KONSEP MEDIK
A. Defenisi
Trauma atau cedera kepala (brain injury) adalah salah satu bentuk trauma
intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian
injury merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun
B. Etiologi
sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer
mobil.
C. Klasifikasi
Dapat disamakan dengan keluhan geger otak ringan dan oedem serebral
yang luas
(konkusi)
- Muntah
- Kejang
progresif)
3. Menurut Patofisiologi
dapat terjadi :
- Memar otak
- Hipotensi sistemik
- Hipoksia
- Hiperkapnea
- Udema otak
- Komplikasi pernapasan
Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan
pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang
motorik (misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu).
Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah
tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus
frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang
menyebabkan kejang.
menentang, kasar dan kejam; penderita mengabaikan akibat yang terjadi akibat
perilakunya.
bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil
kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus parietalis
posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis
menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak
pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia) dan untuk menentukan arah kiri-
kanan.
sehari-hari lainnya.
pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat
kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak
1. Fraktur Tengkorak
Fraktur Basiler : Pada dasar tengkorak atau pada tulang sepanjang bagian
Fraktur ini cukup serius karena menimbulkan kontak antara CSS dan
dunia luar melalui ruang subarachnoid dan sinus yang mengandung udara dari
Fraktur ini bisa melukai arteri dan vena yang kemudian mengalirkan drahnya
beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga.
tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak. Sebagian
biasanya disebabkan oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala. Robekan otak
adalah robekan pada jaringan otak, yang seringkali disertai oleh luka di kepala
yang nyata dan patah tulang tengkorak. Hal ini menandakan terjadinya
dari cedera otak menyebar, disfungsi neurologis bersifat sementara dapat pulih.
Disorientasi dan bingung sesaat dengan gejala sakit kepala, tak mampu
terjadi pembengkakan pada otak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada
otak.
periode tidak sadarkan diri dalam beberapa detik sampai beberapa menit. Jika
permukaan otak yang terdiri dari area hemoragi kecil-kecil yang tersebar,
gejala bersifat neorologis fokal, dapat berlangsung 2-3 hari setelah cedera dan
menimbulkan disfungsi luas akibat dari peningkatan edema serebral. Pada scan
adanya sakit kepala, pusing, peka rangsang, dan ansietas (sindrom pasca-
4. Hematom Epidural
bagian dalam dan lapangan meningens paling luar (dura), terjadi karena
robekan cabang kecil arteri meningeal tengah atau frontal. Hal ini terjadi
karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri
tetapi bias juga muncul beberapa jam setelah cedera dengan intensitas nyeri
penurunan neurologi dari kacau mental sampai coma, bentuk dekortikasi &
deserebrasi, pupil isokor sampai anisokor. Diagnosis dini sangat penting dan
sumber perdarahan.
5. Hematoma Subdural
lebih sering pada lansia dan alkoholik gejala sakit kepala, letargi, kacau mental,
sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala
berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih
besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural
yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural
melalui pembedahan.
c. linglung
d. perubahan ingatan
bergantung pada ukuran pembuluh yang terkena dan jumlah perdarahan yang
ada.
yang penting dan serius dalam 24 – 48 jam setelah cedera. Cedera ini
isi otak secara abnormal dengan sekuela negative. Waktu di antara cedera
melalui lubang burr ganda, atau kraniotomi dapat dilakukan untuk lesi massa
subdural yang cukup besar yagn tidak dapat dilakukan melalui lubang burr.
a. Hematoma Intrakranial
kontroversial bedah atau medis, serta bias juga terjadi karena cedera atau
stroke.
perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian
terjadi pada usia lanjut dan membesar secara perlahan serta menimbulkan
Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang
kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan
kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada
usia lanjut.
b. Konkusio
tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan
ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang
konkusio.
kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah
psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu
lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa
hari setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa
4 hari pertama.
F. Patofisiologi
autoregulasi aliran darah serebral dan menjamin aliran daerah konstan melalui
juga dapat meningkatkan TIK. Tekanan Intra Kranial (TIK) merupakan tekanan
yang dikeluarkan oleh kombinas dari 3 komplemen intrakranial yaitu jaringan otak,
volume otak ditambah volume darah serebral dan CSS, dimana tiap perubahan
peningkatan TIK.
dengan lesi intra kranial setelah mengalmi cedera kepala. Pada semua klien dengan
cedera kepala bera, peningkatan TIK yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
kematian.
Defisit Nerurologik pada cedera kepala dimulai dengan adanya trauma pada
otak yang dapat menyebkan fragmentasi jaringan dna contusio, merusakn sawar
otak, diserbtai vasodilatasi dan eksudasi jaringan sehingga timbul edema yang
dapat menyebabkan peningkatan TIK. Keadaan ini dapat menurunkan aliran daerah
serebral, iskemia, hipoksia, asidosis dan kerusakan sawar darah otak lebih lanjut
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
asidosis metabolik.
otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia,
G. Manifestasi Klinis
1. Gangguan kesadaran
2. Konfusi
3. Abnormalitas pupil
5. Perubahan TTV
6. Gangguan pergerakan
9. Kejang otot
11. Vertigo
12. Kejang
13. Pucat
17. Kecemasan
19. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
1. Kekuatan benturan
2. Akselerasi / Deselerasi
Keduanya bisa bersamaan terjadi bila gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak
langsung.
4. Lokasi Benturan
bagian lotus anterior (Frontalis & temporalis) Lobus posterior (oksipitalis dan
atas mesenfalon).
5. Rotasi
6. Fraktur Impresi
menekan otak yang lebih dalam. Akibat fraktur ini kemungkinan CSS akan
H. Pemeriksaan Penunjang
setelah injuri.
subarachnoid.
penurunan kesadaran.
I. Penatalaksanaan
1. Observasi 24 jam
Pedoman Penatalaksanaan
1. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/ atau leher, lakukan foto tulang
2. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur
berikut:
a. pasang jalur IV dengan larutan salin normal (NaCl 0.9 %) atau larutan
edema serebri.
bila perlu
3. Lakukan CT Scan dengan jendela tulang: foto roentgen kepal tidak perlu jika
adanya:
a. Hematoma epidural
d. Edema serebri
4. Pada pasien yang koma (Skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda
d. Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematoma epidural yang
besar, hematoma subdural, cedera kepala terbuka, dan fraktur impresi >1
diploe)
Penatalaksanaan Khusus
Scan normal, tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi
di rumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing, atau amnesia.
Risiko timbulnya lesi intracranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan
Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital, keputusan segera pada
pasien ini apakah terdapat indikasi interval bedah saraf segera. Jika ada
otak sekunder akibat hipoksia, hipotensi, atau peningkatan TIK. Kejang umum
yang terjadi setelah cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan otak sekunder
3. Hiperventilasi
4. Penggunaan steroid
1. Ventilasi
4. Keseimbangan nutrisi
Rencana Pemulangan:
perubahan bicara.
3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari
pemberian obat.
4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip
bermain, dan latihan ROM bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik.
intrakranial.
1. Pengkajian Primer
c. Airway
d. Breathing
hidung.
e. Circulation
f. Disability
Tingkat Kesadaran
Kualitatif dengan :
1) CMC
2) Apatis
Terlihat mengantuk saat terbangun klien terlihat acuh tidak acuh terhadap
lingkungannya.
4) Samnolen
5) Soporous Coma
Keadaan tidak sadar menyerupai koma, respon terhadap nyeri masih ada,
6) Koma
1) Mata (eye)
2) Motorik (M)
3) Verbal (V)
- Merintih 2
h. Exposure
2. Pengkajian Sekunder
tidak. Apakah ada penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan
Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien
Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan leher.
pembicaraan
3) Pemeriksaan dada
Paru-paru
Jantung
Batas normal jantung yaitu: Kanan atas: SIC II RSB, kiri atas: SIC II
LSB, kanan bawah: SIC IV RSB, kiri bawah: SIC V medial 2 MCS
4) Pemeriksaan ekstremitas
Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat bantu.
Konsep Keperawatan
Pengkajian
Aktivitas – Istirahat
- Hemiparese, quadriparesis
- Ataksia
- Cedera ortopedik
Sirkulasi
impulsif.
Eliminasi
Makanan/ cairan
Neurosensori
memori ).
pendengaran
Nyeri/ kenyamanan
beristirahat, merintih.
Pernapasan
Tanda : - Perubahan pola napas ( apnea yang diselingi oleh hiperventilasi ), napas
- Ronchi, wheezing
Gangguan penglihatan
Kulit; laserasi, abrasi, perubahan warna seperti “ raccoon eye “, tanda battle
Interaksi Sosial
Tanda : - Afasia motorik/ sensorik bicara tanpa arti dan berulang – ulang disartria,
anomia
Kriteria Evaluasi :
pH : 7,35 – 7, 45
PaCO2 : 35 – 45 mmHg
HCO3 : 22 - 26 mEq/L
BE : -2,5 - +2,5
Saturasi O2 : 95 – 98 %
Intervensi :
- Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK, seperti : tekanan darah meningkat,
melebar, refleks terhadap cahaya negatif, kesadaran menurun, nilai GCS < 15.
Intervensi :
- Posisi kepala dinaikkan dengan sudut 150 - 450 , gunakan bantal tipis sampai
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pemberian obat anti edema,
therapi oksigen
Kriteria Evaluasi :
- Asupan- haluaran seimbang yaitu asupan cairan selama 24 jam 1-2 liter, dan
- Fosfat 3 – 4 mg%
Intervensi :
menurunnya kesadaran
Kriteria Evaluasi :
- BB pasien normal
Intervensi :
kemampuan motorik
Tujuan : mampu melakukan aktivitas fisik dan tidak terjadi komplikasi dekubitus,
Kriteria Evaluasi :
Intervensi
- Bantu melakukan gerakan sendi secara pasif dan aktif bila penderita kooperatif
kering
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian therapi fisik dan
pekerjaan.
Kriteria Evaluasi :
- Pasien kooperatif dan dapat berorientasi pada orang, tempat dan waktu.
Intervensi :
- Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan lindungi dari cedera
Kriteria Evaluasi :
- Tidak ada tanda – tanda infeksi seperti rubor, dolor, kalor, tumor dan
fungsiolesa
Intervensi :
- Rawat apabila perdarahan melalui hidung, mulut dan telinga, tutup dengan kasa
steril
kadar lekosit, liquor dari hidung, mulut dan telinga serta pemeriksaan urin dan
kultur resistensi.
Kriteria Evaluasi :
- Hematoma
Intervensi :
- Ajarkan teknik relaksasi seperti napas dalam dan relaksasi otot –otot
9. Gangguan kemampuan proses berpikir dengan baik dan logis berhubungan dengan
Kriteria Evaluasi :
kemampuan
- Beritahu pasien dan keluarga bahwa fungsi intelektual, perilaku dan emosi
dapat pulih kembali, meskipun efek tertentu dapat bertahan sebagai gejala sisa.
10. Gangguan rasa nyaman : cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian
terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.]
Kriteria Evaluasi :
Intervensi :
prognosa pasien
Kriteria Evaluasi :
Intervensi :
- Rawat kateter, fiksasi dan kebersihan. Observasi jumlah urine, warna dan bau.
12. Potensial terjadi gangguan pola eliminasi bowel, konstipasi berhubungan dengan
imobilisasi.
Kriteria Evaluasi :
keluarnya feses
Evaluasi
Brunner, Lilian S, and Dors S. Sudarth.1982; Medical Surgical Nursing. Lippincott Co.
Philadelphia.
Philadelphia.
Pahria Tuti, SKp, dkk, 1996: Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan