Anda di halaman 1dari 67

BAB I

KONSEP MEDIS

I. Konsep Medis
1. Pengertian Karsinoma Nasofaring
a. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher
yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001)
b. Karsinoma nasofaring merupakan sebuah kanker yang bermula tumbuh
pada sel epitelial-batas permukaan badan internal dan external sel di
daerah nasofaring. (American Cancer Society, 2011)
c. Karsinoma nasofaring merupakan penyakit keganasan (kanker) sel yang
terbentuk di jaringan nasofaring, yang merupakan bagian atas pharynx
(tengorokan), di belakang hidung. Pharynx merupakan sebuah lembah
yang berbentuk tabung dengan panjang 5 inchi dimulai dari belakang
hidung dan berakhir di atas trakea dan esofagus. Udara dan makanan
melawati pharynx. Karsinoma nasofaring paling sering bermula pada sel
skuamos yang melapisi nasofaring. (National Cancer Institute, 2011).
d. Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas karsinoma berasal dari epitel
nasofaring. Biasanya tumor ganas ini tumbuh dari fossa rosenmuller dan
dapat meluas ke hidung, tenggorok, serta dasar tengkorak. (Munir,
2010)
e. Karsinoma Nasofaring mrupakan keganasan yang mempunyai rasila
yang sangat mencolok. Insidennya paling tinggi pada ras Mongoloid
terutama pada penduduk cina bagian Selatan, Hongkong, Singapura,
Malaysia dan Indonesia.

1
f. Di Indonesia penyakit ini pertama kali ditemukan pada tahun 1926 oleh
Banker, namun laporan kasus dalam jumlah banyak baru pada tahun
1953.
2. Anatomi Nasofaring
Nasofaring merupakan bagian yang terletak pada bagian
belakang rongga hidung, di atas Pallatum Molle dan di bawah dasar
tengkorak. Bentuknya sebagai kotak yang tidak beraturan dan
berdinding enam, dengan ukuran 4 X 4 X 2-3 cm.
Batas –batasnya meliputi :
a. Bagian depan : Koane
b. Bagian belakang : dasar tengkorak
c. Bagian atas : dasar tengkorak
d. Bagian bawah :permukaan atas palatum mole
e. Bagian samping : dibentuk oleh tulang maxilla dan sfenoid.
Dinding samping ini merupakan bagian yang berhubungan
dengan ruang telinga tengah yang berhubungan dengan ruang telingah
tengah melalui tuba Eustachius. Bagian tulang rawan dari tuba
Eustachius menonjol di atas ostium tuba yang disebut Torus Tubarius.
Tepat di belakang ostium tuba, terdapat cekungan kecil disebut
Resessus faringeus atau lebih dikenal dengan dengan fossa
Rossenmuller yang banyak disebut sebagai lokalisasi permulaan
tumbuhnya tumor ganas nasofaring.
Daerah nasofaring dibagi tiga yaitu :
a. Dinding posterosuperior
b. Dinding lateral
c. Dinding inferior

2
Permukaan nasofaring berbenjol-benjol, karena di bawah epitel
terdapat banyak jaringan limfosit, sehingga berbentuk seperti lipatan
atau kripta. Hubungan antara epitel dengan jaringan limfosit ini sangat
erat sehingga sering disebut limfoepitel.
3. Etiologi KNF
Terjadinya karsinoma nasofaring mungkin multifaktorial, proses
karsinogenesisnya mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang
mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring adalah:
a. Kerentanan Genetik, walaupun karsinoma nasofaring tidak
termasuk tumor genetic, tetapi kerentanan terhadap karsinoma
nasofaring pada kelompok masyrakat tertentu relative menonjol
dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen
HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom
p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap
karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar
karsinoma nasofaring.
b. Virus Eipstein-Barr, Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan
langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer
antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang
asia dan afrika dengan karsinoma nasofaring primermaupun
sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap
antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap
antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA),
sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada
pasien Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif.
Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma
nasofaring tak berdifrensiasi dan karsinoma nasofaring non-

3
keratinisasi yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya
tidak dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam
limfoepitelioma.
c. Faktor Lingkungan, menurut laporan luar negeri, orang cina
generasi pertama (Umumnya penduduk kanton ) yang bermigrasi
ke Amerika Serikat, Kanada memiliki angka kematian akibat
karsinoma nasofaring 30 kali lebih tinggi dari penduduk kulit
putih setempat, sedangkan pada generasi kedua turun menjadi 15
kali, generasi ketiga belum ada angka pasti, tetapi secara
keseluruhan cenderung menurun. Dalam pada itu, orang kulit putih
yang lahir d Asia Tenggara, angka kejadian nasofaring meningkat.
Sebabnya selain pada sebagian orang terjadi perubahan pada
hubungan darah, jelas factor lingungan juga berperan penting.
Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan
dengan timbulnya karsinoma nasofaring:

1) Golongan Nitrosamin,diantaranya dimetilnitrosamin dan


dietilnitrosamin.
2) Hodrokarbon aromatic
3) Unsur Renik, diantaranya nikel sulfat.

Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin


dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus
tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana
tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang
lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator.
Kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus
mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang

4
dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan karsinoma
nasofaring.

4. Patofisiologi
Telah diketahui sejauh ini bahwa proses terjadinya penyakit
kanker berlangsung dalam tahapan tahapan yang disebut sebagai
mekanisme karsinogenesis. Bermula dari terjadinya defek atau
kesalahan letak susunan DNA dalam sel manusia yang mengakibatkan
tidak terkontrolnya mekanisme pertumbuhan sel. Sel akan tumbuh tidak
normal dan berlebihan.
Berbagai faktor telah diketahui atau dicurigai sebagai penyebab
terjadinya kekacauan struktur ini. Antara lain disebutkan faktor
makanan, seperti konsumsi lemak yang terlalu tinggi, pola hidup, seperti
perokok berat, faktor eksternal seperti sinar ultraviolet dan sinar
radioaktif, pajanan pada bahan kimia atau oleh virus.
Berbagai kekacauan struktur ini telah dapat diidentifikasi oleh
para pakar, misalnya kelainan pada struktur gen BRCA1 dan BRCA2
selalu diasosiasikan dengan kanker payudara atau indung telur
(ovarium), atau gen HLA A2B46 pada pasien kanker nasofaring.
Perubahan genetik ini mengakibatkan proliferasi sel sel kanker secara
tidak terkontrol.
Beberapa perubahan genetik ini sebagian besar akibat mutasi,
putusnya kromosom (chromosome breaks) dan delesi pada sel sel
somatik. Sebagian lagi bersifat diturunkan. Adakalanya manifestasi
kanker ini memerlukan pula pemicu, terutama pada kelainan struktur
gen yang diturunkan.
Pada kasus kanker nasofaring, kaitan antara virus Epstein-Barr
dan komsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbunya

5
penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk kedalam tubuh dan tetap
tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu
yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator.
Kebiasaan untuk mengkomsumsi ikan asin secara terus menerus mulai
dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat
mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan karsinoma nasofaring.
Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan
protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring. Pada
penderita ini sel yang teerinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein
tertentu yang berfungsi untuk proses poliferasi dan mempertahankan
kelangsungan virus didalam sel host.
Protein laten ini dapat dipakai sebagai pertanda dalam
mendiagnosa karsinoma nasofaring seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-
2A dan LMP-2B. EBNA-1 adalah protein nuclear yang berperan dalam
mempertahankan genom virus. EBV tersebut mampu aktif dikarenakan
konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen
yang menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak
terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein
laten(EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada
nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.
5. Tanda dan Gejala
Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4
bagian, yaitu antara lain :
a. Gejala nasofaring
Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung.Terkadang
gejala belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih
terdapat dibawah mukosa (creeping tumor). Hidung tersumbat

6
sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah hebat. Ini
disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior
b. Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara
tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus,
tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga
(otalgia) Menurunnya kemmpuan pendengaran karena hambatan
konduksi, umumnya disertai rasa penuh di dalam telinga.
c. Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran
melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV,
VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V
berupa gangguan motorik dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI
dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering
disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut
sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi
tulang tengkorak.
d. Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus
sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga
kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring
atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan
pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa,
pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring.

