu. Baik buruknya suatu tindakan dinilai
bedasarkan kebiasaan atau harapan dan tuntunan moral yang berlaku dalam
suatu masyarakat. Pada tahap ini orang menilai moralitas dari suatu tindakan
dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat.
Tingkat konvensional dibagi menjadi dua tahap :
iii. Tahap Ketiga, tahap penyesuain diri. Seseorang dalam masyarakat
memiliki peran social tertentu. Penalaran tahap tiga menilai moralitas dari
suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk
hubungan interpersonal, yang mulai menyertakan hal seperti rasa hormat,
rasa terimakasih dan golden rule.
iv. Tahap Keempat, tahap ini disebut juga dengan tahap orientasi hukum dan
ketertiban. Orientasi utama pada tahap ini tertuju ada tegaknya hukum dan
ketertiban dalam kelompok atau masyarakat. Perilaku yang baik adalah
perilaku yang mengarah pada tegaknya hukum dan terwujudnya
ketertiban soial.

11
3. Tingkat Pasca-Konvensional
Tingkat ini juga disebut sebagai tingkat berprinsip atau tingkat otonomi.
Pada tingkat ini orang sudah memiliki otonomi moral dan bertindak sesuai
dengan moral tertentu, khusunya prinsip moral yang berasal dari hati
nuraninya. Perilaku moral terutama terkait dengan pelaksanaan tanggung
jawab pribadi sesuai dengan prinsip-prinsip dianut dalam hati nurani orang
tersebut. Tindakan yang baik adalah tindakan yang lahir dari keputusan dan
kesadaran pribadi yang bersangkutan, terlepas dari apakah tindakan itu sesuai
atau tidak dengan aturan atau harapan dari kelompok, apakah itu dinilai baik
atau tidak. Tingkat ini dibagi menjadi dua tahap:
v. Tahap kelima, pada tahap ini disebut tahap orientasi kontrak social-legalitas.
Pada tahp ini persetujuan bebas secara sadar adalah unsur pokok yang
mengikat seseorang terhadap kelompoknya dan juga kewajibannya. Dengan
demikian hukum atau aturan meskipun penting bisa dirubah jika dianggap
merugikan. Hal ini dapat diperoleh melalui keputusan mayoritas dan
kompromi.
vi. Tahap keenam, pada tahap ini adalah orientasi prinsip etika universal. Oranng
telah mengakui adanya prinsip-prinsio etika atau aturan moral tertentu yang
berlaku universal. Dengan demikian, orang yang sudah mencapai tahap
kesadaran ini akan mengakui dan menilai tindakannya dan tindakan orang
sudah mencapai tahap ini. Orang yang mempunyai kesadaran moral orang
dewasa adalah orang yang menghargai hak orang lain, dan menghargai
martabat orang lain.

Teori Perkembangan moral tersebut hanya bersifat deskriptif, sehingga tidak


dapat digunakan sebagai pedoman moral. Di samping itu, karena tidak adanya
standar moral yang jelas maka baik buruknya suatu tindakan menjadi relative.
Misalnya, bagi para pekerja seks atau penjudi, apa yang dilakukan menurut hati
nuraninya mungkin saja tidak bersalah. Kelemahan yang paling fundamental
adalah bahwa teori perkembangan moral tersebut berusaha melihat “segala
sesuatu” termasuk tindakan etis dari persepektif psikologi, bahkan para ahli
psikologi memahami “agama” sebagai fenomena psikologis. Segala sesuatu pasti

12
akan dipahami dan disikapi berdasarkan pada pandangan dunia yang dianutnya,
sehingga konsep dan teori yang dihasilkan juga dilandasi pandangan dunia yang
dianutnya.

Pandangan Dunia

Nalar Etika

Evaluasi Etika

Perilaku Etis

Pada gambar diatas dapat dipahami bahwa perilaku seseorang didasari oleh
pandangan dunia yang dianutnya. Pandangan dunia menjadi dasar bagi nalar etika.
Pandangan dunia yang dianutnya menjadi landasan untuk menentukan nalar etika
yakni alasan mengapa tindakan tertentu dikategorikan salah dan benar. Pendekatan
ini menekankan pentingnya evaluasi etika dan perilaku etis dan kaitannya dengan
pandangan dunia, karena semua perilaku tertentu dilandasi pandangan dunia
tertentu. Selanjutnya, pandangan dunia menjadi dasar melakukan evaluasi etika.
Apabila pandangan dunia tersebut tidak melanggar norma dalam masyarakat maka
dianggap baik. Berdasarkan uraian tersebut maka etika bisnis adalah istilah yang
tidak tepat, karena istilitah tersebut menyembunyikannya pandangan dunia menjadi
dasarnya.

