KONTEMPORER DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun Oleh :
Kelas A
2019
1
KATA PENGANTAR
Tim Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara yang berpenduduk mayoritas
muslim, walaupun tidak mempunyai ideologi Islam (bukan negara Islam,
seperti Arab Saudi, Pakistan dan Iran) sebagai asas kehidupan bernegara
namun sebagaimana dikatakan oleh Amien Rais bahwa Indonesia tak
pelak lagi dapat dikatakan sebagai negara Islam secara substansial (isi-
bentuk), yaitu cerminan ideologi yang banyak memberikan corak esensi
Islam di dalam tatanan politik sosial kenegaraan dalam perikehidupan
bangsanya.
Dilihat dari potret keberadaan bangsa Indonesia saat ini tidak bisa
dipisahkan dari kronologis perjalanan sejarahnya masa lampau. Apalagi
sebagaimana diketahui, keberhasilan perjuangan kemerdekaan bangsa
Indonesia tidak bisa lepas dari kegigihan dan keuletan ummat Islam
berjihad merebutnya dari tangan penjajah. Disinilah letak dinamika positif
dari peran besar ummat Islam dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Untuk itu secara keseluruhan sejarah ummat Islam Indonesia mesti
melacak gerakan mendasar atas lahirnya suatu peristiwa maha penting
dalam karya sejarah, terutama yang berkenaan dengan motivasi terdalam
yaitu perjuangan ummat Islam terhadap kemerosotan dalam berbagai
aspeknya, sehingga terasa menyentuhlah akar dalam menguak realitas
semestinya dari lahirnya suatu gerakan Islam. Lebih-lebih terkait dengan
arus modernisasi yang saat ini disaksikan, maka mencari titik penyajian
Islam Indonesia saat ini harus melacaknya jauh ke masa lampau, dengan
membongkar realitas fenomenologisnya sejak masuk ke Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Corak Pemikiran Islam di Indonesia?
2. Bagaimana Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia?
4
3. Apa Islam Fundamentalis itu?
4. Apa Islam Liberal itu?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Corak Pemikiran Islam di Indonesia.
2. Mengetahui Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia.
3. Mengetahui Islam Fundamentalis.
4. Mengetahui Islam Liberal.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1
Azyumadi Azra, Kontestasi Pemikiran Islam Indonesia Kontemporer. Jurnal for Islamic
Studies, Vol.23 No.1, 2016, hlm. 181-182.
6
norma dan nilai-nilai yang bersumber dari Islam, budaya lokal, dan
kehidupan public Internasional. Menurut Kersten, lingkungan Indonesia
ditandai dengan keragaman yang sangat bergairah (vibrant).
Tarik menarik, pergumulan dan kontestasi dalam pemikiran Islam
Indonesia pasti terus berlanjut di masa depan. Merupakan tradisi yang
sehat jika pergumulan tidak didasari prasangka dan permusuhan, tetapi
sebaliknya tetap dengan saling menghargai, meski tidak setuju dengan
corak pemikiran tertentu.2
7
Minangkabau beliau belajar agama di Aceh selama 10 tahun. Selain itu,
datang pula seorang ulama, yaitu Tuanku di Tanah Rao dari Mekah, yang
membawa ilmu Mantiq dan Maani, yang menurunkan ilmunya kepada
Tuanku nan Kacik dalam negeri Koto Gedang.
Pada tahun 1803, tiga orang Minang, satu orang dari Sumanik,
Tanah Datar, seorang dari Pandai Sikat, dan seorang dari Piobang, Lima
Puluh Koto pergi berhaji dan tinggal lima tahun di Mekah. Saat itu,
gerakan Wahabi sedang berkembang di Mekah. Kaum Wahabi melarang
orang merokok, makan sirih, berpakaian yang indah-indah, dan menyuruh
rajin melakukan sembahyang. Ketiga orang ini membawa semangat Islam
yang diilhami oleh gerakan Wahabi yang puritan.
Sementara itu, di Luhak Agam para Tuanku mengadakan kebulatan
tekad untuk menegakkan syara’ sekaligus memberantas kemaksiatan yang
mulai semarak dikerjakan oleh kaum adat. Para ulama tersebut adalah
Tuanku nan Renceh, Tuanku Bansa, Tuanku Galung, Tuanku Padang
Lawas, Tuanku Padang Luar, Lubuk Aur, Tuanku Kubu Ambelan, dan
Tuanku Kubu Sanang. Di samping delapan tokoh itu, pembaharu Islam di
Minangkabau adalah kaum Paderi, yaitu Muhammad Syahab yang
membangun benteng di Bonjol sehingga ia dikenal dengan Imam Bonjol.4
Meskipun cikal bakal gerakan politik di Indonesia disebutkan
diawali oleh berdirinya Serikat Dagang Islam (SDI), pada awalnya
organisasi ini bertujuan untuk menciptakan daya saing yang kuat di
kalangan usahawan pribumi dalam melawan dominasi Cina dalam industry
batik yang dibekingi Belanda. Organisasi yang didirikan oleh seorang
tokoh, yaitu Haji Samanhudi di Solo pada 16 Oktober 1905, gerakannya
diarahkan kepada beberapa tujuan, yaitu menghimpun kekuatan pedagang
batik guna melawan pedagang Cina yang memonopoli perdagangan
bumbu batik dan menghadapi superioritas Cina terhadap pedagang
Indonesia sebagai dampak revolusi Cina pada 1911.5
4
Soegijanto Padmo, Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia………, hlm. 153-154.
8
Atas usul Tjokroaminoto, agar keanggotaan SDI jangan dibatasi
hanya golongan pedagang, tetapi diperluas sehingga kata dagang saat
menyusun anggaran dasar dihapus diganti dengan nama Sarikat Islam.
Dengan demikian, pergerakan Serikat Islam, yang semula sekadar untuk
memajukan perdagangan, saling membantu terbinanya rohani dan jasmani,
memajukan masyarakat beragama Islam, pada tahun 1917 berkembang
menjadi pergerakan politik yang menggunakan Islam sebagai dasar
perjuangannya dan mencita-citakan kemerdekaan.6
Al Jamiat Al Khair yang lebih dikenal dengan Jamiat Kahir
didirikan pada tanggal 17 Juli 1905 sebagai organisasi Islam tanpa
diskriminasi asal-usul meskipun sebagian besar penggeraknya adalah Arab
Peranakan. Bidang usaha organisasi ini adalah pendidikan dan sosial.
Untuk menyukseskan usaha bidang pendidikan, mereka memanggil pakar
pendidikan, yaitu Syeh Ahmad Soorkati dari Sudan, Syekh Muhammad
Taib dari Maroko, dan Syekh Muhammad Abdul Hamid dari Mekah.
Al Irsyad didirikan oleh Syekh Ahmad Soorkati pada 1914 dengan
tujuan memajukan pendidikan agama Islam secara murni di kalangan
bangsa Arab Peranakan. Untuk itu ia mendirikan madrasah Al Irsyad,
terutama di daerah pesisir, seperti Surabaya, Pekalongan, Tegal, dan
Jakarta. Dalam bidang sosial dan dakwah Islam, dengan dasar Al Quran
dan As Sunnah secara murni.
Organisasi Persatuan Islam didirikan oleh KH Zamzam, ulama dari
Palembang pada tanggal 17 September 1923 di Bandung. Tujuan Persis
adalah mengembalikan kepemimpinan Islam pada Al Quran dan Hadits.7
1. Muhammadiyah
Sebab utama Muhammadiyah didirikan pada dasarnya tidak
terlepas dari pendiri utamanya yaitu K.H Ahmad Dahlan.
Pendalamannya terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah, telah
mengantarkannya untuk segera mendirikan Muhammadiyah. Atas
dasar pendalaman terhadap ajaran Islam yang murni, yang bersumber
dan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW,
6
Soegijanto Padmo, Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia………, hlm. 155.
7
Soegijanto Padmo, Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia………, hlm. 156.
9
beliau sampai pada pendirian bahwa umat Islam hanya bisa maju
dengan kedua dasar tersebut.
Selain sebab utama tersebut, terdapat sebab lain yang mendorong
K.H. Ahmad Dahlan dalam mendirikan dan menggerakkan
Muhammadiyah, yaitu:
a. Tidak tegaknya aqidah islamiyah umat Islam. Sikap dari sebagian
umat Islam yang semakin menjauhkan diri dari ajaran Al-Qur’an dan
Hadits. Hal ini ditandai dengan munculnyaketidakmurnian islam
akibat pengaruh tradisi-tradisi yang bukan Islam. Banyak sekali
bid’ah dan khurafat.
b. Timbulnya kebekuan dan kejumudan berpikir, sikap taqlid buta dan
sikap fatalistik (menyerah kepada takdir).
c. Keterbelakangan umat Islam dalam ilmu pengetahuan, sains modern
dan teknologi yang disebabkan oleh faham agama yang sempit.
d. Belum berhasilnya pendidikan yang menjamin kebahagian dunia dan
akhirat. Dengan kenyataan tersebut, K.H. Ahmad Dahlan berusaha
mengkombinasikan sekolah Muhammadiyah yang mengajarkan ilmu
umum dan keagamaan.
e. Tidak berkembangnya dakwah Islamiyah.
f. Pengaruh dan dorongan gerakan pembaharuan dalam dunia Islam.8
10
masyarakat utama ialah masyarakat yang dengan tulus ikhlas
mewujudkan kemaslahatan umat manusia yang adil dan makmur,
sehingga kebahagiaan dan kesejahteraan luas merata. Dengan demikian,
maksud dan tujuan organisasi Muhammadiyah hanyalah semata-mata
untuk melaksanakan kewajiban Allah yang diberikan kepada seluruh
umat Islam, agar mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang baik,
sejahtera, aman baik lahir maupun batin, di bawah lindungan dan
ampunan Allah SWT.
2. Nahdlatul Ulama
Gerakan pembaharuan yang muncul untuk menyeru kepada umat
Islam untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits (dihapuskan bid’ah
dan khurafat), menjadi konflik yang berkepanjangan terhadap
perselisihan umat terutama pada kaum tradisionalis, seputar khilafiyah;
ziarah kubur, tawasul, qunut, sholawatan dan lain sebagainya.
Menanggapi perselisihan antar umat Islam tersebut maka diadakanlah
muktamar Dunia Islam di Kairo pada tahun 1925, Konggres Al-Islam
di Surabaya pada tanggal 24-26 Desember 1924 dan Konggres Al-
Islam di Bandung pada bulan Februari 1926. Setelah Konggres Al-
Islam di Bandung, K.H. Abdul Wahab Hasbullah bersilaturahmi
dengan para ulama yang ssehaluan. Para ulama pesantren ini kemudian
membentuk panitia tersendiri untuk memperjuangkan misinya dalam
mempertahankan paham ahlussunnah wal jama’ah. Langkah ini
disambut baik oleh K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari dan para ulama
yang lain. Maka pada tanggal 31 Januari 1926 di rumah K.H. Wahab
Hasbullah di Kertopaten Surabaya, diputuskan untuk membentuk
organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (NU).
Dari pertemuan tersebut diputuskanlah tiga hal penting, yaitu:
9
Khoiriyah, Memahami Metodologi Studi Islam.........., hlm. 205-206.
11
a. Meresmikan berdirinya Komite Hijaz, guna membicarakan
perubahan-perubahan peribadatan yang akan dilaksanakan di
Mekkah.
b. Membentuk suatu Jam’iyyah untuk wadah persatuan para ulama
dalam tugas memimpin umat Islam menuju tercapainya cita-cita
“Izzul Islam wal Muslim”, kejayaan Islam dan kaum muslimin, yang
kemudian diberi nama jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
c. Membatasi masa kerja Komite Hijaz, yaitu sepulangnya delegasi
dari Mekkah, maka Komite Hijaz dibubarkan.
C. Islam Fundamentalis
1. Pengertian Fundamentalisme
Pengertian Islam Fundamentalisme adalah Islam yang dalam
pemahaman dan praktiknya bertumbu kepada hal-hal yang asasi.
Pengertian dasarnya adalah sikap dan pandangan yang berpegang
teguh pada hal-hal yang dasar dan pokok dalam islam dengan tidak
mempertentangkannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Fundamentalisme merupakan suatu sikap kembali ke masa lalu dan
menisbatkan diri kepada warisan lama.11
Fundamentalisme berarti paham yang cenderung untuk
memperjuangkan sesuatu secara radikal. Adapun fundamentalis berarti
penganut gerakan keagamaan yang bersifat kolot dan reaksioner yang
10
Khoiriyah, Memahami Metodologi Studi Islam........., hlm. 206-208.
11
Khoiriyah, Memahami Metodelogi Studi Islam…..,…, hlm. 224-225.
12
selalu merasa perlu kembali ke ajaran agama yang asli, seperti yang
tersurat dalam kitab suci.12
2. Ciri-Ciri Fundamentalisme
Ciri-ciri yang melekat pada fundamentalisme antara lain, yaitu :13
a. Ekstrimisme
b. Fanatisme atau bahkan teorisme dalam mewujudkan dan
mempertahankan keyakinan keagamaan
c. Tidak rasional
d. Tidak moderat
e. Cenderung melakukan kekerasan jika perlu
f. Sikap dan pandangan yang radikal
g. Militan
h. Berpikir sempit
i. Semangat berlebihan atau ingin mencapai tujuan dengan memakai
cara kekerasan.
3. Karakteristik fundamentalisme
Karakteristik fundamentalisme dapat dihubungkan dengan corak
pemahaman dan interpretasi kelompok terhadap doktrin yang
cenderung bersifat rigid dan literalis.
Kecenderungan penafsiran ini dalam pandangan Yusril Ihza
Mahendra dapat dikaitkan dengan:
a. Corak pengaturan doktrin;
b. Kedudukan tradisi awal Islam;
c. Ijma’;
d. Kemajemukan masyarakat.
12
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2014), hlm.
246.
13
Khoiriyah, Memahami Metodelogi Studi Islam…..,…, hlm. 226.
13
termasuk doktrin penting yang dipedomani oleh kaum fundamentalis.
Kelompok ini lebih menekankan ketaatan dan kesediaan untuk
menundukkan diri pada kehendak Tuhan, dan bukan perbincangan
intelektual. Oleh karena itu, bagi mereka lebih penting adalah iman
dan bukan diskusi.
14
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2014), hlm.
246.
14
Sementara itu, dengan memodifikasi konsep Martin E. Marty,
Azyumardi Azra memilah prinsip dasar fundamentalisme Islam dalam
empat ragam, yaitu sebagai berikut:
D. Islam Liberal
1. Pengertian Islam Liberal
15
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam………, hlm. 247.
16
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam………, hlm. 248.
15
Liberalisme mempunyai akar kata liberal berasal dari bahasa
Inggris, liberal yang berarti bebas, liberal, tidak berpolitik. Selanjutnya
kalangan para penulis banyak yang menggunakan Islam Liberal
dengan beberapa pengertian yang amat beragam.17
Pengertian mengenai Islam liberal sebagai arus baru gerakan Islam
di Indonesia mengacu pada penelitian yang dirumuskan oleh Nurkhalik
Ridwan mengenai Islam liberal progresif. Menurut Ridwan, Islam
liberal dapat dirumuskan dengan beberapa hal:
a. Kelompok pembaru muslim yang memisahkan masalah public
sebagai hal yang perlu dimusyawarahkan dengan komunitas
bangsa, sedangkan masalah praktik ritual diserahkan pada masing-
masing pihak.
b. Islam liberal progresif yang berporos pada pandangan bahwa
syariat masih perlu ditafsir ulang, perlu dibedakan Islam sebagai
din yang universal dalam cita-cita etik dan moralnya.
c. Konteks politik, yaitu naiknya neorevivalisme dan
fundamentalisme dalam kontestansi pemikiran dan politik yang
berhasil melepaskan diri dari jerat marginalisme dan melibatkan
diri ke dalam pusaran pergulatan poltik demokrasi.
d. Konteks kultural, yaitu derasnya arus pemikiran melalui berbagai
media.
17
Khoiriyah, Memahami Metodologi Studi Islam.........., hlm. 228-229.
