Anda di halaman 1dari 14

MATERI KELOMPOK :

BAB II KESESATAN

DOSEN FILSAFAT ILMU LOGIKA


BAPAK MANAON NAINGGOLAN, S.Th,Ma

1. AJENG RIZKINA PRAYITNO 1924090102


2. VALLERIE ELYSIA JOAN 1924090068
3. THERESIA MARCEL ANGELIKA 1924090056
4. AJENG VALUPI WULANSARI 1924090196
5. VARA MAYDA LARASATI 1924090192
6. KHALISA AYURISMA FARHANI 1924090197
7. CHAPIN ANDIENA 1924090221
8. AGUSTINUS FX TRIANTO P 1924090078
9. MUTHI’AH HANA 1924090094
10. ZAFIRA JASMINE R 1924090212

UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA


JAKARTA
2019
BAB II
KESESATAN

A. Pengertian Kesesatan
Begitu banyak manusia yang terjebak dalam penyusunan kata-kata, sehingga
diperlukan sebuah aturan baku yang dapat memandunya agar tidak terperosok
dalam sesat pikir yang berakibat buruk terhadap pandangan dunianya. Seseorang
yang berpikir tapi tidak mengikuti aturannya, terlihat seperti berpikir benar dan
bahkan biasa mempengaruhi orang lain yang juga tidak mengikuti aturan berpikir
yang benar.
Secara sederhana kesesatan (atau seing disebut Kesesatan berpikir) berdasar dari
bahasa Latin disebut Fallacia dan bahasa Inggris disebut Fallacy. Kesesatan adalah
kesalahan yang terjadi dalam aktifitas berpikir dikarenakan penyalahgunaan Bahasa
dan penyalahan relevansi. Kesesatan merupakan bagian dari logika dikenal juga
ketidaktepatan Bahasa dan ketidaktepatan relevansi, Pada dasarnya logika diajarkan
untuk menghindari kesesatan berpikir seorang, agar dia keliru dalam mengambil
sebuah kesimpulan dari beberapa proposisi.

B. Klasifikasi Pelaku Fallacy


Menurut Sumaryono memberikan pengertian kesesatan berpikir adalah proses
penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah, dan
menyesatkan, suatu gejala berpikir yang salah yang disebabkan oleh pemaksaan
prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya.
Menurut Surajiyo mengatakan kesesatan penalaran dapat terjadi pada siapa
saja, bukan karena kesesatan dalam fakta-fakta, tetapi dari bentuk penarikan
kesimpulan yang sesat karena tidak dari premis-premis yang menjadi acuannya.
Dalam pembahasan terkait kesesatan berpikir (fallacy).
Ada dua pelaku, yaitu Sofisme dan Paralogisme.
1. Sofisme
Sofisme adalah kesesesatan berpikir yang sengaja dilakukan untuk menyesatkan
orang lain, padahal si pemuka pendapat sendiri tidak sesat. Disebut demikian
karena yang pertama-tama mempraktekkannya adalah kaum sofis, nama suatu
kelompok cendekiawan yang mahir berpidato pada zaman Yunani kuno. Mereka
selalu berusaha mempengaruhi khalayak ramai dengan argumentasi-
argumentasi yang menyesatkan yang disampaikan melalui pidato-pidato mereka
agar terkesan kehebatan mereka sebagai orator-orator ulung. Umumnya yang
sengaja ber-fallacy adalah orang menyimpan tendensi pribadi dan lainnya.
Sedangkan yang berpikir ngawur tanpa menyadarinya adalah orang yang tidak
menyadari kekurangan dirinya atau kurang bertanggungjawab terhadap setiap
pendapat yang dikemukakannya.

2. Paralogisme
Paralogisme adalah pelaku sesat pikir yang tidak menyadari akan sesat pikir
yang dilakukannya. Fallacy sangat efektif dan manjur untuk melakukan
sejumlah aksi amoral, seperti mengubah opini publik, memutar balik fakta,
pembodohan publik, provokasi sektarian, pembunuhan karakter, memecah
belah, menghindari jerat hukum, dan meraih kekuasaan dengan janji palsu.
Begitu banyak manusia yang terjebak dalam lumpur fallacy, sehingga
diperlukan sebuah aturan baku yang dapat memandunya agar tidak terperosok
dalam sesat pikir yang berakibat buruk terhadap pandangan dunianya. Seseorang
yang berpikir tapi tidak mengikuti aturannya, terlihat seperti berpikir benar dan
bahkan biasa mempengaruhi orang lain yang juga tidak mengikuti aturan
berpikir yang benar.
C. Klasifikasi Kesesatan Berpikir (Fallacy)
Secara garis besar, klasifikasi kesesatan berpikir dapat dibedakan kedalam
dua kategori sebagaimana yang dikemukan Soekadijo, yaitu :
a. Kesesatan Formal
Kesesatan Formal adalah kesesatan yang dilakukan karena bentuk
(forma) penalaran yang tidak tepat atau tidak valid. Kesesatan ini menyangkut
pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dan kaidah logika.
Sesat pikir tidak hanya terjadi dalam fakta-fakta saja, melainkan juga dalam
bentuk penarikan kesimpulan yang sesat dikarenakan tidak dari
premispremisnya yang menjadi acuannya. Sesat pikir juga bisa terjadi ketika
menyimpulkan sesuatu lebih luas dari dasarnya. Seperti: kucing berkumis,
candra berkumis.
Jadi, candra Kucing.

Sesat pikir juga terjadi dalam berbagai hal, seperti:


- Definisi
Kesesatan dalam definisi terjadi karena kata-katanya sulit, abstrak,
negatif dan mengulang; (kesesatan: mengulang apa yang didefinisikan).
Contoh: Hukum waris adalah hukum untuk mengatur warisan.

- Klasifikasi
Kesesatan dalam klasifikasi terjadi pada dasar penggolongan yang tidak
jelas, tidak konsisten dan tidak bisa menampung seluruh fenomena
yang ada.
Contoh: Musim menurut kegiatannya dapat dibagi menjadi musim
tanam, musim menyiangi, musim hujan dan musim panen; (kesesatan:
musim kemarau dan musim hujan bukanlah kegiatan).
- Perlawanan
Kontraris hukumnya jika salah satu proposisi salah, berarti yang lain
tentu benar. Contoh: Jika semua karyawan korupsi dinilai salah, berarti
semua karyawan tidak korupsi pasti benar.

- Proposisi Majemuk
Dalam mengolah proposisi majemuk. Menyamakan antara proposisi
hipotesis kondisional dan prposisi kondisional. Contoh:
Jika mencuri maka dihukum. Berarti jika dihukum berarti dia mencuri.

b. Kesesatan Informal/Material
Kesesatan material adalah kesesatan yang terutama menyangkut isi
(materi) penalaran. Kesesatan ini dapat terjadi karena faktor bahasa
(kesesatan bahasa) yang menyebabkan kekeliruan dalam menarik
kesimpulan, dan juga dapat teriadi karena memang tidak adanya hubungan
logis atau relevansi antara premis dan kesimpulannya (kesesatan relevansi).
Setiap kata dalam bahasa memiliki arti tersendiri, dan masing-masing
kata itu dalam sebuah kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan arti kalimat
yang bersangkutan. Maka, meskipun kata yang digunakan itu sama, namun
dalam kalimat yang berbeda, kata tersebut dapat bervariasi artinya. Ketidak
cermatan dalam menentukan arti kata atau arti kalimat itu dapat menimbulkan
kesesatan penalaran.