7
Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma
nasofaring.
e. Gejala metastasis jauh
Lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru, hati. Metastasi
tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat ekstremitas.
Manifestasi metastasis tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri tekan
setempat, lokasi tetap dan tidak berubah-ubah dan secara bertahap
bertambah hebat. Pada fase ini tidak selalu terdapat perubahan pada
foto sinar X, bone-scan seluruh tubuh dapat membantu diagnosis.
Metastasis hati, paru dapat sangat tersembunyi, kadang
ditemukan ketika dilakukan tindak lanjut rutin dengan rongsen
thorax, pemeriksaan hati dengan CT atau USG.
6. Klasifikasi
Sesuai dengan klasifikasi karsinoma nasofaring yang diusulkan
WHO tahun 1978, ada tiga jenis bentuk histologik :
a. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi, terdapat jembatan
interseluler dan keratin, dapat dilihat dengan mikroskop cahaya.
b. Karsinoma nonkeratinisasi, pada pemeriksaan dengan mikroskop
cahaya, terdapat tanda difrensiasi, tetapi tidak ada difrensiasi
skuamosa.
c. Karsinoma tidak berdifrensiasi, sel mempunyai inti vesikuler,
nucleolus yang menonjol dan dinding sel tidak tegas; tumor tampak
lebih berbentuk sinsitium daripada bentuk susunan batubata.

Karsinoma limfoepitelioma didapatkan dalam bentuk kedua atau


ketiga. Ditandai olah tampak banyak limfosit non maligna dan secara

8
klinis sesuai karena respon terhadap terapi lebih baik disbanding dengan
bentuk lain.
Penentuan Stadium dari Kanker Nasofaring yaitu:

TUMOR SIZE (T)


T Tumor primer
T0 Tidak tampak tumor
T1 Tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2 Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih
terbatas pada rongga nasofaring
T3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaring
T4 Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang
tengkorak atau saraf-saraf otak
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
REGIONAL LIMFE NODES (N)
N0 Tidak ada pembesaran
N1 Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih bisa
digerakkan
N2 Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat
digerakkan
N3 Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun
bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar
METASTASE JAUH (M)
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh
1. Stadium I :T1 No dan Mo
2. Stadium II :T2 No dan Mo

9
3. Stadium III :T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo
4. Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Moatau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan
Mo atau T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1

1. Stadium 0: sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa


disebut nasopharynx in situ
2. Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasopharing
3. Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke
rongga hidung. Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah
bening pada salah satu sisi leher.
4. Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di
semua sisi leher
5. Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar
wajah.

6. Penegakan Diagnosa
Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu
karsinoma nasofaring, protol dibawah ini dapat membantu untuk
menegakkan diagnosis pasti serta stadium tumor :
1. Anamnesis/ Pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan Nasofaring
3. Biopsi Nasofaring
4. Pemeriksaan Patologi Anatomi
5. Pemeriksaan kranial x-ray
6. Pemeriksaan neuro-olfalmologi
7. Pemeriksaan serologi

10
Persoalan diagnostic sudah dapat dipecahkan dengan
pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor
primer yang tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit ditemukan.
Pemeriksaan foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan waters
menunjukan massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Foto dasar
tengkorak memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di daerah fossa
serebri media. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dll dilakukan
untuk mendeteksi metastasis.(5) Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan
IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B telah menunjukkan kemajuan
dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tetapi pemeriksaan ini hanya
digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsy
nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung
atau dari mulut.
Biopsi dari hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya
(blind biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung
menelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke
lateral dan dilakukan biopsy. Biopsi melalui mulut dengan memakai
bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung
kateter yang berada didalam mulut ditarik keluar dan diklem bersam-
sama ujung kateter yang di hidung.
Demikian juga dengan kateter dari hidung disebelahnya,
sehingga palatum mole tertarik keatas. Kemudian dengan kaca laring
dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor
melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan
melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor
nasofaring umumnya dilakuan dengan anestsi topical dengan Xylocain

11
10%. Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang
memuaskan maka dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral
nasofaring dalam narcosis
7. Penatalaksanaan Medis
a. Radioterapi
Sebelumnya persiapan pasien dengan oral hygiene, dan
apabila infeksi/kerusakan gigi harus diobati terlebih dahulu. Dosis
yang diberikan 200 rad/hari sampai 6000-6600 rad untuk tumor
primer, sedangkan kelenjar leher yang membesar diberi 6000 rad.
Jika tidak ada pembesaran kelenjar diberikan juga radiasi efektif
sebesar 4000 rad. Ini dapat diberikan pada keadaan kambuh atau
pada metastasis tulang yang belum menimbulkan keadaan fraktur
patologik. Radiasi dapat menyembuhkan lesi, dan mengurangi rasa
nyeri.
b. Pengobatan tambahan
Yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher
yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah
penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu
diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin,
faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan
antivirus.
c. Kemoterapi
Sebagai terapi tambahan dan diberikan pada stadium
lanjut.Biasanya dapat digabungkan dengan radiasi dengan urutan
kemoterapi-radiasi-kemoterapi. Kemoterapi yang dipakai yaitu
Methotrexate (50 mg IV hari 1 dan 8); Vincristin (2 mg IV hari1);
Platamin (100 mg IV hari 1); Cyclophosphamide (2 x 50 mg oral,

12
hari 1 s/d 10); Bleomycin (15 mg IV hari 8). Pada kemoterapi harus
dilakukan kontrol terhadap efek samping fingsi hemopoitik, fungsi
ginjal dan lain-lain.
d. Operasi
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika
masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan
kelenjar, dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan
bersih.
8. Prognosis dan Komplikasi
Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %.
Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor, seperti :
a. Stadium yang lebih lanjut.
b. Usia lebih dari 40 tahun
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Ras Cina dari pada ras kulit putih
e. Adanya pembesaran kelenjar leher
f. Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang
tengkorak
g. Adanya metastasis jauh

Komplikasi dari penyakit ini dapat berupa gejala metastasis jauh,


karena 95% lebih sel kanker nasofaring berdiferensiasi buruk, dengan
derajat keganasan tinggi, waktu diagnosis ditegakkan, 4,2% kasus sudah
menderita metastasis jauh, Dari kasus wafat setelah radioterapi, angka
metastasis jauh 45,5%. Lokasi metastasis paling sering ke tulang, paru
hati. Metastasis tulang paling sering ke pelvis, vertebra, costa, dan
keempat ekstremitas.