16
Indonesia pada tahun 1980-an, yaitu oleh tokoh utama dan sumber
rujukan “utama” komunitas atau jaringan Islam liberal, Nurcholish
Madjid, meskipun Nurcholish menyatakan tidak pernah menggunakan
istilah Islam liberal untuk mengembangkan gagasan pemikiran
Islamnya.
Oleh karena itu, Islam liberal sebenarnya tidak berbeda dengan
gagasan-gagasan Islam yang dikembangkan oleh Nurcholish Madjid
dan kelompoknya, yaitu kelompok Islam yang tidak setuju dengan
pemberlakuan syariat Islam (secara normal oleh negara). Kelompok
yang giat perjuangan sekularisasi, emansipasi wanita, menyamarkan
agama Islam dengan agama lain (pluralisme teologis),
memperjuangkan demokrasi Barat dan sejenisnya.18
3. Agenda-agenda Islam Liberal
Luthfi menjelaskan agenda-agenda Islam liberal. Ia melihat empat
agenda utama yang menjadi payung bagi persoalan yang dibahas oleh
para pembaharu dan intelektual Islam selama ini, yaitu agenda politik,
agenda toleransi agama, agenda emansipasi wanita, dan agenda
kebebasan berekspresi.
Kaum muslim dituntut melihat keempat agenda ini dari perspektif
mereka sendiri, bukan dari perspektif masa silam yang lebih banyak
memunculkan kontradiksi daripada penyelesaian yang lebih baik.
Islam liberal juga “mendewakan modernitas”. Jika terjadi konflik
antara ajaran Islam dan pencapaian modernitas, yang harus dilakukan
menurut mereka bukan menolak modernitas, melainkan menafsirkan
kembali ajaran tersebut. Di sinilah inti dari sikap dan doktrin “Islam
liberal” menurut Luthfi.19
18
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam………, hlm. 263-264.
19
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam………, hlm. 264.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Itulah seklumit atau sebagian dari gambaran wacana Islam
kontemporer dalam peta sejarah Islamisasi di Indonesia. Hingga saat ini
isu-isu tersebut masih terus berkembang dan akan selalu mewarnai proses
islamisasi bagi masyarakat Indonesia. karena islamisasi bukanlah semata-
mata persoalan konversi, atau perjuangan bagaimana menambah anggota
atau jumlah komunitas penganut Islam, tetapi sejauh mana intelektual
Islam kontemporer mampu merepresentasikan pemikiran-pemikirannya
sebagai sebuah tawaran alternatif dalam rangka meningkatkan kualitas
reliligiusitas dan spiritualitas masyarakat Islam dalam komunitas
peradaban yang sudah meng-global dan tanpa batas ini.Pemaparan diatas
kiranya dapat berujung pada suatu kesimpulan, bahwa Islam sebagai
agama menjadi dasar keyakinan dan tindakan para pemeluknya.Namun
akibat kemajemukan pemahaman serta lingkungan sosial, budaya, dan
politik masyarakat pemeluknya itu, maka Islam pun tampil dalam sistem
religiusitas agama ini berhadapan dengan realitas pembangunan bangsa.
Pola pemikiran keislaman yang diikuti gerakan-gerakan umat
menunjukkan relevansinya dengan gerak langkah pembangunan bangsa.
B. Saran
Gerakan-gerakan keagamaan, baik yang tradisional, modern, neo-
moderis, fundamentalis, militan, maupun ekstrem, semuanya merupakan
isyarat tentang sikap dan respon umat Islam terhadap kepentingan-
kepentingan bangsa. Siapa pun akan memandang sulit memang, apabila
religiusitas itu dalam kenyataannya beranekaragam dan dalam lingkungan
yang plural pula dapat dicarikan pemecahan bagi kesamaan gerakan umat.
Barangkali yang jauh lebih penting adalah mengupayakan pembinaan
kesadaran bersama, bahwa Islam di tengah-tengah kehidupan bangsa ini
18
laksana satu panji beragam arti, dan keragaman makna sebaliknya diyakini
sebagai anugrah Ilahy untuk dinikmati kita bersama. Wallahu ‘Alam.
19
DAFTAR PUSTAKA
20