Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMATIC BRAIN INJURY

KONSEP MEDIK

A. Defenisi

Trauma atau cedera kepala (brain injury) adalah salah satu bentuk trauma

yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik,

intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian

dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan – perubahan fungsi

otak (black, 2005)

Menurut konsensus perdosi (2006), trauma kranioserebral = traumatic brain

injury merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun

tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan

fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.

B. Etiologi

1. Trauma oleh benda tajam

Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal.

Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak

sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.

2. Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)

Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera

akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi

kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer

cerebral, batang otak atau kedua-duanya.

Andi Kurniawan Lebang 1


Etiologi lainnya:

1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan

mobil.

2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

3. Cedera akibat kekerasan.

C. Klasifikasi

1. Menurut Jenis Cedera

 Cedera Kepala terbuka

Dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan jaringan otak

 Cedera kepala tertutup

Dapat disamakan dengan keluhan geger otak ringan dan oedem serebral

yang luas

2. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)

 Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)

- GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)

- Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt

- Tak ada fraktur tengkorak

- Tak ada contusio serebral (hematom)

- Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang

- Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

- Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala

- Tidak adanya criteria cedera sedang-berat

Andi Kurniawan Lebang 2


 Cedera kepala sedang

- GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

- Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam

(konkusi)

- Dapat mengalami fraktur tengkorak

- Amnesia pasca trauma

- Muntah

- Kejang

 Cedera kepala berat

- GCS 3-8 (koma)

- Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran

progresif)

- Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial

- Tanda neurologist fokal

- Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium

3. Menurut Patofisiologi

 Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi

rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer

dapat terjadi :

- Gegar kepala ringan

- Memar otak

Andi Kurniawan Lebang 3


- Laserasi

 Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :

- Hipotensi sistemik

- Hipoksia

- Hiperkapnea

- Udema otak

- Komplikasi pernapasan

- Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

D. Kerusakan Pada Bagian Otak Tertentu

Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan

mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu

pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang

pasti dan beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi.

1. Kerusakan Lobus Frontalis

Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian

motorik (misalnya menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu).

Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah

tertentu pada lobus frontalis bertanggungjawab terhadap aktivitas motor

tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan lobus

frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang

Andi Kurniawan Lebang 4


terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai satu sisi otak, biasanya

tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang

menyebabkan kejang.

Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa

menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas

yang mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan

perhatian penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka

menentang, kasar dan kejam; penderita mengabaikan akibat yang terjadi akibat

perilakunya.

2. Kerusakan Lobus Parietalis

Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari

bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil

kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus parietalis

juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan

posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis

menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak

luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian

pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia) dan untuk menentukan arah kiri-

kanan.

Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam

mengenali bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa

mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik

Andi Kurniawan Lebang 5


(misalnya bentuk kubus atau jam dinding). Penderita bisa menjadi linglung

atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan

sehari-hari lainnya.

3. Kerusakan Lobus Temporalis

Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi

dan mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga

memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya

kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus temporalis

sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk.

Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan

pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat

penderita dalam mengekspresikan bahasanya. Penderita dengan lobus

temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami perubahan

kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak

biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.

E. Cedera Spesifik Otak Kepala

1. Fraktur Tengkorak

Fraktur Linear : Kekuatan benturan lebih luas area tengkorak

Fraktur Basiler : Pada dasar tengkorak atau pada tulang sepanjang bagian

frontal atau temporak

Fraktur ini cukup serius karena menimbulkan kontak antara CSS dan

dunia luar melalui ruang subarachnoid dan sinus yang mengandung udara dari

Andi Kurniawan Lebang 6


wajah atau tengkorak, memungkinkan bakteri masuk & mengisi drainase sinus.

Fraktur ini bisa melukai arteri dan vena yang kemudian mengalirkan drahnya

ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak

bisa merobek meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal (cairan yang

beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga.

Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang

tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak. Sebagian

besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika

pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.

2. Geger Serebral (Contusio)

Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada otak, yang

biasanya disebabkan oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala. Robekan otak

adalah robekan pada jaringan otak, yang seringkali disertai oleh luka di kepala

yang nyata dan patah tulang tengkorak. Hal ini menandakan terjadinya

perdarahan pada otak yang dapat menimbulkan pembengkakan Bakteri ringan

dari cedera otak menyebar, disfungsi neurologis bersifat sementara dapat pulih.

Disorientasi dan bingung sesaat dengan gejala sakit kepala, tak mampu

konsentrasi gangguan memori sementara pusing, peka omnesia retrograde. Jika

terjadi pembengkakan pada otak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada

jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi

otak.

3. Memar / Laserasi cerebral (Komosio)

Andi Kurniawan Lebang 7


Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah hilangnya fungsi

neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Umumnya meliputi sebuah

periode tidak sadarkan diri dalam beberapa detik sampai beberapa menit. Jika

jaringan otak di lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan perilaku

irasional yang aneh, dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan

amnesia atau disorientasi. Komosio cerebral ini merupakan memar pada

permukaan otak yang terdiri dari area hemoragi kecil-kecil yang tersebar,

gejala bersifat neorologis fokal, dapat berlangsung 2-3 hari setelah cedera dan

menimbulkan disfungsi luas akibat dari peningkatan edema serebral. Pada scan

tomografi terlihat masa dan menimbulkan perubahan TIK dengan jelas.

Tindakan terhadap komosio meliputi mengobservasi pasien terhadap

adanya sakit kepala, pusing, peka rangsang, dan ansietas (sindrom pasca-

komosio), yang dapat mengikuti tipe cedera. Dengan memberi pasien

informasi, penjelasan, dan dukungan pada pasien dapat mengurangi beberapa

masalah sindrom pasca - komosio.

4. Hematom Epidural

Adalah suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak

bagian dalam dan lapangan meningens paling luar (dura), terjadi karena

robekan cabang kecil arteri meningeal tengah atau frontal. Hal ini terjadi

karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri

memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar.

Andi Kurniawan Lebang 8


Tanda dan gejala berupa sakit kepala hebat yang bias segera timbul

tetapi bias juga muncul beberapa jam setelah cedera dengan intensitas nyeri

tidak tetap, penurunan kesadaran ringan, diikuti periode lucid, kemudian

penurunan neurologi dari kacau mental sampai coma, bentuk dekortikasi &

deserebrasi, pupil isokor sampai anisokor. Diagnosis dini sangat penting dan

biasanya tergantung kepada CT scan darurat. Hematoma epidural diatasi

sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk

mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan

sumber perdarahan.

5. Hematoma Subdural

Adalah akumulasi darah dibawah lapangan meningeal duramater diatas

lapangan arakhnoid yang menutupi otak. Penyebabnya robekan permukaan dan

lebih sering pada lansia dan alkoholik gejala sakit kepala, letargi, kacau mental,

kejang disfasia. Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di

sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala

berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih

ringan. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah

besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural

yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural

yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan

melalui pembedahan.

Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:

Andi Kurniawan Lebang 9


a. sakit kepala yang menetap

b. rasa mengantuk yang hilang-timbul

c. linglung

d. perubahan ingatan

e. kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut, atau kronik,

bergantung pada ukuran pembuluh yang terkena dan jumlah perdarahan yang

ada.

a. Hematoma subdural akut

Dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio

atau laserasi. Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik

yang penting dan serius dalam 24 – 48 jam setelah cedera. Cedera ini

sering berkaitan dengan cedera deselerasi akibat kecelakaan kendaraan

Andi Kurniawan Lebang 10


bermotor. Biasanya pasien dalam keadaan koma dan tanda klinis sama

dengan hematoma epidural. Tekanan darah meningkat, frekuensi nadi

lambat dan pernapasan cepat.

b. Hematoma subdural sub akut

Menyebabkan deficit neurologik bermakna dalam waktu lebih dari

48 jam setelah cedera.

Hematoma ini disebabkan oleh perdarahan vena ke dalam ruang

subdural. Riwayat klinis khas dari penderita hematoma subdural subakut

adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, yang

diikuti penurunan kesadaran, dan perbaikan status neurologik secara

bertahap. Namun setelah jangka waktu tertentu penderita

memperlihatkan penurunan status neurologik. Tingkat kesadaran

menurun bertahap, pasien tidak berespon, peningkatan TIK, lalu terjadi

herniasi unkus atau sentral. Angka kematian tinggi pada pasien

hematoma subdural akut dan sub akut, karena sering dihubungkan

dengan kerusakan otak.

c. Hematoma subdural kronik

Terjadi karena cedera kepala minor, terjadi paling sering pada

lansia akibat atrofi otak karena proses penuaan. Tampaknya cedera

kepala minor dapat mengakibatkan dampak yang cukup untuk menggeser

isi otak secara abnormal dengan sekuela negative. Waktu di antara cedera

Andi Kurniawan Lebang 11


dan awitan gejala mungkin lama, sehingga akibat actual mungkin

terlupakan. Gejala dapat tampak beberapa minggu setelah cedera minor.

Hematoma subdural kronik menyerupai kondisi lain dan mungkin

dianggap sebagai stroke.

Tindakan terhadap hematoma subdural kronik ini daapt dilakukan

melalui lubang burr ganda, atau kraniotomi dapat dilakukan untuk lesi massa

subdural yang cukup besar yagn tidak dapat dilakukan melalui lubang burr.

a. Hematoma Intrakranial

Adalah pengumpalan darah lebih dari 25 ml dalam parenkim otak,

penyebabnya adalah fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi

peluru dan gerakan aselerasi-deserasi tiba-tiba tindakan bersifat

kontroversial bedah atau medis, serta bias juga terjadi karena cedera atau

stroke.

Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus

otak sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak

sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis

perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian

besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejal adalam

beberapa menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering

terjadi pada usia lanjut dan membesar secara perlahan serta menimbulkan

gejala setelah beberapa jam atau hari.

Andi Kurniawan Lebang 12


Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan

pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak.

Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang

otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi

penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau

kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan

kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada

usia lanjut.

b. Konkusio

Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan)

sekejap, setelah terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan

kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak

tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan

bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada

goncangan yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak.

Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa

mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami

penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita

merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa,

depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala

ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang

lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam

Andi Kurniawan Lebang 13


bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca

konkusio.

Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak

diketahui mengapa sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera

kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah

cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian obat-obatan dan terapi

psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu

dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang

lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa

hari setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa

mengantuk bertambah parah, sebainya segera mencari pertolongan medis.

Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat,

maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera

kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama

gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan

asetaminofen. Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-

4 hari pertama.

F. Patofisiologi

Dalam keadaan normal otak mempunyai kemampuan melakukan

autoregulasi aliran darah serebral dan menjamin aliran daerah konstan melalui

pembuluh darah serebral. Faktor-faktor ini dapat mengubah kemampuan pembuluh

serebral untuk berkontraksi dan berdilatasi serta mengganggu autoregulasi

Andi Kurniawan Lebang 14


diantaranya trauma otak, iskemia dan hipoxia, pada klien dengan kerusakan

autoregulasi. Aktivitas yang dapat menyebabkan peningkatan aliran darah serebral

juga dapat meningkatkan TIK. Tekanan Intra Kranial (TIK) merupakan tekanan

yang dikeluarkan oleh kombinas dari 3 komplemen intrakranial yaitu jaringan otak,

CSS dan darah.

Hipotesa monro kellie mengatakan volume intrakranial sama dengan

volume otak ditambah volume darah serebral dan CSS, dimana tiap perubahan

volume dari tiap-tiap komponan karena gangguan kranial dapat menyebabkan

peningkatan TIK.

Peningkatan TIK mengarah pada timbulnya iskemia, kekakuan otak dan

kemungkinan herniasi. Peningkatan TIK berkembang pada hampir semua klien

dengan lesi intra kranial setelah mengalmi cedera kepala. Pada semua klien dengan

cedera kepala bera, peningkatan TIK yang tidak terkontrol dapat menyebabkan

kematian.

Defisit Nerurologik pada cedera kepala dimulai dengan adanya trauma pada

otak yang dapat menyebkan fragmentasi jaringan dna contusio, merusakn sawar

otak, diserbtai vasodilatasi dan eksudasi jaringan sehingga timbul edema yang

dapat menyebabkan peningkatan TIK. Keadaan ini dapat menurunkan aliran daerah

serebral, iskemia, hipoksia, asidosis dan kerusakan sawar darah otak lebih lanjut

dan terjadi kematian sel-sel otak dan edema bertambah positif.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan

oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi

Andi Kurniawan Lebang 15


pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi

penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan

asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit

/ 100 gr. Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas

atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan

otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia,

fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,

dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan

berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah

arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

G. Manifestasi Klinis

Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut :

1. Gangguan kesadaran

2. Konfusi

3. Abnormalitas pupil

4. Piwitan tiba-tiba defisit neurologis

5. Perubahan TTV

6. Gangguan pergerakan

7. Gangguan penglihatan dan pendengaran

Andi Kurniawan Lebang 16


8. Disfungsi sensori

9. Kejang otot

10. Sakit kepala

11. Vertigo

12. Kejang

13. Pucat

14. Mual dan muntah

15. Pusing kepala

16. Terdapat hematoma

17. Kecemasan

18. Sukar untuk dibangunkan

19. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung

(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

Akibat Dari Trauma Otak Ini Tergantung Pada:

1. Kekuatan benturan

Makin besar benturan makin parah kerusakan

2. Akselerasi / Deselerasi

Akselerasi = Benda yang bergerak mengenai kepala yang diam

Desekrasi = Kepala membentur benda diam

Keduanya bisa bersamaan terjadi bila gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak

langsung.

Andi Kurniawan Lebang 17


3. KUP dan Kontra KUP

Cedera KUP Kerusakan pada daerah dekat yang terbentur

Kontra KUP Kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan benturan

4. Lokasi Benturan

Bagi otak yang tersebar kemungkinan cedera kepala terberat adalah

bagian lotus anterior (Frontalis & temporalis) Lobus posterior (oksipitalis dan

atas mesenfalon).

5. Rotasi

Pengubahan posisi rotasi kepala menyebabkan trauma regangan &

robekan pada substansia alba dan batang otak.

6. Fraktur Impresi

Disebabkan oleh suatu kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun

menekan otak yang lebih dalam. Akibat fraktur ini kemungkinan CSS akan

mengalir ke hidung, telinga kemudian masuknya kuman dan terkontaminasi

dengan CSS dapat menimbulkan infeksi dan kejang.

H. Pemeriksaan Penunjang

1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi,

perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :

Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam

setelah injuri.

Andi Kurniawan Lebang 18


2. MRI :Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

3. Cerebral Angiography :Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :

perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

4. Serial EEG :Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

5. X-Ray :Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

6. BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

7. PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

8. CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan

subarachnoid.

9. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan

(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.

10. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat

peningkatan tekanan intrkranial.

11. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan

penurunan kesadaran.

I. Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala

adalah sebagai berikut:

1. Observasi 24 jam

2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.

Andi Kurniawan Lebang 19


3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.

4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.

5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.

6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.

7. Pemberian obat-obat analgetik.

8. Pembedahan bila ada indikasi.

Pedoman Penatalaksanaan

1. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/ atau leher, lakukan foto tulang

belakang servikal (proyeksi antero-posterior, lateral, dan odontoid).

2. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur

berikut:

a. pasang jalur IV dengan larutan salin normal (NaCl 0.9 %) atau larutan

Ringer Laktat: cairan isotonis lebih efektif mengganti volume

intravaskuler daripada cairan hipotonis, dan larutan ini tidak menambah

edema serebri.

b. Lakukan pemeriksaan: hematokrit, periksa darah perifer lengkap,

trombosit, kimia darah: glukosa, ureum, dan kreatinin, masa protrombin

atau masa tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan kadar alcohol

bila perlu

3. Lakukan CT Scan dengan jendela tulang: foto roentgen kepal tidak perlu jika

CT Scan dilakukan, karena CT Scan ini lebih sensitive untuk mendeteksi

Andi Kurniawan Lebang 20


fraktur. Pasien denga cedera kepala ringan, sedang, atau berat harus dievaluasi

adanya:

a. Hematoma epidural

b. Darah dalam subarakhnoid dan interventrikel

c. Kontusio dan perdarahan jaringan otak

d. Edema serebri

e. Obliterasi sisterna perimesenfalik

f. Pergeseran garis tengah

g. Fraktur kranium, cairan dalam sinus, dan pneumosefalus

4. Pada pasien yang koma (Skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda

herniasi, lakukan tindakan berikut ini:

a. Elevasi kepala 30°

b. Hiperventilasi: intubasi dan berikan ventilasi mandatorik intermitten

c. Pasang kateter Foley

d. Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematoma epidural yang

besar, hematoma subdural, cedera kepala terbuka, dan fraktur impresi >1

diploe)

Penatalaksanaan Khusus

1. Cedera kepala ringan

Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah

tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan bila memenuhi criteria berikut:

a. Hasil pemeriksaan neurologist dalam batas normal

Andi Kurniawan Lebang 21


b. Foto servikal jelas normal

c. Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien selama 24

jam pertama, dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat

darurat jika timbul gejala perburukan

2. Cedera kepala sedang

Pasien yang sedang menderita konkusi otak, dengan GCS 15 dan CT

Scan normal, tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi

di rumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing, atau amnesia.

Risiko timbulnya lesi intracranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan

cedera kepala sedang adalah minimal.

3. Cedera kepala berat

Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital, keputusan segera pada

pasien ini apakah terdapat indikasi interval bedah saraf segera. Jika ada

indikasi, harus segera dikonsulkan ke bedah saraf untuk tindakan operasi.

Penatalaksanaan cedera kepala berat seyogyanya dilakukan di unit rawat

intensif. Walaupun sedikit sekali yang dapat dilakukan untuk mengatasi

kerusakan primer akibat cedera, tetapi setidaknya dapat mengurangi kerusakan

otak sekunder akibat hipoksia, hipotensi, atau peningkatan TIK. Kejang umum

yang terjadi setelah cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan otak sekunder

karena hipoksia, sehingga terapi anti konvulsan dapat dimulai.

Tindakan terhadap penalaksanaan peningkatan TIK:

1. Mempertahankan oksigenasi adekuat.

Andi Kurniawan Lebang 22


2. Pemberian manitol untuk menurunkan edema serebral.

3. Hiperventilasi

4. Penggunaan steroid

5. Meninggikan kepala tempat tidur

6. Kemungkinan intervensi bedah neuro untuk evakuasi bekuan darah.

Tindakan pendukung lain:

1. Ventilasi

2. Pencegahan kejang dengan antikonvulson

3. Pemeliharaan cairan dan elektrolit

4. Keseimbangan nutrisi

5. Mempertahankan jalan nafas.

Rencana Pemulangan:

1. Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan.

2. Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya

kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan

perubahan bicara.

3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari

pemberian obat.

4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip

lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang.

Andi Kurniawan Lebang 23


5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-

hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas

bermain, dan latihan ROM bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik.

6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman.

7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.

8. Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan

intrakranial.

Andi Kurniawan Lebang 24


ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Primer

c. Airway

Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas.

d. Breathing

Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama pernapasan,

tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping

hidung.

e. Circulation

Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.

f. Disability

g. Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.

Tingkat Kesadaran

Kualitatif dengan :

1) CMC

Reaksi segera dengan orientasi sempurna, sadar akan sekeliling , orientasi

baik terhadap orang tempat dan waktu.

2) Apatis

Terlihat mengantuk saat terbangun klien terlihat acuh tidak acuh terhadap

lingkungannya.

Andi Kurniawan Lebang 25


3) Confuse

Klien tampak bingung, respon psikologis agak lambat.

4) Samnolen

Dapat dibangunkan jika rangsangan nyeri cukup kuat, bila rangsangan

hilang, klien tidur lagi.

5) Soporous Coma

Keadaan tidak sadar menyerupai koma, respon terhadap nyeri masih ada,

biasanya inkontinensia urine, belum ada gerakan motorik sempurna.

6) Koma

Keadaan tidak sadar, tidak berespon dengan rangsangan.

Kuantitas dengan GCS

1) Mata (eye)

- Selalu menutup mata dengan rangsangan nyeri 1

- Membuka mata dengan rangsangan nyeri 2

- Membuka mata dengan perintah 3

- Membuka mata spontan 4

2) Motorik (M)

- Tidak berespon dengan rangsangan nyeri 1

- Eksistensi dengan rangsangan nyeri 2

- Fleksi lengan atas dengan rangsangan nyeri 3

- Fleksi siku dengan rangsangan nyeri 4

- Dapat bereaksi dengan rangsangan nyeri 5

Andi Kurniawan Lebang 26


- Bergerak sesuai perintah 6

3) Verbal (V)

- Tidak ada suara 1

- Merintih 2

- Dapat diajak bicara tapi tidak mengerti 3

- Dapat diajak bicara tapi kacau 4

- Dapat berbicara, orientasi baik 5

h. Exposure

Suhu, lokasi luka.

2. Pengkajian Sekunder

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab

nyeri/cedera: Peluru kecepatan tinggi? Objek yang membentuk kepala ? Jatuh ?

Darimana arah dan kekuatan pukulan?

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau kejang/

tidak. Apakah ada penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan

pernapasan. Apakah klien dilahirkan secara forcep/ vakum. Apakah pernah

mengalami gangguan sensorik atau gangguan neurologis sebelumnya. Jika

pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya. Bagaimana asupan nutrisi.

Andi Kurniawan Lebang 27


c. Riwayat Keluarga

Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit sistemis

seperti DM, hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.

d. Pengkajian Head To Toe

1) Pemeriksaan kulit dan rambut

Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien

2) Pemeriksaan kepala dan leher

Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan leher.

Kaji kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan pada indera. Pada

penderita stroke biasanya terjadi gangguan pada penglihatan maupun

pembicaraan

3) Pemeriksaan dada

 Paru-paru

Inspeksi : kesimetrisan, gerak napas

Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus

Perkusi : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor, timpani)

 Jantung

Inspeksi : amati iktus cordis

Palpalsi : raba letak iktus cordis

Perkusi : batas-batas jantung

Batas normal jantung yaitu: Kanan atas: SIC II RSB, kiri atas: SIC II

LSB, kanan bawah: SIC IV RSB, kiri bawah: SIC V medial 2 MCS

Andi Kurniawan Lebang 28


 Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen, gerakan

Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan

Perkusi : suara peristaltic usus

Auskultasi : frekuensi bising usus

4) Pemeriksaan ekstremitas

Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat bantu.

Konsep Keperawatan

Pengkajian

Aktivitas – Istirahat

Gejala : - merasa lemah, lelah, kaku, hilangnya keseimbangan

Tanda : - Perubahan kesadaran, lethargi

- Hemiparese, quadriparesis

- Ataksia

- Cedera ortopedik

- Kehilangan tonus otot, otot spastic

Sirkulasi

Gejala : - Normal/ terjadinya perubahan tekanan darah (hipertensi)

- Perubahan frekuensi jantung ( bradikardi, takikardi yang diselingi

dengan bradikardi, disritmia ).

Andi Kurniawan Lebang 29


Integritas Ego

Gejala : - Perubahan tingkah laku

Tanda : - Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan

impulsif.

Eliminasi

Gejala : - Disfungsi/ inkontinensia blader/ bowel

Makanan/ cairan

Gejala : - Mual/ muntah, perubahan napsu makan

Tanda : - Muntah ( mungkin proyektil )

- Gangguan menelan ( batuk, air liur keluar, disfagia )

Neurosensori

Gejala : - Kehilangan kesadaran, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,

tinitus, hilang pendengaran, tingling, mati rasa pada ekstremitas

- Perubahan visual : ketajaman, diplopia, fotofobia, kehilangan

sebagian lapang pandang

- Perubahan sensasi rasa dan bau ( pengecapan dan penciuman )

Tanda : - Perubahan kesadaran bisa sampai koma

Andi Kurniawan Lebang 30


- Perubahan status mental ( orientasi, perhatian,

konsentrasi,pemecahan masalah, pengaruh emosi/ tingkah laku dan

memori ).

- Perubahan pupil ( respon terhadap cahaya, simetris ), deviasi pada

mata, ketidakmampuan mengikuti.

- Kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman dan

pendengaran

- Wajah tidak simetris

- Genggaman lemah, tidak seimbang

- Kejang, seizure – dekortisasi, deserebrasi

- Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan

Nyeri/ kenyamanan

Gejala : - Sakit kepala ( bervariasi )

Tanda : - Wajah menyeringai (Grimace), respon withdrawl, gelisah tidak bisa

beristirahat, merintih.

Pernapasan

Tanda : - Perubahan pola napas ( apnea yang diselingi oleh hiperventilasi ), napas

bunyi, stridor, tersedak.

- Ronchi, wheezing

Andi Kurniawan Lebang 31


Keamanan

Tanda : - Fraktur/ dislokasi

Gangguan penglihatan

Kulit; laserasi, abrasi, perubahan warna seperti “ raccoon eye “, tanda battle

disekitar telinga, adanya aliran cairan dari telinga/ hidung ( CSS ).

Gangguan pola pikir

- Gangguan ROM, tonus otot hilang, paralisis

- Demam, perubahan pengaturan suhu tubuh

Interaksi Sosial

Tanda : - Afasia motorik/ sensorik bicara tanpa arti dan berulang – ulang disartria,

anomia

Diagnosa Keperawatan dan Rencana Tindakan

1. Potensial/ aktual tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan kerusakan

neuromuskuler ( injuri pada pusat pernapasan ), adanya obstruksi trakeabronkial.

Tujuan : Pola napas efektif

Kriteria Evaluasi :

- Pola napas dalam batas normal, irama teratur

- Bunyi napas normal, tidak ada stridor, ronchi, wheezing

Andi Kurniawan Lebang 32


- Tidak ada pernapasan cuping hidung

- Nilai analisa gas darah arteri dalam batas normal :

pH : 7,35 – 7, 45

PaO2 :80 – 100 mmHg

PaCO2 : 35 – 45 mmHg

HCO3 : 22 - 26 mEq/L

BE : -2,5 - +2,5

Saturasi O2 : 95 – 98 %

Intervensi :

- Kaji kecepatan, kedalaman, frekuensi, irama dan bunyi napas.

- Atur posisi pasien dengan posisi semifowler ( 150 – 450 ).

- Lakukan suction dengan hati – hati selama 10 – 15 detik

- Catat sifat, warna dan bau sekret.

- Apabila pasien sudah sadar, anjurkan latihan napas dalam

- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian therapi oksigen,

pemeriksaan analisa gas darah.

2. Potensial terjadinya peningkatan TIK berhubungan dengan penumpukkan cairan

darah didalam otak

Tujuan : Peningkatan tekanan intrakranial tidak terjadi

Andi Kurniawan Lebang 33


Kriteria Evaluasi :

- Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK, seperti : tekanan darah meningkat,

nadi lambat, pernapasan dalam dan lambat, hipertermi, anisokor, pupil

melebar, refleks terhadap cahaya negatif, kesadaran menurun, nilai GCS < 15.

Intervensi :

- Kaji status neurologis yang berhubungan dengan TIK , terutama GCS

- Observasi tanda – tanda vital : tekanan darah, nadi, respiratori, suhu

- Posisi kepala dinaikkan dengan sudut 150 - 450 , gunakan bantal tipis sampai

bahu sehingga tidak terjadi hyperextensi dan fleksi

- Observasi intake dan output

- Bantu pasien untuk menghindari/ membatasi batuk, muntah atau mengedan

- Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pemberian obat anti edema,

therapi oksigen

3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan

fungsi vital tubuh.

Tujuan : Cairan elektrolit tubuh seimbang

Kriteria Evaluasi :

- Asupan- haluaran seimbang yaitu asupan cairan selama 24 jam 1-2 liter, dan

haluaran urin 1-2 cc/KgBB/jam

- Turgor kulit baik

- Nilai elektrolit tubuh normal

- Natrium 135 – 145 mEq/l

Andi Kurniawan Lebang 34


- Kalsium 9 –11 mg%

- Kalium 3,5 – 4,5 mEq/l

- Fosfat 3 – 4 mg%

- Klorida 46 – 107 mEq/l

Intervensi :

- Observasi intake dan output serta keseimbangan elektrolit

- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam :

- pemeriksaan kadar elektrolit

- Pemberian cairan sesuai kebutuhan

- Pemberian obat anti edema apabila perlu

- Pemasangan kateter urine

4. Gangguan pemenuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

menurunnya kesadaran

Tujuan : Kekurangan nutrisi tidak terjadi

Kriteria Evaluasi :

- BB pasien normal

- Tidak ada tanda – tanda malnutrisi

- Nilai hasil Lab normal :

- Protein total 6-8 gr%

- Albumin 3,5 – 5,3 gr%

Andi Kurniawan Lebang 35


- Globulin 1,8 – 3,6 gr%

- Hb lebih dari 10 gr%

Intervensi :

- Kaji kemampuan mengunyah, menelan dan refleks batuk

- Catat apabila terjadi penurunan bising usus

- Timbang berat badan

- Beri makanan dalam porsi sedikit tapi sering

- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemeriksaan protein total,

globulin, albumin, Hb.

5. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi dan menurunnya

kemampuan motorik

Tujuan : mampu melakukan aktivitas fisik dan tidak terjadi komplikasi dekubitus,

bronchopneumonia, tromboplebitis dan kontraktur sendi.

Kriteria Evaluasi :

- Pasien mampu/ pulih kembali fungsi motorik

- Tidak terjadi dekubitus, bronchopneumoni, tromboplebitis dan kontraktur sendi

- Mampu mempertahankan keseimbangan tubuh

- Mampu melakukan aktivitas ringan

Intervensi

- Koreksi tingkat kemampuan mobilisasi dengan skala o – 4

0 = pasien tidak tergantung pada orang lain

1 = pasien butuh sedikit bantuan

Andi Kurniawan Lebang 36


2 = pasien butuh bantuan/pengawasan/bimbingan sederhana

3 = pasien butuh bantuan/ peralatan banyak

4 = pasien sangat tergantung pada pemberian pelayanan

- Miring kiri – kanan setiap 2 jam

- Bantu melakukan gerakan sendi secara pasif dan aktif bila penderita kooperatif

- Observasi kemampuan gerakan motorik, keseimbangan

- Lakukan perawatan kulit dan mempertahankan alat-alat tenun bersih dan

kering

- Lakukan perawatan mata

- Observasi dan bantu pasien saat BAB

- Anjurkan keluarga untuk turut membantu melatih dan memberi motivasi

- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian therapi fisik dan

pekerjaan.

6. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan saraf sensorik

Tujuan : Gangguan persepsi sensori teratasi

Kriteria Evaluasi :

- Tingkat kesadaran normal, GCS 15

- Fungsi alat-alat indra baik

- Pasien kooperatif dan dapat berorientasi pada orang, tempat dan waktu.

Intervensi :

- Kaji respon sensori

Andi Kurniawan Lebang 37


- Kaji persepsi pasien, koreksi kemampuan pasien berorientasi terhadap orang,

tempat dan waktu

- Bicara dengan lembut, gunakan kalimat sederhana, observasi respon pasien

- Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan lindungi dari cedera

7. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya kuman melalui

jaringan yang rusak dan kekurangan nutrisi.

Tujuan : tidak terjadi infeksi baru

Kriteria Evaluasi :

- Tidak ada tanda – tanda infeksi seperti rubor, dolor, kalor, tumor dan

fungsiolesa

- Tidak ada pus pada daerah kulit yang rusak

- Tidak ada infeksi dari kateter dan infus set

- Tidak terjadi abses otak/ meningitis

Intervensi :

- Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan

secara aseptik dan antiseptik

- Monitor suhu tubuh dan penurunan kesadaran

- Rawat apabila perdarahan melalui hidung, mulut dan telinga, tutup dengan kasa

steril

- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian antibiotik, pemeriksaan

kadar lekosit, liquor dari hidung, mulut dan telinga serta pemeriksaan urin dan

kultur resistensi.

