Anda di halaman 1dari 1

Jalan Hidup Erikson

Erikson, yang dilahirkan di Frankfurt, Jerman, pada tahun 1902, merasa tidak yakin
dengan arah hidupnya ketika ia semakin dewasa . ayah tiri Erikson (yang ia kira adalah ayah
kandungnya) adalah seorang Yahudi. (Ayah kandungnya, orang Skandinavia, menelantarkan
ibunya sebelum ia lahir). Rambut pirang dan mata biru Erikson membuatnya merasa berbeda
dari angghota keluarga yang lain. Di sekolah, ia disebut sebagai “seorang yahudi” oleh
teman-teman sekolahnya, sedangkan di sinagoga ia justru dianggap “goy”(orang bukan
yahudi). Tidak mengheranka, Erik merasa tidak diterima di manapun.

Ayah tirinya, Theodor Homburger, adalah seorang dokter, dan ketika Erik tumbuh
besar , semakin jelas bahwa ayah tirinya berharap Erik akan mengikuti jejaknya. Akan tetapi,
Erik ingin menentukan langkah hidupnya sendiri agar dapat berbeda. Ia memasuki sekolah
seni dan menjadi artis keliling, namun ia belum juga merasa bahagia sepenuhnya. Ia
menikmati hasil karya seninya dan kebebasan yang ia peroleh dari tanggung jawab sosial,
namun ia tetap ingin mencurahkan dirinya pada sesuatu yang benar-benar berarti. Namun
tampaknya tidak ada pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan yang saling bertentangan
itu.

Seiring berjalannya waktu, Erik mempelajari disiplin diri dan mendaftar pada sebuah
fakultas di salah satu sekolah di Wina. Erik tertarik dengan perkembangan anak, dan pada
saat itu dia bertemu dengan Anna Freud dan segenap anggota perkumpulannya. Erik sangat
menghormati Sigmund dan Anna Freud serta melihat psikoanalisis sebagai bidang studi yang
bisa membuatnya produktif tanpa harus melewati tahap-tahap tradisional untuk sukses (yaitu
tanpa harus masuk ke fakultas kedokteran). Ia menjalani pelatihan psikoanalisis dengan Anna
Freud, dan dengan hanya berpegang pada pelatihan terseebut, serta diploma Montessorinya,
ia merencanakan untuk menjadi salah satu psikolog yang paling berpengaruh di abad ke-20.
Selama masa kejayaan Nazi di Jerman tahun 1933, Erik dan istrinya bermigrasi ke Boston.
Ketika ia menjadi warga negara Amerika, Erik memikirkan kembali mengenai siapa dirinya
selama ini dan apakah yang sebenarnya ia inginkan. Ia mengubah namanya dari Erikson
Homburger menjadi Erik H. Erikson. Menarik bahwa ia mengubah namanya dengan
memberikan pengulamgan nama depan dan nama belakangnya – mungkin ia memberikan
petunjuk mengenai “identitas”yang diinginkannya. Ia sempat bekerja bersama Henry Murray,
yang juga peduli dengan perubahan kepribadian sepanjang rentang hidup seseorang. Erikson
kemudian mengembangkan teorinya sendiri mengenai kepribadian dari sudut pandang
rentang hidup. Erikson menyatakan bahwa pertumbuhan manusia berjalan sesuai prinsip
epigenetik yang menyatakan bahwa kepribadian manusia berjalan menurut delapan tahap.
Berkembangnya manusia dari satu tahap ke tahap berikutnya ditentukan oleh berhasil atau
tidaknya dalam menempuh tahapan yang sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai