Anda di halaman 1dari 20

DINAMIKA PEMIKIRAN ISLAM DAN GERAKAN ISLAM

KONTEMPORER DI INDONESIA

MAKALAH

Disusun guna menyelesaikan tugas matakuliah Metodologi Studi Islam

Dosen : Miftahul Huda, M.Si

Disusun Oleh :

1. Sigiet Asabatul Fuad (2617089)


2. Ahmad Alfisyah (2617090)
3. Nur Imamah (2617092)

Kelas A

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN

2019

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang


masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Dinamika Pemikiran dan Gerakan Islam Kontemporer”
dengan tepat waktu. Tidak lupa sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspiratory terbesar dalam segala
keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada bapak
Miftahul Huda selaku dosen pengampu mata kuliah Metodologi Studi Islam yang
telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua
yang selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta anggota kelompok yang
selalu kompak dan konsisten dalam penyelesaian tugas ini.

Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap


makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim
penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading
yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati,
saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca
guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu
mendatang.

Pekalongan, 20 November 2019

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2


DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................ 6
A. Corak Pemikiran Islam di Indonesia ....................................................................... 6
B. Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia .............................................................. 7
C. Islam Fundamentalis ............................................................................................. 12
D. Islam Liberal ......................................................................................................... 15
BAB III............................................................................................................................. 18
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 18
B. Saran ..................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 20

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara yang berpenduduk mayoritas
muslim, walaupun tidak mempunyai ideologi Islam (bukan negara Islam,
seperti Arab Saudi, Pakistan dan Iran) sebagai asas kehidupan bernegara
namun sebagaimana dikatakan oleh Amien Rais bahwa Indonesia tak
pelak lagi dapat dikatakan sebagai negara Islam secara substansial (isi-
bentuk), yaitu cerminan ideologi yang banyak memberikan corak esensi
Islam di dalam tatanan politik sosial kenegaraan dalam perikehidupan
bangsanya.
Dilihat dari potret keberadaan bangsa Indonesia saat ini tidak bisa
dipisahkan dari kronologis perjalanan sejarahnya masa lampau. Apalagi
sebagaimana diketahui, keberhasilan perjuangan kemerdekaan bangsa
Indonesia tidak bisa lepas dari kegigihan dan keuletan ummat Islam
berjihad merebutnya dari tangan penjajah. Disinilah letak dinamika positif
dari peran besar ummat Islam dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Untuk itu secara keseluruhan sejarah ummat Islam Indonesia mesti
melacak gerakan mendasar atas lahirnya suatu peristiwa maha penting
dalam karya sejarah, terutama yang berkenaan dengan motivasi terdalam
yaitu perjuangan ummat Islam terhadap kemerosotan dalam berbagai
aspeknya, sehingga terasa menyentuhlah akar dalam menguak realitas
semestinya dari lahirnya suatu gerakan Islam. Lebih-lebih terkait dengan
arus modernisasi yang saat ini disaksikan, maka mencari titik penyajian
Islam Indonesia saat ini harus melacaknya jauh ke masa lampau, dengan
membongkar realitas fenomenologisnya sejak masuk ke Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Corak Pemikiran Islam di Indonesia?
2. Bagaimana Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia?

4
3. Apa Islam Fundamentalis itu?
4. Apa Islam Liberal itu?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Corak Pemikiran Islam di Indonesia.
2. Mengetahui Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia.
3. Mengetahui Islam Fundamentalis.
4. Mengetahui Islam Liberal.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Corak Pemikiran Islam di Indonesia


Pemikiran Islam Indonesia kontemporer, sedikit banyak memiliki
kontinuitas dengan intelektualisme masa sebelumnya. Pemikiran Islam
Indonesia yang pernah disebut sebagai “tradisional” sering juga disebut
sebagai “tradisionalisme Islam” dalam batas tertentu kian memudar. Pada
saat yang sama, corak pemikiran ini juga mengadopsi aspek
intelektualisme yang lazim dinisbahkan kepada pemikiran modernisme.
Pada sisi lain, pemikiran Islam yang disebut sebagai “modernisme Islam”
juga mengalami perubahan. Perubahan itu banyak terkait dengan
kegagalan proyek modernisme di lingkungan masyarakat Muslim tertentu
dan juga dengan kebangkitan agama (religious revival) di berbagai
lingkungan komunitas di dalam dan luar negeri.
Kontektualisasi dan indigenisasi Islam seperti pernah dianjurkan
para pemikir sebelumnya semacam Munawir Sadjali, Cak Nur, atau Gus
Dur, terus menjadi paradigm pemikiran Islam Indonesia kontemporer.
Tetapi pada saat yang sama, konteks transregional dan Internasional dari
dunia Muslim sendiri dan dunia Internasional lebih luas terus pula kian
meningkat memasuki ranah pemikiran Islam Indonesia.
Seperti disarankan Kersten, pemikiran Islam Indonesia
kontemporer dapat disebut sebagai berada pada tahap post-modernism.
Kontestasi pemikiran Islam kontemporer menurut dia, jika dikategorikan
terutama menyangkut pemahaman berbeda tentang sekularisme,
pluralisme, liberalisme, dan demokrasi. Perdebatan mengenai subjek-
subjek ini, selain terjadi di antara intelektual dan lembaga Muslim juga
melibatkan kalangan non-Muslim.1
Kersten mengikuti kerangka Bowen, Ia melihat “Indonesia sebagai
situs yang secara khas ditandai pergumulan untuk menyatukan norma-

1
Azyumadi Azra, Kontestasi Pemikiran Islam Indonesia Kontemporer. Jurnal for Islamic
Studies, Vol.23 No.1, 2016, hlm. 181-182.

6
norma dan nilai-nilai yang bersumber dari Islam, budaya lokal, dan
kehidupan public Internasional. Menurut Kersten, lingkungan Indonesia
ditandai dengan keragaman yang sangat bergairah (vibrant).
Tarik menarik, pergumulan dan kontestasi dalam pemikiran Islam
Indonesia pasti terus berlanjut di masa depan. Merupakan tradisi yang
sehat jika pergumulan tidak didasari prasangka dan permusuhan, tetapi
sebaliknya tetap dengan saling menghargai, meski tidak setuju dengan
corak pemikiran tertentu.2

B. Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia


Abad ke-20 dinilai sebagai awal terjadinya gerakan untuk
menegakkan Islam demi kemuliaan agama Islam sebagai idealita dan
kejayaan umat sebagai realita dapat diwujudkan secara konkret dengan
menggunakan organisasi sebagai alat perjuangannya. Kesadaran baru yang
muncul saat itu adalah keyakinan bahwa cita-cita yang besar dan berat itu
hanya dapat direalisasikan dengan organisasi yang efisien dan efektif.
Gerakan yang muncul mulai dari upaya perseorangan dengan
membuka surau atau madrasah, penerbitan majalah, serta pembentukan
organisasi sosial, ekonomi, keagamaan, dan bahkan kemudian bergeser ke
organisasi politik. Dalam bagian ini, akan dikemukakan organisasi yang
muncul di Sumatera Barat yang dipelopori oleh perseorangan atau ulama
yang kemudian berhasil membuat jaringan dalam memerangi kemaksiatan
dan kemungkaran. Gerakan itu semula bertujuan melawan dominasi Cina
dalam perdagangan batik, serta gerakan yang bergiat dalam masalah sosial
kemasyarakatan seperti Al Irsyad, Persatuan Islam, serta Muhammadiyah.3
Syekh Burhanuddin adalah ulama terkenal yang dipercaya sebagai
pendiri surau atau madrasah di Ulakan, tempat beliau menetap. Surau ini
dipercaya sebagai surau yang pertama kali didirikan di Minangkabau.
Meskipun data tentang sistem pendidikan yang dilakukan oleh Syekh
Burhanuddin tidak diketahui, dikisahkan bahwa sebelum datang ke
2
Azyumadi Azra, Kontestasi Pemikiran Islam Indonesia Kontemporer........., hlm. 183.
3
Soegijanto Padmo, Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia dari Masa ke Masa: Sebuah
Pengantar. Humaniora, Vol.19 No.2, Juni 2007, hlm. 153-154.

7
Minangkabau beliau belajar agama di Aceh selama 10 tahun. Selain itu,
datang pula seorang ulama, yaitu Tuanku di Tanah Rao dari Mekah, yang
membawa ilmu Mantiq dan Maani, yang menurunkan ilmunya kepada
Tuanku nan Kacik dalam negeri Koto Gedang.
Pada tahun 1803, tiga orang Minang, satu orang dari Sumanik,
Tanah Datar, seorang dari Pandai Sikat, dan seorang dari Piobang, Lima
Puluh Koto pergi berhaji dan tinggal lima tahun di Mekah. Saat itu,
gerakan Wahabi sedang berkembang di Mekah. Kaum Wahabi melarang
orang merokok, makan sirih, berpakaian yang indah-indah, dan menyuruh
rajin melakukan sembahyang. Ketiga orang ini membawa semangat Islam
yang diilhami oleh gerakan Wahabi yang puritan.
Sementara itu, di Luhak Agam para Tuanku mengadakan kebulatan
tekad untuk menegakkan syara’ sekaligus memberantas kemaksiatan yang
mulai semarak dikerjakan oleh kaum adat. Para ulama tersebut adalah
Tuanku nan Renceh, Tuanku Bansa, Tuanku Galung, Tuanku Padang
Lawas, Tuanku Padang Luar, Lubuk Aur, Tuanku Kubu Ambelan, dan
Tuanku Kubu Sanang. Di samping delapan tokoh itu, pembaharu Islam di
Minangkabau adalah kaum Paderi, yaitu Muhammad Syahab yang
membangun benteng di Bonjol sehingga ia dikenal dengan Imam Bonjol.4
Meskipun cikal bakal gerakan politik di Indonesia disebutkan
diawali oleh berdirinya Serikat Dagang Islam (SDI), pada awalnya
organisasi ini bertujuan untuk menciptakan daya saing yang kuat di
kalangan usahawan pribumi dalam melawan dominasi Cina dalam industry
batik yang dibekingi Belanda. Organisasi yang didirikan oleh seorang
tokoh, yaitu Haji Samanhudi di Solo pada 16 Oktober 1905, gerakannya
diarahkan kepada beberapa tujuan, yaitu menghimpun kekuatan pedagang
batik guna melawan pedagang Cina yang memonopoli perdagangan
bumbu batik dan menghadapi superioritas Cina terhadap pedagang
Indonesia sebagai dampak revolusi Cina pada 1911.5

4
Soegijanto Padmo, Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia………, hlm. 153-154.

8
Atas usul Tjokroaminoto, agar keanggotaan SDI jangan dibatasi
hanya golongan pedagang, tetapi diperluas sehingga kata dagang saat
menyusun anggaran dasar dihapus diganti dengan nama Sarikat Islam.
Dengan demikian, pergerakan Serikat Islam, yang semula sekadar untuk
memajukan perdagangan, saling membantu terbinanya rohani dan jasmani,
memajukan masyarakat beragama Islam, pada tahun 1917 berkembang
menjadi pergerakan politik yang menggunakan Islam sebagai dasar
perjuangannya dan mencita-citakan kemerdekaan.6
Al Jamiat Al Khair yang lebih dikenal dengan Jamiat Kahir
didirikan pada tanggal 17 Juli 1905 sebagai organisasi Islam tanpa
diskriminasi asal-usul meskipun sebagian besar penggeraknya adalah Arab
Peranakan. Bidang usaha organisasi ini adalah pendidikan dan sosial.
Untuk menyukseskan usaha bidang pendidikan, mereka memanggil pakar
pendidikan, yaitu Syeh Ahmad Soorkati dari Sudan, Syekh Muhammad
Taib dari Maroko, dan Syekh Muhammad Abdul Hamid dari Mekah.
Al Irsyad didirikan oleh Syekh Ahmad Soorkati pada 1914 dengan
tujuan memajukan pendidikan agama Islam secara murni di kalangan
bangsa Arab Peranakan. Untuk itu ia mendirikan madrasah Al Irsyad,
terutama di daerah pesisir, seperti Surabaya, Pekalongan, Tegal, dan
Jakarta. Dalam bidang sosial dan dakwah Islam, dengan dasar Al Quran
dan As Sunnah secara murni.
Organisasi Persatuan Islam didirikan oleh KH Zamzam, ulama dari
Palembang pada tanggal 17 September 1923 di Bandung. Tujuan Persis
adalah mengembalikan kepemimpinan Islam pada Al Quran dan Hadits.7
1. Muhammadiyah
Sebab utama Muhammadiyah didirikan pada dasarnya tidak
terlepas dari pendiri utamanya yaitu K.H Ahmad Dahlan.
Pendalamannya terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah, telah
mengantarkannya untuk segera mendirikan Muhammadiyah. Atas
dasar pendalaman terhadap ajaran Islam yang murni, yang bersumber
dan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW,
6
Soegijanto Padmo, Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia………, hlm. 155.
7
Soegijanto Padmo, Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia………, hlm. 156.

9
beliau sampai pada pendirian bahwa umat Islam hanya bisa maju
dengan kedua dasar tersebut.
Selain sebab utama tersebut, terdapat sebab lain yang mendorong
K.H. Ahmad Dahlan dalam mendirikan dan menggerakkan
Muhammadiyah, yaitu:
a. Tidak tegaknya aqidah islamiyah umat Islam. Sikap dari sebagian
umat Islam yang semakin menjauhkan diri dari ajaran Al-Qur’an dan
Hadits. Hal ini ditandai dengan munculnyaketidakmurnian islam
akibat pengaruh tradisi-tradisi yang bukan Islam. Banyak sekali
bid’ah dan khurafat.
b. Timbulnya kebekuan dan kejumudan berpikir, sikap taqlid buta dan
sikap fatalistik (menyerah kepada takdir).
c. Keterbelakangan umat Islam dalam ilmu pengetahuan, sains modern
dan teknologi yang disebabkan oleh faham agama yang sempit.
d. Belum berhasilnya pendidikan yang menjamin kebahagian dunia dan
akhirat. Dengan kenyataan tersebut, K.H. Ahmad Dahlan berusaha
mengkombinasikan sekolah Muhammadiyah yang mengajarkan ilmu
umum dan keagamaan.
e. Tidak berkembangnya dakwah Islamiyah.
f. Pengaruh dan dorongan gerakan pembaharuan dalam dunia Islam.8

Seperti organisasi lain pada umumnya, Muhammadiyah didirikan


dengan membawa visi dan tujuan tertentu. Adapun tujuan organisasi
Muhammadiyah adalah: Menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil, dan makmur yang
diridlai Allah Subhanahu wa ta’ala. Maksud dari menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam adalah berusaha mensucikan dan
memurnikan pemahaman agama Islam, sesuai dengan Sunah Rasul,
serta berusaha agar orang-orang Islam mengerti ajaran Islam dan
melaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dan lebih dari semua itu, bagi
Muhammadiyah ajaran Islam diletakkan di atas segala-galanya. Adapun
8
Khoiriyah, Memahami Metodologi Studi Islam (Suatu Konsep tentang Seluk Beluk
Pemahaman Ajaran Islam, Studi Islam dan Isu-isu Kontemporer dalam Studi Islam (Yogyakarta:
Teras, 2013), hlm. 204-205.

10
masyarakat utama ialah masyarakat yang dengan tulus ikhlas
mewujudkan kemaslahatan umat manusia yang adil dan makmur,
sehingga kebahagiaan dan kesejahteraan luas merata. Dengan demikian,
maksud dan tujuan organisasi Muhammadiyah hanyalah semata-mata
untuk melaksanakan kewajiban Allah yang diberikan kepada seluruh
umat Islam, agar mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang baik,
sejahtera, aman baik lahir maupun batin, di bawah lindungan dan
ampunan Allah SWT.

Organisasi Muhammadiyah sampai sekarang masih tetap eksis ditandai


dengan berkembangnya Muhammadiyah yang merambah ke banyak
bidang dan aspek kehidupan.9

2. Nahdlatul Ulama
Gerakan pembaharuan yang muncul untuk menyeru kepada umat
Islam untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits (dihapuskan bid’ah
dan khurafat), menjadi konflik yang berkepanjangan terhadap
perselisihan umat terutama pada kaum tradisionalis, seputar khilafiyah;
ziarah kubur, tawasul, qunut, sholawatan dan lain sebagainya.
Menanggapi perselisihan antar umat Islam tersebut maka diadakanlah
muktamar Dunia Islam di Kairo pada tahun 1925, Konggres Al-Islam
di Surabaya pada tanggal 24-26 Desember 1924 dan Konggres Al-
Islam di Bandung pada bulan Februari 1926. Setelah Konggres Al-
Islam di Bandung, K.H. Abdul Wahab Hasbullah bersilaturahmi
dengan para ulama yang ssehaluan. Para ulama pesantren ini kemudian
membentuk panitia tersendiri untuk memperjuangkan misinya dalam
mempertahankan paham ahlussunnah wal jama’ah. Langkah ini
disambut baik oleh K.H. Muhammad Hasyim Asy’ari dan para ulama
yang lain. Maka pada tanggal 31 Januari 1926 di rumah K.H. Wahab
Hasbullah di Kertopaten Surabaya, diputuskan untuk membentuk
organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (NU).
Dari pertemuan tersebut diputuskanlah tiga hal penting, yaitu:

9
Khoiriyah, Memahami Metodologi Studi Islam.........., hlm. 205-206.

11
a. Meresmikan berdirinya Komite Hijaz, guna membicarakan
perubahan-perubahan peribadatan yang akan dilaksanakan di
Mekkah.
b. Membentuk suatu Jam’iyyah untuk wadah persatuan para ulama
dalam tugas memimpin umat Islam menuju tercapainya cita-cita
“Izzul Islam wal Muslim”, kejayaan Islam dan kaum muslimin, yang
kemudian diberi nama jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
c. Membatasi masa kerja Komite Hijaz, yaitu sepulangnya delegasi
dari Mekkah, maka Komite Hijaz dibubarkan.

Dalam perjuangannya demi kepentingan umat, NU selain mengatasi


masalah keagamaan juga masuk ke dalam berbagai segi kehidupan,
antara lain melalui politik kebangsaan, pemberdayaan ekonomi, dan
peningkatan sumber daya manusia. Dengan kerja keras dan dukungan
dari warga NU, maka organisasi Nahdlatul Ulama sampai sekarang
masih tetap eksis dan bahkan menyebar keseluruh pelosok nusantara.10

C. Islam Fundamentalis
1. Pengertian Fundamentalisme
Pengertian Islam Fundamentalisme adalah Islam yang dalam
pemahaman dan praktiknya bertumbu kepada hal-hal yang asasi.
Pengertian dasarnya adalah sikap dan pandangan yang berpegang
teguh pada hal-hal yang dasar dan pokok dalam islam dengan tidak
mempertentangkannya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Fundamentalisme merupakan suatu sikap kembali ke masa lalu dan
menisbatkan diri kepada warisan lama.11
Fundamentalisme berarti paham yang cenderung untuk
memperjuangkan sesuatu secara radikal. Adapun fundamentalis berarti
penganut gerakan keagamaan yang bersifat kolot dan reaksioner yang

10
Khoiriyah, Memahami Metodologi Studi Islam........., hlm. 206-208.
11
Khoiriyah, Memahami Metodelogi Studi Islam…..,…, hlm. 224-225.

12
selalu merasa perlu kembali ke ajaran agama yang asli, seperti yang
tersurat dalam kitab suci.12
2. Ciri-Ciri Fundamentalisme
Ciri-ciri yang melekat pada fundamentalisme antara lain, yaitu :13
a. Ekstrimisme
b. Fanatisme atau bahkan teorisme dalam mewujudkan dan
mempertahankan keyakinan keagamaan
c. Tidak rasional
d. Tidak moderat
e. Cenderung melakukan kekerasan jika perlu
f. Sikap dan pandangan yang radikal
g. Militan
h. Berpikir sempit
i. Semangat berlebihan atau ingin mencapai tujuan dengan memakai
cara kekerasan.
3. Karakteristik fundamentalisme
Karakteristik fundamentalisme dapat dihubungkan dengan corak
pemahaman dan interpretasi kelompok terhadap doktrin yang
cenderung bersifat rigid dan literalis.
Kecenderungan penafsiran ini dalam pandangan Yusril Ihza
Mahendra dapat dikaitkan dengan:
a. Corak pengaturan doktrin;
b. Kedudukan tradisi awal Islam;
c. Ijma’;
d. Kemajemukan masyarakat.

Bagi kaum fundamentalis, doktrin sebagaimana terdapat dalam Al-


Qur’an dan Sunnah bersifat universal dan mencakup segala aspek
kehidupan. Ketaatan mutlak kepada Tuhan, dan keyakinan bahwa
Tuhan mewahyukan kehendak-Nya secara universal kepada manusia

12
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2014), hlm.
246.

13
Khoiriyah, Memahami Metodelogi Studi Islam…..,…, hlm. 226.

13
termasuk doktrin penting yang dipedomani oleh kaum fundamentalis.
Kelompok ini lebih menekankan ketaatan dan kesediaan untuk
menundukkan diri pada kehendak Tuhan, dan bukan perbincangan
intelektual. Oleh karena itu, bagi mereka lebih penting adalah iman
dan bukan diskusi.

Dalam pandangan mereka, imanlah yang membuat orang mengerti,


dan bukan mengerti yang membuat orang menjadi beriman.
Rasionalitas menurut kaum fundamentalis pada umumnya cenderung
menjadi alat untuk melegitimasi kehendak hawa nafsu dalam
“mempermudah-mudahkan” agama.14

Dalam melihat tradisi awal yang dicontohkan oleh Nabi


Muhammad SAW. dan para sahabatnya, kaum fundamentalis memiliki
kecenderungan romantisisme dan melakukan idealisasi terhadap zaman
tersebut.kelompok ini secara rigid ingin menegakkan kembali struktur
pemerintah khilafah seperti pada masa sahabat. Struktur ini dianggap
sebagai sesuatu yang berlaku untuk semua zaman.

Dalam pandangan mereka, struktur ini adalah ijma’ para sahabat


yang tidak dapat dimansukhkan (dihapuskan) oleh generasi-generasi
kaum muslim pada masa mendatang. Berkaitan dengan pandangannya
terhadap kemajemukan (pluralisme) masyarakat, kaum fundamentalis
pada umumnya cenderung bersikap negatif dan pesimis.

Tokoh-tokoh fundamentalis, seperti Al-Maududi dan Sayyid Qutb


dengan tegas hanya membedakan dunia jenis masyarakat di dua ini
sebagai susunan masyarakat Islami (an-nizham al-Islamiy) dan
susunan masyarakat Jahiliah (nizham al-jahiliy). Susunan masyarakat
Islam dipandang sebagai masyarakat yang benar-benar melaksanakan
doktrin Islam secara kaffah (total) dank arena itu ia bersifat ilahiyyah
(ketuhanan). Adapun masyarakat yang tidak bercorak demikian
tergolong Jahiliah dank arena itu bersifat thagut (berhala).

14
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2014), hlm.
246.

14
Sementara itu, dengan memodifikasi konsep Martin E. Marty,
Azyumardi Azra memilah prinsip dasar fundamentalisme Islam dalam
empat ragam, yaitu sebagai berikut:

a. Oposisionalisme: setiap pemikiran dan arus perubahan yang


mengancam kemapanan ajaran agama harus senantiasa dilawan.
Acuan untuk menilai tingkat ancaman itu adalah kitab suci Al-
Qur’an dan Sunnah.
b. Penolakan terhadap hermeneutika: pada titik ini, teks suci serta
merta menjadi ruang yang kedap kritik. Kaum fundamentalis
menolak sikap kritis terhadap teks suci dan interpretasinya. Teks
harus dipahami secara literal-tekstual, nalar tidak dibenarkan
melakukan “kompromi” dan menginterpretasikan ayat-ayat
tersebut.
c. Penolakan terhadap pluralisme dan relativisme: bagi kaum
fundamentalis, pluralisme merupakan hasil pemahaman yang keliru
terhadap teks kitab suci. Pemahaman ini muncul tidak hanya dari
intervensi nalar terhadap teks, tetapi juga karena perkembangan
masyarakat yang lepas dari kendali agama.
d. Pengingkaran terhadap perkembangan historis dan sosiologis umat
manusia.15

Kaum fundamentalis memandang bahwa perkembangan historis


dan sosiologis telah membawa manusia semakin jauh dari doktrin
literal kitab suci. Oleh karena itu, kaum fundamentalis bersifat
ahistoris dan asosiologis; dan tanpa peduli bertujuan kembali pada
bentuk masyarakat ideal yang dipandang sebagai implementasi kitab
suci secara sempurna.16

D. Islam Liberal
1. Pengertian Islam Liberal

15
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam………, hlm. 247.
16
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam………, hlm. 248.

15
Liberalisme mempunyai akar kata liberal berasal dari bahasa
Inggris, liberal yang berarti bebas, liberal, tidak berpolitik. Selanjutnya
kalangan para penulis banyak yang menggunakan Islam Liberal
dengan beberapa pengertian yang amat beragam.17
Pengertian mengenai Islam liberal sebagai arus baru gerakan Islam
di Indonesia mengacu pada penelitian yang dirumuskan oleh Nurkhalik
Ridwan mengenai Islam liberal progresif. Menurut Ridwan, Islam
liberal dapat dirumuskan dengan beberapa hal:
a. Kelompok pembaru muslim yang memisahkan masalah public
sebagai hal yang perlu dimusyawarahkan dengan komunitas
bangsa, sedangkan masalah praktik ritual diserahkan pada masing-
masing pihak.
b. Islam liberal progresif yang berporos pada pandangan bahwa
syariat masih perlu ditafsir ulang, perlu dibedakan Islam sebagai
din yang universal dalam cita-cita etik dan moralnya.
c. Konteks politik, yaitu naiknya neorevivalisme dan
fundamentalisme dalam kontestansi pemikiran dan politik yang
berhasil melepaskan diri dari jerat marginalisme dan melibatkan
diri ke dalam pusaran pergulatan poltik demokrasi.
d. Konteks kultural, yaitu derasnya arus pemikiran melalui berbagai
media.

Islam secara lughawi bermakna pasrah, tunduk kepada Allah dan


terikat dengan hukum-hukum yang dibawa Nabi Muhammad SAW.
Dalam hal ini Islam tidak bebas, tetapi Islam tunduk kepada Allah
SWT. Islam sebenarnya membebaskan manusia atau makhluk lainnya.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Islam itu “bebas”
dan “tidak bebas”.

2. Munculnya Islam Liberal


Kemunculan istilah liberal, menurut Luthfi, mulai dipopulerkan
pada tahun 1950-an. Akan tetapi, berkembang pesat, terutama di