Andi Kurniawan Lebang 38


8. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan edema serebral dan hypoksia

Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi

Kriteria Evaluasi :

- Nyeri kepala hilang

- Hematoma

- Pasien dapat beristirahat dengan tenang

Intervensi :

- Kaji tipe, lokasi dan durasi nyeri

- Ajarkan teknik relaksasi seperti napas dalam dan relaksasi otot –otot

- Batasi pergerakan pada daerah yang cedera

- Observasi perubahan perilaku terhadap perasaan tidak nyaman

- Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian obat analgetik

9. Gangguan kemampuan proses berpikir dengan baik dan logis berhubungan dengan

konflik psikologis dan gangguan fungsi sensoris.

Tujuan : Kemampuan berpikir pasien kembali normal

Kriteria Evaluasi :

- Pasien dapat berorientasi pada orang, tempat dan waktu

- Keluarga dapat menerima perubahan berpikir pasien

- Pasien mampu menjawab pertanyaan yang diajukan

Andi Kurniawan Lebang 39


Intervensi :

- Kaji kemampuan berpikir dan orientasi terhadap lingkungan sekitarnya

- Berikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang perubahan berpikir

pasien dan rencana perawatan

- Ajarkan teknik relaksasi, jangan berpikir keras, berikan aktivitas sesuai

kemampuan

- Beritahu pasien dan keluarga bahwa fungsi intelektual, perilaku dan emosi

dapat pulih kembali, meskipun efek tertentu dapat bertahan sebagai gejala sisa.

10. Gangguan rasa nyaman : cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian

terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.]

Tujuan : Kebutuhan rasa aman keluarga terpenuhi

Kriteria Evaluasi :

- Keluarga pasien dapat menyadari dan menerima musibah

- Keluarga pasien dapat mengekspresikan perasaan

- Keluarga pasien mempunyai rasa optimis terhadap kesembuhan pasien

Intervensi :

- Kaji perasaan keluarga dan beri rasa empati

- Beri penjelasan tentang kondisi, luasnya trauma, rencana perawatan dan

prognosa pasien

- Libatkan keluarga dalam pengambilan keputusan dan perencanaan

Andi Kurniawan Lebang 40


11. Potensial gangguan pola eliminasi urine, inkontinensia berhubungan dengan

gangguansensorik dan neuromuskuler karena cedera kepala

Tujuan : Pola eliminasi urine dalam batas normal

Kriteria Evaluasi :

- Pasien BAK dengan pola biasa

- Pasien tidak ada keluhan tentang BAK

Intervensi :

- Kaji ketegangan Visica urinaria

- Rawat vagian/ penis

- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemasangan kateter. Penggantian

kateter setiap 48 – 72 jam.

- Rawat kateter, fiksasi dan kebersihan. Observasi jumlah urine, warna dan bau.

12. Potensial terjadi gangguan pola eliminasi bowel, konstipasi berhubungan dengan

imobilisasi.

Tujuan : Tidak terjadi konstipasi

Kriteria Evaluasi :

- Pasien BAB sesuai pola biasa

- Tidak ada keluhan tentang BAB

- Tidak teraba massa pada kolon

Andi Kurniawan Lebang 41


Intervensi :

- Pertahankan pola BAB yang biasa

- Monitor dan catat frekuensi serta karakteristik feses

- Massage daerah kolon transversum dan descenden untuk merangsang

keluarnya feses

- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian diet

- Beri minum 2 – 4 liter/ hari jika tidak ada kontraindikasi.

Evaluasi

1. Fungsi otak meningkat, gangguan neurologis menurun

2. Komplikasi tidak terjadi

3. Pasien dapat melakukan aktivitas dengan mandiri

4. Koping keluarga positif

5. Pasien dan keluarga memahami proses penyakit/ prognosa dan penanganannya

Andi Kurniawan Lebang 42


DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Lilian S, and Dors S. Sudarth.1982; Medical Surgical Nursing. Lippincott Co.

Philadelphia.

Doengoes, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC Jakarta

Ganong, W. F. 1987; Fisiologi Kedokteran, 2nd ed. , EGC Jakarta.

Hickey V. Joanne, 1987; The Clinical Practice of Neurological and Neurosurgical

Nursing, 2nd ed. , J. B. Lippincott Co, Philadelphia.

Luckman Sorensen,1987; Medical Surgical Nursing, Third ed. , W. B. Saunder Co,

Philadelphia.

Pahria Tuti, SKp, dkk, 1996: Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan

Sistem Persarafan, Penerbit buku kedoteran EGC, Jakarta.

Andi Kurniawan Lebang 43

Anda mungkin juga menyukai