Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH SPO BIOFARMASETIKA

PENGHANTARAN OBAT MELALUI PARU


(PULMONARY)

Disusun guna memenuhi salah satu tugas SPO Biofarmasetika

Dosen Pengampu : Anita Sukmawati, Ph.D., Apt.

Disusun Oleh :
Alifa Noora Rahma (V1001800)
Muthi’ah Rabbaniyyah (V100180025)
Yunita Cahya Awalyani Lingga K (V100180035p)

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
PENDAHULUAN

Keterbatasan perawatan konvensional meningkat, telah dikembangkan


drug delivery system yang tertarget. Rute bantuan obat melalui paru yang semakin
meningkat, menjadi penting saat ini untuk diteliti (Patil and Sarasija, 2012).
Pengiriman obat paru telah menjadi target yang menarik dalam industri perawatan
kesehatan. Paru-paru mampu menyimpan obat-obatan untuk pengendapan lokal
atau untuk pengiriman sistemik. Setengah dari semua obat-obatan tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam lemak. Paru-paru mampu menyerap udara dan
minyak ke dalam jaringan (Chandira, 2009). Pemberian obat melalui paru
menjadi pilihan untuk senyawa dalam mengobati penyakit obstruktif local seperti
penyakit asma dan paru obstruktif kronis (Groneberg dkk, 2003).
Sel-sel epitel pernafasan memiliki peran yang menonjol dalam pengaturan
nada jalan nafas dan cairan pelapis saluran nafas. Perhatian saat ini semakin
berkembang terhadap potensi rute paru untuk non administrasi invasive untuk
pengiriman sistemik dan agen terapi local, karena permeabilitas tinggi dan
permukaan area absorpsi pada paru yang lebar (sekitar 70-140 m2 pada mausia
dewasa memiliki daya serap dengan selaput mukosa yang sangat tipis) dan suplai
darah yang baik (Patil and Sarasija, 2012).
Beberapa obat aerosol yang digunakan untuk terapi topical untuk penyakit
pulmonary seperti antimicrobial, antiviral, vaksin, immunosupresif, surfaktan,
protease, dan prostaglandin. Sedangkan contoh obat yang digunakan untuk terapi
sistemik adalah insulin, heparin, ergotamine, dan calcitonin (Groneberg dkk,
2003). Obat-obat yang dihantarkan melalui rute paru merupakan obat untuk terapi
yang luas seperti antibiotic, antibody, peptide, protein, maupun oligonukleida.
Inhalasi adalah suatu system pemberian obat untuk pengobatan ganguan
pernafasan, dan memiliki keuntungan dengan pemberian langsung ke system
pernafasan dan memiliki efek samping yang lebih sedikit (Odili and Okuribe,
2010). Inhalasi merupakan jalur paparan yang paling penting pada tempat
kerjanya. Terapi inhalasi merupakan teknik pemberian obat dalam dosis tertentu
secara langsung ke dalam paru-paru (Ikawati, 2006). Keuntungan penggunaannya
adalah pengobatan dengan dosis kecil sekitar 10% dari dosis terapi oral dan
memiliki konsentrasi yang tinggi dalam paru-paru dan efek sitemik yang minimal.
Pengiriman obat menuju paru-paru yang telah dikembangkan yang
menjadi bantuan pemberian obat sistemik atau lokal. Penggunaan sistem
pemberian obat (DDS) untuk pengobatan penyakit paru meningkat karena melihat
potensi mereka untuk terapi topikal terlokalisasi di paru-paru. Rute ini juga
memungkinkan untuk menyimpan obat lebih detail pada konsentrasi tinggi di
dalam paru yang sakit serta mengurangi jumlah keseluruhan obat yang diberikan
kepada pasien (10-20% dari jumlah peroral), serta meningkatkan efek obat lokal
sambil mengurangi efek samping sistemik dan first-pass metabolisme (Chandira,
2009).
PEMBAHASAN

A. Anatomi Sistem Pernafasan

Sistem pernafasan manusia merupakan system organ yang rumit dengan


struktur yang memiliki hubungan fungi yang dekat. system ini terdiri dari dua
wilayah; saluran pernafasan penghantar dan daerah pernafasan (Patil and Sarasija,
2012). Saluran pernafasan sendiri terbagi menjadi banyak lipatan; rongga hidung
dan sinus yang terkait, nasofaring, orofaring, laring, trakea, bronkus, dan
bronkiolus. Sedangkan untuk wilayah pernafasan terdiri dari bronkiolus
pernafasan, saluran alveolar, dan kantung alveolar (Chandira, 2009).
Sel epitel memiliki peran penting dalam administrasi sediaan aerosol dari
berbagai macam obat. Perbedaan umum antara komposisi topical dan sistemik
telah dibuat, untuk administrasi aerosol dari obat topical, obat pernafasan,
sejumlah besar dari substansi telah mencangkup kelas yang berbeda untuk asma,
antimikroa, dan terapi antihipersensitiv. Sejumlah laporan tentang pengiriman
obat paru seccara sistemik juga telah dilaporkan, dalam hal ini perbedaan antara
obat non-peptida dan berbasis peptide seperti insulin, hormone pertumbuhan
manusia, dan oxytocin telah dilaporkan untuk digunakan sebagai tindak lanjut
yang telah dicapai sebagai sirkulasi sistemik mengikuti pemberian aerosol
(Groneberg dkk, 2003).

Pulmonary DDS
Pemberian obat paru menjadi rute yang efektif untuk pemberian obat local
maupun sistemik. Aplikasi DDS pulmonary lebih efektif, larut baik dalam air
maupun lipid, untuk pengobatan gangguan paru-paru atau untuk pengiriman
sistemik (systemic delivery) (Chandira, 2009).
Keuntungan DDS pulmonary
Beberapa keuntungan menggunakan system pengiriman obat melalui paru antara
lain (Lorensia dan Suryadinata, 2018);
1. Efek dapat langsung ke target pengobatan dalam saluran pernafasan
2. Dapat secara efektif mencapai konsentrasi tinggi
3. Efek sistemik yang dihasilkan lebih sedikit
4. Waktu kerja bronkodilator lebih cepat diberikan secara inhalasi
dibandingkan secara oral
5. Beberrapa obat tidak terabsorpsi pada pemberian oral dan hanya dapat
diberikan melalui inhalasi
6. Relative ringan dan kecil, sehingga mudah dibawa kemana-mana
7. Mudah digunakan dengan petunjuk yang benar
Obat-obatan dapat diberikan melalui rute paru menggunakan 2 teknik
yaitu aerosol inhalasi dan instalasi intratrakeal. Dengan menerapkan teknik
aerosol, dapat didapatkan distribusi yang lebih seragam dengan tingkat
penembusan perifer atau paru yang lebih besar, tetapi biaya lebih mahal, juga
memiliki kesulitan dalam mengukur dosis tepat di dalam paru-paru. Bertentangan
dengan ini, proses penanaman jauh lebih sederhana, tidak mahal dan memilki
distribusi obat yang tidak seragam (Chandira, 2009).
Sediaan aerosol adalah disperse atau suspense stabil bahan padat dan
tetesan cair dalam medium gas. Sebagian besar obat dengan partikel yang lebih
besar diendapkan oleh dua partikel pertama di saluran udara, sedangkan partikel
yang lebih kecil masuk ke wilayah perifer paru dengan mengikuti difusi.
Keuntungan sediaan aerosol adalah; dosis dapat dihilangkan tanpa kontaminasi
bahan yang tersisa, obat-obatan dapat dikirim langsung ke daerah yang diinginkan
dalam bentuk yang diinginkan, dan iritasi yang dihasilkan oleh aplikasi mekanik
obat topical atau yang dihilangkan. Ada tiga aerosol yang secara umum digunakan
yaitu; dosis terukur inhaler (Meter Dose Inhaler/MDI), inhaler serbuk kering
(Dose/DPI), dan nebulizier (Chandira, 2009).

B. Contoh Sediaan Melalui Paru

MDI (Metered Dose Inhaler)

MDI adalah jenis inhaler yang paling banyak digunakan pada penyakit
pernafasan karena nyaman untuk digunakan. Alat MDI terdiri dari canister logam
yang berisi suspense obat termikronisasi dalam propelan dan diberi tekanan
sehingga membentuk suspense. Komponen lainnya berupa katup yang berguna
untuk mengukur reprodusibilitas yaitu berkisar 5% (Ikawati, 2006).
Obat dalam sediaan ini terkandung dalam aerosol bertekanan yang
bercampur dengan propelen sehingga dapat membantu obat untuk keluar dari alat
menuju ke mulut dan paru-paru (Waldron, 2007). Komponen dari MDI adalah
tabug bertekanan, ruang dengan corong (mouthpiece), serta tutup pelindung.
Bahan seperti obat, surfaktan dan/pelarut, serta propelan cair berada dalam tabung
tersebut. Berikut komponen dalam MDI (Beaucage and Nesbitt, 2002);
a.) Plastic holder (pegangan plastic) yaitu casing plasting berisi tabung logam
dan memiliki mouthpiece yang ditutupi cap.
b.) Headspace dan inhaler air entry atau ruang kosong berisi udara yang akan
keluar bersamaan dengan cairan suspense sehingga membentuk aerosol
c.) Obat-Propalen
d.) Pressurized canister (canister bertekanan)
e.) Valve stem (tangki katup sebagai jalan keluar obat menuju atomizing
nozzle)
f.) Atomazing nozzle (pipa semprot atomic)
g.) Metering Valve (seperangkat skat antara canister dengan valve stem)
h.) Activator body (pemicu mekanisme terbukanya metering valve, dan
perpindahan obat menuju atomizing nozzle)
i.) Actuator
j.) Mouthpiece

Spacer
Perangkat spacer akhir-akhir ini ditambahkan untuk digunakan bersama
dengan MDI, untuk menghilangkan beberapa partikel yang tidak terhirup oleh
impaksi pada dinding dan katupnya (Chandira, 2009), sehingga akan
meningkatkan penghantaran obat ke paru-paru. Spaser akan menahan aerosol pada
reservoir spaser, sehingga dapat mengatasi permasalahan terkait sinkronisasi
antara penekanan canister dengan penghirupan aerosol. Selain itu spaser juga
dapat meningkatkan deposisi aerosol di paru-paru. Beberapa alasan penggunaan
spanser pada pasien adalah (Lorensia dan Suryadinata, 2018);
- Pasien yang menggunakan inhalasi kortikosteroin berdosis tinggi dengan
tujuan untuk mencegah candidiasis orofaringal
- Pasien yang tidak mampu untuk menahan nafas selama 4 detik, sehingga
dapat mendapatkan dosis obat adekuat selama waktu tersebut
- Pasien yang kesusahan menggunkan MDI karena cacat atau yang tidak
bisa mengelola obat inhalasi
- Pasien yang tidak dapat menutup bibirnya disekitar mouthpiece
- Pasien yang menggunakan CFC-driven untuk menahan atau
menghilangkan penangkapannya

DPI (Dry Powder Inhaler)

DPI adalah alat dengan berbagai macam bentuk sediaan yang merupakan
alat inspiratory flow driven portable yang menghantarkan formula berbentuk dry
powder melalui inhalasi ke dalam paru-paru. Obat yang digunakan dalam DPI
dapat berupa obat murni atau merupakan campuran obat murni dengan eksipien
berukuran besar (laktosa) sebagai pembawa. Secara umum DPI lebih mudah
digunakan dibanding MDI karena cepat digunakan (David dan Geller, 2005).
Ketertarikan pada DPI sebagai cara penyampaian obat-obat ke paru yang efektif,
efisien dan ramah lingkungan telah meningkat.
Keunggulan DPI dibanding bentuk lainnya (Sims, 2011);
- Penggunaan tidak perlu dikocok dahulu sebagaimana MDI, karena tidak
mengandung propelan untuk distribusi obat.
- Inhalasi lebih cepat dan kuat diperlukan karena partikel obat akan segera
terlepas sehingga perlu memastikan obat yang terlepas mencapai organ
yang diinginkan
- Tidak memerlukan kaitan antara menekan canister engan menarik nafas.
- Tidak memerlukan alat bantu berupa spacer.
Kekurangan sediaan DPI adalah;
- Tidak dapat digunakan pada pasien dibawah 5 tahun maupun pasien
dengan fungsi paru-paru yang lemah
- Tidak tepat digunakan untuk keadaan darurat karena diperlukan penarikan
nafas yang dalam saat menggunakan
- Rentan terhadap kelembaban sehingga dapat mengakibatkan agregasi dan
jumlah obat yang terlepas juga terpengaruhi (Sims, 2011), (David dan
Geller, 2005).
Penggolongan jenis DPI antara lain (Lorensia dan Suryadinata, 2018):
- Single dose DPI
Pada desain dosis ini terbagi menjadi 2 bentuk yaitu reusable (sebelum
digunakan pasien perlu mengisi satu kapsul gelatin keras yang
mengandung formula serbuk ke dalam alat. Contoh sediaan: Handihaler)
dan disposable (dalam alat telah berisi dosis tunggal sehingga setelah
digunakan langsung dapat dibuang. Contoh; directhaler).
- Multiple unit-dose
Terdiri dari perangkat multiunit yaitu pre-metered replaceable blisters,
disk, dimples atau tubes yang akan mengeluarkan dosis individual saat
digunakan. Contoh sediaan adalah diskhaler dan diskus
- Multiple dose DPI
Pada perangkatnya mengandung sejumlah besar obat dengan mekanisme
yang terpasang, sehingga dosis tunggal yang diberikan dapat terukur.
Contoh sediaan turbuhaler

NEBULIZIER
Nebulizier adalah alat yang digunakan untuk mengubah obat dalam bentuk
cairan menjadi uap yang nantinya akan dihirup ke dalam paru-paru. Alat ini
menggunakan oksigen, udara terkompresi atau gelombang ultrasonic sehingga
memungkinkan pemecahan larutan dan suspense menjadi droplet aerosol kecil
sehingga dapat langsung terhirup. Nebulizier bekerja lebih efisien (memberikan
lebih banyak obat) ketika mengisi volume yang lebihh tinggi digunakan (Yoon,
2004).
Dua macam nebulizier yang umum adalah Jet nebulizier dan Ultrasonic
nebulizier;
a. Nebulizier Jet jenis yang paling sering digunakan karena harga yang
terjangkau. Bentuk ini menggunakan udara atau oksigen bertekanan untuk
mengoperasikannya (aerolisasi obat cair).
b. Ultrasonic Nebulizer: mekanisme umum yang terjadi adah pengubahan
energy listrik menjadi getaran frekuensi tinggi dengan menggunakan
transduser. Geteran ini akan menghasilkan aerosol dengan adanya
gelombang yang dibentuk dari pemindahan getaran ke permukaan larutan.
Kelebihan nebulizier adalah (Gardenhire dkk, 2013);
- Menghantarkan obat larutan obat campuran maupun tunggal dalam bentuk
aerosol dengan baik.
- Dapat mengatur konsentrasi dan dosis obat sesuai keinginan
- Dapat digunakan untuk usia dibawah 5 tahun, bayi, maupun dalam kondisi
lemah
- Relative mudah digunakan dan tidak diperlukan untuk menahan nafas
- Mudah untuk menghirup obat
Kerugian nebulizier antara lain (Gardenhire dkk, 2013);
- Memakan waktu sekitar 10-20 menit untuk perawatan nebulizier
- Peralatan besar dan tidak praktis
- Mengunakan sumber listrik
- Potensi obat mengenai mata dalam penggunaan menggunakan masker
wajah
- Resiko kontaminasi pada pembersihan yng tidak tepat maupun
penanganan obatnya

Perbedaan MDI, DPI, dan Nebulizer


Beberapa point penting yang merupakan perbedaan dari 3 jenis sediaan
diatas adalah (Lorensia dan Suryadinata, 2018):
Pada metode MDI beberapa point penting adalah;
- Dapat digunakan dengan spacer
- Propilen berperan dalam pengaturan energy yang dibutuhkan
- Harus ada koordinasi yang baik diantara menghirup dan menekan obat
- Pada keadaan dingin akan terjadi penurunan dosis
- Diperlukan pengocokan dan penyemprotan aerosol sebelum digunakan
Pada DPI point yang penting adalah
- Tidak mengandung propelan minimal adanya sisa obat yang tertinggal
dalam orofaringel
- Kekuatan pasien dalam menarik nafas berperan sebagai energy
- Tidak membutuhkan spacer
- Aliran inspirasi yang dibutuhkan lebih tinggi
- Tidak untuk pasien dengan usia dibawah 5 tahun
Point pada Nebulizier
- Alat yang dipakai merupakan mesin untuk mengubah obat dalam bentuk
cairan menjadi uap
- Proses penghirupan obat mengunakan masker
- Memberikan suara yang cukup berisik
- Energy yang dibutuhkan dari daya listrik
- Harga lebih mahal dari bentuk lainnya

C. Sifat Fisiko Kimia Obat


Beberapa faktor penting terkait sifat fisiko kimia sediaan pulmonary
adalah ukuran partikel, bentuk, dan bobot jenis masing-masing komponen. Saat
droplet partikel berukuran relative kecil dan distribusi monodispersi (bola) serta
bobot jenis yang relative rendah maka akan mudah mencapai saluran pernafasan
terdalam.
Point penting dalam aerosol inhlasi adalah distribusi ukuran partikel dari
dosis yang dihantarkan. Kisaran distribusi optimal aerosol yang diakui berkisar 1-
5 mikron. Parameter distribusi ukuran partiker tergantung pada formulasi, katup,
dan mouthpiece. Faktor yang mempengaruhi distribusi ukuran partikel yaitu
karakteristik semprotan dari produk obat, dan faktor lainnya dimana tidak hanya
ditentukan olek ukuran obat yang tersuspensi dalam formulasi (Lorensia dan
Suryadinata, 2018).

MDI

Komposisi sediaan dalam bentuk MDI umumnya terdiri dari bahan aktif,
propelan, dan pelarut/surfaktan.

Propelan
Propelan berfungsi mencairkan obat berbentuk gas menjadi cair saat
ditekan. Secara umum propelan sebagai gas yang dicairkan ataupun yang
dimampatkan. Propelan baik tidak tosik, tidak mudah terbakar, kompatibel dalam
bentuk suspense ataupun larutan dalam formulasi obat, memiliki titik didih serta
densitas baik (Lorensia dan Suryadinata, 2018). Umumnya propelin meliputi
bagian dari hidrokarbon yang memiliki bobot molekul rendah seperti butane dan
petana, serta gas mampat (karbondioksida dan nitrogen). Hampir semua aerosol
menggunakan CFC (chlorofluorocarbon), atau hydrofluoroalkanes (Chandira,
2009);
1. CFC (Chlorofluorocarbon)
CFC yang digunakan memiliki fase cairan dan gas dalam suatu wadah,
kesetimbangan antar keduanya akan memberikan tekanan gas yang sama baik
walau dalam keadaan hampir habis. Tekanan yang digunakan antara 300-500 kPa.
Penggunaan CFC berfungsi untuk agregasi partikel dalam melincirkan mekanisme
katup pengukur dosis, tetapi saat ini penggunaannya dilarang karena dapat
mengeluarkan klorin yang merusak ozon. Selain itu CFC juga memberikan dosis
berkurang saat terkena dingin (Newman, 2005). Klorofluorokarbon khususnya
merupakan kontaminan yang menyusahkan yang masuk ke dalam ruang hampa
udara meskipun hanya ada sedikit udara di dalam ruang tersebut ketika ruang
tersebut dibuka.
CFC terdiri dari senyawa mengandung chlorine, fluorine, carbon, dan
possible hydrogen dan digunakan bahan pendorong dalam kaleng semprot aerosol,
sebagai pendingin, dan sebagai bahan peniup, misalnya, untuk memproduksi busa
poliuretan. Karakteristik kimianya telah membuat mereka secara ideal cocok
untuk kegunaan seperti itu di mana mereka umumnya tidak beracun dan lembam
secara kimia. Dengan demikian, mereka dapat digunakan di sekitar api terbuka,
dan kebocoran di unit pendingin tidak menimbulkan bahaya kesehatan seperti unit
yang lebih tua dioperasikan pada pendingin seperti SO2 dulu.
Klorofluorokarbon utama yang telah digunakan adalah CCl3F, CCl2F2,
dan CHClF2. Ini sering disebut sebagai CFC-11, CFC-12, dan CFC-22, masing-
masing; sebagai alternatif, singkatan F-11, F-12, dan F-22. Senyawa CFC berasal
dari metana dan etana, senyawa ini memiliki rumus CCLmF4-m dan C2ClmF6-
M. Struktur dan sifatnya secara umum mudah menguap, tapi kurang dari alkana
induknya. Titik didih lebih dari metana -161° dan fluorometana -51.7 dan -128°C.
Kepadatan CFC lebih tinggi dari alkana, kerapatan senyawa berkolerasi dengan
jumlah klorida.

2. HFA (Hydrofluoroalkane)

HFA menjadi alternative yang lebih baik dari CFC, karena lebih ramah
lingkungan, tetapi propelan ini lebih mudah terbakar dan harus diperhatikan
penggunaannya. Contoh sediaan yang menggunakan HFA adalah Ventolin dan
Atrovent. Kelebihan lain dari HFA adalah dapat memberikan dosis yang
konsisten bahkan saat terkena suhu rendah (-20°c) (Newman, 2005).
Nama : HFA (HFA 227)
Kegunaan : Propelan aerosol
Pemerian : merupakan gas cair dan berbentuk cair pada temperature ruang
saat berada pada tekanan uap yang rendah dan berbentuk gas pada
suhu kamar dan tekanan atmosfer. HFA berupa cairan praktis yang
tidak berbau dan tidak berwarna. Gas ini dalam konsentrasi tinggi
memiliki bau serupa dengan eter. HFA non korosif, tidak mudah
terbakar, dan tidak menyebabkan iritasi.
Kelarutan : Larut dalam etanol 95%, eter, dan 1:1294 bagian dari air pada
suhu 20°C.
Titik Didih : -26,5°C
Titik Beku : -108°C
Kestabilan : non reaktif dan stabil.stabil pada bentuk gas cair ketika digunakan
sebagai propelan
Penyimpanan : Ditempatkan pada silinder logam dan disimpan pada tempat sejuk
dan kering
Pelarut atau surfaktan
Surfaktan yang umumnya digunakan adalah sorbitan trioleat atau asam
oleat (Lorensia dan Suryadinata, 2018).

1. Sorbitan trioleat (PubChem)


Keamanan : Mengiritasi
Rumus molekul : C60H108O8
Sinonim : glycomul TO
Liposorb TO
Protachem STO
Arlacel 85
Bobot molekul : 957.5 g/mol
Bentuk sediaan : cair
Kelarutan : praktis tidak larut tetapi terdispersi dalam air dan dapat
bercampur dengan alkohol.
Pemerian : larutan berminyak, tidak berwarna, bau karakteristik dari
asam lemak.
Kegunaan : sebagai emulgator dalam fase minyak
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
2. Asam oleat
Sinonim : Asam oleat
Rumus molekul : C18H34O2
Berat Molekul : 282, 47
Titik lebur : 15.3°C
Titik didih : 360°C
Fungsi : surfaktan
Kelarutan : kelarutan dalam benzene, kloroform, etanol 95%, eter, dan
heksan yaitu sangat larut. Praktis tidak larut dalam air.
OTT : Alumunium, kalsium, logam berat, larutan iodine, asam
perklorat, dan zat pengoksidasi
DIP
Laktosa merupakan pembawa obat dalam DPI (FI IV, hal 488-489)
Nama resmi : Laktosa
Sinonim : Laktosa, saccharum lactis
Pemerian : berupa serbuk atau massa hablur, kesar, putih atau putih
krim. Tidak berbau dan rasa sedikit manis, higroskopik
Kelarutan : mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air
mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dlam
kloroform dan dalam eter
Kegunaan : sebagai bahan pembawa obat
NEBULIZIER
Bahan aktif yang digunakan pada nebulizier dapat berupa ventolin, sedangkan
bahan penambahannya dilarutkan di dalam larutan aqueous yang terdiri dari
benzalkonium chloride, asam surfuric
1. Benzalkonium klorida
Pemerian : 100% adalah serbuk putih atau kuning, benjolan agar-
agar; tidak bewarna untuk larutan kuning pucat.
Massa jenis : 0,98 g/cm3
Kelarutan dalam air : sangat larut, mudah larut dalam etanol dan aseton, disolusi
dalam air lambat.
2. Asam Surfuric
Sinonim : asam sulfat,
Berat molekul : 98,078 g/mol
Rumus kimia : H2SO4
Pemerian : bening tidak berwarna, cairan tidak berbau
Titik leleh : 10°C
Titik didih : 290°C
Kelarutan : Tercampur penuh dalam air (eksotermik)
Kemanan : sangat korosif

D. Mekanisme Penghantaran Obat dari Bentuk Sediaan

Gambar.1 Mekanisme penghantaran obat dari bentuk sediaan


Perjalanan sediaan aerosol terdiri dari 4 tahap yaitu:
1. Transit atau penghirupan
Aerosol memulai perjalanan dari alat generator sampai titik fiksasinya
di epitel pernapasan. Tetesan aerosol mula-mula mencapai cavum
bucallis, kemudian menuju trakea, bronkus, bronkiolus, kanal alveoli
dan akhirnya ke alveoli paru. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perpindahan partikel adalah ukuran partikel, pernapasan dan laju
pengaliran udara, jenis aliran, kelembaban, suhu dan tekanan.
2. Penangkapan atau Depo
Pada tahap kedua dimana terjadi penangkapan atau depo, partikel
aerosol ditahan oleh epitel oleh broncho-alveoli. Cara penangkapannya
adalah dengan tumbukan karena kelembaban, pengendapan karena
gaya tarik bumi, dan difusi (gerakan brown).
3. Penahanan dan pembersihan
Setelah pengkapan zat aktif yang dihirup dari aerosol maka partikel
akan tertahan dipermukaan tempat depo. Aktivitas partikel aerosol
ditentukan oleh laju perjalanan dan peniadaanya dari lapisan mukosa
tersebut. Pada mekanisme pembersihan paru (makrofag alveoler) maka
peniadaan partikel oleh mukosilia adalah lebih penting. Lamanya
pembersihan ini adalah sekitar 100 jam untuk partikel yang
dibersihkan oleh selaput mukosilia, 30-40% dikeluarkan pada 24 jam
pertama.
4. Penyerapan
Pada tahap penyerap, sebagian bahan yang dihirup dalam bentyuk
aerosol akan terikat dalam saluran napas dan selanjutanya diserap o,leh
mukosa saluran. Untuk bahan dalam jumlah yang sangat besar
kadarnya di dalam darah dan air kemih perlu ditentukan. Penyerapan
ini dapat terjadi pada berbagai tempat yang berbeda dan kadang-
kadang selektif untuk beberapa zat aktif tertentu (dihidung, mulut,
trakea, bronkus, alveoler, dan di saluran cerna).
Ada 3 mekanisme deposisi yang terjadi ketika partikel aerosol
masuk saluran pernapasan yaitu dengan cara inersia, sedimentasi dan
difusi. Penjelasan dari ketiga mekanisme deposisi antara lain:
1) Inersia (impaksi inersial): umumnya
terjadi ketika ukuran partikel aerosol
yang >10 μm (mikron) yang
kemungkinan besar terdeposit pada
orofaring akibat dari partikel gas yang
memiliki momentum (hasil kali massa
dan kecepatan) sehingga partikel
aerosol berubah arah dan saling
bertubrukan.
2) Sedimentasi terjadi karena adanya
pengendapan gravitasi partikel aerosol
dimana kecepatan partikel aerosol saat
masuk sebanding dengan ukuran partikel yang masuk pada saluran
pernapasan bawah yaitu kisaran 5-10 μm, sedangkan partikel
berukuran 1-5 μm akan terdeposit di alveoli.
3) Difusi ini terjadi ketika ukuran partikel ukuran partikel aerosol <1 μm
dimana partikel obat bertabrakan
dengan molekul gas dan air yang
mengelilinginya, menyebabkan gerak
brown. Partikel yang bertabrakan,
dengan permukaan paru-paru secara
konstan diserap sehingga membentuk
gradient difusi ke arah dinding
saluran napas (Darquenne, 2012).
Daftar Pustaka