Hakekat Manusia dan Etika

13
Pembahasan etika atau etika bisnis berkaitan dengan tindakan manusia. Oleh
karena itu, pembahasan etika pasti dilandasi dengan asumsi hakekat manusia
sekalipun secara impisit. Paham utama dalam sains social di masyarakat Barat,
manusia diasumsikan sebagai individu yang otonom, rasional dan dalam bertindak
selalu mementingkan diri sendiri serta berusaha mencari kesenangan dan
menghindari kesusahan. Individu dianggap sebagai unit terkecil dalam masyarakat
lain yang bersifat kolektif seperti Indonesia dan Cina. Disamping itu, ketika
manusia dianggap bukan mahluk ciptaan tuhan, maka standar etika tidak akan
dikaitkan dengan Tuhan, karena tindakan manusia dianggap tidak ada kaitannya
dengan Tuhan. Dengan kemampuan akal dan bahasa manusia dapat menciptakan
system moralitas untuk mengatur perilakunya sendiri. Etika/moralitas merupakan
produk dari proses evolusioner.

Dengan demikian, pandangan hakekat manusia sangat terkait dengan etika.


Bagi mereka yang percaya kepada Tuhan, tetapi bukan pada Deisme, maka
etika/moralitas tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan manusia di dunia.
Manusia sebagai mahkluk Tuhan yang mempunyai misi dan tujuan tertentu dalam
hidupnya. Semua tindakan manusia tidak ada yang terlepas dari tuhan.

Etika Bisnis Islam

Pada dasarnya terdapat 3 aspek utama dalam agama islam, yaitu aspek aqidah,
aspek syariah, aspek akhlaq.

1. Aspek Aqidah

Secara etimologis aqidah berarti ikatan atau sangkutan. Sedangkan secara


terminologis, aqidah berarti keyakinan atau keimanan. Aqidah menurut Prof.
Hamka (1985) diartikan sebagai sesuatu yang dijadikan agama oleh manusia dan
dijadikan pegangan. Aqidah merupakan pengakuan dengan sungguh-sungguh
bahwa ada Zat Yang Maha Esa yang menciptakan sekuruh alam beserta isinya,
yakni Allah SWT.

14
Aqidah Islam dinamakan Rukun Iman yang merupakan fondasi, dasar dan akar
agama islam. Akidah berkaitan dengan masalah-masalah keimanan dan dasar-dasar
pokok agama(ushuluddin). Aqidah memberikan penjelasan tentang visi dan misi,
geksistensi (keberadaan) manusia di dunia. Manusia adalah khalifah Allah di muka
bumi dengan misi untuk mengabdi kepada Allah SWT. Aqidah juga berkaitan erat
dengan standar ukuran baik dan buruk, benar dan salah, serta ke mana semua akan
berakhir. Aqidah merupakan landasan pokok agama islam, maka aqidah bersifat
kekal dan absolut. Oleh sebab itu, aqidah tidak mengalami perubahan, baik waktu
maupun tempat.

2. Aspek Syariah

Secara bahasa, syariah berarti jalan, yaitu jalan yang ditempuh. Menurut
Mahmud Syaltut (1967), syariah islam adalah peraturan-peraturan dan hukum
islam yang telah digariskan oleh Allah SWT dan dibebankan kepada kaum
muslimin supaya mematuhinya, agar dijadikan sebagai penghubung dengan Allah
dan dengan manusia. Syariat islam harus dijadikan jalan hidup bagi manusia.
Hukum islam berasal dari Allah SWT dan kemudian disampaikan melalui
utusannya, yakni Rasulullah SAW.