17
Khoiriyah, Memahami Metodologi Studi Islam.........., hlm. 228-229.

16
Indonesia pada tahun 1980-an, yaitu oleh tokoh utama dan sumber
rujukan “utama” komunitas atau jaringan Islam liberal, Nurcholish
Madjid, meskipun Nurcholish menyatakan tidak pernah menggunakan
istilah Islam liberal untuk mengembangkan gagasan pemikiran
Islamnya.
Oleh karena itu, Islam liberal sebenarnya tidak berbeda dengan
gagasan-gagasan Islam yang dikembangkan oleh Nurcholish Madjid
dan kelompoknya, yaitu kelompok Islam yang tidak setuju dengan
pemberlakuan syariat Islam (secara normal oleh negara). Kelompok
yang giat perjuangan sekularisasi, emansipasi wanita, menyamarkan
agama Islam dengan agama lain (pluralisme teologis),
memperjuangkan demokrasi Barat dan sejenisnya.18
3. Agenda-agenda Islam Liberal
Luthfi menjelaskan agenda-agenda Islam liberal. Ia melihat empat
agenda utama yang menjadi payung bagi persoalan yang dibahas oleh
para pembaharu dan intelektual Islam selama ini, yaitu agenda politik,
agenda toleransi agama, agenda emansipasi wanita, dan agenda
kebebasan berekspresi.
Kaum muslim dituntut melihat keempat agenda ini dari perspektif
mereka sendiri, bukan dari perspektif masa silam yang lebih banyak
memunculkan kontradiksi daripada penyelesaian yang lebih baik.
Islam liberal juga “mendewakan modernitas”. Jika terjadi konflik
antara ajaran Islam dan pencapaian modernitas, yang harus dilakukan
menurut mereka bukan menolak modernitas, melainkan menafsirkan
kembali ajaran tersebut. Di sinilah inti dari sikap dan doktrin “Islam
liberal” menurut Luthfi.19

18
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam………, hlm. 263-264.
19
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam………, hlm. 264.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Itulah seklumit atau sebagian dari gambaran wacana Islam
kontemporer dalam peta sejarah Islamisasi di Indonesia. Hingga saat ini
isu-isu tersebut masih terus berkembang dan akan selalu mewarnai proses
islamisasi bagi masyarakat Indonesia. karena islamisasi bukanlah semata-
mata persoalan konversi, atau perjuangan bagaimana menambah anggota
atau jumlah komunitas penganut Islam, tetapi sejauh mana intelektual
Islam kontemporer mampu merepresentasikan pemikiran-pemikirannya
sebagai sebuah tawaran alternatif dalam rangka meningkatkan kualitas
reliligiusitas dan spiritualitas masyarakat Islam dalam komunitas
peradaban yang sudah meng-global dan tanpa batas ini.Pemaparan diatas
kiranya dapat berujung pada suatu kesimpulan, bahwa Islam sebagai
agama menjadi dasar keyakinan dan tindakan para pemeluknya.Namun
akibat kemajemukan pemahaman serta lingkungan sosial, budaya, dan
politik masyarakat pemeluknya itu, maka Islam pun tampil dalam sistem
religiusitas agama ini berhadapan dengan realitas pembangunan bangsa.
Pola pemikiran keislaman yang diikuti gerakan-gerakan umat
menunjukkan relevansinya dengan gerak langkah pembangunan bangsa.

B. Saran
Gerakan-gerakan keagamaan, baik yang tradisional, modern, neo-
moderis, fundamentalis, militan, maupun ekstrem, semuanya merupakan
isyarat tentang sikap dan respon umat Islam terhadap kepentingan-
kepentingan bangsa. Siapa pun akan memandang sulit memang, apabila
religiusitas itu dalam kenyataannya beranekaragam dan dalam lingkungan
yang plural pula dapat dicarikan pemecahan bagi kesamaan gerakan umat.
Barangkali yang jauh lebih penting adalah mengupayakan pembinaan
kesadaran bersama, bahwa Islam di tengah-tengah kehidupan bangsa ini

18
laksana satu panji beragam arti, dan keragaman makna sebaliknya diyakini
sebagai anugrah Ilahy untuk dinikmati kita bersama. Wallahu ‘Alam.

19
DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumadi. Jurnal for Islamic Studies, Vol.23 No.1, 2016.


Kontestasi Pemikiran Islam Indonesia Kontemporer.

Khoiriyah. 2013. Memahami Metodologi Studi Islam (Suatu Konsep tentang


Seluk Beluk Pemahaman Ajaran Islam, Studi Islam dan Isu-isu Kontemporer dalam Studi
Islam. Yogyakarta: Teras.

Kodir, Koko Abdul. 2014. Metodologi Studi Islam. Yogyakarta: CV.


Pustaka Setia.

Padmo, Soegijanto. Humaniora, Vol.19 No.2, Juni 2007. Gerakan


Pembaharuan Islam Indonesia dari Masa ke Masa: Sebuah Pengantar.

20

Anda mungkin juga menyukai