Bab Ii
Bab Ii
LANDASAN TEORI
2.1.1 Kualitas
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. (Fandy, dkk,
2011).
1. Transcendental Approach
2. Product-Based Approach
4. Manufacturing-Based Approach
5. Value-Based Approach
Ancangan ini memandang kualitas dari aspek nilai dan harga. Dengan
belum tentu produk yang paling bernilai, akan tetapi yang paling bernilai
merupakan parameter organisasi dalam mengukur kinerja dari sumber daya nya,
baik sumber daya manusia maupun unit bisnis dari organisasi. Mengambil contoh
kasus sebuah perusahaan yang bergerak di bidang IT dan telah memiliki puluhan
cabang di berbagai negara, dan kemudian memutuskan untuk menutup beberapa
kantor cabang, pada kondisi ini, produktivitas adalah salah satu pertimbangan
Dengan adanya perbaikan kualitas, maka akan berdampak terhadap 2 hal, yakni
pasti, karena akan tercipta persepsi yang baik tentang kualitas produk dan layanan
jasa yang ditawarkan. Kualitas yang baik akan meminimumkan jumlah barang
yang rework (harus dikerjakan kembali) dan harus dibuang karena sudah tidak
bisa dibentuk. Hal ini berdampak kepada utilitas jam kerja tenaga kerja. Waktu
yang terbuang untuk rework dapat digunakan untuk menghasilkan produk baru,
biaya untuk mewujudkan produk berkualitas jauh lebih kecil dibandingkan biaya
memberikan sarana dan dana bagi investasi lebih lanjut dalam hal penyempurnaan
konsultasi manajemen/teknis.
dan reservasi.
Menurut Kotler ualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan
berakhir dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas jasa
(Fandy, dkk, 2011). Sebagai pihak yang membeli dan mengkosumsi jasa,
pelanggan (dan bukan penyedia jasa) yang menilai tingkat kulitas jasa sebuah
kualitas jasa. Isyarat intrinsik berkaitan dengan output dan penyampaian sebuah
jasa. Pelanggan akan mengandalkan isytarat semacam ini apabila berada di tempat
pembilaan atau jika isyarat intrinsik bersangkutan merupakan search quality dan
memiliki nilai prediktik tinggi. Sedangkan yang dimaksud dengan isyarat
Isyarat ini dipergunaka dalam mengevaluasi jasa jika proses menilai isyarat
ekstrinsik membutuhkan banyak waktu dan usaha, dan apabila isyarat ekstrinsik
tersedia informasi isyarat intrinsik yang memadai. Sementara itu, partisipasi dan
kompleksitas evaluasi kualitas jasa. Konsenkuensinya, jasa yang sama bisa dinilai
Dalam konteks kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan pelanggan,
kualitas maupu kepuasan. Menurut Olson dan Dover (dikutip dalam Zeithaml, et
mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam
hirarki ekspektasi, dari yang tertinggi hingga terendah (Fandy, dkk, 2011):
dapat diberikan produk dan jasa tertentu (Swan dan Trawick, 1980).
dalam ambang batas kinerja produk atau jasa yang bisa diterima pelanggan
kinerja yang tidak bakal ditolerir atau diterima pelanggan (Buttle, 1998).
produk yang diketahui dan atau terbentuk nya melalui kontak dengan
memenuhi keinginan konsumen, maka perlu mengenali dimensi kualitas. Hal ini
dibutuhkan agar produk yang dihasilkan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
perusahaan terhadapnya.
Melalui serangkain penelitian terhadap berbagai macam industri jasa
1. Reabilitas, meliputi dua aspek utama, yaitu konsistensi kinerja dan sifat
dapat dipercaya.
secara cepat.
pelanggan.
kemudahan kontak.
kontak, dan interaksi dengan pelanggan (hard selling versus soft selling
approach).
8. Keamanan, yaitu bebas dari bahaya, resiko atau keraguan-keraguan.
(confidentially).
penampilan karyawan.
generik untuk istilah kepuasan. Menurut mereka, definisi kepuasan tidak bisa
lepas dari chameleon effects, artinya interpretasi terhadap sebuah definisi sangat
Rerangka definisional yang dikemukakan Giese dan Cote (2000) ini sangat
bermanfaat sebagai pedoman atau panduan bagi para peneliti yang ingin
bahwa para pelanggan yang mengungkapan tingkat kepuasan yang sma bakal
memiliki pengalaman yang secara kualitifitas identik dan mempunyai minat
dan Neuhauss (1997) membedakan tiga tipe kepuasan dan dua tipe ketidakpuasan
ekspetasi menyangkut kapabilitas kinerja masa depan pemasok jasa, dan minat
berprilaku untuk memilih lagi penyedia jasa bersangkutan. Tipe-tipe kepuasan dan
yang aktif. Relasi dengan penyedia jasa diwarnai emosi positif, terutama
terhadap penyedia jasa bercirikan steadiness dan trust dalam relasi yang
namun lebih didasarkan pada kesan bahwa tidak realistis untuk berharap
lebih.
melakukan apa-apa.
5. Demanding Customer Dissatisfaction, tipe ini bercirikan tingkat aspirasi
kepuasan pelanggan sistem keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer
perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi
keluhan meraka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran, kartu
atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu
selanjutnya.
4. Survei Kepuasan Pelanggan
dan balikan secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan kesan
b. Derived Satisfacation
c. Problem Analysis
d. Importance-Performance Analysis
Model kualitas jasa yang paling populer dan hingga kini banyak dijadikan
acuan dalam riset manajemen dan pemasaran jasa adalah model servqual
dan Berry (Fandy, dkk, 2011) dalam serangkaian penelitian mereka terhadap
enam sektor jasa : reparasi peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi,
sambungan telepon interlokal, perbankan ritel, dan pialang seruritas. Ancangan ini
bersangkutan, maka persepsi terhadap kualitas jasa akan positif dan sebalik nya.
disebabkan adanya beberapa kelebihan yang terdapat dalam metode servqual yaitu
telah terbukti berlaku (valid) untuk semua situasi pelayanan, dapat diandalkan,
Dalam paper tersebut secara rinci lima gap kualitas jasa yang berpotensial
menjadi sumber masalah kualitas jasa. Model yang dinamakan servqual (service
quality) ini dikembangkan dengan maksud untuk membantu para menejer dalam
jasa sebagai mana dalam model berikut ini (Hana, dkk, 2015):
Expected service
consumer
GAP 5
Perceived service
marketer GAP 4
Service delivery External comunications
(including pre and post to the consumer
contast)
GAP 3
Translation of
GAP 1 pereceptions into service
quality specification
GAP 2
Management perceptions
of the consumer
expectations
Lima gap utama yang terangkum dalam gambar 2.1 meliputi (Hana, dkk,2015):
diterima.
eksternal
diharapkan
multi-item yang dirancang untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan, serta
gap di antara keduanya pada lima dimensi utma kulitas jasa (reliabilitas, daya
tanggap, jaminan, empati, dan bukti fisik. Evaluasi kulitas jasa menggunakan
harapan dan persepsi. Skor SERVQUAL setiap pasang pernyataan, bagi masing-
1990).