1. Kesesatan Bahasa
Setiap kata dalam bahasa memiliki arti tersendiri, dan masing-masing
kata dalam sebuah kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan
keseluruhan arti kalimatnya.
Maka, meskipun kata yang digunakan itu sama, namun dalam kalimat
yang berbeda, kata tersebut dapat bervriasisi artinya. Ketidak cermatan
dalam menentukan arti kata atau arti kalimat itu dapat menimbulkan
kesesatan penalaran. Berikut ini adalah beberapa bentuk kesesatan
karena penggunaan bahasa.
a. Kesesatan aksentuasi
Pengucapan terhadap kata-kata tertentu perlu diwaspadai karena
ada suku kata yang harus diberi tekanan. Perubahan dalam tekanan
terhadap suku kata dapat menyebabkan perubahan arti. Karena itu
kurangnya perhatian terhadap tekanan ucapan dapat menimbulkan
perbedaan arti sehingga penalaran mengalami kesesatan.
· Contoh kesesatan aksentuasi verbal :
- Serang (kota) dan serang (tindakan menyerang dalam
pertempuran)
- Apel (buah) dan apel (upacara bendera)

· Contoh kesesatan aksentuasi nonverbal :


- "Dengan 2,5 juta bisa membawa motor"
(Karena motor ternyata baru bisa dibawa (pulang) tidak hanya
dengan uang 2,5 juta tetapi juga dengan menyertakan
syaratsyarat lainnya seperti slip gaji, KTP, rekening listrik
terakhir dan keterangan surat kepemilikan rumah).

b. Kesesatan Ekuivokasi
Kesesatan ekuivokasi adalah kesesatan yang disebabkan karena
satu kata mempunyai lebih dari satu arti. Bila dalam suatu
penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah kata yang sama, maka
terjadilah kesesatan penalaran.
· Contoh kesesatan ekuivokasi verbal :
- bisa (dapat) dan bisa (racun ular)
- buntut (ekor) dan buntut (anak kecil yang mengikuti
kemanapun seorang dewasa pergi)
· Contoh kesesatan ekuivokasi nonverbal :
- Bergandengan sesama jenis pasti homo
- Menggelengkan kepala (berarti tidak setuju), namun di India
menggelengkan kepala dari satu sisi ke sisi yang lain
menunjukkan kejujuran.

c. Kesesatan Amfiboli
Kesesatan Amfiboli (gramatikal) adalah kesesatan yang
dikarenakan konstruksi kalimat sedemikian rupa sehingga artinya
menjadi bercabang. Ini dikarenakan letak sebuah kata atau term
tertentu dalam konteks kalimatnya. Akibatnya timbul lebih dari
satu penafsiran mengenai maknanya, padalahal hanya satu saja
makna yang benar sementara makna yang lain pasti salah.
Contoh :
- Kucing makan tikus mati.
· Arti 1: Kucing makan, lalu tikus mati
· Arti 2: Kucing makan tikus lalu kucing tersebut mati
· Arti 3: Kucing sedang memakan seekor tikus yang sudah mati

- Dijual kursi bayi tanpa lengan.


· Arti 1: Dijual sebuah kursi untuk seorang bayi tanpa lengan.
· Arti 2: Dijual sebuah kursi tanpa dudukan lengan khusus untuk
bayi.

d. Kesesatan Metaforis (arti kiasan)


Disebut juga (fallacy of metaphorization) adalah kesesatan yang
terjadi karena pencampur-adukkan arti kiasan dan arti sebenarnya.
Artinya terdapat unsur persamaan dan sekaligus perbedaan antara
kedua arti tersebut. Tetapi bila dalam suatu penalaran arti kiasan
disamakan dengan arti sebenarnya maka terjadilah kesesatan
metaforis, yang dikenal juga kesesatan karena analogi palsu.
Lelucon dibawah ini adalah contoh dari kesesatan metaforis :
Pembicara 1: Binatang apa yang haram?
Pembicara 2: Babi
P 1: Binatang apa yang lebih haram dari binatang yang haram?
P 2: ?
P 1: Babi hamil! Karena mengandung babi. Nah, sekarang binatang
apa yang paling haram? Lebih haram daripada babi hamil?
P 2: ?
P 1: Babi hamil di luar nikah! Karena anak babinya anak haram..

2. Kesesatan Relevansi
Kesesatan relevansi timbul kalau orang menurunkan suatu kesimpulan yang
tidak relevan dengan premisnya, artinya secara logis kesimpulan tidak terkandung
atau tidak merupakan implikasi dari premisnya. Kesesatan Relevansi adalah sesat
pikir yang terjadi karena argumentasi yang diberikan tidak tertuju kepada persoalan
yang sesungguhnya tetapi terarah kepada kondisi pribadi dan karakteristik personal
seseorang (lawan bicara) yang sebenarnya tidak relevan untuk kebenaran atau
kekeliruan isi argumennya. Jadi penalaran yang mengandung kesesatan relevansi
tidak menampakkan adanya hubungan logis antara premis dan kesimpulan,
walaupun secara psikologis menampakkan adanya hubungan - namun kesan akan
adannya hubungan secara psikologis ini sering kali membuat orang terkecoh.
Berikut ini adalah bentuk-bentuk dari kesesatan relevansi :
a. Argumentum ad hominem
Kesesatan ini terjadi jika kita berusaha agar orang lain menerima atau
menolak sesuatu usulan, tidak berdasarkan alasan penalaran, akan tetapi
karena alasan yang berhubungan dengan kepentingan si pembuat usul.
Contohnya :
Dalam suatu rapat umun yang dipimpin oleh kepala desa, semua warga desa
yang hadir dimintai pandangannya mengenai cara-cara memelihara
lingkungan desa agar dapat terhindar dari bahaya demam berdarah. Marzuki,
salah seorang warga desa, juga ikut hadir dan memberikan pendapatnya.
Tetapi pandapatnya langsung ditolak oleh sebagian warga desa yang hadir.
Alasnya adalah karena Marzukiitu desanya dikenal sebagai orang yang suka
mabuk-mabukan.

b. Argumentum ad Verecundiam atau Argumentum Auctoritatis


Kesesatan ini juga disebabkan oleh penolakan terhadap sesuatu tidak
berdasarkan nilai penalarannya, akan tetapi karena disebabkan oleh orang yang
mengemukakannya adalah orang yang berwibawa, dapat dipercaya, seorang
pakar. Secara logis tentu dalam menerima atau menolak sesuatu tidak
bergantung kepada orang yang dianggap pakar. Kepakaran, kepandaian, atau
kebenaran justru harus dibuktikan dengan penalaran yang tepat. Pepatah latin
berbunyi, “Tantum valet auctoritas, quantum valet argumentation” ; yang
maknanya, ‘Nilai wibawa itu hanya setinggi nilai argumentasinya’.
Contoh :
“apa yang dikatakan oleh Prof . Dr. Solichin itu pasti benar karena belaiau
adalah seorang psikolog ulung dan namanya sudah tidak asing lagi dalam dunia
pendidikan.”

c. Argumentum ad baculum
Baculum artinya ‘tongkat’. Maksudnya, kesesatan ini timbul kalau penerimaan
atau penolakan suatu penalaran didasarkan atas adanya ancaman hukuman.
Jika, kita tidak menyetujui sesuatu maka dampaknya kita akan kena sanksi.kita
menrima sesuatu itu karena terpaksa, karena takut bukan karena logis.
Contoh:
Seorang anak yang belajar bukan karena ia ingin lebih pintar tapi karena kalau
ia tidak terlihat sedang belajar, ibunya akan datang dan mencubitnya.

d. Argumentum ad misericordiam
Penalaran ini disebabkan oleh adanya belas kasihan. Maksudnya, penalaran ini
ditujukan untuk menimbulkan belas kasihan sehingga pernyataan dapat
diterima. Argumen ini biasanya berhubungan dengan usaha agar sesuatu
perbuatan dimaafkan.
Contohnya, seorang pencuri yang tertangkap basah mengatakan bahwa ia
mencuri karena lapar dan tidak mempunyai biaya untuk menembus bayinya di
rumah sakit, oleh karena itu ia meminta hakim membebaskannya.

e. Argumentum ad populum
Argumentum populum ditujukan untuk massa. Pembuktian sesuatu secara logis
tidak perlu. Yang diutamakan ialah menggugah perasaaan massa sehingga
emosinya terbakar dan akhirnya akan menerima sesuatu konklusi tertentu.
Yang seperti ini biasanya terdapat pada pidato politik, demonstrasi, kampanye,
propaganda dan sebagainya.
Contoh :
“Sejak awal tekad Golkar hanya satu, yakni memperjuangkan dan membela
kepentingan rakyat. Golkar memahami aspirasi rakyat, Golkar merasakan
penderitaan rakyat, Golkar tidak pernah meninggalkan rakyat, Golkar selalu
menyatu dengan rakyat, golkar merupakan hati nurani rakyat. Karena itu siapa
pun yang menetang program Golkar, dia menentang perjuangan rakyat dan
yang menentang rakyat, da adalah musuh rakyat.”

f. Kesesatan non cause pro cause


Kesesatan ini terjadi jika kita menganggap sesuatu sebagai sebab, padahal
sebenarnya bukan sebab, atau bukan sebab yang lengkap.
Contohnya yaitu suatu peristiwa yakni Amir jatuh dari sepeda dan meninggal
dunia. Orang menyebutnya bahwa Amir meninggal dunia karena jatuh dari
sepeda. Akan tetapi menurut visum et repertum dokter, Amir meninggal dunia
karena serangan penyakit jantung.
g. Kesesatan aksidensi
Kesesatan ini terjadi jika kita menerapkan prinsip-prinsip umum atau
pernyataan umu kepada peristiwa-peristiwa tertentu yang karena keadaanya
yang bersifat aksedential menyebabkan penerapan itu tidak cocok.
Contohnya, seseorang member susu dan buah-buahan kepada bayinya
meskipun bayi itu sakit, dengan pengrtian bahwa susu dan buah-buahan itu
baik bagi bayi, maka si ibu itu melakukan penalaran yang sesat karena
aksidensinya. Contoh lain, yaitu makan itu pekerjaan yang baik. Akan tetapi
jika kita makan ketika berpuasa, maka penalaran kita sesat karena aksidensi.

h. Kesesatan karena komposisi dan devisi


Ada predikat-predikat yang hanaya mengenai individu-individu suatu
kelompok kolektif. Kalau kita menyimpulkan bahwa predikat itu juga berlaku
untuk kelompok kolektif seluruhnya, maka penlaran kita sesat karena
komposisi.
Contohnya, ada beberapa anggota-anggota polisi yang menggunakan
senjatanya untuk menodong, kita simpulkan bahwa korps kepolisian itu terdiri
atas penjahat. Sebaliknya, jika ada predikat yang berlaku untuk kelompok
kolektif dan berdasarkan hal itu disimpulkan bahwa setiap anggota dari
kelompok kolektif itu tentu juga menyandang predikat itu, maka penalaran itu
sesat karena devisi.

i. Kesesatan karena pertanyaan yang kompleks


Sebuah pertanyaan atau perintah, sering kali bersifat kompleks yang dapat
dijawab oleh lebih dari satu pernyataan, meskipun kalimatnya sendiri tunggal.
Contohnya, jika ada pertanyaan, “Coba sebutkan macam-macam kalimat!”,
maka jawabannya anatara lain: Kalimat tunggal dan kompleks ; kalimat berita,
perintah, dan pertanyaan ; kalimat aktif dan pasif ; kalimat susun normal dan
inversi.
j. Argumentum ad ignorantum
Argumentum ad ignorantum adalah penalaran yang menyimpulkan suatu
konklusi atas dasar bahwa negasinya tidak terbukti salah, atau yang
menyimpulkan bahwa sesuatu konklusi itu salah karena negasinya tidak terbukti
benar.
Contohnya, jika kita menyimpulkan bahwa mahluk “berbadan halus” itu tidak
ada karena tidak dapat kita lihat, hal ini sama saja dengan pernyataan bahwa di
Kepulauan Paskah tidak ada piramida karena kita tidak mengetahui adanya
piramida di sana.

D. Strategi Menghindari Kesesatan Berpikir


Istilah strategi adalah suatu akal pikiran untuk mencapai sesuatu yang
dimaksud. Strategi di sini, diartikan sebagai suatu akal pikiran untuk menghindari
penalaran yang tidak logis atau salah arah, menjadi penalaran untuk mencapai
sesuatu yang dimaksud.
Salah satu strategi menghindari sesat pikir, yaitu dengan menghindari
sumber penyebabnya. Sumaryono dan Surajiyo mendeskripsikan sesat pikir pada
hakikatnya merupakan jebakan bagi proses penalaran kita. Seperti halnya
ramburambu lalu lintas dipasang sebagai peringatan bagi para pemakai jalan di
bagianbagian yang rawan kecelakaan, maka rambu-rambu sesat pikir ditawarkan
kepada kita agar kita jeli dan cermat terhadap kesalahan-kesalahan dalam menalar,
juga agar kita mampu mengidentifikasi dan menganalisis kesalahan-kesalahan
tersebut sehingga mungkin kita akan selamat dari penalaran palsu.
Oleh Karena itu, untuk menghindari kesesatan penalaran dengan berhatihati
terhadap sumber-sumber sesat pikir misalnya dengan menghindari kesalahan
semantik atau bahasa, senantiasa melakukan penyimpulan sesuai ketentuan
silogisme yang benar, dan bersikap kritis terhadap setiap argumen. Dalam hal ini,
peneliti terhadap peranan bahasa dan penggunaannya merupakan hal yang sangat
menolong dan penting. Realisasi keluwesan dan keanekaragaman penggunaan
bahasa dapat dimanfaatkan untuk memperoleh konklusi yang benar dari sebuah
argumen.
Sesat pikir karena ambiguitas kata atau kalimat terjadi secara sangat
“halus”. Banyak kata yang menyebabkan kita mudah tergelincir karena banyak kata
yang memiliki rasa dan makna yang berbeda-beda. Untuk menghindari terjadinya
sesat pikir tersebut, kita harus mengupayakan agar setiap kata atau kalimat memiliki
makna yang tegas dan jelas. Untuk itu kita harus dapat mendefinisikan setiap kata
atau term yang dipergunakan.

E. Kesimpulan
Fallacy berasal dari bahasa Yunani dan Latin yang berarti ‘sesat pikir’.
Fallacy didefinisikan secara akademis sebagai kerancuan pikir yang di akibatkan
oleh ketidak disiplinan pelaku nalar dalam menyusun data dan konsep, secara
sengaja maupun tidak sengaja. Ia juga bisa diterjemahkan dalam bahasa sederhana
dengan ‘ngawur’.
Dalam pembahasan terkait kesesatan berpikir (fallacy), Ada dua pelaku,
yaitu Sofisme dan Paralogisme, secara sederhana kesesatan dapat dibedakan
dalam dua kategori, yaitu kesesatan formal dan kesesatan material. Kesesatan
formal terbagi menjadi 4, yaitu : definisi, klasifikasi, perlawanan dan proposisi
majemuk.
Sedangkan kesesatan informal terbagi menjadi 2, yaitu : kesesatan
bahasa dan kesesatan relevansi.
Kesesatan bahasa terbagi menjadi 4, yaitu : aksentuasi, ekuivokasi,
amfiboli dan metaforis.
Kesesatan relevansi terbagi menjadi 10, yaitu : Argumentum ad hominem,
Argumentum ad Verecundiam, Argumentum ad baculum, Argumentum ad
misericordiam, Argumentum ad populum, Kesesatan non cause pro cause,
Kesesatan aksidensi, Kesesatan karena komposisi dan devisi, Kesesatan karena
pertanyaan yang kompleks, dan Argumentum ad ignorantum.
Daftar Pustaka

Soekadijo, R.G, Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif. Penerbit


Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 2001.
Muhamad Rakhmat,Pengantar Logika Dasar, Penerbit LoGoz Publishing,
Bandung, 2013 ISBN 978-602-9272-09-3

Anda mungkin juga menyukai