13
Komplikasi akut yang terjadi dapat berupa:

a. Mukositis : Mukositis oral merupakan inflamasi pada mukosa


mulut berupa eritema dan adanya ulser yang biasanya ditemukan
pada pasien yang mendapatkan terapi kanker. Biasanya pasien
mengeluhkan rasa sakit pada mulutnya dan dapat mempengaruhi
nutrisi serta kualitas hidup pasien.
b. Kandidiasis : Pasien radioterapi sangat mudah terjadi infeksi
opurtunistik berupa kandidiasis oral yang disebabkan oleh jamur
yaitu Candida albicans. Infeksi kandida ditemukan sebanyak 17-
29% pada pasien yang menerima radioterapi
c. Dysgeusia adalah respon awal berupa hilangnya rasa
pengecapan, dimana salah satunya dapat disebabkan oleh terapi
radiasi.
d. Xerostomia : Xerostomia atau mulut kering dikeluhkan sebanyak
80% pasien yang menerima radioterapi. Xerostomia juga
dikeluhkan sampai radioterapi telah selesai dengan rata-rata 251
hari setelah radioterapi. Bahkan tetap dikeluhkan setelah 12-18
bulan setelah radioterapi tergantung pada dosis yang diterima
kelenjar saliva dan volume jaringan kelenjar yang menerima
radiasi.
Komplikasi kronis yang dapat terjadi adalah:
a. Karies gigi : Karies gigi dapat terjadi pada pasien yang
menerima radioterapi. Karies gigi akibat paparan radiasi atau
yang sering disebut dengan karies radiasi adalah bentuk yang
paling destruktif dari karies gigi, dimana mempunyai onset dan
progresi yang cepat. Karies gigi biasanya terbentuk dan
berkembang pada 3-6 bulan setelah terapi radiasi dan mengalami

14
kerusakan yang lengkap pada semua gigi pada periode 3-5
tahun.
b. Osteoradionekrosis : Osteoradionekrosis (ORN) merupakan efek
kronis yang penting pada radioterapi. Osteoradionekrosis adalah
nekrose iskemik tulang yang disebabkan oleh radiasi yang
menyebabkan rasa sakit karena kehilangan banyak struktur
tulang.
c. Nekrose pada jaringan lunak : Komplikasi oral kronis lain yang
dapat terjadi adalah nekrose pada jaringan lunak, dimana 95%
kasus dari osteoradionekrosis berhubungan dengan nekrose pada
jaringan lunak. Nekrose jaringan lunak didefinisikan sebagai
ulser yang terdapat pada jaringan yang terradiasi, tanpa adanya
proses keganasan (maligna). Evaluasi secara teratur penting
dilakukan sampai nekrose berkurang, karena tidak ada
kemungkinan terjadinya kekambuhan. Timbulnya nekrose pada
jaringan lunak ini berhubungan dengan dosis, waktu, dan
volume kelenjar yang terradiasi. Reaksi akut terjadi selama
terapi dan biasanya bersifat reversibel, sedangkan reaksi yang
bersifat kronis biasanya terjadi menahun dan bersifat
irreversibel.
d. Gagal napas dapat terjadi karena adanya metastase dari tumor
nasofaring sampai pada trakea sehingga terjadi sumbatan total
pada trakea, transportasi oksigen menjadi terhambat, jika hal ini
terus dibiarkan maka dapat mengakibatkan gagal napas.
e. Peningkatan tekanan intrakranial, dapat terjadi ketika metastase
tomor sudah mencapai lapisan otak, dan menekan/menyesak
duramater otak sehingga merangsang peningkatan tekanan

15
BAB II
TINJAUAN KEPERAWATAN
II. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Keadaan sebelum sakit : Pasien mempunyai kebiasaan
mengkomsumsi ikan asin, ikan bakar, dan produk awetan lainnya.
Riwayat penyakit saat ini :
- Keluhan utama : Sakit kepala.
- Riwayat keluhan utama : pasien mengeluh sakit kepala sejak 6
bulan yang lalu yang terasa memberat hingga sekarang disertai
dengan benjolan dileher sebelah kiri, suara sesak, mimisan,
hidung tersumbat.
e. Pola nutrisi dan metabolik
- Keadaan sebelum sakit : Tidak ada masalah dalam
mengkomsumsi makanan. Pasien suka mengkomsumsi makanan
ikan asin, ikan bakar dan produk awetan lainnya.
- Keadaan saat sakit: Pasien mengurangi mengkomsumsi makanan
yang mengandung bahan awetan.
f. Pola eliminasi
- Keadaan sebelum sakit : Tidak ada masalah dalam eliminasi baik
BAB maupun BAK dan pasien tidak menggunakan alat bantu
dalam pola eliminasi.
- Keadaan saat sakit : Pasien mengalami penyakit diare.
g. Pola aktifitas

16
- Keadaan sebelum sakit : Tidak ada masalah dalam aktifitas dan
pasien cuma merasakan sering sakit kepala jika terlalu banyak
beraktifitas.
- Keadaan saat sakit : Sulit dalam beraktifitas kerena pasien
mengalami adanya benjolan dileher sebelah kiri, suara serak,
mimisan, hidung tersumbat dan sering sakit kepala yang
membuat pasien kurang mampu untuk beraktifitas terlalu
banyak.
h. Pola tidur dan istirahat
- Keadaan sebelum sakit : Pasien mudah tidur dengan kebiasaan
tidur rutin 2 jam tidur siang dan 8 jam tidur malam, namun
untuk tidur malam mengalami ketidak beraturan
- Keadaan saat sakit : Pasien mengalami kesulitan dalam tidur
siang dan tidur malam karena pasian merasa sakit pada leher
sebelah kiri, hidung tersumbat mimisin. Pasien mengatakan
semenjak di rawat di RS pasien mulai bisa tidur dengan nyenyak.
i. Pola peran- hubungan
- Keadaan sebelum sakit : Pasein tidak mengalami masalah dalam
peran hungunan dangan orang lain. Hubungan pasien dengan
kelurga, pasein sangat dekat dengan keluarganya.
- Keadaan saat sakit : Pasien mengalami penurunan peran
hungunan . Keluarga pasien membantu klien dalam pemenuhan
kebutuhannya

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan aktivasi mediator kimia

17
b. Nutrisi ; ketidakseimbangan: kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual, muntah anoreksia, kesulitan menelan
c. Gangguan presepsi sensori pendengaran berhubungan dengan
perubahan resepsi, transmisi, dan integrasi sensori
d. Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas tubuh dan
prosedur invasive
e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal, kelemahan umum
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanik (mis:
terpotong, terkena tekanan dan akibat restrain)
g. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan defek anatomis
pita suara
h. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik, faktor
lingkungan
3. Rencana Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan aktivasi mediator kimia
Data subyektif:
- Menyatakan nyeri kepala
Data obyektif:
- Raut muka menyeringai
- Perilaku berhati-hati
- Perilaku mengalihkan: menangis, merintih.

18
NOC: pengendalian nyeri

Intervensi Rasional
1. Minta pasien untuk menilai nyeri 1. Inform
atau ketidaknyamanan pada skala 2. asi memberikan data dasar untuk
0 sampai 10. mengevaluasi
kebutuhan/keefektifan intervensi
2. Ajarkan penggunaan teknik
relaksasi. 3. Dapat mengurangi rasa
ketidaknyamanan karena nyeri
3. Bantu pasien untuk lebih berfokus
pada aktivitas, bukan pada nyeri 4. Meningkatkan relaksasi dan
dan rasa tidak nyaman dengan pengalihan perhatian.
melakukan pengalihan melalui
televisi, radio, tape, dan interaksi
dengan pengunjung.

4. Jadwalkan periode istirahat,


berikan lingkungan yang tenang.
5. Menghilangkan
ketidaknyamanan dan
meningkatkan efek terapi
5. Gunakan pendekatan yang positif nonfarmakologis. Penurunan
Untuk mengoptimalkan respons kelemahan dan menghemat
pasien terhadap analgesik. energi, meningkatkan
kemampuan koping.
6. Kelola nyeri pascabedah awal

19
dengan pemberian opiat yang 6. Membantu memurunkan ambang
terjadwal. persepsi nyeri dan
mengoptimalkan respon terhadap
analgesik.

7. Mempertahankan kadar obat


lebih konstan menghindari
puncak periode nyeri.

b. Nutrisi, ketidakseimbangan: kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual


muntah, anoreksia, kesulitan mengunyah dan menelan.
Data subyektif:
- Mengemukakan tidak nafsu makan, kesulitan menelan
- Kadang-kadang mual dan muntah
Data obyektif:
- BB menurun
- Kulit kering
- Turgor kurang baik
- Tampak lemas

20
NOC: asupan makanan dan cairan adekuat
Intervensi Rasional
1. Pantau kandungan nutrisi 1. Untuk mengetahui tentang keadaan
dan kalori pada catatan dan kebutuhan nutrisi pasien
asupan sehingga dapat diberikan tindakan
dan pengaturan diet yang adekuat.

2. Kepatuhan terhadap diet dapat


2. Anjurkan pasien untuk mencegah komplikasi terjadinya
mematuhi diet yang telah hipoglikemia/hiperglikemia.
diprogramkan.
3. Untuk memenuhi kebutuhan asupan
kalori yang adekuat.
3. Berikan pasien minuman
dan kudapan bergizi, tinggi
protein, tinggi kalori yang
siap dikonsumsi 4. Mengetahui perkembangan berat
badan pasien (berat badan merupakan
4. Timbang pasien pada salah satu indikasi untuk menentukan
interval yang tepat. diet).

5. Untuk memudahkan menelan dan


untuk mencegah aspirasi.
5. Ubah posisi pasien semi
Fowler atau Fowler tinggi.

21
6. Identifikasi perubahan pola 6. Mengetahui apakah pasien telah
makan. melaksanakan program diet yang
ditetapkan.

7. Konsultasikan pada ahli 7. Metode makan dan kebutuhan kalori


gizi untuk memeberikan didasarkan pada situasi/kebutuhan
makanan yang mudah individu unutk memberikan nutrisi
dicerna, secara nutrisi maksimal dnegan upaya minimal
seimbang. pasien/penggunaan energi.

c. Gangguan presepsi sensori pendengaran b/d perubahan resepsi,


transmisi, dan/ integrasi sensori
Data Subjektif :
- Distorsi sensori
Data Objektif:
- Perubahan ketajaman sensori
- Konsentrasi buruk
- Gelisah

NOC: status neurologik: fungsi motorik sensorik kranial membaik


Intervensi Rasional
1. Tentukan ketajaman 1. Mengetahui perubahan dari hal-hal
pendengaran, apakah satu atau yang merupakan kebiasaan pasien
dua telinga terlibat .

22
2. Orientasikan pasien terhadap
lingkungan. 2. Lingkungan yang nyaman dapat
membantu meningkatkan proses
penyembuhan.
3. Observasi tanda-tanda dan
gejala disorientasi. 3. Mengetahui faktor penyebab
gangguan persepsi sensori yang
lain dialami dan dirasakan pasien.
4. Mengumpulkan dan
menganalisis data pasien 4. Untuk mencegah atau
meminimalkan komplikasi
neurologis

d. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh dan prosedur invasive

NOC: faktor risiko infeksi akan hilang


Intervensi Rasional
1. Kaji adanya tanda- 1. Untuk memudahkan memberikan
tanda infeksi. intervensi kepada pasien.

2. Monitor tanda-tanda 2. Merupakan tanda adanya infeksi apabila


vital. terjadi peradangan.

3. Intruksikan untuk 3. Untuk melindungi tubuh terhadap infeksi


menjaga hygiene (mis: mencuci tangan)
personal.

23
4. Kolaborasi medis 4. Antibiotik dapat mencegah sekaligus
dengan pemberian membunuh kuman penyakit untuk
antibiotik. berkembangbiak.

5. Melakukan 5. Meminimalkan penyebaran dan penularan


pengendalian infeksi agens infeksius.

e. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan musculoskeletal, kelemahan


umum
Data Subjektif:
- Pasien mengatakan sulit bergerak
Data Objektif :
- Perubahan cara berjalan
- Tremor yang diinduksi oleh pergerakan
- Melambatnya pergerakan bahkan tidak dapat melakukan mobilisasi

NOC: memperlihatkan mobilisasi


Intervensi Rasional
1. Ajarkan dan pantau pasien dalam 1. Menilai batasan kemampuan
hal penggunaan alat bantu. aktivitas optimal

2. Ajarkan dan dukung pasien 2. Mempertahankan / meningkatkan


dalam latihan ROM aktif dan kekuatan dan ketahanan otot.
pasif.

24
3. Pantau tanda-tanda vital. 3. Mengidentifikasi tanda-tanda
peradangan terutama bila suhu
tubuh meningkat

4. Gunakan ahli terapi fisik dan 4. Untuk mengembangkan


okupasi sebagai sumber perencanaan dan mempertahakan
5. Lakukan perawatan terhadap atau meningkatkan mobilitas.
prosedur inpasif seperti infus, 5. Untuk mengurangi resiko infeksi
kateter, drainase luka, dll. nosokomial.

f. Kerusakan integritas kulit b/d factor mekanik (mis: terpotong, terkena


tekanan dan akibat restrain)
Data Objektif:
- Kerusakan pada permukaan kulit (epidermis)
- Turgor kulit tidak baik

NOC:menunjukkan penyembuhan luka


Intervensi Rasional
1. Kaji warana kulit/suhu dan 1. Kulit harus berwarna merah muda
pengisian kapiler paad area atau mirip dengan warna kulit
operasi dan tandur kulit sekitarnya.
2. Lindugi lembaran kulit dan
jahitan dari tegangan atau 2. Tekanan dari selang atau plester
tekanan. trakeostomi atau tegangan pada
jahitan dapat menggangu sirkulasi
atau menyebabkan cidera jaringan.

25
3. Rujuk ke perawat ahli terapi
enterostoma 3. Untuk mendapat bantuan dalam
pencegahan, pengkajian, dan
penanganan luka atau kerusakan
kulit.
4. Berikan antibiotik oral,
topical dan IV seuai indikasi. 4. Mencegah/mengontrol infeksi.

g. Hambatan komunikasi verbal b/d defek anatomis pita suara


Data Objektif:
- Verbalisasi yang tidak sesuai
- Kesulitan dalam berbicara atau mengungkapkan dengan kata-kata
- Keinginan menolak untuk bicara

NOC:menunjukkan komunikasi
Intervensi Rasional
1. Kaji dan dokumentasikan 1. Untuk mengetahui tingat kemampuan
kemampuan untuk berbicara, dan ketidakmampuan pasien dalam
mendengar, menulis, berkomunikasi.
membaca dan memahami.

2. Jelaskan kepada pasien


mengapa ia tidak dapat 2. Agar pasien mengetahui keadaannya
berbicara atau memahami, dan tidak berfikir lain tentang
jika perlu. dirinya.

26
3. Konsultasikan dengan dokter
tentang kebutuhan terapi 3. Membantu pasien agar cepat/mudah
bicara. berkomunikasi.

4. Bantu pasien/keluarga untuk


mencari sumber bantuan 4. Alat bantu dengar dapat membantu
untuk memperoleh alat bantu pendengaran sehingga dalam
dengar. berkomunikasi pasien bisa
melakukannya.

h. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan faktor lingkungan,


ketidaknyamanan fisik
Data Subjektif :
 Pasien melaporkan kesultan tidur
 Pasien melaporkan kekurangan energi
Data Objektif :
 Tampak kurang energi
 Peningkatan ketdakmampuan

NOC: adanya kondisi kesejahteraan personal, tidur dalam periodik yang


teratur

Intervensi Rasional
1. Berikan kesempatan untuk 1. Aktivitas terprogram dapat
tidur sejenak meningkatkan waktu tidur

2. Evaluasi tingkat stress klien 2. Peningkatan stress dapat menyebabkan

27
ketidaknyamanan yang dapat
mengganggu pola tidur

3. Putarkan musik yang 3. Menurunkan stimulasi sensori yang


tenang dan lembut dapat mengganggu menghambat tidur
nyenyak
4. Lengkapi jadwal tidur dan 4. Penguatan bahwa saatnya tidur dan
ritual secara teratur. menjaga kestabilan lngkungan.

4. Discharge Planning
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan pasien
sebelum kembali ke rumah yaitu :
a. Memberi pengertian tentang penyakit kangker Nasofaring
b. Memberi informasi/penyuluhan untuk tetap memperhatikan
keadekuatan asupan nutrisi.
c. Menjelaskan tentang penyebab penyakit
d. Memanifestasi klinik yang dapat ditanggulangi atau diketahui oleh
klien dan keluarga.
e. Menjelaskan tentang penatalaksanaan yang dapat klien dan keluarga
lakukan.
f. Klien dan keluarga dapat pergi ke rumah sakit atau puskesmas terdekat
apabila ada gejala yang memberatkan penyakitnya.
g. Keluarga harus mendorong atau memberikan dukungan pada pasien
dalam menaati program pemulihan kesehatan.
h. kontrol diri
i. kontrol aktivitas.

28
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I
Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan :
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI; 2001
Moorhead, Sue, et.al. Nursing Outcomes Classification (NOC).Fourth Edition.
St. Louis Missouri : Mosby Elsevier.
Smeltzer, Suzanne C and Brenda. 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8. EGC
Wilkinson, Judith dan Nancr R Ahern. 2011.Buku Saku Diagnosis
Keperawaratan: Intervensi NIC, kriteria hasil NOC Edisi 9.Jakarta
:EGC

29
BAB III
TINJAUAN KASUS
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Nama Mahasiswa : Imelda Lorens, S.Kep


Ruangan : Lontara 3 AD - Ruang Perawatan THT
Tanggal : 05-10Desember 2016

I. BIODATA

A. Identitas klien
Nama klien : Tn “R”

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tanggal Lahir : 29-04-1983

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia

Status Perkawinan : Sudah menikah

Pekerjaan : Petani

No.RM : 655305

Alamat : Kendari, Andolo Utama

Tanggal masuk : 07 Desember 2016

Tanggal pengkajian : 07 Desember 2016

30
B. Penanggung Jawab

Nama : Ny “M”

Usia : 42 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Petani

Hubungan Dengan Klien : Saudara

II. RIWAYAT KESEHATAN


a. Keluhan Utama : Nyeri kepala
b. Riwayat Keluhan Utama :
Di alami sejak 2 tahun yang lalu sebelum klien masuk RS klien
mengatakan benjolan pada leher klien awalnya sebesar kelereng, lama
kelamaan benjolan tersebut semakin membesar secara perlahan-lahan.
Klien pernah berobat dan dirawat di Rumah Sakit di Bantaeng dengan
diagnosis karsinoma nasofaring. Keadaan klien cukup membaik setelah
menjalani perawatan dan kemudian diizinkan pulang.
Akan tetapi sejak kurang lebih 8 bulan yang lalu klien kembali
mengeluh nyeri yang hilang timbul sehingga klien kembali masuk
Rumah Sakit di Bantaeng. Keadaan klien tidak membaik sehingga di
Rujuk ke Rumah Sakit dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

31
Pada saat di kaji tanggal 07 Desember 2016, klien telah
menjalani kemoterapi. Keadaan umum klien lemah. Klien mengatakan
nyeri pada kepala, nyeri yang di rasakan seperti tertusuk-tusuk dan
hilang timbul dengan durasi 1-2 menit, dengan skala nyeri 5 (0-10)
Klien mengatakan kaki kanan dan kaki kirinya tidak bisa digerakkan.
Klien mengatakan sebagian besar aktivitasnya dibantu oleh anak dan
cucunya. Klien dibantu makan dan minum. Klien BAB dan BAK yang
tidak dapat dikontrol. Klien juga mengalami mual bahkan muntah.
Karena keadaannya tersebut klien tidak beraktivitas seperti biasanya

c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


1) Klien pernah di rawat di Rumah Sakit Bantaeng dengan penyakit
yang sama sekitar 2 tahun yang lalu
2) Klien pernah dikemoterapi
3) Riwayat imunisasi lengkap
4) Tidak ada riwayat alergi

32
d. Riwayat Kesehatan Keluarga

G1.....

G2.....

G3....

Keterangan :

: Laki-laki : Garis pernikahan : klien

: Perempuan : Garis keturunan

X : Meninggal : Tinggal serumah

G1 : Kakek dan Nenek dari pihak ayah klien sudah meninggal

G2 : Ayah klien sudah meninggal karena penyebab yang tidak


diketahui

G3 : Klien dengan Karsinoma Nasofaring

33
e. Riwayat Psikososial
1. Pola Konsep diri:
a. Gambaran diri: Klien mengatakan dirinya sedang dalam
keadaan sakit
b. Identitas diri : Klien adalah seorang perempuan
c. Peran diri : Klien untuk sementara tidak dapat melakukan
perannya sebagai seorang ibu rumah tangga
d. Harga diri : Klien ingin dihargai dan dihormati sebagai
manusia walaupun dalam keadaan sakit
e. Ideal diri : Klien ingin cepat sembuh dan berharap cepat
pulang dan dapat menjalankan aktivitas seperti biasa
2. Pola Kognitif:
a. Klien mengerti hal-hal yang di tanyakan
b. Klien dapat menjawab sesuai dengan pertanyaan
3. Pola Koping:
a. Dalam mengambil keputusan klien selalu di bantu oleh keluarga.
4. Pola interaksi ;

a. Bicara klien jelas dan mengungkapkan apa yang di rasakan.

b. Klien menggunakan bahasa Indonesia

f. Riwayat Spiritual
1. Ketaatan klien beribadah : Sebelum klien sakit klien rajin mengikuti
ibadah setiap hari minggu dan ibadah persekutuan yang lain.
2. Dukungan Keluarga klien :
Keluarga klien selalu memberikan semangat kepada klien baik
melalui doa
3. Ritual Yang biasa Dijalankan : Tidak ada

34
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum Klien
1. Tanda-tanda distress : Tidak ada
2. Penampilan dihubungkan dengan sesuai dengan usia : sesuai
3. Ekspresi wajah : Tampak meringis bila nyeri timbul
4. Kesadaran : Composmentis
5. Tinggi Badan : 159 cm BB : 44 kg Gaya Berjalan : Normal
B. Tanda-tanda Vital
1. TD : 130/ 90 mmHg
2. N : 80 x/menit
3. P : 16 x/menit
4. S : 36,2oC

C. Sistem Pernapasan
a. Hidung dan sinus
 Inspeksi
a. Lubang hidung tampak simetris kiri dan kanan
b. Tidak nampak deviasi septum
c. Tidak nampak adanya polip
 Palpasi
a. Keempat sinus tidak ada yang nyeri tekan
b. Tidak teraba massa.
b. Leher
 Inspeksi

a. Nampak pembesaran pada leher sinistra


b. Tidak nampak adanya pelebaran vena jugularis

35
 Palpasi

a. Teraba pembesaran kelenjar limfe


b. Tidak teraba adanya pelebaran vena jugularis
c. Tidak ada kaku kuduk
c. Dada
 Inspeksi
a. Bentuk dada normo chest, perbandingan ukuran anterior
– posterior dengan transversal 2 : 1
b. Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
c. Frekuensi pernafasan 16 x / menit
 Palpasi
a. Vocal fremitus seimbang getaran kiri dan kanan
b. Tidak teraba adanya massa
c. Tidak teraba nyeri tekan
 Auskultasi
a. Suara nafas vesikuler pada seluruh lapang paru
b. Tidak terdengar bunyi nafas tambahan
 Perkusi : bunyi sonor pada semua lapang paru
D. Sistem Cardiovaskuler
 Inspeksi : Konjungtiva tidak anemis, arteri carotis kuat, tekanan
vena jugularis, tidak terdapat sianosis pada kuku,
CRT < 2 detik.
 Palpasi
a. Irama jantung teratur
b. Nadi 80 x/menit
c. Tidak ada nyeri tekan

36
d. Ictus cordis tidak nampak dan teraba pada ICS 5-6 linea
midclavicula kiri
 Perkusi
a. Bunyi pekak pada ICS 2 linea sternalis kanan
b. Batas-batas jantung :
 Pada ICS 3 dan 4 linea sternalis kiri
 Pada ICS 5 linea midclavicularis kiri
 Auskultasi
a. BJ I : Bunyi Lup penutupan katup mitral dan
trikuspidalis terdengar pada ICS 4 dan 5
b. BJ II : Bunyi dup penutupan katup pulmonalis dan aorta
terdengar pada ICS 2 dan 3
E. Sistem Pencernaan
a. Mulut
a) Gigi berjumlah 32 buah
b) Tidak nampak caries pada gigi
 Gusi
a) Gusi berwarna merah muda
b) Tidak nampak adanya perdarahan
 Lidah :
a. Bersih

b. Tidak terdapat ulkus

c. Tidak ada sariawan

 Bibir
a) Bibir tampak sedikit kering
b) Mukosa mulut merah muda

37
b. Tenggorokan : Terdapat masalah pada saat menelan
c. Abdomen
 Inspeksi
a) Nampak simetris kiri dan kanan
b) Warna kulit sama dengan sekitarnya
c) Tidak nampak penonjolan umbilicus
 Auskultasi : peristaltik usus 15 x / menit (normal 5 – 35 x /
menit)
 Palpasi
a) Tidak teraba adanya massa
b) Hepar tidak teraba
c) Ginjal tidak teraba
 Perkusi : Tympani pada keempat kuadran abdomen
F. Sistem Indera
1. Mata
 Inspeksi :
b) Nampak simetris kiri dan kanan
c) Palpebra tidak oedema
d) Sclera tidak icterus
e) Tidak nampak penonjolan bola mata
 Palpasi : tidak ada peningkatan tekanan intra okuler
 Lapang pandang : kurang, visus :
2. Telinga
 Inspeksi :
a. Nampak simetris kiri dan kanan
b. Terdapat serumen
c. Tidak ada pemakaian alat bantu

38
 Palpasi
a. Tidak ada nyeri tekan
b. Tidak teraba massa
 Terjadi penurunan kualitas pendengaran
3. Hidung
 Inspeksi : Tidak ada sekret yang menghalangi penghidu
 Palpasi : Tidak ada nyeri dan tidak ada massa
 Penciuman baik, mimisan (-)

G. Sistem Persyarafan
 Status mental orientasi : dapat mengenal waktu tempat dan
orang, daya ingat sudah mulai menurun, perhatian dan
perhitungan baik, bahasa baik.
 Pemeriksaan GCS skor : E : 4, M : 6 V : 5 = 15
 Saraf-saraf cranial
a. N I (olfactorius) : klien dapat mencium bau-bauan
b. N II (optikus) : klien tidak memakai kaca mata
c. N III, IV, VI ( oculomotorius throchlearis abducens)
 Reaksi pupil isokor kiri dan kanan
 Gerakan bola mata simetris
 Refleks cahaya baik
 Gerakan bola mata 6 arah cardial
d. N V ( trigeminus) : refleks dagu baik
 Sensorik : Klien dapat merasakan sensasi usapan
pada wajah

39
 Motorik : Kontraksi otot masester dan temporal (+)
saat mengunyah
e. N VII (facialis) :
 Gerakan abnormal (-)
 Pengecapan lidah : normal
f. N VIII (akustikus) : terjadi penurunan kualitas
pendengaran
g. N IX dan X (glossopharingeus dan vagus)
 Terdapat gangguan menelan
h. N XI (assesorius) : klien dapat memalingkan kepala ke kiri
dan ke kanan
i. N XII (hypoglosus) : tidak ada gangguan
 Fungsi motorik
Kekuatan Otot : 5 5
5 5
 Fungsi sensorik

 Suhu : Klien dapat membedakan antara panas dan dingin


 Nyeri : Klien dapat merasakan sensasi nyeri
 Fungsi Cerebellum : Keseimbangan baik
 Refleks Fisiologis : Bisep (+), Trisep (+), patella (+)
 Refleks Patologis : Babinski (-)

H. Sistem Muskuloskeletal
Kepala / rambut / kulit kepala

 Inspeksi :

40
a. Bentuk kepala mesochepal
b. Rambut mulai mengalami kerontokan
 Palpasi :
a. Tidak teraba adanya massa
b. Teraba nyeri tekan pada kepala
Muka

 Inspeksi :
a. Muka nampak simetris kiri dan kanan
b. Bentuk muka oval
c. Ekspresi wajah nampak meringis
d. Klien nampak lesu
 Palpasi
a. Tidak teraba adanya massa
b. Tidak teraba nyeri tekan
Vertebra : Tidak ada kelainan pada tulang belakang

Kaki : Kaki kanan dan kiri dapat digerakkan

Tangan : Terpasang infus pada tangan kanan

I. Sistem Integumen
Rambut : Berwarna hitam, dan mengalami kerontokan

Kulit : Temperature 36,2 0C, warna sawo matang, kulit kering

Kuku : Warna merah muda, tidak mudah patah.

J. Sistem Endokrin
 Tidak terdapat pembesaran tyroid
 Riwayat air seni di kelilingi semut (+)

41
K. Sistem Perkemihan
 Tidak terdapat edema palpebra
 Tidak ada penyakit hubungan seksual
L. Sistem Reproduksi
 Tidak dikaji
M. Sistem Imun
1. Tidak ada riwayat alergi
2. Tidak ada penyakit yang berhubungan dengan perubahan cuaca
3. Tidak ada riwayat transfusi darah

42
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Hematologi
PARAMETER HASIL NILAI NORMAL

WBC 4,82 4.0-10.0


4.00-6.00
RBC 3,07
12.0-16.0
HGB 9,7 37.0-48.0
80-97
HCT 29,8
26.5-33.5
MCV 97,1 31.5-35.0
150-400
MCH 31,6
37.0-54.0
MCHC 32,6 10.0-15.0
10.0-18.0
PLT 297
6.5-11.0
RDW-SD 47,1 13.0-43.0
0.150-0.500
RDW-CV 13,3
52.0-75.0
PDW 9,7 20.0-40.0

MPV 9,5 2.0 – 8.0

P-LCR 20,0 1.0 – 3.0

PCT 0,28 0.00 – 0.10

NEUT 2,25

LYMPH 1,92

43
MONO 0,52

EOS 0,12

BASO 0,01

V. TERAPI SAAT INI


1. IVFD RL : D5% : NaCl 0,9% = 1 : 1 : 1 ; 28tpm
2. Ondansetron : 8 mg / 8 jam / IV
3. Difenhidramin 20 mg / 24 jam / IV
4. Ranitidin 100 mg / 8 jam / IV
5. Dexamethason 10 mg / 8 jam / IV

44
AKTIVITAS SEHARI-HARI

NO KONDISI SEBELUM SAKIT SETELAH SAKIT


1 Nutrisi
 Selera makan  Porsi makan  Porsi makan
dihabiskan tidak dihabiskan
 Menu makanan  nasi+sayur+ikan  Nasi+sayur+ika
n
 Makanan yang  semua jenis
disukai makanan  Tidak ada
 3 x sehari
 Frekuensi  Mandiri  Tidak Menentu
makan  berdoa  Dibantu
 Cara makan  baik  Berdoa
 Ritual sebelum  Kurang
2 makan
 Nafsu makan  Air putih
 8gelas/hari  Air putih,susu
Cairan (600cc/hari)  Tidak menentu
 Jenis minuman  Minum/oral
 Frekuensi  Minum/oral
3

 Cara
pemenuhan  Toilet
 1-2x sehari  Pispot
Eliminasi  Kenyal bebentuk  Meningkat dan
*BAB tidak teratur

45
 Tempat  Kuning kecoklatan  Kenyal
pembuangan berbentuk
 Frekuensi  Kuning
 Konsistensi kecoklatan
4  Warna  3-5xsehari
 Kekuning-
kuningan  Tidak dapat
 Bau khas terkontrol
*BAK  Toilet  Kekuning-
 Frekuensi kuningan
5  Warna  Bau Khas
 Bau  Menggunakan
 Tempat pempers
pembuangan  13.00-14.00
 19.00-05.00
Istirahat tidur  Menonton
* Jam tidur  Teratur
 Siang  Tidak ada  Tidak menentu
 Malam  8-9jam/hari  Tidak Menentu
6
* Kebiasaan sebelum  Tidak ada
tidur  Tidak teratur
* Pola tidur  Ada
* Kesulitan tidur 2x/hari  Tidak Menentu
* Efektif tidur Mandiri
Setiap mandi
Personal hygiene : 1xseminggu
Mandi Belum Pernah

46
* Frekuensi dibantu
* Cara Tidak Ada Belum Pernah
Cuci rambut Tidak Ada Belum Pernah
Gunting kuku Tidak Ada

Aktivitas/mobilitas Berbaring
fisik Tidak ada
 Kegiatan sehari- Tidak ada
hari
 Penggunaan alat
bantu
 Kesulitan gerakan
tubuh

47
KLASIFIKASI DATA
(CP.1A)

Nama Klien : Tn “R”

Tanggal Lahir : 29 April 1983

No. RM : 655305

Ruang Perawatan : Lontara 3 AD - THT

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


 Klien mengatakan nyeri kepala  Keadaan umum lemah
 Klien mengatakkan nyeri yang  Ekspresi wajah meringis
dirasakan seperti tertusuk-tusuk  Skala nyeri 5 (0-10)
 Klien mengatakan nyerinya hilang  Klien dibantu dalam
timbul dengan durasi 1-2 menit memenuhi kebuthan sehari-
 Klien mengatakan tidak dapat hari oleh anaknya
melakukan banyak gerakan  TTV :
 Klien mengatakan sebagian TD : 130/90 mmhg
aktivitasnya dibantu oleh anaknya N : 80 x/menit
 Klien mengatakan mengalami mual S : 36 0C
dan muntah P : 20 x / menit
 Klien mengatakan tidak dapat  Bibir klien nampak kering
menelan dengan baik  Klien nampak lemah
 Klien mengatakan tidak dapat  Klien muntah dan mual
beristirahat pada malam hari  Klien hanya berbaring di

48
ANALISA DATA
( CP 1B)
Nama Klien : Tn “N”

Tanggal Lahir : 05 Mei 1984

No. RM : 70 25 15

Ruang Perawatan : Lontara 3 AD - THT

N DATA ETIOLOGI MASALA


O H
1 DS : Pertumbuhan dan perkembangan Nyeri
 Klien sel kanker
mengatakan
nyeri pada
tulang belakang
 Klien Munculnya massa pada leher
mengatakan
nyerinya bersifat
hilang timbul
dengan durasi Penekanan pada daerah sekitar
 Klien
mengatkan
nyerinya seperti
tertusuk-tusuk Rangsangan pengeluaran mediator
DO : kimia
 Ekspresi wajah

49
meringis
 Skala nyeri 5 (0-
10) Nyeri dipersepsikan
 TTV :
TD : 110/70
mmhg
N : 80x/mnt
P : 20x/mnt
S : 36 0 C

2 DS : Indikasi kemoterapi Nutrisi:


 Klien kurang
mengatakan dari
tidak dapat Perangsangan elektrik zona kebutuhan
menelan pencetus kemoreseptor
 Klien
mengatakan
mual muntah Mual muntah
DO :
 Klien nampak
lemah Intake tidak adekuat
 Mukosa mulut
kering
 Klien muntah

3 DS : Ketidaknyamanan fisik dan Gangguan


 Klien lingkungan pola

50
mengatakan istirahat
tidak dapat tidur
beristirahat pada Tekanan psikologis
malam hari
DO :
 Klien nampak Penurunan/hilangnya REM
lemah

Meningkatkan keadaan terjaga

Gangguan kualitas tidur


4 DS : Indikasi kemoterapi Hambatan
 Klien mobiltas
mengatakan fisik
tidak dapat Efek samping obat
melakukan
banyak gerakan
DO : Ketidakmampuan/kelemahan
 Klien dibantu umum
memenuhi
kebutuhan
sehari-harinya Hambatan mobilitas fisik

DIAGNOSA KEPERAWATAN
(CP.2)

51
Nama Klien : Tn “R”

Tanggal Lahir : 29 April 1983

No. RM : 655305

Ruang Perawatan : Lontara 3 AD - THT

NO MASALAH/DIAGNOSA TANGGAL TANGGAL


DITEMUKAN TERATASI
1. Nyeri berhubungan dengan 07 Desember 2016
aktivasi mediator kimia
2. Nutrisi kurang dari 07 Desember 2016
kebutuhan berhubungan
dengan mual muntah,
anoreksia, kesulitan menelan
pengeluaberlebih.
3. Gangguan pola istirahat 07 Desember 2016
tidur berhubungan dengan
ketinyaknyamanan fisik,
faktor lingkungan
Hambatan mobilitas fisik
4. berhubungan dengan 07 Desember 2016
gangguan muskuloskeletal,
kelemahan umum.

52
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
(CP 4 & 5)
Nama Klien : Tn “R”

Tanggal Lahir 29 April 1983

No. RM : 655305

Ruang Perawatan : Lontara 3 AD - THT

NO HARI IMPLEMENTASI
EVALUASI
NDX TGL/JAM
1 Rabu 1. Mengkaji tingkat S:
07/12/2016 nyeri atau  Klien mengeluh nyeri
09.30 ketidaknyamanan kepala pada skala 5
klien pada skala 0  Klien nampak gelisah
sampai 10.
Hasil : klien O:
mengatakan nyeri  Klien nampak gelisah dan
pada skala 5, klien meringis
nampak gelisah
2. Mengajarkan A
penggunaan teknik  Masalah belum teratasi
relaksasi.
Hasil :klien dan P
keluarga mengerti  Lanjutkan intervensi 1,2,3

53
dan mencoba teknik
yang diajarkan
3. Membantu pasien
untuk lebih berfokus
pada aktivitas, bukan
pada nyeri dan rasa
tidak nyaman
dengan melakukan
pengalihan melalui
televisi, radio, tape,
dan interaksi dengan
pengunjung.
Hasil : keluarga
mengerti penjelasan
yang diberikan

54
2 09.45 1. Mengkaji masukan S:
dan keluaran cairan.  Klien mengatakan tidak ada
Hasil : nafsu makan
Klien hanya minum  Klien mengatakan selalu
3x sendok dan ingin muntah
klien tampak selalu
muntah O:
 Diet bubur saring/ TKTP
2. Mengobservasi TTV  Intake makanan kurang
Hasil :
TD : 130/80 mmhg A : Masalah belum teratasi
P : 24 x/mnt P : Lanjutkan intervensi 1,2,4,5
N : 88 x/mnt
S : 36,5 0C

3. Menjelaskan
pentingnya
kebutuhan cairan
Hasil :
Klien dan keluarga
mendengarkan
penjelas atau HE
yang diberikan oleh
perawat
4. Menganjurkan
penderita minum
sesering mungkin.