Anonim, 1995., Farmakoterapi Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia., Jakarta, hal 488-489

Beaucage D, Nesbitt S., 2002., Using Inhalation Device, in Bourbeau, Nault,


Borycki, Comprehensive Management of Chronic Obstructive Pulmonary
Disease., BC Decker Inc., Canada., hal 83-107.

Chandira Margaret R., Jayakar B., Debjit, Chiranjib., 2009., Recent Aspects of
Pulmonary Drug Delivery System-An Overview,. Farmanet.

Darquenne C. Aerosol Deposition in Helath and Disease. J Aerosol Med Pulm


Drug Deliv. 2012;25(3):140-147.

David E, Geller MD., 2005., Comparing Clinical Features of The Nebulizier,


Metered-Dose Inhaler, and Dry Powder Inhaler, rcjournal.

Gardenhire DS, Ari A, Hess D, Myers TR., 2013, A Guide to Aerosol Delivery
Device for Respiratory Therapists. Ed 3rd. American Association for
Respiratory Care.

Groneberg D.A., Witt, C., Wagner, U., Chung K. F., and Fischer A., 2003.,
Fundamental of Pulmonary Drug Delivery. Respiratory Medicine (Original
Article)., Vol.97, hal 382-387.

Ikawati, Z., 2006, Farmakope Penyakit Sistem Pernafasan, Laboratorium


Farmakoterapi dan Farmasi Klinik Bagian Farmakologi dan Farmasi
Klinik, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Lorensia Amelia dan Suryadinata Rivan Viriando., 2018., Panduan Lengkap


Penggunaan Macam-macam Alat Inhaler pada Gangguan Penafasan., M-
Broters Indonesia., Surabaya.

Newman PS,. 2005., Principles of Metered Dose Inhaler Design. Respire Care;
50(9), hal 1177-1188
Odili VU and Okuribe CO., 2010., Assessment of Phamacists’ Knowledge on
Correct Inhaler Technique., Research Journal of Pharmaceutical,
Biological and Chemical Science., 1(3), hal 768-772.

Patil J.S., and Sarasija S., 2012., Pulmonary Drug Delivery Strategies: A Concise,
Systematic Review., (Review Article) Lung India., Vol 29 (1)

PubChem, diakses https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov(Sorbitan


trioleate:C60H108O8)

Sims MW., 2011., Aerosol Therapy for Obstructive Lung Diseases. Chest.
140(30), hal:781-788.

Waldron J., 2007., Asthma Care in The Community, Great Britain by TJ


International Ltd, Padstow, Cornwall., hal 189

YOON, H. (2004). The study of nebulizer (accessory instrument) using problems


in asthma children*1. Journal of Allergy and Clinical Immunology, 113(2),
S91. doi:10.1016/j.jaci.2003.12.315

Anda mungkin juga menyukai