Syariah islam mengatur hubungan manusia dengan Allah dan manusia dengan
manusia. Syariah yang mengatur hubungan Allah dengan manusia disebut ibadah
khusus, sedangkan syariah yang menagtur hubungan manusia dengan manusia
disebut muamalah. Syariah adalah hukum Allah SWT diengan mana manusia harus
hidup secara individu dan bermasyarakat. Syariat ini berisi perintah Allah SWT
yang langsung mengatur segala kehidupan dalam hidup manusia.

Pada aspek syariah, dalam penerapannya ada yang bersifat konstan(tetap) dan
ada yang berubah. Hukum yang mengatur hubungan manusia dan Allah, yakni
hal-hal yang berkaitan denga ibadah khusus seperti thaharah(bersuci), sholat,
puasa, haji, dan zakat. Sedangkan hukum yang mengatur hubungan manusia
dengan manusia, yakni aspek muamalah. Aspek muamaahini ada yang bersifat
tetap dan berubah. Yang bersifat tetap misalnya hukum yang berkaitan dengan
nikah, talak, rujuk, dan waris. Sedangkan yang besifat berubah misalnya hukum

15
pidana, khalifah, hukum perang, dan damai. Agama islam seringkali memberikan
hukum yang pokok-pokok saja. Sedangkan yang bersifat teknis dan praktis dapat
berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

3. Aspek Akhlaq

Secara terminologis akhlaq adalah nilai-nilai dakn sifat-sifat yang tertanam


dalam jiwa seseorang, yang dengan timbangan seseorang dapat menilai
perbuatannya baik atau buruk, kemudian memilih untuk mlakukannya atau
meninggalkannya.

Standar Akhlaq : 1. Al Quran

2. Hadist

3. Akal

4. Adat istiadat masyarakat yang tidak berentangan dengan Islam.

Dalam Islam akhlaq dibagi menjadi dua: pertama, akhlaq manusia terhadap
Khaliq (Tuhan), kedua akhlaq manusia terhadap non Khaliq (makluk). Akhlak
manunsia terhadap makhluk dibagi menjadi dua yaitu akhlaq manusia terhadap
sesama manusia dan yang kedua akhlaq manusia terhadap selain manusia (hewan
dan tumbuhan). Akhlaq manusia terhadap sesama :

a. Akhlaq manusia terhadap diri sendiri

b. Akhlaq manusia terhadap keluarga

c. Akhlaq manusia terhadap tetangga

d. Akhlaq manusia terhadap masyarakat luas

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

16
Ketiga aspek utama tersebut (aqidah, syariah, dan akhlaq ) merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Sekalipun menurut
pandangan manusia mungkin seseorang dianggap baik karena perilaku dalam
kehidupan sehari-hari baik, tetapi tanpa aqidah yang benar, hal itu tidak dianggap
baik menurut pandanga islam.

Tidak semua tindakan yang buruk atau salah dapat dengan mudah dipahami
oleh akal manusia. Karenanya, akal manusia memerlukan sumber pengetahuan dari
luar manusia yakni wahyu yang berasal dari Sang Pencipta Manusia. Wahyu
memberikan standar moral bahwa kegiatan tertentu harus dihindari, seperti
perjudian, minuman keras, perzinaan, dll. Hal-al tersebut dalam islam termasuk
dalam wilayah hukum. Oleh karena itu, syariah menjadi landasan yang menjiwai
etika bisnis islam dan akhlaq tidak bisa dipisahkan dengan hukum.

Etika / moralitas di barat hanya didasarkan pada kemampuan akal pikiran


manusia, sehingga tidak ada standar tunggal mengenai moralitas/etika. Hal ini
menjadikan moralitas/ etika bersifat relatif. Dengan demikian, etika. Moralitas
dalam bisnis di barat semuanya bersifat relatif dan berubah. Hal ini karena manusia
yang dijadikan ukuran dalam menentukan moralitas /etika. Sedangkan etika/
moralitas dalam islam bersumber dari Allah SWT. Etika bisnis islam merupakan
salah satu bagian yang tak dapat dipisahkan dengan aspek lain dalam islam yaitu
aqidah dan akhlaq. Dalam praktek bisnis, manusia dapat mencontoh teladan dari
Nabi Muhammad SAW yang pernah menjadi pebisnis sukses dan selalu bertindak
berdasarkan aqidah, syariah, dan akhlaq islam.

17

Anda mungkin juga menyukai