55
Hasil :
Klien dan keluarga
mendengar anjuran
yang di berikan

5. Mempertahankan
tetesan infus

Hasil :

IVFD 28 tetes/menit

3 10.00 1. Mengkaji pola S:


istirahat klien  Klien mengatakan tidak
Hasil : klien dapat tidur
mengatakan tidal  Klen mengatakan
dapat tidur memikirkan proses
2. Mengkaji tingkat penyakit yang dialaminya
stress klien O:
Hasil : klien  Klien nampak lemah dan
mengatakan kurang bersemangat
mengalami stress A:
ringan pasca  Masalah belum teratasi
kemoterapi P
3. Menganjurkan  Lanjutkan
keluarga intervensi1,2,3,4

56
memutarkan musik
yang tenang dan
lembut
Hasil : keluarga
mengerti apa yang
dianjurkan
4. Membantu klien
membuat jadwal
tidur dan ritual
secara teratur
Hasil : keluarga
menetapkan jam
tidur dan istirahat
klien
4 10.20 1. Mengkaji kebutuhan S:
mobilitas klien  Klien mengatakan tidak
Hasil : klien hanya dapat bergerak banyak
berbaring di tempat O
tidur dan dibantu  Klien hanya berbaring di
dalam memenuhi tempat tidur
kebutuhannya  Klien dibantu
2. Mengajarkan pasien memenuhikebutuhannya
dalam latihan ROM A
aktif dan pasif.  Masalah belum teratasi
Hasil : klien P
mengerti dan  Lanjutkan intervensi 1,2
mengikutiinstruksi dan 3

57
yang diberikan
3. Menganjurkan untuk
melakukan latihan
ringan secara
terjadwal
Hasil :klien mengerti
dan keluarga
membantu
menetapkan jadwal
1 Kamis 1. Mmengkaji tingkat S:
08/12/2016 nyeri atau  Klien mengeluh nyeri
08.10 ketidaknyamanan kepala pada skala 3
klien pada skala 0  Klien mengatakan sangat
sampai 10. gelisah
Hasil : klien
mengatakan nyeri O:
pada skala 5, klien  Klien nampak tidak
nampak gelisah tenang dan meringis
2. Mengevaluasi teknik
relaksasi yang A
diajarkan  Masalah belum teratasi
Hasil :klien sudah
melakukan aktivitas P
yang diajarkan  Lanjutkan intervensi 1,2,3
3. Membantu pasien
untuk lebih berfokus
pada aktivitas, bukan

58
pada nyeri dan rasa
tidak nyaman
Hasil : keluarga
mengerti penjelasan
yang diberikan

2 08.30 1. Mengkaji masukan S:


dan keluaran cairan.  Klien mengatakan sulit
Hasil : menelan
Klien hanya minum  Klien mengatakan selalu
3x sendok dan ingin muntah
klien tampak selalu
muntah O:
 Diet bubur saring/ TKTP
2. Mengobservasi TTV  Intake makanan kurang
Hasil :
TD : 130/80 mmhg A : Masalah belum teratasi
P : 16 x/mnt P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4
N : 60 x/mnt
S : 37 0C

3. Menganjurkan
penderita minum
sesering mungkin.
Hasil :
Klien dan keluarga
mendengar anjuran

59
yang di berikan

4. Mempertahankan
tetesan infus

Hasil :

IVFD 28 tetes/menit

3 08.45 1. Mengkaji pola S:


istirahat klien  Klien mengatakan tidak
Hasil : klien dapat tidur
mengatakan masih O:
tidak dapat tidur  Klien masih nampak
2. Mengkaji tingkat lemah dan kurang
stress klien bersemangat
Hasil : klien A:
mengatakan  Masalah belum teratasi
mengalami stress P
ringan pasca  Lanjutkan
kemoterapi intervensi1,2,3,4
3. Menganjurkan
keluarga tetap

60
memutarkan musik
yang tenang dan
lembut
Hasil : keluarga
mengerti apa yang
dianjurkan
4. Mengevaluasi jadwal
yang telahdibuat
Hasil : keluarga
mengatakan klien
belum tidur sesuai
jadwal
4 09.00 1. Mengkaji kebutuhan S:
mobilitas klien  Klien mengatakan masih
Hasil : klien masih tidak dapat bergerak
berbaring di tempat banyak
tidur dan dibantu
dalam memenuhi O
kebutuhannya  Klien hanya berbaring di
2. Mengajarkan pasien tempat tidur
dalam latihan ROM  Klien masih dibantu
aktif dan pasif. memenuhi kebutuhannya
Hasil : klien A
mengerti dan  Masalah belum teratasi
mengikutiinstruksi P
yang diberikan  Lanjutkan intervensi 1,2
3. Mengevaluasi dan 3

61
anjuran untuk
melakukan latihan
ringan secara
terjadwal
Hasil : keluarga
mengatakan klien
sudah mencoba
bergerak secara
perlahan
1 Jumat 1. Mengkaji tingkat S:
09/12/2016 nyeri atau  Klien mengeluh nyeri
09.00 ketidaknyamanan kepala pada skala 2
klien pada skala 0
sampai 10. O:
Hasil : klien  Klien nampak sedikit
mengatakan nyeri tenang
pada skala 5, klien
nampak gelisah A
2. Memberikan terapi  Masalah belum teratasi
farmakologis sesuai
instruksi P
Hasil : diinjeksi  Lanjutkan intervensi 1,2,3
ranitidine1 amp/IV
3. Mengevaluasi teknik
relaksasi yang
diajarkan
Hasil :klien sudah

62
melakukan aktivitas
yang diajarkan
4. Membantu pasien
untuk lebih berfokus
pada aktivitas, bukan
pada nyeri dan rasa
tidak nyaman
Hasil : keluarga
mengerti penjelasan
yang diberikan
2 10.00 1. Mengkaji masukan S:
dan keluaran cairan.  Klien mengatakan masih
Hasil : sulit menelan
Klien hanya minum  Klien mengatakan masih
3x sendok dan muntah
klien tampak selalu
muntah O:
 Intake makanan kurang
2. Mengobservasi TTV
Hasil : A : Masalah belum teratasi
TD : 130/80 mmhg P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4
P : 16 x/mnt
N : 60 x/mnt
S : 37 0
3. Menganjurkan
penderita minum
sesering mungkin.

63
Hasil :
Klien dan keluarga
mendengar anjuran
yang di berikan
4. Melakukan
kolaborasi
pemberian
ondasetron 4mg/IV
Hasil : telah
diinjeksi
ondansetron mg/IV
5. Mempertahankan
tetesan infus

Hasil :

IVFD: D5 : NaCl
1:1:1, 28 tetes/menit

3 11.00 1. Mengkaji pola S:


istirahat klien  Klien mengatakan tidak
Hasil : klien dapat tidur
mengatakan masih O:
tidak dapat tidur  Klien masih nampak
2. Mengkaji tingkat lemah dan kurang
stress klien bersemangat
Hasil : klien A:
mengatakan  Masalah belum teratasi
mengalami stress P

64
ringan pasca  Lanjutkan
kemoterapi intervensi1,2,3,4
3. Menganjurkan
keluarga tetap
memutarkan musik
yang tenang dan
lembut
Hasil : keluarga
mengerti apa yang
dianjurkan
4. Mengevaluasi jadwal
yang telahdibuat
Hasil : keluarga
mengatakan klien
belum tidur sesuai
jadwal
4 12.00 1. Mengkaji kebutuhan S:
mobilitas klien  Klien mengatakan masih
Hasil : klien masih tidak dapat bergerak
berbaring di tempat banyak
tidur dan dibantu
dalam memenuhi O
kebutuhannya  Klien hanya berbaring di
2. Mengajarkan pasien tempat tidur
dalam latihan ROM  Klien masih dibantu
aktif dan pasif. memenuhi kebutuhannya
Hasil : klien A

65
mengerti dan  Masalah belum teratasi
mengikutiinstruksi P
yang diberikan  Lanjutkan intervensi 1,2
3. Mengevaluasi dan 3
anjuran untuk
melakukan latihan
ringan secara
terjadwal
Hasil : keluarga
mengatakan klien
sudah mencoba
bergerak secara
perlahan

66
67

Anda mungkin juga menyukai